ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019

I!--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I\~_J JOURNALS

PERBANDINGAN OUTCOME TERAPI OPERATIF DAN NON OPERATIF FRAKTUR BATANG FEMUR PADA ANAK DI RSUP SANGLAH DENPASAR JANUARI 2016 - MARET 2017

I G A A Diah Pradnya Paramita1, I Wayan Subawa2, I G L Ngurah Agung Artha Wiguna2

1 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Orthopedi dan Traumatologi RSUP Sanglah Denpasar

Email: [email protected]

ABSTRAK

Terapi fraktur batang femur pada anak telah dalam transisi sejak dua dekade belakangan untuk meningkatkan kualitas dan efektifitas biaya, namun sering terjadi tumpang tindih dalam menentukan terapi yang ideal yaitu terapi operatif atau non operatif. Pemilihan terapi didasari berbagai pertimbangan salah satunya adalah dengan melihat outcome. Salah satu indikator outcome yang digunakan pada terapi fraktur batang femur pada anak dengan menggunakan skor Silva yang terdiri dari penilaian pemendekan tungkai bawah, deviasi angular, dan ROM fleksi lutut. Sehingga peneliti bertujuan untuk membandingkan outcome antara kelompok subjek dengan terapi operatif dan non operatif pada fraktur batang femur pada anak. Desain peneltian ini adalah studi analitik cross sectional dimana dilakukan pengambilan data sekunder yaitu data rekam medis untuk mengetahui karakteristik subjek penelitian dan data primer dengan melakukan pemeriksaan fisik sesuai skor Silva untuk mengetahui tingkat atau grading outcome subjek penelitian. Total subjek peneltian yang berjumlah 30 orang, kelompok dengan terapi operatif memiliki tingkat outcome sangat baik dengan persentase 75% dan baik 25%, tidak ditemukan outcome cukup dan buruk. Pada kelompok terapi non operatif didapatkan outcome sangat baik 36.7% dan baik 64.3%, serta tidak ditemukan outcome cukup atau buruk. Hasil penelitian ini didapatkan perbedaan outcome terapi operatif dan non operatif yang bermakna signifikan (p = 0,03). Sehingga dapat disimpulkan terdapat perbedaan antara outcome pada terapi operatif dan non operatif pada fraktur batang femur pada anak, yang mana outcome terapi operatif lebih baik dari pada non operatif.

Kata kunci : fraktur batang femur, terapi, outcome, anak

ABSTRACT

Management of fracture shaft femur in children has been in transition since the last two decades to improve quality and cost effectiveness. It often overlap in determining the ideal treatment that is operative or non operative. The treatment based on several judgments, one of them is the outcome. Indicator of outcome that can be used in fracture shaft femur in children is Silva’s score consist of shortening, angular deviation and ROM in knee flexion. Researcher aims to compare the outcome of operative and non operative treatment on fracture shaft femur of children. The design is a cross sectional study, in which secondary data with medical record data are collected to determine the characteristics of research subjects and primary data by performing physical examination according to Silva score to the subject of research. In subject of research of 30 patients, the group with the operative therapy had excellent grade outcome with percentage is 75% and good grade is 25%, not found with fair or bad outcomes, in non operative therapy group people had excellent outcome 36.7%, good outcome 64.3%, and also not found in fair or bad outcome. From the results of this study found significant outcome difference (p = 0.03). It can be concluded there is a difference between the outcomes in operative and non operative treatment on fracture shaft femur of children, which is outcome of operative therapy is better than non operative.

