UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS ATCC 25923 SECARA IN VITRO
on
ISSN: 2597-8012
JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.10,OKTOBER, 2019
n∩∆ i ≈≈ O sTnta
UJI EFEKTIVITAS EKSTRAK BIJI PEPAYA (CARICA PAPAYA L.) TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS ATCC 25923 SECARA IN VITRO
Putu Diah Saraswati Rahayu1, I Gusti Ayu Artini2, Agung Nova Mahendra2 1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2 Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Email : diahrahayu2210@gmail.com
ABSTRAK
Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan terbesar di seluruh dunia yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, salah satunya adalah Staphylococcus aureus. Seiring maraknya penggunaan antibiotik yang tidak rasional, S. aureus menjadi salah satu bakteri yang paling resisten terhadap antibiotik, dan angka kejadiannya terus meningkat dengan munculnya strain yang resisten. Biji pepaya merupakan salah satu bahan alami yang mengandung senyawa kimia seperti alkaloid dan terpenoid yang memiliki potensi antibakteri yang mungkin dapat menghambat pertumbuhan S. aureus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi ekstrak biji pepaya (Carica papaya L.) dalam memengaruhi pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923 dengan menggunakan metode true experimental post test only group design. Sampel terdiri dari enam kelompok perlakuan, yaitu empat kelompok ekstrak biji pepaya (konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%), kontrol positif berupa antibiotik vankomisin 30 μg, dan kontrol negatif etanol 96%. Zona hambat terbesar diperoleh pada konsentrasi ekstrak 100% dengan rerata 17 mm tergolong berdaya hambat sedang sesuai kategori Greenwood. Data hasil penelitian dianalisis dengan uji non parametrik Kruskal Wallis didapatkan nilai p = 0,000 dan analisis Post Hoc menggunakan uji Mann Whitney didapatkan nilai signifikansi seluruhnya kurang dari 0,05. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak biji pepaya dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dengan perbedaan daya hambat yang bermakna dalam konsentrasi 50%, 75%, dan 100%.
Kata kunci : ekstrak biji pepaya, Staphylococcus aureus, aktivitas antibakteri
ABSTRACT
Infectious disease is still being the major health problem worldwide. It is caused by microorganism (pathogenes), which is Staphylococcus aureus as one of them. As the use of antibiotics becoming irrational, it causes S. aureus to become the most resistance bacteria to antibiotics and the insidence is increasing as the MRSA is known. The papaya seed as one of nature’s product contains phytochemicals, such as alkaloid and terpenoid which has a potency as natural antibacteria that might supress the growth of S. aureus. This study aims to understand the potency of papaya (Carica papaya L.) seed extract toward the growth of S. aureus ATCC 25923 using true experimental post test only control group design. The sample was divided into six group which contained four concentrations of papaya seed extract (25%, 50%, 75%, dan 100%), positive control was vancomycin 30 μg, and the negative control was etanol 96%. The result of the inhibitory zone was counted using caliper. The largest inhibitory zone was found at 100% concentration by 17 mm average, classified as moderate inhibition based on Greenwood category. Those results were statistically analyzed using non parametric test Kruskal Wallis (p=0,000) with Post Hoc test by Mann Whitney. The significancy value (p) were all below 0,05. It can be concluded that papaya seed extract could inhibit the growth of Staphylococcus aureus and each concentration (50%, 75%, 100%) had a significant difference.
