ISSN: 2597-8012                   JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 8 NO.6,JUNI, 2019

DOAJ≡s                 OsTnta

GAMBARAN POLA PENGGUNAAN OBAT ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP SANGLAH

DENPASAR TAHUN 2016

Luh Sonya Astana Putri1, Bagus Komang Satriyasa2, I Made Jawi2 1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Tingginya angka kejadian hipertensi berdampak terhadap meningkatnya morbiditas dan mortalitas masyarakat. Diperlukan manajemen yang tepat untuk mengontrol hipertensi, salah satunya dengan pemberian terapi farmakologis antihipertensi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pola penggunaan obat antihipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016. Penelitian ini dirancang dengan metode deskriptif crosssectional. Subyek penelitian dipilih menggunakan teknik consecutive sampling dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi periode April-Desember 2016. Data bersumber dari rekam medis pasien dan dianalisis secara statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 56 subyek penelitian sebanyak 60,7% mendapat politerapi dan 39,3% mendapat monoterapi. Golongan obat yang paling banyak digunakan untuk monoterapi adalah ACE-I dan untuk politerapi yaitu golongan ACE-I dan CCB. Berdasarkan derajat hipertensi, sebagian besar monoterapi diberikan pada pasien dengan hipertensi stadium 1 dan politerapi pada pasien dengan hipertensi stadium 2. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa penatalaksanaan farmakologis antihipertensi sebagian besar dalam bentuk politerapi. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam pemberian terapi farmakologis antihipertensi pada pasien hipertensi.

Kata Kunci : Hipertensi, pola penggunaan, obat antihipertensi, rawat inap.

ABSTRACT

The high number of hypertension affects to the morbidity and mortality increase in society. It needs correct management to control hypertension; one of them is by giving antihypertension pharmacologists therapy. This study purpose is to understand the illustration of anti-hypertension medicine pattern in Inpatient Care Facility at Sanglah General Hospital Denpasar 2016. This study uses cross-sectional descriptive method. The subject of this study is chosen by consecutive sampling technique from accessible populations which have fulfilled inclusion criteria during April-December 2016. The data source is from patients medical records and analyzed descriptive statistically. The result of this study shows from 56 research subjects, 60.7% has got polytherapy and 39.3% has got monotherapy. The most used drugs category for monotherapy is ACE-I and polytherapy are ACE-I and CCB. Based on hypertension severity, most of monotherapy are given to hypertension stage 1 and polytherapy to hypertension stage 2. It can be concluded that the management of antihypertension pharmacologists are mostly in polytherapy. The research is expected to be a reference in giving anti-hypertension pharmacologists therapy to hypertension patients.

Keywords: Hypertension, usage pattern, anti-hypertension medicine, inpatient.

ISSN: 2597-8012 v"', a Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS PENDAHULUAN

Hipertensi perlu mendapat perhatian khusus dari masyarakat mengingat dampak yang ditimbulkan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, salah satunya adalah upaya penanganan antihipertensi dengan terapi pemberian farmakologis antihipertensi secara tepat sebagai suatu langkah yang strategis.1

Berdasarkan penelitian mengenai penggunaan      obat      antihipertensi

sebelumnya menyebutkan bahwa evaluasi ketepatan obat pada penggunaan obat antihipertensi di RSUP Dr. Kariadi Semarang menunjukkan 2% tidak tepat indikasi, 19% tidak tepat obat, dan 38% tidak tepat pasien.2 Penelitian yang dilakukan di bangsal saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang pada 24,24% pasien hipertensi dengan stroke hemoragik mendapatkan ketidaktepatan pemilihan obat terutama kombinasi antihipertensi dari golongan yang sama.3 Hal yang sama juga terjadi pada penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dkk.4 pada beberapa kasus obat antihipertensi yang diberikan tidak sesuai dengan karakteristik penyakit pasien hipertensi.

