MANAJEMEN KANKER PAYUDARA

DENGAN MUTASI GEN BRCA

I Wayan Ari Sumardika*, I Wayan Sudarsa** *Mahasiswa Fakultas Kedokteran Unud

**Bagian/SMF Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/ RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Manajemen kanker payudara dengan predisposisi genetik memerlukan suatu perencanaan yang matang. Diperkirakan 5-10% kanker payudara di negara barat adalah kanker payudara herediter dan 80-90% merupakan hasil dari mutasi gen BRCA1 dan BRCA2. Individu dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 memiliki risiko tinggi untuk mengalami kanker payudara dan kanker jenis lainnya, terutama kanker ovarium. Walaupun terdapat beberapa perbedaan, manajemen pasien dengan kanker payudara herediter secara prinsip sama dengan manajemen pada kanker payudara non-herediter. Pembedahan mastektomi kontralateral dan/atau oophorectomy dapat dipertimbangkan sebagai terapi awal. Penggunaan breast conserving surgery pada pasien dengan status BRCA positif masih bersifat kontroversial karena adanya risiko rekurensi pada payudara ipsilateral, begitu juga dengan penggunaan modalitas radiasi ionisasi. Follow up pasien paska pembedahan merupakan aspek yang penting dalam manajemen pasien dengan mutasi gen ini dimana follow up bertujuan untuk menemukan rekurensi lokal, kanker payudara sekunder, dan kanker payudara kontralateral sedini mungkin.

Kata kunci : kanker payudara, manajemen, gen BRCA1 dan BRCA2

MANAGEMENT OF BREAST CANCER WITH BRCA GENE MUTATION

ABSTRACT

The management of individual who has a genetic predisposition for breast cancer requires careful planning. It is estimated that 5-10% of breast cancer in Western countries is a hereditary breast cancer and 80-90% of them is the result of BRCA1 and BRCA2 genes mutations. The individual with BRCA1 and BRCA2 gene mutations have a high risk for experiencing breast cancer and other types of cancer, especially ovarian cancer. Although there are some differences, management of patients with hereditary breast cancer in principle is equal to management of non-hereditary breast cancer. Contra lateral mastectomy surgery and/or oophorectomy may be considered as initial therapy. The uses of breast conserving surgery in patients with BRCA-positive status are still controversial because of the risk of recurrence on ipsilateral breast, so did the use of ionization radiation modalities. Post surgery follow up is an important aspect in the management of patients with mutations of these genes in which follow up aims to find local recurrence, secondary breast cancer, contra lateral breast cancer as early as possible

Keywords: breast cancer, management, BRCA 1 and BRCA2 gene

PENDAHULUAN

Kanker payudara, atau disebut juga karsinoma mama merupakan kanker solid yang mempunyai insiden tertinggi di negara barat/maju. Di Amerika Serikat kanker payudara adalah penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker paru, dan merupakan penyebab kematian tertinggi pada wanita dengan umur 40 sampai 50 tahun. Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker dengan insiden tertinggi kedua setelah kanker leher rahim, dan diperkirakan dalam waktu singkat akan merupakan kanker dengan insiden tertinggi pada wanita. 1

Menurut National Cancer Institute’s Surveillance, Epidemiology, and End Result Program, insiden kanker payudara meningkat cepat pada dekade keempat. Paska menopause, insiden terus meningkat namun secara lambat dan berpuncak pada dekade ketujuh/kedelapan serta menurun secara perlahan setelah umur 80 tahun. Angka kejadian kanker payudara di Amerika Serikat adalah 27/100.000 dan diperkirakan terdapat lebih dari 200.000 kasus baru per tahun dengan angka kematian lebih dari 40 ribu kasus per tahun. Di Indonesia, karena tidak tersedianya registrasi berbasis populasi, angka kejadian kanker payudara dibuat berdasarkan registrasi berbasis patologi dengan insiden relatif 11,5% (11-12 kasus baru per 100.000 penduduk berisiko). 1,2