Keywords: papaya seed extract, Staphylococcus aureus, antibacterial activity
Il-Λ ∣□irectoryof
OPEN ACCESS JOURNALS
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi merupakan masalah kesehatan terbesar yang umum terjadi dan memiliki tingkat kejadian yang tinggi serta masih menempati urutan paling atas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang, termasuk di Indonesia.1 Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2011 menunjukkan bahwa penyakit infeksi tergolong dalam 10 besar penyakit yang memerlukan perawatan baik rawat inap maupun rawat jalan pada tahun 2010. Umumnya penyakit infeksi yang terjadi didominasi oleh infeksi saluran napas, diikuti oleh infeksi saluran cerna, kemudian disusul oleh infeksi lainnya seperti infeksi saluran kemih, infeksi pada kulit, bahkan infeksi sistemik.2
Penyakit infeksi disebabkan oleh
mikroorganisme patogen yang salah satunya adalah bakteri. Penyebaran penyakit infeksi dapat melalui berbagai perantara yaitu udara, binatang, benda, dan juga manusia. Infeksi ini akan menyebabkan kerugian fisik dan finansial serta penurunan produktivitas secara nasional. Salah satu bakteri yang sering menyebabkan infeksi adalah Staphylococcus aureus2.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu patogen opurtunistik yang umumnya ditemukan di permukaan kulit dan mukosa individu. Infeksi ini dapat terjadi pada hampir setiap orang dengan derajat yang bervariasi. Kasus infeksi oleh Staphylococcus aureus dapat berupa keracunan makanan hingga infeksi kulit yang ringan sampai berat, bahkan menyebabkan infeksi serius yang bersifat invasif seperti endokarditis, septisemia, dan pneumonia yang dapat mengancam nyawa.2 Bakteri ini masuk ke dalam tubuh melalui folikel rambut, tusukan jarum, atau melalui saluran pernafasan, dan sering terjadi di rumah sakit atau disebut infeksi nosokomial.2 Insiden bakterimia akibat Staphylococcus aureus menurut American Society for Microbiology menunjukkan peningkatan 20 sampai 50 kasus per 100.000 populasi setiap tahun dan 10-30% diantaranya meninggal dunia. Staphylococcus aureus juga terbukti menjadi salah satu patogen yang paling resisten terhadap antibiotik khususnya golongan penisilin, dan angka kejadiannya terus meningkat dengan munculnya strain yang resisten (MRSA).3 Resistensi ini juga disebabkan oleh penggunaan antibiotik yang meluas dan irasional, yaitu sekitar 40% dengan indikasi yang kurang tepat, misalnya pada infeksi virus.1,2 Oleh karena itu, dibutuhkan agen baru sebagai alternatif antibakteri untuk menyikapi meningkatnya kasus resistensi antibiotik pada Staphylococcus aureus, salah satunya dengan
mengeksplorasi bahan alam berupa tanaman obat.
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu buah yang banyak tumbuh di Indonesia dan secara

tradisional bagian-bagian tumbuhan ini telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Biji pepaya khususnya dipercaya memiliki manfaat sebagai antioksidan, antijamur, dan antibakteri karena memiliki kandungan senyawa seperti terpenoid, flavonoid, tacophenol, karpain, enzim papain, enzim khimoprotein, dan lisozim4. Kandungan terpenoid, karpain, dan flavonoid dalam penelitian Martiasih memiliki efek dalam merusak integritas membran sel bakteri E. coli.5 Badan Pusat Statistik mendata bahwa terdapat kenaikan produksi pepaya pada tahun 2011 yaitu 955.078 ton dari sebelumnya 675.801 ton pada tahun 2010. Jumlah pepaya yang banyak tentu sejalan dengan limbah bijinya yang akan banyak juga, akan tetapi biji pepaya sering dibuang begitu saja tanpa dimanfaatkan secara optimal.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menggunakan metode true experimental post test only control group design. Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak etanol biji pepaya di UPT. Lab Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler Universitas Udayana dan dilanjutkan dengan uji cakram terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 di Unit Laboratorium Biomedik Terpadu FK Unud. Besar sampel ditentukan menggunakan rumus Federer, yaitu: (n-1) (t-1) ≥ 15.6
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah ose, erlenmeyer, mikro pipet, batang pengaduk, jangka sorong, lampu spritus 500 ml, korek api, autoclave, water bath, dan inkubator. Bahan yang digunakan adalah Mueller-hinton Agar (MHA), ekstrak etanol biji pepaya, bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923, vankomisin 30 μg, larutan 0,5 McFarland, blank disc, etanol 96%, lidi kapas steril, dan cawan petri.
Proses ekstraksi diawali dengan membersihkan sampel biji pepaya menggunakan air mengalir sekaligus untuk melepaskan kulit ari yang melekat pada biji pepaya. Kemudian sampel dirajang menjadi simplisia yang halus. Lalu dengan metode maserasi, simplisia direndam menggunakan pelarut etanol 96% selama 3x24 jam. Setelah itu, ekstrak kemudian disaring dan diuapkan dalam tabung evaporasi. Dari satu kilogram biji pepaya basah usia empat bulan diperoleh ekstrak kental sebanyak 7,44 mg. Dilanjutkan dengan persiapan bakteri Staphylococcus aureus dan cakram uji. Sampel dibagi menjadi enam kelompok perlakuan, yaitu empat kelompok ekstrak biji pepaya (konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%), kontrol positif berupa antibiotik vankomisin 30 μg, dan kontrol negatif etanol 96%. Kemudian bakteri diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37 derajat celcius. Hasil pengamatan diperoleh dengan menghitung diameter zona hambat yang terbentuk
Ir-Nz-YA i□irectoryof
OPEN ACCESS ■ JOURNALS
setelah bakteri diinkubasi menggunakan kaliper. Zona hambat yang terlihat disekitar kontrol dan perlakuan konsentrasi diukur dengan menghitung diameter zona bening keseluruhan yang mengitari suatu perlakuan dikurangi dengan diameter disk perlakuan tersebut.