Penggunaan obat antihipertensi yang tidak tepat dapat menyebabkan spektrum toksisitas, kegagalan terapi pengobatan, biaya pengobatan yang tinggi, komplikasi hingga kematian pasien, serta menghambat mutu pelayanan kesehatan itu sendiri. Sehingga dalam strategi pemilihan obat antihipertensi senantiasa dilakukan sesuai standar, hal ini harus diterapkan di seluruh pelayanan kesehatan yang terdapat di Indonesia termasuk di Provinsi Bali.5

Uraian latar belakang di atas menunjukkan bahwa penting untuk mengkaji gambaran pola penggunaan antihipertensi pada pasien hipertensi dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016 sebagai rumah sakit rujukan utama di Provinsi Bali.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan rancangan cross-sectional untuk mengetahui karakteristik pasien, jenis terapi berupa monoterapi dan politerapi serta golongan obat antihipertensi yang digunakan.

Data penelitian berupa rekam medis pasien hipertensi yang dipilih dengan menggunakan teknik consecutive sampling dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria ekslusi dengan besar sampel ditentukan menggunakan rumus statistik. Kriteria inklusi yaitu subyek berusia ≥18 tahun yang menjalani rawat inap pertama kali di RSUP Sanglah tahun 2016 dengan hipertensi tanpa atau disertai penyakit penyerta dan mendapat terapi farmakologis antihipertensi.

Data yang terkumpul akan menjalani proses pengolahan dan analisis data kemudian disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi

HASIL

Distribusi Karakteristik Subyek Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Rekam Medis RSUP Sanglah dengan subyek penelitian yang terkumpul sebanyak 56 pasien.

Tabel 1 menunjukkan distribusi karakteristik subyek penelitian didapatkan lebih banyak subyek penelitian berjenis kelamin laki-laki dibanding perempuan. Kategori usia subyek penelitian paling tinggi di rentang usia 46 sampai dengan 65 sebesar 48,2%. Berdasarkan derajat hipertensi sebagian besar berada pada kategori derajat hipertensi stadium 2 yaitu sebesar 66,1%. Distribusi penyakit penyerta pada subyek penelitian, sebanyak 39,3% menderita hipertensi dengan penyakit penyerta seperti stroke, diabetes melitus tipe 2, gagal ginjal kronik dan penyakit jantung koroner.

Tabel 1. Karakteristik Subyek Penelitian.

No

Variabel

Jumlah (%) Total (N=56)

1.

Jenis Kelamin Laki-laki

30 (53,6)

Perempuan

26 (46,4)

2.

Usia

18-40 tahun

10 (17,9)

41-59 tahun

25 (44,6)

≥60 tahun

21 (37,5)

3.

Derajat Hipertensi

Hipertensi Stadium 1

19 (33,9)

Hipertensi Stadium 2

37 (66,1)

4.

Adanya Penyakit

Penyerta

Hipertensi dengan penyakit penyerta

22 (39,3)

Hipertensi tanpa penyakit penyerta

34 (60,7)



Distribusi Pola Penggunaan Obat Antihipertensi

Tabel 2 menunjukkan 22 (39,3%) dari 56 subyek penelitian mendapat monoterapi dan 34 orang (60,7%) lainnya

mendapat politerapi, dimana berdasarkan derajat hipertensi subyek penelitian dengan hipertensi stadium 1 lebih banyak mendapatkan monoterapi yaitu sebanyak sepuluh orang (17,9%), sedangkan pada subyek penelitian dengan hipertensi stadium 2, sebagian besar mendapat politerapi yaitu sebanyak 25 orang (44,6%).

Golongan ACE-I paling banyak diberikan pada monoterapi yaitu 12 orang (21,4%), diikuti oleh golongan CCB, β-bloker, ARB, dan sisanya satu orang diberikan diuretik. Sedangkan untuk politerapi, sebagian besar diberikan terapi kombinasi golongan 2 obat yaitu CCB dan ACE-I pada 22 (39,3%) subyek penelitian.

Terapi kombinasi lain meliputi kombinasi CCB dan ARB diberikan pada empat orang (7,1%), kombinasi β-bloker dan ACE-I pada dua orang (3,6%) pasien. Satu orang pasien (1,8%) masing-masing diberikan pada terapi kombinasi dua obat dan tiga obat antihipertensi.