Terdapat dua jenis kanker payudara, yaitu kanker payudara yang bersifat familial dan kanker payudara sporadis. Dari total angka kejadian kanker payudara, 510% merupakan kanker payudara familial dan sisanya merupakan kanker payudara sporadis. Kanker payudara familial disebabkan oleh adanya mutasi genetik. Gen termutasi pada jenis kanker familial meliputi mutasi BRCA1 dan BRCA2, p53, hMLH1 dan hMSH2, PTEN, dan STK11. 1-3

Pada kanker familial, mutasi pada gen BRCA1 dan 2 adalah mutasi tersering (80-90%) dan merupakan faktor resiko tertinggi. Kanker payudara dengan mutasi pada gen BRCA memiliki karakteristik sebagai kanker yang bersifat invasif, sering muncul pada usia muda, dan biasanya bilateral (90-95%).4 Dengan semakin berkembangnya pemahaman mengenai manajemen kanker payudara terkait BRCA positif dan berkaca pada morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi serta sifatnya yang invasif, maka dirasakan penting untuk mengetahui bagaimana manajemen pada kanker ini. Hal ini bertujuan untuk memberikan penanganan sedini mungkin dan menawarkan prognosa penyakit yang lebih baik serta bertujuan untuk mengurangi morbiditas serta mortalitas pasien.

DEFINISI KANKER PAYUDARA HEREDITER

Kanker payudara adalah bentuk keganasan dari sel epitel payudara yang sebelumnya normal. Berdasarkan pola penyebarannya, kanker payudara dapat dibagi menjadi kanker payudara tipe familial dan kanker payudara tipe sporadis. 6

Kanker payudara familial didefinisikan sebagai kanker payudara yang terjadi pada dua atau lebih keluarga tingkat pertama (mis. ibu, saudara perempuan, anak perempuan) pada silsilah keluarga inti termasuk proband. Proband adalah individu atau pasien dari keluarga yang pertama kali ditelusuri riwayat penyakitnya. 5 Kanker payudara familial disebabkan oleh mutasi dari beberapa gen. Gen termutasi pada jenis kanker familial diturunkan secara autosomal dominan, seperti pada mutasi BRCA1 dan BRCA2, sindrom Li-Fraumeni (p53), sindrom Muir-Torre (hMLH1 dan hMSH2), penyakit Cowden (PTEN), dan sindrom Peutz-Jeghers (STK11). Pada kanker familial, mutasi pada gen BRCA1 dan 2 adalah mutasi tersering (80-90%) dan merupakan faktor risiko tertinggi. Kanker ini berbeda dari kanker tipe sporadik

dengan karakteristik khas, seperti onset pada usia muda, bilateral, terkait tumor tertentu, transmisi vertikal, survival rate yang lebih baik, serta tanpa efek protektif pada kehamilan usia muda. 2,6

Munculnya kanker pada usia muda adalah karakteristik khas dari setiap kanker familial/herediter, termasuk kanker payudara. Dari beberapa hasil penelitian ditemukan bahwa 1,8% kanker payudara ditemukan pada usia di bawah 30 tahun. Lynch meneliti 52 keluarga dengan kanker payudara dan mendapatkan hasil bahwa 6,9% pasien berumur di bawah 30 tahun dan 4,1% terjadi pada umur di bawah 25 tahun. Penelitian lain menyatakan bahwa semakin muda umur anak perempuan saat didiagnosis terkait ibu dengan kanker payudara menunjukkan suatu kecenderungan kanker payudara familial.6

Kanker payudara bilateral dan kanker primer multipel adalah ciri integral dari kanker payudara herediter. Anderson membuktikan bahwa terdapat peningkatan sebanyak lima kali lipat kasus kanker payudara bilateral pada pasien dengan tipe familial. Kasus bilateral muncul pada 3% pasien dari 500 pasien dengan riwayat keluarga positif dengan bilateral rate sebesar 9,6%. Perbedaan kanker payudara familial dan nonfamilial menjadi semakin jelas jika diklasifikasikan menurut umur saat terdiagnosis. Early, jika kanker didiagnosa pada umur 20 sampai 44 tahun. Intermediate, jika kanker didiagnosa pada umur 45 sampai 54 tahun. Late, jika kanker didiagnosa setelah umur 55 tahun. Pada kelompok familial, pasien dengan diagnosa awal (early) menunjukkan frekuensi kanker payudara bilateral sebesar 15,5% yang lebih tinggi secara signifikan daripada 4,8% pada kasus late. Pada studi lebih lanjut terhadap 198 pasien dari 75 cancer-prone pedigrees menunjukkan adanya risiko kumulatif kanker payudara kontralateral sebesar 46,4% per 20 tahun pada pasien dengan kanker pertama yang terdiagnosa saat premenopause.6

Jacobsen adalah peneliti yang pertama kali menginvestigasi sindrom kanker payudara terkait tumor tertentu. Dalam penelitiannya tersebut ditemukan adanya peningkatan frekuensi kanker dari semua tempat pada keluarga tingkat pertama dari proband. Keterkaitan tertinggi terdapat pada kanker payudara dengan kanker kolon serta kanker payudara dengan kanker ovarium. Keterkaitan secara statistik kanker payudara dan kanker kolon ditunjukkan dengan adanya frekuensi yang lebih tinggi daripada expected frequency neoplasma malignan primer apabila kanker pertama adalah kanker payudara. Suatu penelitian dari 34 keluarga dengan kanker payudara menunjukkan adanya 22 kejadian kanker saluran gastrointestinal. Peningkatan insiden kanker kolon yang ditemukan pada keluarga derajat pertama dapat merupakan indikasi kuat sindrom kanker payudara herediter.2,6

Mode transmisi genotip pada kanker payudara familial mengikuti pola autosomal dominan. Gen yang bermutasi mampu ditransmisikan secara paternal maupun maternal, meskipun kejadian pada jenis kelamin laki-laki sangat jarang. Ekspresi fenotip kanker tergantung dari penetrance yaitu suatu resiko untuk mengalami kanker selama hidup, serta kemungkinan paparan terhadap promotor karsionogen tertentu.6

EPIDEMIOLOGI

American Cancer Society memperkirakan terdapat 211.240 kasus kanker payudara di Amerika Serikat atau sekitar 32,1% dari seluruh kasus keganasan pada wanita. Sekitar 5-10% kasus kanker payudara di negara barat adalah kanker payudara familial dan mutasi pada gen BRCA1 DAN BRCA2 bertanggungjawab terhadap angka kejadian kanker payudara familial sebesar 80-90%. Prevalensi mutasi BRCA1 dan BRCA2 di Amerika utara diperkirakan berkisar antara 1 berbanding 150 hingga

1 berbanding 800. Sedangkan pada kelompok etnis tertentu prevalensinya cenderung lebih tinggi. Angka kejadian yang paling mencolok terdapat pada kelompok etnis yahudi Ashkenazi dimana terdapat prevalensi sebesar 1 berbanding 50. Kelompok lain dengan prevalensi tinggi meliputi penduduk Islandia, Polandia, serta Belanda. Di kawasan asia belum terdapat statistik epidemiologis yang menyatakan mengenai angka kejadian mutasi BRCA1 dan BRCA2. 2,3

GEN BRCA1 DAN BRCA2

Kurang dari 10% agregasi kanker payudara dalam suatu keluarga dapat dijelaskan oleh faktor risiko secara epidemiologis. Hal ini menunjukkan adanya indikasi kuat bahwa terdapat faktor genetik yang mendasarinya. Sebuah penelitian terhadap keluarga dengan kasus kanker payudara multipel mengidentifikasi adanya dua gen mayor sebagai gen predisposisi, yaitu gen BRCA1 dan BRCA2. Mutasi pada kedua gen ini diperkirakan bertanggungjawab terhadap 20% kasus agregasi kanker payudara pada basis populasi. Gen BRCA1 ditemukan pada lengan panjang kromosom 17q dan gen BRCA2 ditemukan pada kromosom 13. Baik gen BRCA1 maupun BRCA2 merupakan tumor suppressor gene yang terkait dengan peningkatan risiko kanker ovarium dimana risiko tertinggi terdapat pada gen BRCA1. Kedua gen ini diturunkan secara autosomal dominan dengan risiko 50% karier mampu mewariskan mutasi kepada keturunan berikutnya. 6,7

BRCA1 adalah gen besar yang memiliki 22 koding dan ekson non-koding. Gen ini meliputi 100 kb DNA genomic pada kromosom 17q21 dan mengkode 200 k-Da protein yang mengandung 1863 asam amino. Gen BRCA2 yang terletak pada kromosom 13q12-13 memiliki 27 ekson pengkode dan mengkode 30-80 asam amino pada regio protein yang dikode oleh ekson 11. Jenis mutasi yang terjadi pada kedua

gen ini dapat berupa small insertion, deletion, maupun nonsense mutation yang mengakibatkan pengkodean dari kodon stop. Mutasi ini akan menghasilkan protein BRCA non fungsional. Gen BRCA1 dan BRCA2 memiliki penetrance value sebesar 80%. Penetrance yaitu risiko untuk mengalami kanker payudara dan ovarium atau biasa didefinisikan sebagai risiko hingga umur 70 tahun. Risiko untuk mengalami kanker ovarium pada mutasi gen BRCA1 (40%) lebih tinggi daripada risiko pada mutasi BRCA2 (20%).7

Fungsi gen BRCA1 DAN BRCA2 secara spesifik belum semua diketahui secara pasti. Gen BRCA2 hanya diketahui berfungsi dalam proses rekombinasi homolog, sedangkan fungsi spesifik lainnya kurang diketahui secara pasti. Hal ini sangat berbeda dengan gen BRCA1 yang lebih banyak diketahui fungsinya dalam proses karsinogenesis. Fungsi tersebut antara lain DNA-repair, cell-cycle checkpoint control, protein ubiquitylation, serta chromatin remodeling. Dalam proses DNA-repair, baik gen BRCA1 dan BRCA2 terlibat dalam proses perbaikan kerusakan DNA dengan jalan berikatan dengan RAD51. Pada sel normal yang terpapar oleh radiasi ionisasi, baik gen BRCA1 dan BRCA2 bersama RAD51 akan menginisiasi adanya rekombinan homolog serta perbaikan kerusakan double strand dari DNA. Sedangkan jika sel mengalami mutasi kedua gen ini, sel tersebut akan cenderung hipersensitif terhadap radiasi ionisasi serta akan menunjukkan proses perbaikan yang cenderung salah (error-prone repair).2,7

Pada proses checkpoint control, mutasi pada gen BRCA1 dan BRCA2 akan menyebabkan inaktivasi protein BRCT yang berperan dalam mengatur siklus sel. Hilangnya kontrol checkpoint sel pada kasus ini merupakan dasar dari munculnya sel kanker pada sel payudara yang normal (karsinogenesis). Ubiquitylation adalah proses dimana protein dipasang untuk mengalami degradasi oleh proteasom. Fungsi gen

BRCA1 dalam hal ini adalah membantu proses ini dengan jalan membentuk kompleks BRCA1-BARD1. Sedangkan dalam proses chromatin remodeling, BRCA1 berfungsi dalam proses perbaikan DNA dengan membentuk kompleks multimerik dengan chromatin-remodelling complexes (SW1 dan SNF), serta bisa berfungsi sebagai kompleks histon deasetilase. Mutasi pada gen ini akan mengganggu proses remodelling kromatin pada kerusakan DNA.2,7

KARAKTERISTIK KANKER PAYUDARA DENGAN MUTASI BRCA1 DAN BRCA2

Pada individu dengan BRCA1 dan BRCA2 yang berkembang menjadi kanker payudara, secara fenotip terdapat perbedaan dengan kanker payudara tipe sporadik. Tumor dengan mutasi gen BRCA1 memiliki karakteristik grade III/high grade dan jarang mengekspresikan reseptor estrogen serta progesteron. Selain itu tumor ini lebih sering berjenis atipikal atau medular. Perbedaan antara kanker payudara terkait mutasi BRCA1 dengan kanker payudara non herediter juga diobservasi menurut fenotip molekulernya.2,7

Kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1 cenderung akan memiliki mutasi somatik gen P53, namun dengan ekspresi protein HER2 yang lebih jarang. Berbeda dengan BRCA1, sangat sedikit penelitian yang mempublikasikan perbedaan fenotip kanker payudara terkait mutasi gen BRCA2 dengan kanker payudara nonherediter. Dari dua penelitian yang telah dilakukan terhadap dua kelompok perlakuan, kanker payudara dengan BRCA2 positif secara histologis derajatnya lebih rendah daripada kelompok kontrol, sedangkan ada yang menyatakan derajat histologis yang lebih tinggi terjadi pada kanker dengan BRCA2 positif. Berbeda dengan BRCA1, hubungan kanker payudara terkait gen BRCA2 dengan peningkatan

frekuensi mutasi P53 belum mampu dijelaskan dengan baik. Begitu juga dengan

overekspresi dari HER2, tidak didapatkan perbedaan dengan kanker tipe

7 nonherediter.

ASPEK DIAGNOSTIK KANKER PAYUDARA HEREDITER DENGAN MUTASI GEN BRCA1 DAN 2

Penegakan diagnosis kanker payudara herediter dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 secara prinsip hampir sama dengan kanker payudara tipe lainnya yaitu dengan melakukan triple diagnostic procedure (clinical, imaging and pathology/cytology maupun histologis). Ketiga hal tersebut jika dijabarkan secara detail menjadi pemeriksaan klinis melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik, radiodiagnostik (imaging), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan histopatologi sebagai 2

gold standard, dan pemeriksaan laboratorium.2

Penelusuran terhadap riwayat personal dan keluarga pada kasus kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 merupakan titik awal diagnostik. Munculnya faktor risiko seperti kanker payudara pada dua atau lebih keluarga tingkat pertama pada keluarga inti yang bersifat multipel merupakan indikasi awal kecurigaan adanya kanker payudara herediter. Penelusuran terhadap faktor risiko lain harus dilakukan secermat mungkin. Kanker yang muncul pada usia muda, terutama umur kurang dari 30 tahun (premenopause), kanker payudara bilateral dan kanker primer multipel, serta terdapatnya sindrom kanker payudara terkait tumor tertentu, terutama kanker ovarium, merupakan indikasi kuat kanker payudara herediter.1,2

Secara garis besar, risiko untuk mengalami kanker payudara herediter dapat dinilai berdasarkan jumlah keluarga dengan kanker payudara/ovarium, umur saat diagnosis, serta apakah bersifat unilateral atau bilateral. Sebagai contoh, risiko

seorang wanita umur 30 tahun dengan saudara perempuan yang memiliki kanker payudara bilateral sebelum umur 50 tahun memiliki kemungkinan untuk mengalami kanker payudara herediter sebesar 55% hingga umur 70 tahun. Kemungkinan ini menurun pada wanita umur 30 tahun dengan kanker payudara unilateral setelah umur 2

50 tahun, yaitu sebesar 8%.2

Secara umum, pasien dengan faktor risiko seperti yang disebutkan tadi merupakan kandidat ideal untuk dilakukannya uji genetik untuk mengetahui mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 pada wanita dengan peningkatan risiko kanker payudara dan kanker ovarium secara signifikan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah mutasi yang terjadi terdapat pada gen BRCA1, BRCA2, maupun mutasi pada gen lain seperti p53, hMLH1&hMSH2, PTEN, dan STK11. 7

Pada pemeriksaan fisik sering terjadi kekeliruan dalam menilai progresivitas tumor. Untuk kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1, terdapat korelasi yang lemah antara ukuran kanker primer dengan jumlah kelenjar getah bening (KGB) yang terlibat. 7 Beberapa studi melaporkan bahwa prognosis buruk dimiliki oleh wanita dengan pembesaran KGB negatif. Tumor sebagai hasil mutasi gen BRCA1 dengan ukuran besar sangat jarang memiliki pembesaran KGB jika dibandingkan dengan tipe sporadik atau pada kasus dengan mutasi gen BRCA2. Prognosis yang lebih buruk pada BRCA1 terkait node negative ini cukup mengejutkan karena pada tipe kanker sporadis, tumor yang tidak menyebar ke KGB biasanya diasosiasikan dengan hasil yang lebih baik jika dibandingkan dengan tumor yang sudah mengalami penyebaran ke KGB. Selain itu, pada kanker payudara terkait BRCA1 dengan node-negatif memiliki kemungkinan untuk terjadi metastasis atipikal. Sehingga kita tidak bisa bergantung pada pemeriksaan fisik yang tidak khas. Selain itu, pemeriksaan fisik pada payudara kontralateral tidak boleh diabaikan mengingat kemungkinan

munculnya kanker payudara bilateral adalah sebesar 3% per tahun serta meningkat jika kanker terdiagnosa pada kelompok early diagnostic (umur 20-40 tahun) sebesar

15,5%.5

Dalam hal keperluan diagnostic imaging, kanker payudara terkait BRCA sulit untuk dideteksi dengan menggunakan mammografi. Faktor-faktor seperti pushing margins, kepadatan payudara, dan status mutasi berkorelasi secara independen dengan hasil false negative mammogram pada BRCA heterozigot. Suatu penelitian di Amerika Serikat dan United Kingdom pada wanita dengan umur dibawah 50 tahun dengan riwayat keluarga kanker payudara menunjukkan sensitivitas mammogram sebesar 63-70% di AS dan 44% di UK.5,6

Pada wanita dengan risiko tinggi kanker payudara herediter, sensitivitas yang lebih baik terdapat pada penggunaan ultrasound (USG) daripada mammografi (47%:43%) pada penelitian di Jerman dan 60%:33% pada penelitian yang dilakukan di Kanada. Ultrasound (USG) memiliki peran penting dalam membantu mendeteksi kanker dalam konteks diagnostik. MRI payudara menawarkan sensitivitas dalam hal deteksi kanker payudara pada kelompok dengan risiko tinggi. Pada suatu penelitian menunjukkan sensitivitas MRI pada kanker payudara invasif (termasuk BRCA) sebesar 83% jika dibandingkan 71% pada kanker payudara secara keseluruhan. Namun, terdapat kecenderungan terdapat hasil false positive sebesar 10% dari semua senter penelitian. Jadi dapat disimpulkan peran MRI dalam deteksi kanker payudara terkait karier BRCA yang lebih baik, serta tambahan pemeriksaan mammografi dan USG dalam menunjang sensitivitas MRI. 5,6

Hasil pemeriksaan histopatologi memegang peranan penting sebagai “baku emas” pada diagnosa kanker payudara. Secara patologi, kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 memiliki karakteristik yang khas. Kanker payudara

terkait mutasi gen BRCA1 cenderung muncul dengan tipe medullary, infiltrasi limfositik, serta dengan pola pertumbuhan syncytial. Kanker jenis ini juga cenderung dengan grading yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kanker payudara non-herediter. Kanker ini lebih sering tanpa reseptor estrogen dan progesteron (ER-/PR-), c-erbB-2, dan cyclin D, serta terdapat overekspresi p53 positif. Kanker payudara jenis ini dikaitkan dengan frekuensi fenotip basaloid yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kanker non-herediter. Fenotip basaloid dicirikan dengan ekspresi sitokeratin epitel bertingkat tipe 5 dan 6.7

Pemeriksaan laboratorium rutin dan kimia darah secara umum dilakukan untuk kepentingan pengobatan dan informasi kemungkinan adanya metastasis (transaminase, alkali-fosfatase, kalsium darah, tumor marker/penanda tumor CA15;CEA) pada kanker payudara dengan mutasi gen BRCA terutama BRCA1. Pemeriksaan penanda tumor seperti CA-15-3 dan CEA (dalam kombinasi) lebih penting gunanya untuk menentukan rekurensi dari kanker payudara, dan belum merupakan penanda diagnosis ataupun skrining. Di lain hal, pemeriksaan terhadap penanda tumor spesifik kanker ovarium CA-125 sebaiknya dilakukan karena tingginya angka kejadian kanker ovarium pada kanker terkait mutasi gen BRCA1 (54%).1,6

TERAPI

Manajemen terapi pada wanita dengan kanker payudara herediter terkait BRCA sedikit berbeda jika dibandingkan dengan manajemen pada kanker non-herediter. Namun, oleh karena penderita dengan karier BRCA1 memiliki 32% 10-year risk untuk mengalami kanker payudara kontralateral serta 13% untuk kanker ovarium, beberapa pasien dengan kanker payudara stadium I dan II lebih memilih untuk

menjalani pembedahan mastektomi kontralateral dan atau oophorectomy sebagai terapi awal. Terkait dengan penggunaan modalitas terapi radiasi maupun kemoterapi, relatif sedikit penelitian yang menilai berbagai pengobatan pada kanker jenis ini. Hal ini dapat dijelaskan dengan jarangnya mutasi pada pasien kanker payudara yang tidak dilibatkan dalam penelitian (kurang dari 5%) serta ketersediaan uji genetik yang terbatas.4,6

Penggunaan breast conserving surgery pada pasien dengan status BRCA positif masih bersifat kontroversial karena adanya risiko rekurensi pada payudara ipsilateral, begitu juga dengan penggunaan radiasi ionisasi. Radiasi ionisasi memiliki kemungkinan untuk menimbulkan permasalahan pada pasien dengan mutasi gen BRCA dimana pada pasien ini cenderung terjadi defisiensi kemampuan perbaikan kerusakan DNA-terinduksi radiasi. Namun tidak terdapat data empiris yang mampu menunjukkan adanya keterkaitan hal ini. Pada payudara kontralateral penggunaan radioterapi tidak meningkatkan risiko kanker payudara pada sisi berlawanan serta tidak terdapat insiden reaksi lokal terhadap radiasi yang mengkhusus pada karier BRCA. Ipsilateral reccurence rate pada kanker ini sama dengan pada pasien tanpa mutasi.6

Pada suatu studi yang dilakukan oleh Metcalfe et al, memperkirakan terdapat insiden kumulatif per 10 tahun pada rekurensi ipsilateral sebesar 34% pada karier BRCA yang sudah menjalani breast conserving surgery tanpa radioterapi adjuvan, dan 9% pada pasien dengan radioterapi adjuvan (rekurensi ipsilateral berupa rekurensi lokal dan kanker primer baru). Beberapa studi menyimpulkan bahwa kanker payudara terkait mutasi gen BRCA mampu disterilisasi dengan radioterapi adjuvan seperti pada kanker payudara non-herediter, tapi risiko rekurensi masih tetap ada oleh karena adanya predisposisi herediter tersebut. Walaupun breast conserving

surgery masih menjadi pilihan terapi pada kanker payudara terkait mutasi gen

BRCA, monitoring terhadap kanker primer sekunder harus terus dilakukan.6

Sesuai dengan karakteristik yang sudah dijabarkan di atas, kanker payudara terkait BRCA yang bersifat high grade, tumor ER negatif, merupakan kandidat untuk kemoterapi. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kanker payudara dengan mutasi gen BRCA1 sangat sensitif terhadap agen kemoterapi seperti mitomycin dan platinum, atau terhadap kemoterapi dengan metode adjuvan maupun neoadjuvan. Sensitivitas kemoterapi dan resistensi substansi taxane mungkin berhubungan dengan keterlibatan gen BRCA1 dalam respon apoptosis. Hal ini disebabkan oleh karena ketidakmampuan sel kanker untuk melakukan perbaikan DNA secara efektif.2,6

Mayoritas kanker payudara dengan gen BRCA1 merupakan kanker dengan ER negatif, sehingga terapi hormonal ablatif tidak diindikasikan untuk pasien ini. Namun, oophorectomy terbukti mampu mencegah kanker payudara primer, rekurensi lokal, serta kanker payudara kontralateral. Terdapat data pendahuluan yang menyatakan bahwa kanker payudara yang muncul setelah menjalani oophorectomy memiliki fenotip yang tidak agresif (ukuran, keterlibatan KGB, dan status ER), jika dibandingkan dengan wanita yang ovariumnya intak.6

FOLLOW UP

Lebih dari 50% rekurensi pada kanker payudara dengan mutasi gen BRCA terjadi dalam 2 tahun sesudah pembedahan dengan 3% risiko rekurensi payudara kontralateral per tahun. Tujuan umum follow up pada kanker payudara ini ditujukan untuk menemukan rekurensi lokal maupun kanker payudara sekunder, serta kanker payudara kontralateral. Pada suatu panduan, follow up sebaiknya dilakukan setiap tahun dengan menggunakan mammografi untuk umur 25-30 tahun, breast self

examination setiap bulan, serta clinical breast examination setiap satu hingga dua kali per tahun. Didapatkan perbedaan interval follow up dari pustaka yang ada, tetapi pada prinsipnya pada awal follow up, interval lebih pendek, sedangkan semakin lama

interval follow up semakin panjang.6,7

RINGKASAN

Kanker payudara dengan mutasi gen BRCA adalah salah satu bentuk kanker payudara herediter, dimana secara klinis kanker ini cenderung invasif, muncul secara bilateral, dan sering pada usia yang relatif lebih muda. Terapi pada kanker ini sedikit berbeda dengan kanker tipe nonherediter, mengingat risiko kanker payudara kontralateral dan penetransi kanker ovarium yang tinggi. Breast conserving surgery (BCS) masih merupakan pilihan terapi terutama pada stadium I dan II. Mastektomi serta oophorectomy profilaksis merupakan pilihan sebagai terapi inisial terutama bagi pasien yang terbukti positif secara uji genetik. Penggunaan radioterapi masih menjadi kontroversi oleh karena tetap terdapat risiko terjadinya rekurensi akibat predisposisi genetik ini. Kemoterapi diindikasikan untuk kanker yang sifatnya high grade dan tumor ER negatif. Kanker payudara dengan BRCA1 sangat sensitif terhadap agen kemoterapi seperti mitomycin dan platinum, atau terhadap kemoterapi dengan setting adjuvan maupun neoadjuvan. Follow up pasien dengan kanker payudara terkait mutasi BRCA harus dilakukan secara ketat karena kejadian penetransi, risiko kanker payudara kontralteral, rekurensi ipsilateral, serta sindrom kanker payudara yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Manuaba, TW. Panduan Penatalaksanaan Kanker Solid PERABOI. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto, 2010; h.17-47

  • 2.    Balmana J, Diez O, Castiglione M. BRCA in Breast Cancer: ESMO Clinical Recommendations. Annals of Oncology. 2009; 20(4): 19–20, 2009

  • 3.    Fasano J dan Muggia F. Breast Cancer Arising in a BRCA-Mutated Background: Therapeutic Implications From An Animal Model and Drug Development. Annals of Oncology. 2009; 20: 609–614

  • 4.    Abeloff MD, Wolff AC, Weber BL, Zaks TZ, Sacchini V, dan McCormick B. Cancer of The Breast. Dalam: Abeloff MD, Armitage JO, Niederhuber JE, Kastan MB, dan McKenna WG. Editor. Abeloff’s Clinical Oncology. Edisi ke-4. Philadelphia: Churchill Livingstone Elsevier; 2008: chap 95

  • 5.    Philips RF dan Perry PM. Familial Breast Cancer. Postgraduate Medical Journal. 2011; 64:847-849

  • 6.    Jatoi I dan Anderson WF. Management of Women Who Have a Genetic Predispotition for Breast Cancer. Journal of Surgical Clinic of North America. 2008; 88:845-861

  • 7.    Robson M dan Offit K. Clinical Practice:Management of An Inherited Predisposition to Breast Cancer. New England Journal of Medicine. 2007; 357(2): 154-162

16