HASIL
Penelitian ini dilakukan dalam empat kali pengulangan untuk mendapatkan data hasil penelitian yang optimal dan menurunkan resiko kesalahan dan

kegagalan penelitian. Hasil pengamatan menunjukkan adanya zona hambat dengan variasi diameter dalam setiap pengulangan (Tabel 1). Semakin besar konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya yang diujikan maka zona hambat terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923 yang terbentuk juga semakin besar. Dapat dilihat bahwa rerata diameter zona hambat terbesar didapat pada konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya 100%.
Tabel 1. Hasil Pengukuran Zona Hambat Ekstrak Etanol Biji Pepaya terhadap Pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923
Jenis Perlakuan Diameter Zona Hambat (mm) Rata-rata
|
I |
II |
III |
IV |
(mm) | |
|
Ekstrak 25% |
0 |
0 |
0 |
1 |
0 |
|
Ekstrak 50% |
7 |
7 |
9 |
8 |
8 |
|
Ekstrak 75% |
11 |
10 |
11 |
12 |
11 |
|
Ekstrak 100% |
16 |
16 |
17 |
17 |
17 |
|
Kontrol (+) |
25 |
24 |
25 |
25 |
25 |
|
Kontrol (-) |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Uji statistik efektivitas ekstrak etanol biji pepaya (Carica papaya L.) terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus ATCC 25923 dilakukan menggunakan aplikasi SPSS. Data penelitian ini memiliki lebih dari dua kelompok dan berpasangan sehingga uji kebermaknaan dapat menggunakan uji ANOVA satu jalur dengan syarat distribusi data normal dan varian data homogen. Dengan uji normalitas Shapiro Wilk didapatkan nilai signifikansi 0,024 (p<0,05) pada konsentrasi 100% dan kontrol positif, menunjukkan
bahwa distribusi data tidak normal dan uji homogenitas pada statistik Levene didapatkan nilai signifikansi 0,015 (p<0,05) bahwa varian data tidak homogen. Setelah dilakukan transformasi data diperoleh distribusi data tetap tidak normal dan varian data tidak homogen sehingga uji ANOVA tidak dapat dilakukan. Oleh karena itu, dilakukan analisis dengan uji non-parametrik Kruskal Walis untuk mengetahui apakah masing-masing ekstrak etanol biji pepaya memiliki perbedaan yang signifikan terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 (Tabel 2).
Tabel 2
Hasil Uji Non-parametrik Kruskal Walis
|
Perlakuan |
n |
Median (mm) |
Minimal |
Maksimal |
P value |
|
Ekstrak 25% |
4 |
0 |
0 |
1 | |
|
Ekstrak 50% |
4 |
7.5 |
7 |
9 |
0,000 |
|
Ekstrak 75% |
4 |
11 |
10 |
12 | |
|
Ekstrak 100% |
4 |
16,5 |
16 |
17 |
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Kontrol (-)
4
Kontrol (+)
4
0
25
0
24
0
25
Nilai signifikansi yang diperoleh pada hasil analisis Post Hoc dengan menggunakan uji Mann Whitney seluruhnya bernilai kurang dari 0,05 yang menandakan terdapat perbedaan yang bermakna dari masing-masing konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus
ATCC 25923 (Tabel 3). Ekstrak dengan konsentrasi 25% memiliki perbedaan yang bermakna signifikan dengan pengaruh ekstrak etanol biji pepaya pada konsentrasi 50%, 75%, 100%, serta antibiotik vankomisin 30 μg terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923.
Tabel 3
Hasil Analisis Multikomparasi dengan Uji Mann Whitney
|
Ekstrak 25% |
Ekstrak 50% |
Ekstrak 75% |
Ekstrak 100% |
Kontrol (+) | |
|
Ekstrak 25% |
0,013* |
0,013* |
0,013* |
0,011* | |
|
Ekstrak 50% |
0,019* |
0,019* |
0,017* | ||
|
Ekstrak 75% |
0,019* |
0,017* | |||
|
Ekstrak 100% |
0,017* | ||||
|
Kontrol (+) |
Catatan : * = nilai p <0,05 (signifikan)
PEMBAHASAN
Data penelitian pada Tabel 1 kemudian dibandingkan dengan katagori daya hambat Greenwood dan didapatkan masing-masing ekstrak masuk dalam katagori berbeda.7 Pada konsentrasi ekstrak 25% tidak menunjukkan adanya diameter zona hambat (0 mm). Rerata zona hambat yang terjadi pada konsentrasi 50% adalah 8 mm, termasuk dalam kategori tidak memiliki respon terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Meski begitu, konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya 50% telah memiliki zona hambat yang dapat dikatakan sebagai konsentrasi hambat minimal (KHM), bahwa dengan konsentrasi 50% telah efektif dalam menghambat laju pertumbuhan bakteri. Pada pengujian konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya 75% diperoleh rerata zona hambat sebesar 11 mm yang berarti memiliki respon daya hambat lemah terhadap pertumbuhan S. aureus dan ekstrak etanol 100% menunjukkan respon daya hambat sebesar 17 mm yang tergolong berdaya hambat sedang.7 Hasil ini juga menandakan bahwa penghambatan pertumbuhan bakteri tergantung pada dosis atau konsentrasi ekstrak etanol biji pepaya yang diberikan. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya oleh Mariasih terhadap E. coli dan Streptococcus pyogenes yang mengatakan bahwa
zona hambat terbesar dihasilkan oleh konsentrasi ekstrak terbesar selama percobaan.5
Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) pada penelitian ini berbeda dengan penelitian Martiasih, dimana ekstrak etanol biji pepaya 1% sudah mampu memberi zona hambat sebesar 9 mm. Sedangkan dalam penelitian ini, ekstrak etanol biji pepaya dengan konsentrasi 25% belum menghasilkan zona hambat dan KHM dicapai pada konsentrasi 50%. Hal ini kemungkinan dikarenakan perbedaan metode pengujian aktivitas antibakteri oleh ekstrak biji pepaya yang dilakukan. Penelitian ini menggunakan metode uji difusi cakram, berbeda dengan penelitian yang dilakukan Martiasih yang menggunakan metode sumuran dalam pengujian efektivitas antibakterinya. Metode sumuran yang digunakan dalam penelitian tersebut kemungkinan lebih efektif dibandingkan metode difusi cakram kertas.8 Metode sumuran memungkinkan difusi senyawa aktif lebih cepat ke dalam media sehingga penghambatan pertumbuhan bakteri lebih optimal.9
Perbedaan luas zona hambat masing-masing konsentrasi ekstrak dapat menunjukkan bahwa kemampuan antibakteri tiap konsentrasi ekstrak berbeda. Hal ini kemungkinan ditimbulkan oleh jumlah inokulum bakteri dan perbedaan kadar substansi aktif dalam ekstrak. Semakin besar inokulum (kepadatan
Ir-Nz-YA i□irectoryof
OPEN ACCESS
■ JOURNALS
bakteri yang ditumbuhkan pada media) maka semakin kecil daya hambat bakterinya dan zona hambat yang terbentuk akan semakin kecil pula.5 Jumlah bakteri yang ditumbuhkan pada permukaan media agar kemungkinan tidak menyebar secara merata sehingga ekstrak etanol biji pepaya tidak dapat menghambat pertumbuhan bakteri yang diujikan.8 Selain itu, ekstrak menjadi kurang efektif dalam menghambat bakteri bisa terjadi karena resistensi dari S. aureus terhadap substansi bioaktif dalam ekstrak biji pepaya itu sendiri.9
Penelitian ini apabila dibandingkan dengan penelitian lainnya yang juga menguji bakteri gram negatif menunjukkan hasil yang berbeda. Pada penelitian Torar yang membandingkan zona hambat pada Pseudomonas aeruginosa dan S. aureus bahwa zona hambat lebih besar pada bakteri gram positif. Begitu pula penelitian Martiasih bahwa kemampuan antibakteri ekstrak biji pepaya lebih baik pada penghambatan pertumbuhan bakteri gram positif.5 Hal tersebut dikarenakan bakteri gram positif yang memiliki lapisan peptidoglikan lebih tebal pada dinding selnya, sehingga lebih polar dan memudahkan ekstrak etanol biji pepaya untuk masuk ke dalam sel daripada bakteri gram negatif.9 Namun penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian oleh Sukadana bahwa ekstrak etanol biji pepaya lebih efektif pada E. coli dari pada S. aureus.10 Penelitian lainnya yang menguji ekstrak biji, batang, serta daun pepaya diperoleh bahwa zona hambat ekstrak-ekstrak tersebut lebih besar pada bakteri gram negatif daripada bakteri gram positif.4 Hal tersebut dikaitkan dengan resistensi bakteri S. aureus terhadap substansi bioaktif dari ekstrak etanol biji pepaya.9 Meski demikian, dapat dilihat bahwa ektrak biji pepaya memiliki pengaruh pada bakteri gram positif maupun gram negatif mengindikasikan bahwa ekstrak biji pepaya bekerja dalam spektrum yang luas namun lebih condong cocok untuk bakteri gram negatif.
Biji pepaya yang digunakan dalam penelitian ini merupakan biji pepaya masak dengan usia kematangan empat bulan, menunjukkan hasil zona hambat yang sejalan dengan penelitian Martiasih yang membandingkan beragam konsentrasi ekstrak dari beragam usia kematangan biji pepaya (usia 2 bulan, 3 bulan, dan 5 bulan). Melalui analisis korelasi sederhana penelitian Martiasih bahwa variasi umur kematangan biji pepaya tidak memiliki kemampuan penghambatan yang berbeda signifikan meskipun memiliki kecenderungan peningkatan zona hambat seiring semakin matang usia biji.5 Namun hasil ini berbeda dari penelitian lainnya yang menunjukkan bahwa semakin muda usia biji pepaya yang digunakan sebagai ekstrak maka semakin banyak senyawa aktif berupa tanin dan senyawa fenol yang terkandung di dalamnya.11 Hal ini
C>sTnta diduga berkaitan dengan luas permukaan kontak antara biji pepaya dan larutan penyari. Biji pepaya yang berusia lebih muda dan berwarna putih apabila dihaluskan maka luas permukaannya akan lebih besar dari biji pepaya matang sehingga senyawa aktif dalam biji pepaya dapat lebih banyak disaring oleh pelarut.8
Terbentuknya zona hambat dalam penelitian ini mengindikasikan bahwa biji pepaya mengandung senyawa aktif antibakteri. Senyawa aktif tersebut antara lain kardiolipin, fosfotidilkolin, betasisterol, caricin, tacophenol, enzim mirosin, enzim papain, enzim khimoprotein, benzyl isotiosinat, dan lisozim dengan komponen terbanyak berupa flavonoid, alkaloid (karpain), terpenoid.10 Secara rinci senyawa fenol dalam biji pepaya mampu berikatan dengan enzim esensial pada bakteri yang kemudian menghambat fosforilasi oksidatif yang memicu gangguan metabolisme bakteri.12 Senyawa golongan terpenoid dikatakan memiliki peran dalam berikatan dengan protein transmembran (porin) pada dinding sel bakteri yang mengakibatkan gangguan permeabilitas membran. Terjadi gangguan dalam proses keluar masuknya substansi sehingga sel kekurangan nutrisi dan laju pertumbuhan bakteri terhambat bahkan mati.6 Golongan senyawa alkaloid berupa karpain sebagai senyawa aktif yang dominan dalam biji pepaya memiliki struktur cincin laktonat dengan tujuh kelompok rantai metilen dapat mengubah protein mikroorganisme menjadi pepton sehingga menghambat aktivitas pertumbuhan bakteri.9 Mekanisme lain yang disebutkan berperan besar terhadap penghambatan pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus bahwa karpain menghambat pembentukan komponen yang menyusun peptidoglikan pada dinding sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak utuh dan memicu kematian pada bakteri. Alkaloid karpain memiliki gugus basa yang bekerja pada inti sel bakteri menimbulkan kerusakan inti sel sehingga sel tidak dapat melakukan metabolisme, terjadi lisis dan bakteri akan mati. Begitu pula dengan senyawa flavonoid yang spesifik menghambat replikasi dan transkripsi DNA, serta bersama dengan protein ekstraseluler dapat bergabung membentuk suatu kompleks yang dapat melarutkan dinding sel bakteri.13
SIMPULAN
Ekstrak etanol biji pepaya memiliki potensi dalam menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923 dengan Konsentrasi Hambat Minimal (KHM) dicapai pada konsentrasi 50%. Zona hambat terbesar dihasilkan oleh konsentrasi ekstrak 100% dengan rerata 17 mm yang tergolong dalam daya hambat sedang sesuai tabel Greenwood. Terdapat perbedaan yang bermakna
Ir-Nz-YA i□irectoryof
OPEN ACCESS ■ JOURNALS
signifikan aktivitas masing-masing konsentrasi ekstrak terhadap penghambatan pertumbuhan Staphylococcus aureus ATCC 25923 sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan yang lebih advance mengenai uji aktivitas antibakteri ekstrak biji pepaya terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus secara in vivo dan khasiat farmakologis zat aktif spesifik yang terkandung dalam biji pepaya terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
5.
6.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terimakasih diberikan kepada UPT Lab Sumber Daya Genetika dan Biologi Molekuler, Laboratorium Mikrobiologi dan Lab Biomedik Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Serta kepada dosen bagian farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana yaitu dr. I Gusti Ayu Artini, M.Sc, dr. Agung Nova Mahendra, M.Sc, Desak Ketut Ernawati, S.Si, Apt, PGPharm, M. Pharm, PhD, Prof. dr. I Gusti Made Aman, Sp. FK, dan Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro yang telah membantu dalam proses penelitian dan pembuatan artikel hasil penelitian ini.
7.
8.
9.
10.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Salima J. Antibacterial Activity of Garlic (Allium sativum L.) on Multi-Drug Resistant. Int J Enteric Pathog. 2014;4(2):30-39.
-
2. Dessy T. Frekuensi β-Lactamase Hasil Staphylococcus aureus Secara Iodometri di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. J Gradien. 2014;10(2):992-995.
-
3. Minasari, Amelia S, Sinurat J. Effectivity of white fruit’s guava leaves extract against Staphylococcus aureus was isolated from abscess growth. Makassar Dent J. 2016;5(2):34-39.
-
4. Peter, JK, Kumar Y, Pandey P, Masih, H. Antibacterial Activity of Seed and Leaf Extract of
11.
12.
13.
Carica papaya var. Pusa dwarf Linn. IOSR J Pharm Biol Sci. 2014;9(2):29-37.
Martiasih M, Sidharta BBR, Atmodjo PK. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Escherichia coli dan Streptococcus pyogenes. Artik Fak Teknobiologi Univ Atma Jaya Yogyakarta. 2012:1-12.
Paramesti NN. Efektivitas Ekstrak Biji Pepaya (Carica papaya L) sebagai Antibakteri terhadap Bakteri Escherichia coli. Lap Penelit. 2014:51 [Skripsi].
Pangesti T, Fitriani IN, Ekaputra F, Hermawan A. “Sweet Papaya Seed Candy” Antibacterial Escherichia coli Candy with Papaya Seed (Carica Papaya L.). Pelita - J Penelit Mhs UNY. 2015;8(2):156-163.
Zukhri S. Efektifitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Bakteri Escherichia coli. Motorik. 2015;10(20):21-30.
Torar GMJ, Lolo WA, Citraningtyas G. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Biji Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Bakteri Pseudomonas aeruginosa dan Staphylococcus aureus. Pharmacon. 2017;6(2):14-22.
Sukadana IM, Santi SR, Juliarti NK. Aktivitas Antibakteri Senyawa Golongan Triterpenoid dari Biji Pepaya. J Kim. 2008;2(1):15-18.
Purwaningdyah YG, Widyaningsih TD, Wijayanti N. Effectiveness of Papaya Seed Extract (Carica papaya L) as Antidiarrheal in Mice were Induced Salmonella typhimurium. J Pangan dan Agroindustri. 2015;3(4):1283-1293.
Bridge M, Montero G, Valladares M, Katawera V, Nkwangu D, Noah J. Antibacterial effect of crude methanol Carica papaya L. extract and amoxicillin combination. Rev Cuba Plantas Med. 2015;20(4):1-13.
Tuntun M. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Pepaya (Carica papaya L.) terhadap Pertumbuhan Bakteri Escherichia coli dan Staphylococcus aureus. J Kesehat. 2016;7(3):497-502.
Discussion and feedback