BARRIERS TO INITIATE INSULIN THERAPY FOR PATIENTS WITH TYPE 2 DIABETES MELLITUS AT SANGLAH HOSPITAL DENPASAR
on
HAMBATAN AWAL TERAPI INSULIN PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSUP SANGLAH DENPASAR
Ni Luh Putri Kresnasari, A.A.Gde Budhiarta, Made Ratna Saraswati
Divisi Endokrinologi dan Metabolik, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Diabetes melitus kini tumbuh menjadi masalah kesehatan dunia. Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah terbanyak dunia khususnya negara berkembang di dunia yang jumlahnya semakin meningkat. Banyak pasien yang akhirnya menerima terapi insulin untuk mencapai kontrol kadar glukosa darah yang baik. Namun banyak penderita diabetes melitus tipe 2 merasa sulit untuk memulai terapi insulin. Penelitian ini merupakan studi deskriptif kuantitatif yang mengambil tempat di poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah dari tanggal 6-29 Januari 2011 dengan jumlah 94 pasien diabetes melitus tipe 2 yang menggunakan terapi insulin berumur > 40 tahun. Pasien diwawancara mengenai hambatan saat memulai terapi insulin. Dari 94 pasien yang memakai insulin 38 diantaranya (40,42%) memiliki hambatan mulai diberikan terapi insulin. Alasan-alasan yang didapatkan antara lain : takut dengan jarum suntik (19 atau 20,21%), takut dengan sakit atau nyeri yang ditimbulkan (16 atau 17,02%), takut gemuk (7 atau 7,45%), takut terjadi hipoglikemia/komplikasi lainnya (4,25%), harga insulin mahal (5 atau 5,32%), bingung cara pakai (6 atau 6,38%), takut tanggapan lingkungan yang negatif (4 atau 4,25%), dan lain-lainnya (1 atau 1,06%). Dari penelitian ini, para dokter diharapkan dapat mengidentifikasi hambatan sebelum pemberian terapi insulin dengan menjalin komunikasi yang baik dan memberikan penjelasan yang logis dan mudah dimengerti tentang pemberian terapi insulin.
Kata kunci : diabetes melitus tipe 2, terapi insulin, hambatan, komunikasi.
BARRIERS TO INITIATE INSULIN THERAPY FOR PATIENTS WITH
TYPE 2 DIABETES MELLITUS AT SANGLAH HOSPITAL DENPASAR
ABSTRACT
Diabetes mellitus is a growing global health concern. Types 2 diabetes mellitus poses a major global health threat, especially in the developing country of the world. Most patients will eventually require insulin therapy in order to reach their good glycemic control. But many patients types 2 diabetes mellitus feel some barriers to initiate insulin therapy. This is quantitative descriptive study which take place at interna policlinic Sanglah Hospital from 629 January 2011 with total population 94 patient type 2 diabetes mellitus with using insulin therapy and their age > 40 years. Patients interviewed about barriers to initiate insulin therapy. From 94 patients who take insulin therapy, get 38 (40,42%) have some barriers. The reasons is fear of needle (19 or 20,21%), fear of pain from insulin injections (16 or 17,02%),
fear of weight gain (7 or 7,45%), fear of hypoglicemia or other complications (4 or 4,25%), insulin is too expensive (5 atau 5,32%), not sure of the way using insulin (6 or 6,38%), afraid of negatif conception from the others (4 or 4,25%), and other barriers (1 or 1,06%). This study, we hope physicians can identified the barriers before give the insulin therapy. Growing relationship between doctor and patient with of good communication and give a logic and easy explaination about insulin therapy.
Keywords: type 2 diabetes melitus, therapy insulin, barriers, communication.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) kini tumbuh menjadi masalah kesehatan dunia. Diabetes melitus tipe 2 merupakan masalah terbanyak dunia khususnya negara berkembang. Prevalensi DM tipe 2 terus meningkat dari tahun ke tahun. Meningkatnya angka prevalensi DM tipe 2 secara dominan karena perubahan dalam gaya hidup, obesitas, aktifitas fisik yang kurang dan proses penuaan pada populasi1.
Insulin penting bagi tubuh untuk mengolah glukosa sebagai energi. Tapi bagi penderita DM tipe 2, tubuh tidak dapat menghasilkan insulin yang cukup atau insulin yang dihasilkan tidak dapat digunakan sebagaimana mestinya. Kondisi ini disebut resistensi insulin. Banyak penderita DM tipe 2 mengalami penurunan produksi insulin dengan cepat karena penyakit ini adalah salah satu penyakit yang progresif, sehingga diperlukan penanganan intensif untuk mempertahankan kontrol kadar glukosa darah sebagai indikator progresifitas penyakit ini3,4.
Pilar penatalaksanaan DM antara lain edukasi, terapi gizi medis, latihan jasmani, dan intervensi farmakologis. Pengelolaan DM dimulai dengan edukasi pada penderita DM tipe 2 umumnya untuk mengubah gaya hidup dan perilaku sehingga membutuhkan partisipasi aktif pasien, kelurga, dan masyarakat. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman
tentang perjalanan penyakit DM, pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan resikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan, dan lain-lain. Terapi gizi medis dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Kunci keberhasilan terapi ini adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain, dan pasien itu sendiri). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan atau suntikan insulin. Dalam keadaan dekompensasi metabolik berat, misalnya ketoasidosis, stres berat, berat badan yang menurun dengan cepat, adanya ketonuria, insulin dapat segera diberikan. Pengetahuan tentang pemantauan mandiri tanda dan gejala hipoglikemi dan cara mengatasinya harus diberikan kepada pasien 5.
Insulin yang tersedia ada berupa jarum suntik dengan ukuran yang bermacam-macam yaitu 1 mL, 0,5 mL, dan 0,3 mL. Karena ukurannya yang kecil maka dapat dibawa kemana-mana. Panjang jarumnya pun ada yang pendek (8 mm) dan ada yang panjang (12.7 mm) sesuai kebutuhan pasien. Ada juga yang berbentuk seperti pulpen. Tujuannya agar tidak perlu membawa botol insulin dan jarum suntiknya lagi seharian 3,7.
Siring (syringe) dan jarum. Siring yang terbaik adalah siring yang terbuat dari plastik sekali pakai. Pena insulin (insulin pen). Siring biasanya terlalu merepotkan dan kebanyakan pasien diabetes lebih suka menggunakan pena insulin. Alat ini praktis, mudah dan menyenangkan karena nyaris tidak menimbulkan nyeri. Alat ini menggabungkan semua fungsi didalam satu alat tunggal. Pompa insulin (insulin pump) diciptakan untuk menyediakan insulin secara berkesinambungan. Pompa harus disambungkan kepada pasien diabetes (melalui suatu tabung dan jarum). Glukosa darah terkontrol dengan sangat baik dan sesuai dengan kebutuhan 3,7.
Beberapa studi termasuk United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS), Diabetes Control and Complications Trial (DCCT), Diabetes Control dan Complications
Trial/Epidemiology of Diabetes Intervensions and Complications (DCCT/EDIC), dan studi-studi terbaru menyatakan bahwa pentingnya kontrol glukosa darah yang baik dapat menurunkan resiko komplikasi mikrovaskuler dari diabetes. Semua studi diatas menunjukkan bahwa glycosylated hemoglobin levels (hemoglobin A1C) yang rendah dihubungkan dengan menurunnya resiko berkembangnya atau meningkatnya progresifitas komplikasi-komplikasi mikrovaskuler pada penyakit ini.1,2 Namun, disamping keuntungan klinis yang ingin dicapai dari pemberian terapi insulin ini, banyak penderita DM tipe 2 merasa sulit untuk memulai terapi insulin 1,2,6,7,8.
Hambatan Awal Pemakaian Insulin
Banyak pasien dengan DM tipe 2 merasa bermasalah dengan terapi insulin yang akan dilakukan dengan berbagai alasan. Beberapa alasan pasien enggan memakai insulin, antara lain :1,2,6,7,8,9.
-
- Terapi insulin adalah cerminan kesalahan dirinya.
-
- Terapi insulin tidaklah efektif.
-
- Insulin menyebabkan banyak komplikasi bahkan kematian.
-
- Injeksi insulin terasa nyeri atau sakit.
-
- Ketakutan hipoglikemia.
-
- Mengubah gaya hidupnya.
-
- Insulin menyebabkan peningkatan berat badan.
- Insulin terlalu mahal.
METODE PENELITIAN
Desain
Penelitian ini merupakan studi deskriptif untuk mengetahui presentase alasan yang menjadi hambatan-hambatan dalam memulai pemberian terapi insulin pada pasien diebetes melitus tipe 2.
Tempat dan Waktu
Tempat penelitian dilaksanakan di poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah Denpasar selama jam kerja pada tanggal 6-29 Januari 2011.
Populasi dan Sampel
Polulasi target pada penelitian ini adalah pasien diabetes melitus tipe 2 yang memiliki hambatan ketika memulai pemakaian terapi insulin. Polulasi terjangkaunya adalah pasien dengan diabetes melitus tipe 2 dengan pemakaian terapi insulin yang berobat di RSUP Sanglah.
Pemilihan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling yaitu consecutive sampling, dimana semua subyek atau pasien yang datang ke poliklinik penyakit dalam RSUP Sanglah dan memenuhi kriteria pemilihan masuk dalam penelitian. Jumlah subyek yang diperiksa selama penelitian adalah 120 orang dengan 78,3% atau 94 orang menjadi sampel karena telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Subyek akan direkrut setelah memenuhi beberapa kriteria inklusi, yaitu :
-
- Pasien dengan diabetes melitus tipe 2 yang berumur > 40 tahun.
-
- Pasien memulai pemakaian terapi insulin minimal 3 bulan.
-
- Bersedia menjadi subyek penilitian melalui inform consent terlebih dahulu.
Subyek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikut sertakan dalam penelitian jika memenuhi kriteria eksklusi, yaitu :
-
- Memiliki gangguan kognitif.
-
- Memiliki keterbatasan atau kecacatan fisik.
-
- Tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
Cara Kerja
Subyek yang telah memenuhi kriteria dan menjadi sampel akan diberikan beberapa pertanyaan sesuai dengan kuesioner atau angket yang ada.
Analisis Data
Data kuantitatif ditampilkan dalam bentuk mean ± SD sedangkan data kategorikal ditampilkan dalam bentuk jumlah dan persentase. Pengolahan dan analisa data dilakukan dengan menggunakan program komputer SPSS untuk windows versi 16.00.
HASIL
Karakteristik Sampel
Subyek yang diperiksa selama penelitian adalah 120 orang dan didapatkan 94 orang yang menjadi sampel karena telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Dari 94 orang sampel terdiri dari 55 laki-laki dan 39 perempuan dengan rata-rata umur 57,83 tahun. Pekerjaan terbanyak adalah pensiunan, pegawai negeri, dan wiraswasta. Dengan rata-rata pasien merupakan tamatan SMA/SMK/sederajat dan menderita diabetes tipe 2 selama < 5 tahun (70) dan 5-10 tahun (24).
Penelitian ini mendapatkan 38 sampel yang memiliki hambatan dalam memulai pemberian terapi insulin yang terdiri dari 19 laki-laki dan 19 perempuan dengan rata-rata umur 56,09 tahun. Pekerjaan terbanyak pensiunan, pegawai negeri, dan wiraswasta. Dengan rata-rata pasien merupakan tamatan SMA/SMK/sederajat dan S1 dan menderita diabetes tipe 2 rata-rata selama < 5 tahun. Sampel lebih banyak menggunakan asuransi ASKES dan sisanya tanpa jaminan asuransi.
Hambatan Awal Pemakaian Terapi Insulin
Dari 94 sampel yang diperiksa didapatkan 38 sampel (40,42%) yang memiliki hambatan ketika mulai diberikan terapi insulin. Adapun alasan-alasan yang didapatkan antara lain : takut dengan jarum suntik (19 atau 20,21%), takut dengan sakit atau nyeri yang ditimbulkan (16 atau 17,02%), takut gemuk (7 atau 7,45%), takut terjadi hipoglikemia/komplikasi lainnya (4,25%), harga insulin mahal (5 atau 5,32%), dan bingung cara pakai (6 atau 6,38%), takut tanggapan lingkungan yang negatif (4 atau 4,25%), dan lain-lainnya yaitu trauma (1 atau 1,06%).
PEMBAHASAN
Hambatan Awal Pemakaian Terapi Insulin
Dari 94 sampel yang diperiksa didapatkan 38 sampel atau 40,42% yang memiliki hambatan ketika mulai diberikan terapi insulin. Berbagai hambatan muncul dan diutarakan oleh para sampel. Pada pilar pertama penatalaksanaan DM yaitu edukasi, yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang perjalanan penyakit DM, pentingnya pengendalian dan pemantauan DM, penyulit dan resikonya, intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan. Akan tetapi walaupun telah diberikan edukasi kepada pasien ternyata masih ada 40,42% yang menyatakan bahwa mereka memiliki masalah ketika memulai terapi DM tipe 2 dengan menggunakan insulin atau malah mengubah dari terapi oral dengan insulin. Hal
ini dapat terlihat dari edukasi yang diberikan belum maksimal dari dokter atau petugas kesehatan. Dapat dimengerti bahwa waktu yang terbatas harus dibarengi dengan pelayanan yang maksimal sehingga edukasi yang diberikan kepada para pasien menjadi tidak maksimal, apalagi jumlah pasien dengan DM tipe 2 semakin bertambah dari tahun ke tahun.
Adapun alasan-alasan yang didapatkan antara lain : takut dengan jarum suntik yaitu pada 19 sampel atau sebanyak 20,21%. Hal ini juga sesuai dengan hasil selanjutnya yang menunjukkan adanya rasa takut terhadap rasa nyeri atau sakit yang akan ditimbulkan setelah menyuntik insulin yaitu pada 16 sampel atau sebanyak 17,02%. Banyak pasien merasa khawatir dengan injeksi insulin yang dihubungkan dengan injeksi antibiotik atau injeksi-injeksi lainnya yang pernah mereka lakukan di masa lalu. Walaupun diketahui bahwa jarum yang digunakan lebih kecil dan tipis daripada jarum yang digunakan untuk tes darah tetapi tetap saja kekhawatiran terhadap rasa nyeri terus membayangi, terutama bagi pasien dengan phobia jarum 7. Lebih baik menyarankan untuk menggunakan insulin bentuk pulpen dan menjelaskan bagaimana cara menggunakannya. Mendukung hasil penelitian yaitu pada 6 sampel atau sebanyak 6,38% menunjukkan bahwa mereka bingung tentang cara pemakaian. Kebingungan tentang cara pemakaian pada insulin bentuk pulpen yang lebih banyak dianjurkan selama ini yaitu pada cara mengatur dosis yang digunakan bahkan beberapa harus menggunakan insulin bentuk pulpen ini lebih dari 1 jenis. Hal ini menunjukkan bahwa edukasi atau pengetahuan merupakan hal yang sangat penting dalam memulai terapi insulin.
Takut gemuk merupakan alasan selanjutnya pada 7 sampel atau 7,45%. Memang benar pada beberapa pasien yang baru memulai terapi insulin mengalami peningkatan berat badan dengan meningkatnya glikemia dan bertambahnya porsi makan. Tetapi hal ini harus dijelaskan kembali untuk dapat dibuatkan strategi agar mencegah kenaikan berat badan 9.
Harga insulin yang dianggap mahal terungkap pada 5 sampel atau sebanyak 5,32%. Sampel yang menyatakan hal tersebut adalah mereka yang tidak memiliki jaminan asuransi
dan mendapatkan informasi bahwa harga insulin bisa mencapai ratusan ribu. Meraka awalnya khawatir dengan harga ini, apalagi jika pemakaian insulin lebih dari satu jenis maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar. Walaupun sebenarnya tak ada pernyataan bahwa diabetes adalah penyakit dengan perawatan yang mahal, khususnya bagi pasien-pasien yang memiliki keterbatasan terhadap obat ataupun tidak memiliki asuransi. Secara umum, insulin cenderung lebih murah daripada menggunakan obat hipoglikemik oral multipel untuk mencapai kadar glukosa yang sama 7.
Takut terjadi hipoglikemia atau komplikasi lainnya yaitu pada 4 sampel atau 4,25%. Menjadi takut dengan hal ini dikarenakan oleh informasi yang salah yang didapat dari cerita teman dan keluarga yang menyatakan bahwa akan banyak komplikasi yang muncul di kemudian hari bahkan kematian jika menggunakan insulin. Diantaranya juga mengungkapkan bahwa mereka tidak percaya dengan insulin yang benar-benar dapat menangani penyakit mereka. Ketakutan yang paling sering diungkapkan adalah terjadinya hipoglikemia. Ketakutan terhadap terjadinya hipoglikemia sering muncul dari pasien yang telah memakai insulin yang menceritakan ketakutannya pada pasien lain yang baru memulai terapi insulin. Umumnya mereka mengatakan ketakutannya mati ketika tidur karena hipoglikemi yang dipicu oleh insulin 8,9.
Takut tanggapan lingkungan yang negatif sempat terpikirkan pada 4 sampel atau 4,25%. Tanggapan yang negatif yang muncul diantaranya dimana mereka harus membawa insulin kemana pun ia pergi sehingga jika menyuntikkan didepan banyak orang maka orangorang yang melihat akan mengganggap bahwa penyakit ini merupakan penyakit yang berat dan ia malu untuk menggunakan insulin tersebut. Ada juga yang mengungkapkan bahwa terapi insulin diberikan merupakan hasil dari pasien yang tidak dapat menjaga pola makannya dan pola hidup sehat yang dianjurkan oleh dokter. Sehingga beberapa pasien kerap kali menceritakan kesalahannya tersebut kepada orang lain dan secara tidak langsung mungkin
akan mempengaruhi pasien-pasien lain bahwa jika diberikan terapi insulin berarti merekalah yang salah karena tidak bisa mengatur pola hidup sehat dan menaikkan kadar gula darahnya. Hal ini sangat sesuai dengan studi lainnya pada pasien Mexico dan Cina yang menunjukkan adanya perasaan-perasaan negatif yang muncul berhubungan dengan pemberian terapi insulin. Didukung juga oleh studi lain pada UKPDS dan DAWN yang menunjukkan banyak pasien yang menolak memakai insulin karena insulin tidaklah efektif dan menyalahkan dirinya jika mulai memakai insulin 9.
Pada 1 sampel atau 1,06% menyatakan dirinya trauma. Trauma yang dinyatakan adalah trauma pada masa lalu karena orang yang dikasihinya meninggal dunia karena menggunakan insulin. Pengalaman ini membuat dirinya sangat khawatir jika ia memakai insulin juga maka ia akan meninggal dunia dan akan membuat sedih orang-orang yang mengkasihinya.
Semua ketakutan atau alasan-alasan yang berhasil ditemukan tersebut merupakan cerminan bahwa edukasi dan informasi yang diberikan oleh para perugas kesehatan belumlah maksimal. Padahal edukasi merupakan pilar pertama dalam penatalaksanaan penyakit bukan hanya pada diabetes melitus tipe 2 saja. Seharusnya para petugas kesehatan bisa lebih respek dalam menanggapi keluhan-keluhan atau ketakutan-ketakutan yang mereka rasakan dalam memulai terapi insulin sehingga dapat mencapai target terapi yang optimal. Walaupun pada kenyataannya waktu yang tersedia sangat terbatas dalam melayani segala keluhan pasien apalagi pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 semakin bertanmbah semakin tahunnya.
Kelemahan Penelitian
Kelemahan dalam penelitian ini berpengaruh terhadap hasil penelitian adanya keterbatasan waktu dalam pengumpulan data dan pewawancara yang kurang berpengalaman. Hal ini mengakibatkan informasi yang didapatkan masih kurang akurat.
SIMPULAN
Dari 94 sampel yang diperiksa didapatkan 38 sampel (40,42%) yang memiliki hambatan ketika mulai diberikan terapi insulin. Adapun alasan-alasan yang didapatkan antara lain : takut dengan jarum suntik (19 atau 20,21%), takut dengan sakit atau nyeri yang ditimbulkan (16 atau 17,02%), takut gemuk (7 atau 7,45%), takut terjadi hipoglikemia/komplikasi lainnya (4,25%), harga insulin mahal (5 atau 5,32%), dan bingung cara pakai (6 atau 6,38%), takut tanggapan lingkungan yang negatif (4 atau 4,25%), dan lain-lainnya yaitu trauma (1 atau 1,06%).
SARAN
Dari beberapa hambatan yang diungkapkan maka diharapkan para dokter dapat mengidentifikasi hambatan sebelum pemberian terapi insulin dengan menjalin komunikasi yang baik dan memberikan penjelasan yang logis dan mudah dimengerti tentang pemberian terapi insulin.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Sitwat Hayat, Atif, Naila Shaikh. Barriers and Myths to Initiate Insulin Therapy for Type 2 Diabetes Mellitus at Primary Health Care Centers of Hyderabad District. World Applied Sciences Journal, 2010: 8 (1) 66-72.
-
2. Hermanns, Norbert, Marina mahr, dkk. Bariers towards insulin therapy in type 2 diabetic patients: results of an observasional longitudinal study. BioMed Central, 2010 : 8 : 113.
-
3. Masharani, Umesh, John H.K., dan Michael S.G. Pankreatic Hormones & Diabetes Mellitus. Basic & Clinical Endocrinology Seventh Edition. Hal : 658-740.
-
4. Patrick, L.L. Kenneth. Diabetes mellitus, type 2 terupdate 27 September 2010. http://www.medscape.org/viewarticle/590729. Download 8 Januari 2011.
-
5. PERKENI. Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe-2. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, 2006 : 3-27
-
6. Manaf, Asman. Insulin : Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV, 2006 : 1868-1869.
-
7. Funnel, Martha M. Overcoming Barriers to the Initiation of Insulin Therapy. Clinical Diabetes volume 25, 2007 : 36-38.
-
8. Lauritzen, Torsten, and Vibeke Zoffman. Understanding the psychological barriers to effective diabetes therapy. Diabetes Voice volume 49, 2004 : 16-18.
-
9. Larkin, Mary E. Overcoming Psychological Barriers to Insulin Use. Diabetes Education, Touch Briefings, 2008.
12
Discussion and feedback