Keywords : fracture shaft femur, treatment, outcome, children

ISSN: 2303-1395

I--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I\-_J JOURNALS

PENDAHULUAN

Fraktur adalah kondisi dimana terputusnya kontinuitas tulang.1 Fraktur terjadi ketika tulang sebagai subjek mendapatkan tekanan yang lebih besar dari kapasitasnya. Riwayat adanya trauma dengan gejala nyeri, memar dan bengkak adalah gejala umum yang terdapat pada fraktur dan cedera jaringan lunak. Adanya deformitas akan lebih mengarahkan pada diagnosis fraktur. Pemeriksaan fisik muskuloskletal dilakukan melalui look, feel, move. Pada look akan jelas terlihat adanya bengkak, memar dan deformitas. Selain itu dilihat apakah kulitnya masih intact untuk membedakan fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Pada tahap feel, palpasi bagian fraktur dengan lembut dan biasanya terdapat tenderness lokal, dengan move mungkin didapatkan adanya krepitus dan gerakan abnormal, namun akan membuat nyeri pada pasien sehingga jika dilakukan harus dengan hati-hati.2

Fraktur batang femur umum terjadi, yang mana diperkirakan 1,6% dari seluruh fraktur pada anak. Distribusi fraktur femur pada anak adalah bimodal, dengan insidens tinggi pada awal usia 2-3 tahun dikarenakan, femur pada anak masih terdiri dari tulang yang komposisinya tersusun bergelombang dan belum kuat. Setelah 5 tahun dengan meningkatnya peningkatan tulang lamellar dan penebalan kortikal membuat insiden menurun. Namun puncak kedua terjadi pada remaja yang mana kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama fraktur.3 Terapi fraktur batang femur pada anak telah dalam transisi sejak dua dekade belakangan untuk meningkatkan

kualitas dan efektif biaya. Namun sering terjadi tumpang tindih dalam menentukan terapi yang ideal.4 Pilihan terapi dapat berupa operatif seperti dengan plating, intramedullary nail, atau fiksasi eksternal, dan dengan non operatif seperti dengan menggunakan traksi atau spica cast. Pemilihan manajemen dari fraktur batang femur pada anak didasari oleh berbagai pertimbangan seperti umur, tipe fraktur dan lokasi fraktur, serta outcome yang diharapkan. Sehingga dengan mengetahui perbandingan outcome antara terapi operatif dan non operatif dapat dipertimbangkan keputusan yang adekuat pilihan terapi sesuai kebutuhan pasien. Salah satu outcome yang dapat digunakan untuk menilai outcome pada anak dengan fraktur batang femur yang telah diterapi adalah menggunakan skor Silva. Skor Silva sangat sering digunakan dan hampir selalu dilakukan pada studi yang menilai outcome klinis dari fraktur femur anak. Pada skor tersebut terdapat grading atau tingkatan dalam menentukan outcome yaitu excellent (sangat baik), good (baik), fair (cukup) dan poor (buruk). Pada skor Silva oleh Abdolhossein telah dimodifikasi sehingga penilaian menjadi lebih sederhana dibandingkan skor sebelumnya yang dapat dilihat di tabel 1, meliputi pemendekan anggota gerak bawah, adanya deviasi angular (vagus/varus), dan ROM (range of movement) dari fleksi lutut.5

BAHAN DAN METODE

Rancangan penelitian ini adalah analitik dengan pendekatan potong lintang (cross sectional). Populasi target dalam

Tabel 1. Skor Silva

Skor

Pemendekan

Deviasi  Angular

(Valgus/Varus)

ROM Flexi Lutut

0

1

Lebih dari saat

operasi/pemendekan yang jelas

>10

05-10

Flexi < 90

3

Sama seperti saat operasi/terdapat pemendekan

<5

Flexi sampai dengan 90

5

Tidak ada pemendekan

Grading

Sangat Baik

Baik

Cukup

Buruk

Tidak ada deviasi

15

10-14

9-7

<7

Normal (Flexi >130)

Sumber : Jurnal Dhaka Medical Collage tahun 2014

ISSN: 2303-1395

I--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I\~_J JOURNALS penelitian ini adalah anak yang pernah mengalami fraktur batang femur yang telah di terapi operatif atau non operatif di Rumah Sakit Sanglah pada tahun Januari 2016 – Maret 2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara non-probability sampling dengan menggunakan teknik consecutive sampling dengan besar sampel 30 orang. Data karakteristik didapat melalui rekam medis RSUP Sanglah dan data outcome berdasarkan penilaian menggunakan skor Silva. Kemudian data yang telah terkumpul dianalisis dengan statistical packagae for the social sciences (SPSS) versi 20, dimana akan dilakukan uji hipotesis terhadap data proporsi outcome kelompok operatif dan non operatif dengan menggunakan uji Chi Square, dikatakan hasil signifikan jika nilai signifikan kurang dari 0,05 (p<0,05).

HASIL

Berdasarkan     hasil     penelitian,

karakteristik subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 2, dimana dari 30 subjek penelitian, terdapat 60,0% dengan jenis kelamin laki-laki dan 40,0% perempuan.

Distribusi usia pada penelitian ini yaitu sesuai kriteria inklusi usia 5 hingga 18 tahun, terdapat 33,3% pada interval 5-11 tahun dan 66,7% dengan interval usia 12-18 tahun. Mekanisme trauma pada penelitian ini dapat berupa adalah high energy trauma dengan presentase 96,7% dan low energy trauma 3,3%. Dari penelitian juga didapatkan lokasi anatomis fraktur batang femur pada 93,3% adalah 1/3 Tengah dan 6,7% adalah 1/3 Distal.

Terapi pada subjek penelitian adalah terapi operatif atau non operatif, 53,3% diantaranya dengan operatif dan 46,7% dengan non operatif. Tatalaksana operatif pada pasien fraktur batang femur anak sebagian besar adalah dengan teknik plate & screw dengan presentase 96,3%, teknik lainnya yaitu intramedullary nailing 3,7%. Tatalaksana non operatif pada pasien anak dengan fraktur batang femur dengan traksi dengan presentase

100% dan tidak didapatkan sampel dengan terapi spica cast.

Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Pasien

N=30 (%)

Jenis kelamin

Laki-laki

18 (60,0)

Perempuan

Usia

12 (40,0)

Sekolah (5-11)

10 (33,3)

Remaja (12-18)

Mekanisme trauma

20 (66,7)

High Energy Trauma

29 (96,7)

Low Energy Trauma Lokasi anatomis

1 (3,3)

1/3 Proksimal

2 (6,7)

1/3 Medial

28 (93,3)

1/3 Distal

0 (0,0)

Terapi

Operatif

16 (53,3)

Non Operatif

Jenis terapi operatif

14 (46,7)

Plate & Screw

15 (96,3)

Intramedullary nailing (TEN)

1 (3,7)

Fiksasi eksternal

0 (0,0)

Jenis terapi non operatif Traksi

14 (100)

Spica cast

0 (0,0)

Sumber : Data Sekunder Rekam Medis RSUP

Sanglah tahun 2017

Perbandingan outcome antara terapi operatif dan non operatif pada anak dengan fraktur batang femur dapat dilihat pada tabel 3. Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar pada terapi operatif memiliki outcome pada tingkatan sangat baik dengan persentase 75,0% dan sisanya adalah outcome baik yaitu 25,0%, tidak ditemukan outcome cukup dan buruk. Pada terapi non operatif outcome sangat baik persentasenya lebih rendah daripada operatif yaitu 35,7% dan

Tabel 3. Perbandingan Outcome Terapi Operatif dan Non Operatif

Terapi

Sangat Baik

Outcome (%)

Nilai Signifikan (Nilai p)

Baik

Cukup

Buruk

Total

Operatif

Non Operatif

12 (75,0)

5

(36,7)

4 (25,0) 9

(64,3)

0 (0,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

0 (0,0)

16 (100,0)

14 (100,0)

p = 0,03 (p < 0,05)

Total https://ojs.unud.ac

17       13

.id/in(5d6e,x7.)php(/4e3u,3m)

0 (0,0)

0 (0,0)

30 (100,0)

ISSN: 2303-1395

I--∖z—S A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS I\~_J JOURNALS sebagian besar  outcomenya adalah pada

tingkatan baik yaitu 64,3%. Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square menunjukan bahwa terdapat perbedaaan yang bermakna antara outcome terapi operatif dan non operatif dengan nilai p=0,03 (p<0,05).

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, berdasarkan jenis kelamin didapatkan laki-laki lebih banyak mengalami fraktur batang femur dibandingkan perempuan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mughal dkk6 dimana ditemukan bahwa pada negara berkembang jumlah pasien anak dengan fraktur batang femur, yang berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan dengan persentase 68,8%.6

Penyebaran umur terbanyak pada penelitian ini adalah anak pada usia remaja yaitu umur 12-18 tahun. Pada penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Akinyoola dkk7 menemukan bahwa terdapat distribusi bimodal terhadap kejadian fraktur batang femur dan usia anak. Puncak pertama adalah pada rentang umur 2-3 tahun dan puncak kedua 1417 tahun.7

High energy trauma menjadi mekanisme trauma tertinggi, serupa dengan hasil penelitian yang dilakukan Akinyoola dkk7 dengan persentase kejadian 56,7%.7 Lokasi anatomis 1/3 Tengah didapatkan terbanyak pada penelitian ini dibandingkan lokasi anatomis lainnya. Penelitian oleh Mughal dkk6 juga mendapatkan hasil serupa dengan persentasi 1/3 Medial 56,7%.6

Pada penelitian ini, jenis terapi operatif terbanyak adalah dengan teknik plate and screw, sementara pada penelitian oleh Wilharm dkk8 menemukan pada penelitian di Brazil bahwa 63,1% pasien dengan terapi operatif memilih dengan teknik intramedullary nailing, hanya 10,5% dengan teknik plate & screw dan 15,8% dengan fiksasi eksternal.8 Begitupula oleh Petkovic dengan penelitiannya di Serbia mendapatkan pilihan teknik operatif terbanyak pada fraktur batang femur pada anak adalah intramedullary nailing dengan persentase 57.3%.9 Hal ini dikarenakan teknik intramedullary nail tergolong teknik baru dibandingkan dengan plate and screw

sehingga belum sering digunakan10, disamping plate and screw lebih rendah biayanya dibanding intramedullary nail.

Terapi non operatif fraktur batang femur anak pada penelitian ini sebagian besar adalah traksi, serupa dengan hasil penelitian Wilharm dkk8 yang mendapatkan traksi dipilih sebagai manajemen terapi yang paling banyak yaitu 61.5% dibanding spica cast.8

Pada hasil penilaian outcome pada penelitian ini didapatkan terapi operatif memiliki outcome yang lebih baik dibandingkan terapi non operatif. Terapi operatif sebagian besar outcome adalah sangat baik, hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Bhaskar di India, mendapatkan bahwa dengan terapi operatif sebagian besar dengan outcome yang sangat baik dan baik yaitu 75,15% dan 17,0% sementara outcome buruk hanya sebagian kecil yaitu 7,5% dengan kriteria Flynn.12 Begitupula pada penelitian Hossain pada seluruh subjek penelitiannya dengan terapi operatif mendapatkan outcome yang sangat baik atau baik dengan skor Silva.5 Penelitian yang dikemukakan oleh Jalan di China juga mendapatkan bahwa terapi operatif pada fraktur batang femur pada anak lebih baik dari non operatif terutama dari sisi outcome klinis, psikososioekonomi dan komplikasi. Outcome klinis dengan kriteria Flynn pada penelitian Jalan ini menghasilkan terapi operatif lebih baik dari non operatif. Lalu dari sisi psikososioekonomi dengan terapi operatif salah satunya adalah intramedullary nail memiliki waktu rawat inap, waktu union, waktu untuk berjalan lebih baik dibandingkan dengan terapi non operatif seperti traksi atau spica cast. Pada terapi operatif seperti perbedaan panjang tungkai juga resikonya rendah.13 Studi yang dilakukan Jain juga menghasilkan hal yang serupa dengan penelitian Jalan dan merekomendasikan pilihan terapi adalah dengan operatif pada fraktur batang femur pada anak karena dipertimbangkan keuntungan anak untuk dapat kembali melakukan kegiatan belajar di sekolah lebih awal serta outcome klinis yang lebih baik.14

SIMPULAN

I--∖z—∖ A I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I__∕ V_>/ \~_J JOURNALS

Outcome terapi operatif pada fraktur batang femur pada anak lebih baik dibandingkan dengan terapi non operatif dan bermakna signifikan dengan nilai p = 0,03. Dimana didapatkan kasus terbanyak pada laki-laki pada usia remaja dengan mekanisme trauma high energy trauma.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Fadliyah, N. Penatalaksanaan Post Fraktur 1/3 Distal Fibula Sinistra dengan Pemasangan Wire di RSUD Sukoharjo. Universitas Sumatera Utara. 2012:1-4.

  • 2.    Solomon. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures edisi ke-9. Hodder Education. 2010.

  • 3.    Flynn, J. M. Femoral Shaft Fracture. Philadelphia. Lippincott Wilharms & Wilkins. 2010:798–838.

  • 4.    Sela, Y., Hershkovich, O., Sher-Lurie, N., Schindler, A. dan Givon, U. Pediatric femoral shaft fractures: treatment strategies according to age-13 years of experience in one medical center. Journal of orthopaedic surgery and research. 2013;(8):8-23

  • 5.    Hossain, M. dan Alam, Q. Management Of Fracture Shaft Of Femur In Children With Titanium Elastic Nailing (Ten) At Dhaka Medical      College      Hospital,

Bangladesh. Journal of Dhaka Medical Collage. 2014;(23):24-30

  • 6.    Mughal, M. A., Dix-Peek, S. I., & Hoffman, E. B. The epidemiology of femur shaft fractures in children. SA Orthopaedic Journal. 2013;(4):23-27.

  • 7.    Akinyoola, Orekha, O. Outcome of non-operative management of femoral shaft fractures in children. African journal of paediatric surgery. 2011;(1):34-9

  • 8.    Wilharm, A., Gras, F., Rausch, S., Linder, R., Marintschev, I., Hofmann, G. O., & Mückley, T. Navigation in femoral-shaft fractures—From lab tests to clinical routine. Injury. 2011;(11):1346-52.

  • 9.    Petković, L., Đan, I., Gajdobranski, Đ., Marić, D.,  & Petković, M.

Pediatric       femur       fractures,

epidemiology     and     treatment.

Vojnosanitetski pregled. 201;18(1):9-14.

  • 10.    Barry, M. J. M. H., & Paterson, J. M. H. Flexible intramedullary nails for fractures in children. Bone & Joint Journal. 2004:86(7);947-953.

  • 11.    Saied, A., Ostovar, M., Mousavi, A. A., & Arabnejhad, F. Comparison of intramedullary nail and plating in treatment of diaphyseal tibial fractures with intact fibulae: A randomized controlled trial. Indian journal of orthopaedics. 2016;50(3):277.

  • 12.    Bhaskar, A. Treatment of long bone fractures in children by flexible titanium elastic nails. Indian Journal of Orthopaedics. 2005;39(3):166.

  • 13.    Jalan, D., Chandra, R., & Sharma, V. K. Results of titanium elastic nailing in paediatric femoral diaphyseal fractures—report of 30 cases. Chinese Journal      of      Traumatology.

2013;16(2):77-83.

  • 14.    Jain, A., Aggarwal, A., Gulati, D. dan Mp, S. Controversies in Orthopaedic Trauma- Management of Fractures of Shaft of Femur in Children Between 6 and 12 Years of Age. 2014;12(1):77– 84.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum