ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 9 NO.7,JULI, 2020



Diterima:17-07-202  Revisi:21-07-2020 Accepted: 23-07-2020

KARAKTERISTIK FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN EPILEPSI PADA ANAK DI DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA/RSUP SANGLAH DENPASAR

Putu Asita Pungky Mithayayi1, Dewi Sutriani Mahalini2

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Divisi Neurologi Anak, Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana /RSUP Sanglah Denpasar

Koresponden : Putu Asita Pungky Mithayayi Email : [email protected]

ABSTRAK

Epilepsi merupakan penyakit paroksismal yang memiliki karakteristik kejang berulang tanpa provokasi dengan jarak antar kejang lebih dari 24 jam. Angka insiden epilepsi cukup tinggi pada anak. Tujuan dari penelitian ini adalah mencari karakteristik faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada anak. Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif longitudinal. Sampel penelitian diambil melalui metode total sampling yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Selama periode penelitian dari bulan Maret hingga Agustus 2016, didapatkan 82 sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Proporsi kejadian setiap faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada anak yang diteliti, antara lain riwayat trauma dalam kandungan (1,2%), riwayat infeksi intrauterine (1,2%), riwayat kelahiran preterm (6,1%), riwayat BBLR (9,8%), riwayat asfiksia (14,6%), riwayat trauma perinatal (3,7%), riwayat infeksi post-natal (13,4%), riwayat trauma kepala (7,3%), riwayat kejang demam (32,9%), dan riwayat kejang dalam keluarga (25,5%). Simpulan penelitian ini adalah riwayat kejang demam merupakan faktor yang memiliki proporsi kejadian paling tinggi di antara faktor-faktor yang lainnya.

Kata Kunci : epilepsi, anak, faktor yang berhubungan dengan epilepsi.

ABSTRACT

Epilepsy is a paroxysmal disease that has the characteristic of recurrent unprovoke seizures with occuring more than 24 hours apart. The incidence of epilepsy is quite high in children. The purpose of this study was to describe the characteristics of factors related to epilepsy in children. This study used a longitudinal descriptive design. Samples that were used in this study was taken with total sampling method for all the samples that are matched to the inclusion and exclusion criteria. During the study period from March to August 2016, there were 82 samples which included to inclusion criteria. The results was proportion of each factor associated with epilepsy in children, including a history of intrauterine trauma (1.2%), intrauterine infection (1.2%), preterm birth (6.1%), low birth weight (9.8%), asphyxia (14.6%), perinatal trauma (3.7%), post-natal infection (13.4%), head trauma (7.3%), history of febrile seizures (32.9%), and history of seizures in the family (25.5%). The conclusion of this study was the history of febrile seizures has the highest proportion of occurence among other factors.

Keywords: epilepsy, children, related factors to epilepsy

PENDAHULUAN

Epilepsi didefinisikan sebagai kejang berulang tanpa provokasi minimal 2 kali dengan interval antar kejang lebih dari 24 jam.1 Epilepsi merupakan gangguan otak yang masuk ke dalam 3 besar gangguan neurologi pada anak bersama dengan kejang demam dan palsi serebral.2,3 Manifestasi klinis epilepsi dapat berupa kejang fokal, kejang umum, atau kejang campuran, kejang spasme mioklonik, atonik atau absan, otomatisasi, dan disertai atau tanpa disertai penurunan kesadaran.4 Epilepsi anak di India menduduki peringkat pertama gangguan neurologis dengan prevalensi 202 orang per 100.000.3 Indonesia sendiri belum memiliki data yang jelas mengenai kasus epilepsi pada anak, namun di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar selama periode Januari 2007 sampai Desember 2010, dijumpai pasien epilepsi baru sebanyak 276 kasus atau rerata 69 kasus per tahun.5 Faktor yang dapat menjadi penyebab epilepsi pada anak, antara lain gangguan prenatal, perinatal dan post-natal, riwayat trauma kepala, kejang demam, riwayat keluarga yang menderita epilepsi, serta infeksi susunan saraf pusat.2

Melihat tingginya angka epilepsi dan kurangnya penelitian dan pencatatan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi anak, maka penting untuk mengetahui karakteristik masing-masing faktor sehingga diagnosis dan tatalaksana epilepsi dapat dilakukan dengan lebih baik.

BAHAN DAN METODE

Penelitian    menggunakan    rancangan

penelitian     deskriptif    longitudinal     dengan

mengumpulkan data sekunder dari register dan rekam medis pasien serta melakukan wawancara terhadap orang tua/wali pasien epilepsi anak yang menjalani rawat jalan di poliklinik neurologi anak Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar pada bulan Maret hingga Agustus 2016. Berdasarkan perhitungan rumus, besar sampel minimal penelitian ini adalah 77 sampel. Teknik pengumpulan data menggunakan total sampling, dengan kriteria inklusi seluruh pasien anak yang berkunjung sejak Maret 2016 sampai bulan Agustus 2016 di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, dan kriteria ekskusi data pasien tidak lengkap dan orang tua pasien menolak diwawancara.

Data yang dicari pada penelitian ini berupa data  sosial-demografi  pasien, riwayat prenatal,

perinatal dan post-natal pasien, profil klinis pasien, kemudian data diolah dengan SPSS 22 dan disajikan secara deskriptif, bersama dengan tabel distribusi https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P15

frekuensi. Penelitian ini telah mendapat kelayakan etik dengan nomor 427./UN.14.2/Litbang/2016 dari Komisi Etika Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar.

HASIL

Selama periode penelitian dari Maret hingga Agustus 2016, didapatkan total 82 sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian.

Tabel 1 menunjukkan karakteristik umum pasien epilepsi yang menjadi sampel penelitian. Proporsi pasien epilepsi berdasarkan jenis kelamin lebih tinggi pada laki-laki dibanding perempuan (56,1%). Sebagian besar sampel berusia >5 tahun (53,7%). Berdasarkan onset terjadinya epilepsi, sebagian besar sampel terdiagnosis pada usia <1 tahun (53,7%). Penelitian ini juga menilai status gizi yang diukur berdasarkan perbandingan antara indeks massa tubuh (IMT) dan umur anak. Sebagian besar sampel memiliki status gizi normal (68,3%). Berdasarkan tipe kejang, sebagian besar sampel menderita epilepsi umum (72%).

Tabel 1. Karakteristik Umum Pasien Epilepsi di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unud/RSUP Sanglah Denpasar Periode Maret hingga Agustus 2016

Kategori

Frekuensi

(Persentase)

Jenis Kelamin

Perempuan Laki-laki

36 (43,9)

46 (56,1)

Usia

< 1 tahun

7 (8,5)

1 – 5 tahun

31 (37,8)

> 5 tahun

44 (53,7)

Lama terdiagnosis

epilepsi

< 1 tahun

44 (53,7)

1 – 5 tahun

36 (43,9)

> 5 tahun

2 (2,4)

Status Gizi

Sangat Kurus

3 (3,7)

Kurus

6 (7,3)

Normal

56 (68,3)

Gemuk

12 (14,6)

Obesitas

5 (6,1)

Tipe Kejang

Umum

59 (72)

Parsial

23 (28)

Tabel 2 (terlampir) menunjukkan karakteristik faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada anak di Departemen Ilmu Kesehatan

Anak     Fakultas     Kedokteran     Universitas

Udayana/RSUP Sanglah Denpasar, meliputi riwayat prenatal, perinatal, dan post-natal. Riwayat prenatal terdiri atas trauma dalam kandungan, infeksi intrauterine, riwayat paparan radiasi dalam kandungan, serta gangguan metabolik ibu. Faktor

Tabel 2. Karakteristik Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Epilepsi pada Anak di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

Variabel

Frekuensi (Persentase)

Riwayat Trauma Dalam Kandungan

1 (1,2)

Ada Riwayat

81 (98,8)

Tidak Ada Riwayat

Riwayat Infeksi Intrauterine

1 (1,2)

Ada Riwayat

81 (98,8)

Tidak Ada Riwayat Riwayat Radiasi dalam Kandungan

0 (0)

Ada Riwayat

82 (100)

Tidak Ada Riwayat Riwayat Gangguan Metabolik Ibu

0 (0)

Ada Riwayat

82 (100)

Tidak Ada Riwayat Usia Kelahiran

Aterm

77 (93,9)

Preterm

5 (6,1)

Berat Badan Lahir BBLR

8 (9,8)

Normal

72 (87,8)

BBLB

2 (2,4)

Riwayat Asfiksia Ada Riwayat

12 (14,6)

Tidak Ada Riwayat

70 (85,4)

Riwayat Trauma Perinatal (Vacuum, Forceps)

Ada Riwayat

3 (3,7)

Tidak Ada Riwayat

79 (97,3)

Riwayat Infeksi Post-natal Ada Riwayat

11 (13,4)

Tidak Ada Riwayat

71 (86,6)

Riwayat Trauma Kepala Ada Riwayat

6 (7,3)

Tidak Ada Riwayat

76 (92,7)

Riwayat Kejang Demam

Ada Riwayat KDS           11 (13,4)

Ada Riwayat KDK          16 (19,5)

Tidak Ada Riwayat          55 (67,1)

Riwayat Kejang pada

Keluarga                          14 (17)

Riwayat Keluarga             7 (8,5)

dengan Epilepsi

Riwayat Keluarga            61 (74,4)

dengan Kejang

Demam

Tidak Ada Riwayat

yang termasuk riwayat perinatal meliputi usia kelahiran, berat badan lahir, riwayat asfiksia, serta trauma perinatal. Sedangkan yang termasuk di dalam riwayat post-natal meliputi riwayat infeksi post-natal, trauma kepala, kejang demam, serta riwayat kejang pada keluarga.

Riwayat trauma dalam kandungan dan infeksi intrauterine masing-masing didapatkan pada 1(1,2%) sampel. Pada penelitian ini, tidak didapatkan sampel dengan riwayat paparan radiasi dalam kandungan maupun gangguan metabolik ibu selama mengandung. Terdapat 5(6,1%) sampel lahir preterm dan 8(9,8%) sampel lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR). Sebanyak 12(14,6%) sampel lahir dengan riwayat asfiksia. Riwayat trauma perinatal akibat penggunaan alat bantu lahir seperti vacuum dan forceps ditemukan pada 3(3,7%) sampel.

Pada penelitian ini didapatkan 11(13,4%) sampel memiliki riwayat infeksi post-natal. Infeksi post-natal yang ditekankan disini adalah infeksi yang berkaitan dengan sistem saraf pusat (SSP). Terdapat 6(7,3%) sampel dengan riwayat trauma kepala. Sampel yang memiliki riwayat kejang demam sederhana (KDS) berjumlah 11(13,4%) dan riwayat kejang demam kompleks (KDK) sebanyak 16(19,5%). Terdapat 14(17%) sampel yang memiliki riwayat keluarga penderita epilepsi dan sebanyak 7(8,5%) sampel dengan riwayat kejang demam pada keluarga.

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini terdapat 1 sampel yang memiliki riwayat infeksi intrauterine. Hasil ini tidak sesuai dengan penelitian Cansu dkk2 yang menemukan bahwa infeksi intrauterine memiliki hubungan yang tidak bermakna terhadap kejadian epilepsi, namun bertentangan dengan penelitian Whitehead dkk6 menemukan infeksi intrauterine berhubungan signifikan dengan kejadian epilepsi pada anak. Kelahiran preterm adalah kelahiran di bawah usia 37 minggu. Penelitian ini menunjukkan 5(6,1%) sampel dengan riwayat kelahiran preterm.

Berdasarkan penelitian kohort yang dilakukan di Swedia, 0,15% sampel yang lahir secara preterm mengalami epilepsi selama periode tahun 20052009.7 Penelitian lainnya juga menjelaskan jika insiden epilepsi meningkat seiring dengan penurunan usia kehamilan.8

Berat badan lahir dibagi menjadi 3 kelompok, yakni berat badan lahir rendah (BBLR) bila berat badan lahir <2500 gram, normal bila berat lahir 2500-4000 gram, dan berat lahir besar (BBLB) bila berat lahir >4000 gram. Jumlah sampel epilepsi dengan riwayat BBLR berjumlah 8(9,8%) sampel. Menurut penelitian Sun dkk8 bayi dengan riwayat BBLR memiliki rasio insiden epilepsi lebih besar dari anak dengan berat badan lahir normal ataupun BBLB.

Penelitian ini juga menemukan 12(14,6%) sampel memiliki riwayat asfiksia. Hal tersebut sesuai dengan penelitian lain yang mengatakan asfiksia sebagai faktor risiko signifikan penyebab epilepsi. Asfiksia menyebabkan terganggunya aliran oksigen dalam tubuh, dan apabila mengganggu oksigenasi otak, asfiksia bisa menimbulkan kerusakan neurologis seperti kejang.6 Penelitian saat ini juga meneliti tentang metode persalinan menggunakan alat bantu. Trauma yang ditimbulkan dari penggunaan alat bantu ini nantinya memicu terjadinya hipoksia, iskemia, bahkan pendarahan yang bisa merusak struktur otak bayi. Rusaknya struktur otak menimbulkan kondisi berupa kejang, palsi serebral, gangguan pertumbuhan, dan gangguan belajar.9 Hasil penelitian saat ini menunjukkan riwayat trauma perinatal akibat penggunaan alat bantu lahir seperti vacuum dan forceps ditemukan pada 3(3,7%) sampel.

Penelitian saat ini menemukan 11(13,4%) sampel memiliki riwayat infeksi post-natal. Hasil yang sama juga dikemukakan penelitian lain, di mana sebanyak 12 dari 200 pasien epilepsi memiliki riwayat infeksi sistem saraf pusat sebelumnya.10 Penelitian lain yang dilakukan Cansu dkk2 menyebutkan dalam penelitiannya terdapat 4,3% pasien epilepsi memiliki riwayat infeksi sistem saraf pusat.

Trauma  kepala  juga  menjadi faktor

penyebab epilepsi. Sebuah penelitian retrospektif membandingkan  populasi  tanpa trauma  kepala

dengan populasi yang mengalami trauma kepala sedang dan berat disertai fraktur tulang tengkorak.9 Hasil penelitan ini menunjukkan populasi dengan trauma kepala memiliki risiko relatif (RR) mengalami epilepsi sebesar 10,6%. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Vozikis dkk11 yang menyatakan trauma kepala memiliki hubungan signifikan sebagai penyebab epilepsi. Penelitian ini menemukan bahwa orang dengan trauma kepala memiliki kesempatan 11 kali lebih besar mengalami https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P15

epilepsi dibanding orang tanpa trauma kepala. Penelitian saat ini menemukan 6(7,3%) sampel yang memiliki riwayat trauma kepala.

Sebanyak 27(32,9%) sampel pada penelitian ini memiliki riwayat kejang demam. Sebuah penelitian menyatakan kejang demam merupakan faktor risiko yang signifikan menyebabkan epilepsi.10 Sebanyak 52(26%) sampel pada penelitian tersebut memiliki riwayat kejang demam sebelumnya dengan nilai rasio odd 5,1. Sebelum berkembang menjadi epilepsi, kejang demam terlebih dahulu memicu suatu kondisi yang disebut Mesial Temporal Sclerosis (MTS), yaitu ditemukannya lesi pada otak yang disebabkan oleh kejang.12

Fakta di masyarakat menunjukkan adanya hubungan antara epilepsi dan keluarga. Sebuah penelitian dilakukan untuk mengetahui keterkaitan riwayat keluarga terhadap risiko menderita epilepsi di Uni Emirate Arab.13 Penelitian ini menemukan jika riwayat keluarga dengan epilepsi memiliki hubungan yang signifikan terhadap perkembangan epilepsi idiopatik. Hasil ini juga diperkuat oleh penelitian lainnya yang menemukan riwayat epilepsi pada keluarga sebagai faktor signifikan penyebab epilepsi pada anak.10 Penelitian saat ini menemukan 14(17%) sampel memiliki riwayat keluarga menderita epilepsi, sedangkan sebanyak 7(8,5%) sampel memiliki riwayat kejang demam dalam keluarga.

SIMPULAN

Hasil penelitian ini menemukan bahwa riwayat kejang demam memiliki proporsi kejadian paling tinggi di antara faktor-faktor yang berhubungan dengan epilepsi pada anak lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    International League Against Epilepsy. Definition and Classification. [Online] 2014. Tersedia di : http://www.ilae.org/

  • 2.    Cansu A, Serdaroglu A, Yuksel D, Dogan V, Ozkan S, Hırfanoglu T, dkk. Prevalence of some risk factors in children with epilepsy compared to their controls. Seizure. 2007;16:338-44.

  • 3.    Raina SK, Razdan S, Nanda R. Prevalence of neurological disorders in children less than 10 years of age in RS Pura town of Jammu and Kashmir. J Pediatr Neurosci. 2011;6(2):103-5.

  • 4.    Hocaoglu C, Koroglu A. Childhood age epilepsy and family. Dalam : Gadze ZP, penyunting. Epilepsy in Children : Clinical and Social Aspects. Shanghai: InTech. 2011.h.147-66.

  • 5.    Suwarba IG. Insidens dan karakteristik klinis epilepsi pada anak. Sari Pediatri. 2011;13(2):123-8.

  • 6.    Whitehead E, Dodds L, Joseph KS, Gordon KE, Wood E, Allen AC. Relation of pregnancy and neonatal factors to subsequent development of childhood epilepsy : a population based cohort study. Pediatrics. 2006;117(4):1298-306.

  • 7.    Crump C, Sundquits K, Winkleby MA, Sundquits J. Preterm birth and risk of epilepsy in Swedish adults. Neurology. 2011;77(14):1376–82.

  • 8.    Sun Y, Vestergaard M, Petersen CB, Christensen J, Basso O, Olsen J. Gestational age, birth weight, intrauterine growth, and the risk of epilepsy. Am J Epidemiol. 2008;167(3):262-70.

  • 9.    Yeh CC, Chen TL, Hu CJ, Chiu WT, Liao CC. Risk of epilepsy after traumatic brain injury: a retrospective population-based cohort study. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 2013;84(4):441-5.

  • 10.    Daoud A. Febrile convulsion : review and update. Journal of Pediatric   Neurology.

2004;2(1):9-14.

  • 11.    Vozikis A, Goulionis JE, Nikolakis D. Risk factors associated with epilepsy : A case control study. Health Science Journal. 2012;6(3):509-17.

  • 12.    French JA. Febrile seizures: possible outcome. Neurology. 2012;79(9):e80-2.

  • 13.    Khan H, Mohamed A, Sakini ZA, Zulfiquar K, Sohail A, Shaikhz RB, dkk.   Consanguinity,

family history and risk of epilepsy: A case control study. Gulf Medical   Journal.

2012;1(1):32-6.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum doi:10.24843.MU.2020.V9.i7.P15

85