Tabel 2. Distribusi Pola Penggunaan Obat Antihipertensi

Jumlah Obat

Golongan Obat Antihipertensi

Derajat Hipertensi

Jumlah (%)

Jumlah (%) Total (n=56)

Stadium 1

Stadium 2

Monoterapi

Diuretik

0 (0)

1 (1,8)

1 (1,8)

β-bloker

1 (1,8)

1 (1,8)

2 (3,6)

ACE-I

4 (7,1)

8 (14,3)

12 (21,4)

ARB

2 (3,6)

0 (0)

2 (3,6)

CCB

3 (5,4)

2 (3,6)

5 (8,9)

Politerapi

2 Obat

Diuretik, CCB

0 (0)

1 (1,8)

1 (1,8)

Diuretik, ARB

0 (0)

1 (1,8)

1 (1,8)

β-bloker, ACE-I

0 (0)

2 (3,6)

2 (3,6)

β-bloker, ARB

1 (1,8)

0 (0)

1 (1,8)

CCB, ACE-I

4 (7,1)

18 (32,1)

22 (39,3)

CCB, ARB

3 (5,4)

1 (1,8)

4 (7,1)

3 Obat

Diuretik, CCB, ACE-I

0 (0)

1 (1,8)

1 (1,8)

β-bloker, ACE-I, CCB

0 (0)

1 (1,8)

1 (1,8)

β-bloker, ARB, CCB

1 (1,8)

0 (0)

1 (1,8)


ISSN: 2597-8012

■ a Directoryof OPEN ACCESS L '-J> VJ JOURNALS

PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Primasari dan Artini, yang menunjukkan bahwa subyek penelitian lebih banyak mendapatkan politerapi dibanding monoterapi.4

Terapi farmakologis hipertensi diawali dengan pemakaian obat tunggal karena monoterapi mampu menurunkan TD sistolik sekitar 7-13 mmHg dan diastolik sekitar 4-8 mmHg.6

Jika target TD tidak tercapai dalam waktu satu bulan pengobatan, maka dapat dilakukan peningkatan dosis obat awal atau penambahan golongan obat lain yang berasal dari terapi lini pertama dan kedua dengan meminimalkan efek samping interaksi obat.7

JNC 8 juga menekankan bahwa kombinasi dua obat dosis rendah direkomendasikan untuk kondisi TD >20/10 mmHg di atas target. Sehingga jika dikaitkan pada penelitian ini sebagian besar subyek penelitian yang menderita hipertensi stadium 2 atau TD >20/10 mmHg diatas normal, sehingga rasional atau tepat indikasi untuk mendapat politerapi.8

Golongan obat antihipertensi yang paling banyak digunakan adalah golongan ACE-I, diikuti oleh golongan CCB dan ARB. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan dkk.9 Berdasarkan JNC 8 yang diperbarui terdapat empat golongan obat yang direkomendasikan pada terapi lini pertama yaitu diuretik thiazide, β-blockers, CCB, ACE-I, dan ARB.7

ACE-I bekerja menghambat enzim yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II dan menurunkan TD melalui penurunan resistensi vaskular perifer.5

ACE-I lebih banyak dipilih karena dari segi keamanan ACE-I tidak menimbulkan efek samping metabolik pada penggunaan jangka panjang, kelompok ACE-I      menyebabkan

vasodilatasi pada arteriola efferent ginjal dan mengurangi proteinuria sehingga memiliki efek perlindungan ginjal.10 Selain

OsTnta

itu ACE-I juga berperan dalam mencegah mortalitas pasien resiko tinggi komplikasi jantung. Efek samping dari golongan ACE-I paling khas berupa batuk kering dan angiodema.7

Golongan ARB menghambat secara langsung reseptor angiotensin yang lebih selektif yaitu AT1. Pada pasien yang mengalami efek samping dari ACE-I maka terapi yang disarankan adalah ARB.5 Namun dari segi biaya ARB sekitar 45 kali lebih mahal dari golongan ACE-I sehingga kurang rasional untuk diberikan pada pasien.11

CCB biasanya digunakan untuk terapi hipertensi dengan jantung koroner dan diabetes melitus.7 Mekanisme kerja dari golongan ini dengan cara menginhibisi influks kalsium di otot polos arteri sehingga terjadi vasodilatasi dan menurunkan resistensi perifer.5

Hasil penelitian ini hanya satu orang subyek yang mendapat monoterapi diuretik thiazide. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitrianto dkk.12 menyatakan bahwa golongan obat antihipertensi yang paling sering digunakan adalah golongan diuretik thiazide. Diuretik jenis thiazide efektif dalam menurunkan TD sebesar 10-15 mgHg dengan menguras simpanan natrium tubuh. Adapun efek samping dari penggunaan diuretik thiazide adalah gangguan metabolik.5

Golongan β-bloker berdasarkan JNC 8 tidak digunakan sebagai terapi lini pertama kecuali ada indikasi tertentu sesuai mekanisme kerjanya. Hasil penelitian menunjukkan dua subyek penelitian mendapatkan monoterapi dengan β-bloker dengan rincian satu orang dengan komplikasi stroke dan sisanya mempunyai penyakit gagal ginjal kronik. Menurut JNC 8, golongan ini bisa digunakan sebagai terapi primer pada pasien yang baru mengalami serangan stroke, pasien riwayat gagal jantung, angina pektoris dan infark miokard.7

Penelitian lain menyatakan pengobatan dengan β-bloker dapat

ISSN: 2597-8012

■ v"', a Directoryof OPEN ACCESS JOURNALS

menurunkan angka kematian pada pasien gagal ginjal kronik dengan gagal jantung sistolik kronis, tetapi kelemahan dalam penelitian ini yaitu tidak mendeskripsikan penyakit gagal jantung sehingga indikasi pemberian β-bloker pada monoterapi tidak diketahui.13

Pemberian politerapi kepada subyek penelitian melibatkan kombinasi dua dan tiga golongan obat dengan sebagian besar subyek penelitian mendapatkan kombinasi CCB dan ACE-I atau kombinasi CCB dan ARB. Hal ini sejalan dengan penelitian Setriana dkk.3 Semua kombinasi obat tersebut sudah sesuai dengan guideline JNC 8 karena berasal dari golongan obat yang berbeda.

Menurut Kandarini, golongan CCB dihidropiridin dapat menyebabkan diuresis dan natriuresis akut, hal ini akan mengaktifkan respon RAAS yang akan dihambat oleh ACE-I dan ARB, sehingga menurunnya angiotensin II menyebabkan efek CCB semakin poten.14

Kombinasi ACE-I atau ARB dengan CCB lebih banyak diberikan pada pasien hipertensi karena bisa ditoleransi dengan baik pada awal pengobatan dan lebih unggul dari kombinasi dengan diuretik dalam menghambat stimulasi RAAS, serta mengurangi stres oksidatif, rigiditas arteri, menurunkan risiko progesifitas stroke dan penuaan vaskular.15

Sebuah penelitian mengenai selisih penurunan TD sistolik dan diastolik sebelum dan setelah menggunakan obat selama tiga bulan pada pasien hipertensi derajat 1 dan 2 menyatakan kombinasi dua obat ACE-I dengan CCB lebih baik dibandingkan CCB dengan diuretik thiazide, dan kombinasi ARB dengan diuretik lebih baik daripada kombinasi CCB dengan diuretic.10

Kombinasi CCB dengan diuretic diberikan pada satu subyek penelitian. Pada kombinasi ini terjadi efek aditif sebagian karena sifat antara farmakologi kedua obat tumpang tindih dimana CCB juga bersifat walaupun tidak sebesar efek natriuretik golongan diuretik.4 Kombinasi

ini umumnya dapat ditoleransi dengan baik, karena dapat mengurangi timbulnya edema akibat CCB, mengurangi morbiditas dan mortalitas kardiovaskular serta stroke pada lansia. Efek samping yang sering dilaporkan adalah hypokalemia.16

Kombinasi diuretik dan ARB diberikan pada satu orang pasien, dimana terjadi ekskresi air dan sodium oleh diuretik thiazide yang akan dikompensasi oleh RAAS sehingga membatasi efektivitas thiazide, dengan adanya agen penghambat RAAS maka kerja diuretik akan optimal.14

Hasil penelitian ini juga menunjukkan tiga orang subyek diberikan kombinasi ACE-I atau ARB dengan β-bloker, beberapa penelitian membuktikan bahwa dengan menambahkan β-bloker ke terapi ACE-I sebelumnya hanya memberikan sedikit efek antihipertensi dibanding terapi tunggal dengan ACE-I dalam menurunkan TD karena mekanisme kerja ACE-I pada renin bertentangan dengan penghambatan renin yang diinduksi oleh β-bloker.10

JNC 8 menyatakan jika target TD tidak bisa dicapai menggunakan kombinasi dua golongan antihipertensi maka dibutuhkan lebih dari tiga obat untuk mencapai target TD. Mazza dkk.17 didukung oleh persetujuan FDA menyatakan bahwa Fix Dose Tripel Combination perindopril, indapamide dan amlodipine efektif dan aman untuk menurunkan TD pada pasien yang belum terkontrol dengan dua kombinasi obat antihipertensi. Hal ini dijadikan acuan dalam memilih kombinasi tiga obat rasional dari golongan penghambat RAAS, diuretik, dan CCB yang terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Primasari dan Artini dan penelitian ini.4

Subyek penelitian sebanyak dua orang menerima kombinasi CCB, β-bloker dan penghambat RAAS, hal ini dikatakan rasional atau tepat pemilihan obat karena berdasarkan Guideline JNC 8, β-blocker merupakan lini kedua pengobatan

■ a Directoryof OPEN ACCESS L '-J> VJ JOURNALS hipertensi dimana golongan ini akan ditambahkan dalam terapi pasien ketika terapi lini pertama sudah ditambahkan dari golongan berbeda atau sebagai pilihan terakhir dalam pengobatan hipertensi ketika TD tidak mencapai target dengan terapi lini pertama.8

Pola penggunaan obat antihipertensi monoterapi pada derajat hipertensi stadium 1 sudah tepat, karena terapi farmakologi antihipertensi dapat dimulai dari monoterapi pada pasien hipertensi stadium 1. Beberapa kasus pemberian monoterapi tidak bisa mengontrol tekanan darah pasien atau kondisi pasien yang mengindikasikan pemberian politerapi pada beberapa subyek penelitian dengan tujuan memperbaiki kontrol tekanan darah.

Subyek penelitian dengan hipertensi stadium 2 sebagian besar subyek penelitian mendapatkan politerapi. Sisanya 12 subyek     penelitian     mendapatkan

monoterapi, hal ini tidak sesuai dengan JNC 8 yang merekomendasikan politerapi pada pasien dengan hipertensi stadium 2 atau TD>20/10 mmHg di atas target. Jadi pada pasien dengan derajat hipertensi stadium 2, pemberian politerapi sudah tepat indikasi sedangkan pemberian monoterapi tidak sesuai dengan keadaan medis pasien, namun karena sumber penelitian yaitu rekam medis terbatas dan penelitian ini merupakan penelitian retrospektif dimana tidak dapat diwawancarai secara langsung paramedis yang berwenang mengenai indikasi medis lain yang mempengaruhi manajemen farmakologis antihipertensi dari subyek penelitian.7

Penelitian oleh Wana menyatakan bahwa antar kelas obat antihipertensi tunggal atau kombinasi relatif sama dalam menurunkan TD sistolik dan diastolik hipertensi stadium 1 dan 2. Kombinasi ARB dan diuretik, ACEI dan CCB, ACE-I dan diuretik thiazide lebih baik dibandingkan dengan kombinasi CCB dan diuretik thiazide pada hipertensi stadium 2 yang ditemukan pada salah satu subyek penelitian.10

OsTnta

Penjabaran diatas dapat dijadikan referensi terutama bagi klinisi dalam memilih jenis terapi serta golongan obat antihipertensi secara rasional sesuai dengan prinsip terapi farmakologis, indikasi pasien dan efektivitas antihipertensi masing-masing golongan obat antihipertensi.

Distribusi pola penggunaan obat antihipertensi pada subyek hipertensi dengan penyakit penyerta pada penelitian ini sudah sesuai dengan Guideline JNC 8. Pada subyek penelitian dengan stroke lebih banyak mendapatkan monoterapi dengan persentase golongan obat yang digunakan paling banyak yaitu ACE-I, hal ini sesuai dengan guideline JNC 8 yang merekomendasikan golongan ACE-I dan diuretik untuk mencegah serangan stroke kembali.

Subyek penelitian dengan diabetes melitus lebih banyak mendapatkan politerapi meliputi kombinasi CCB dan ARB, CCB dan ACE-I, serta kombinasi β-bloker, ACE-I, CCB. Berdasarkan JNC 8, empat golongan obat antihipertensi yaitu ACE-I, ARB, CCB dan diuretik dapat dijadikan pilihan terapi untuk pasien hipertensi dengan DM tipe 2. ACE-I atau ARB lebih direkomendasikan dibanding golongan lain dan kombinasi diuretik dan β-blocker dihindari karena mempengaruhi metabolisme insulin.18

Subyek penelitian dengan gagal ginjal kronik lebih banyak mendapatkan politerapi CCB dan ACE-I sisanya CCB dan ARB sedangkan pada monoterapi golongan CCB yang paling banyak digunakan. Dalam guideline JNC 8 terapi awal dengan ACE-I atau ARB dengan atau tanpa kombinasi dengan CCB lebih baik dari golongan antihipertensi lain karena bersifat nefroprotektor.15 Selain itu, subyek penelitian dengan penyakit jantung koroner mendapat monoterapi masing-masing dari golongan ACE-I dan CCB, sisanya yaitu satu orang subyek penelitian mendapatkan terapi kombinasi β-blocker dan ARB. Berdasarkan JNC 8, pada pengobatan hipertensi pada pasien dengan

■ a Directoryof OPEN ACCESS L '-J> VJ JOURNALS penyakit arteri koroner direkomendasikan ACE-I, diuretik, β-blocker dan CCB sebagai terapi awal. Jika pasien sudah mengalami infark miokard untuk terapi awal dipilih β-blocker dan ACE-I atau ARB.7

SIMPULAN

Karakteristik pasien hipertensi di Instalasi Rawat Inap RSUP Sanglah Denpasar tahun 2016 lebih banyak laki-laki, kelompok usia 41-59 tahun, dengan hipertensi stadium 2 dan hipertensi tanpa penyakit penyerta.

Penatalaksanaan       farmakologis

antihipertensi sebagian besar dalam bentuk politerapi. Sedangkan golongan obat yang paling banyak digunakan adalah ACE-I. Berdasarkan derajat hipertensi, sebagian besar monoterapi diberikan pada pasien dengan hipertensi stadium 1 dan politerapi pada pasien dengan hipertensi stadium 2

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu acuan dalam pemberian terapi farmakologis antihipertensi pada pasien hipertensi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.  Baharuddin.“Perbandingan Efektivitas

Dan Efek  Samping  Obat Anti

Hipertensi   Terhadap Penurunan

Tekanan Darah Pasien Hipertensi”.

Tesis.     Makassar:     Universitas

Hasanudin; 2014.

  • 2.    Tyashapsari WE dan Zulkarnain AK.

Penggunaan Obat pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Kariadi Semarang. Majalah Farmaseutik. 2012;8(2):145-151.

  • 3.  Setriana L, Dharma S, dan Suhatri.

Kajian      Penggunaan      Obat

Antihipertensi pada Pasien Stroke Hemoragik di Bangsal Saraf RSUP Dr. M. Djamil Padang. Dalam: Prosiding Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Terkini Sains Farmasi dan Klinik IV. 2014. pp. 7-16.

  • 4.  Primasari PY dan Artini IG Gambaran

Deskriptif Pola Penatalaksanaan

Hipertensi Di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buleleng Tahun 2013. E-jurnal Medika Udayana. 2015;4(1):2.

  • 5.    Katzung BG. Basic and Clinical Pharmacology. Edisi ke 12. Jakarta: Salemba Medika. 2014.

  • 6.    Soenarta AA, Erwinanto, Mumpuni, S., Barack R, Lukito AA, Hersunarti N, Pratikto RS. Pedoman Tatalaksana Hipertensi      pada      Penyakit

Kardiovaskular. Jakarta: PP PERKI. 2015.

  • 7.    James P, Oparil S, Carter B, Cushman W, Himmelfarb C, Handler J. Evidence-Based Guideline for the Management of High Blood Pressure in Adults Report from the Panel Members Appointed to the Eighth Joint National Committee: (JNC 8). Journal of the American Medical Association. 2014;311(5):507-520.

  • 8.    Bell K, Twiggs J, dan Olin B. Hypertension The Silent Killer: Updated     JNC-8      Guideline

Recommendations [Online] Jun 2015; Tersedia                           di:

http://c.ymcdn.com/sites/www.aparx.o rg/resource/resmgr/CEs/CE_Hyperten sion_The_Silent_K.pdf. [diunduh: 18 Oktober 2017].

  • 9.    Ramadhan A, Ibrahim A, dan Utami A. Evaluasi Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Rawat Jalan di Puskesmas Sempaja Samarinda. Jurnal Sains dan Kesehatan. 2015;1(2):82-89.

  • 10.    Wana BR. “Perbedaan Berbagai Kelas Terapi     Antihipertensi     dalam

Menurunkan Tekanan Darah Sistolik dan Diastolik Pasien Hipertensi Derajat 1 dan 2”. Skripsi. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada; 2014.

  • 11.    Rahmawati C dan Nurwahyuni A. Analisis Minimalisasi Biaya Obat Antihipertensi antara Kombinasi Ramipril-Spironolakton       dengan

Valsartan pada Pasien Gagal Jantung Kongestif di Rumah Sakit Pemerintah XY di Jakarta Tahun 2014. Jurnal

ISSN: 2597-8012

DIRECTORY OF OPEN ACCESS ι. √ Jr O journals

Ekonomi Kesehatan. 2017;1(4):191-200.

  • 12.    Fitrianto H, Syaiful A, dan Kadri H. Penggunaan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi Esenssial di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP Dr. M. Djamil Tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas. 2014;3(1):45-48.

  • 13.    Badve    S, Roberts    M, Hawley

CM, Cass A, Garg AX, Krum H, Tonkin A, Perkvic V. Effects of Beta-adrenergic Antagonists     in

Patients with Chronic Kidney Disease: a Systematic Review and Metaanalysis. Journal Am Coll Cardiol. 2011;58(11):1152-1161.

  • 14.    Kandarini      Y.       Tatalaksana

Farmakologi Terapi    Hipertensi.

Universitas   Udayana   Repository

[Online]. 2016; Tersedia di: http://erepo.unud.ac.id/id/eprint/5043. [diunduh 29 Oktober 2016].

OsTnta

  • 15.    Wan, X., Mab, P. dan Zhang, A. A Promising Choice in Hypertension Treatment: Fixed-Dose Combinations. Asian Journal of Pharmaceu tilsciences. 2014;9:1-7.

  • 16.    Rimoldi SH, Messerli FH, Chavez P, Stefanini GG, Scherrer U. Efficacy and Safety of Calcium Channel Blocker/Diuretics       Combination

Therapy in Hypertensive Patients: A MetaAnalysis. The Journal of Clinical               Hypertension.

2015;17(3):193-199.

Clinical Practice. Jurnal Adv Ther. 2017;34(4):975-985.

  • 18.    Stern RH. The New Hypertension Guidelines. The Journal of Clinical Hypertension. 2013;15(10):748–751.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum