ISSN: 2303-1395                  E-JURNAL MEDIKA, VOL. 8 NO.2,Februari, 2019

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_V_V/ ∖-^J JOURNALS

INSIDEN DAN PROFIL MELASMA DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT SANGLAH DENPASAR PERIODE JANUARI 2014 SAMPAI DESEMBER 2014

Ni Kadek Setyawati1, I Gusti Ayu Agung Elis Indira2, Ni Made Dwi Puspawati3

  • 1.    Program Studi Pendidikan Dokter

    • 2,3.    Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana [email protected]

ABSTRAK

Melasma yang juga diketahui sebagai “chloasma” atau “mask of pregnancy” merupakan penyakit hipermelanosis yang paling sering ditemui dan biasanya terdapat pada bagian wajah yang paling sering terkena paparan sinar matahari. Faktor-faktor lain seperti kosmetik, alat kontrasepsi, dan lain-lain juga dapat berpengaruh terhadap timbulnya melasma. Kegiatan luar rumah tidak luput dari paparan sinar matahari, tidak terkecuali di Bali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insiden terjadinya melasma dan bagaimana profil melasma di Bali, sehingga diambilah sampel dari kartu registrasi melasma di Poli Klinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. Penelitian profil ini digolongkan berdasarkan jenis kelamin, usia, jenis pekerjaan, lokasi lesi, pola lesi, riwayat pemakaian kosmetik, pengobatan yang didapat, dan keterangan tambahan yang didapat dari sumber penelitian. Insiden melasma di RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014 sampai Desember 2014 adalah 54 kasus, dan hanya ditemukan satu kasus laki-laki. Tidak ditemukan kasus pada usia 1-24 tahun dan diatas 65 tahun, 59,2% kasus ditemukan pada usia 25-44 tahun dan 40,8% pada usia 45-64 tahun. Berdasarkan lokasi ditemukan 38,9% pada epidermal, 11,1% pada dermal, 50% pada campuran. Kasus tertinggi berdasarkan pekerjaan ditemukan pada pegawai yaitu 75,9%. Berdasarkan polanya ditemukan 37% sentrofasial, 59% malar, dan 4% mandibular. Dilihat dari riwayat pemakaian kosmetik didapatkan 50% tanpa riwayat, 38,9% kosmetik lain, dan 11,1% kosmetik dari dokter. Didapatkan juga keterangan tambahan dari sumber yang merupakan faktor risiko terjadinya melasma seperti paparan sinar matahari, obat anti hamil, obat hormon, saat hamil, pemakaian kontrasepsi, dan pasca inflamasi.

Kata kunci: Melasma, Insiden, Faktor Risiko, Kosmetik

ABSTRACT

Melasma also known as chloasma or mask of pregnancy is the common hypermelanosis disease, which is usually found at part of body that often exposed by the sun. There are various factor can affect melasma such as cosmetic, contraception, etc. Outdoor activity does not escape from the sun exposure, especially in Bali. The aims of this research are to know the incident of melasma and how does the profile of melasma in Bali, so that researcher took sample from registration card of melasma in Poli Klinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar. This research classified by gender, age, occupation, location, pattern, cosmetic history, treatment, and other addition information from the source. Incident melasma in RSUP Sanglah Denpasar on January 2014 until December 2014 is 54 cases, and only found one case for man. There was no case in the age range from 1-24 y.o and above 65 y.o, 59.2% cases found at 25-44 y.o, and 40.8% at 45-64 y.o. Based on location of the lesion, 38.9% on epidermal, 11.1% on dermal, 50% mixed. Most case based on occupation found at the employee that is 75.9%. Based on the pattern found 37% centrofacial, 59% malar, and 4% mandibular. In terms of cosmetic history, obtainable 50% no history, 38.9% other cosmetic history, and 11.1% doctor cosmetic history. There was also additional description from the source which is known as risk factor of melasma such as sun exposure, anti-pregnancy drugs, hormone drugs, pregnancy, contraception, and post inflammation.

Keywords: Melasma, Incident, Risk Factor, Cosmetic

PENDAHULUAN

Melasma berasal dari bahasa Yunani   penampakan klinis dari penyakit ini. Melasma juga

melas” yaitu “bintik hitam” yang merupakan    diketahui sebagai “chloasma” atau “mask of

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

pregnancy1. Melasma merupakan penyakit hipermelanosis yang paling sering ditemui dan biasanya terdapat pada bagian wajah yang paling sering terkena paparan sinar matahari. Patogenesis dari penyakit ini tidak begitu jelas, namun pengaruh genetik dan hormonal yang berkombinasi dengan radiasi sinar UV sangat berperan sebagai pencetusnya. Penyakit ini jarang dilaporkan pada orang yang belum pubertas dan lebih sering dijumpai pada wanita khususnya pada usia reproduktifnya2, namun juga dapat mengenai remaja, orang tua yang sedang menjalankan pengobatan, dan terkadang pada laki-laki yang biasanya idiopatik1. Pasien dengan melasma sering mencemaskan kondisi terjadinya perubahan pada kulitnya, namun mereka hampir tidak pernah mengungkapkan kecemasan tersebut3. Orang dengan kulit lebih gelap lebih sering terkena penyakit ini, gambaran lesinya adalah makula kecoklatan dengan batas yang tidak tegas dan terdistribusi simetris ataupun tergabung pada pola retikuler yang biasanya pada wajah. Faktor pencetus spesifik yang dapat memicu timbulnya melasma adalah pemakaian pil KB, kosmetik, paparan sinar matahari, terapi esterogen, penurunan fungsi tiroid maupun ovari, tumor ovari, nutrisi, obat-obatan yang tergolong fototoksik ataupun fotoalergik, dan obat-obatan epilepsi2. Kehamilan juga menjadi salah satu faktor ditemuinya melasma, hal ini disebabkan karena adanya perubahan hormon yang dapat mempengaruhi pigmentasi dan mencetuskan timbulnya bercak kehitaman tersebut4.

Melasma merupakan penyakit kulit yang terbilang sangat sering, dan mengenai 5 juta orang di Amerika Serikat. Angka prevalensinya berkisar dari 8,8% dari perempuan keturunan Latino yang hidup di Amerika Serikat bagian selatan sampai dengan 40% pada beberapa perempuan di Asia Tenggara5. Penelitian yang dilakukan di Khasmir oleh Rahman, dkk. pada tahun 2007, 167 pasien yang dilakukan pemeriksaan kulit, 40,7% tergolong melasma, dan 62,3% terjadi pada wanita dengan usia antara 13 sampai 60 tahun, dan disebabkan oleh penggunaan kosmetik yang mengandung bahan kimia dengan lama penggunaan antara 3 bulan sampai 11 tahun6. Selain itu pada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui pola epidemiologi dan faktor risiko pada melasma yang dilakukan dengan meneliti 321 kasus pada tahun 2011 mengatakan bahwa rerata usia pasien dengan melasma berkisar dari 14 sampai 54 tahun, dengan rasio 4:1 pada perempuan dan laki-laki. Sekitar 55,12% penderita dilaporkan penyakitnya diperburuk akibat paparan sinar matahari. Diantara 250 pasien perempuan, 56 dilaporkan sedang hamil dan 46 dilaporkan menggunakan oral kontrasepsi sebagai faktor pencetusnya, hanya 34 pasien yang memberikan riwayat perburukan melasma selama kehamilan. Pasien melasma juga ditemukan pada orang yang memiliki keturunan penyakit melasma sebanyak 104 kasus7.

Menurut World Health Organization (WHO), rumah sakit merupakan bagian integral dari suatu organisasi kesehatan yang berfungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit yang menjadi pusat pelayanan kesehatan di Bali adalah Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar, sehingga pasien dengan berbagai penyakit ringan sampai berat akan mendatangi rumah sakit ini. Termasuk juga penderita melasma yang kasusnya tidak jarang terjadi di Bali. Sehubungan dengan banyaknya permasalahan kesehatan berupa melasma pada rumah sakit tersebut maka peneliti ingin mengetahui secara jelas profil dan insiden melasma melalui penelitian ini.

Menurut penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, angka kejadian melasma cukup tinggi dan kiranya perlu diperhitungkan. Dilihat juga dari laporan yang ada, penyakit ini dapat dicegah dengan menghindari faktor pencetusnya. Faktor pencetus yang sekaligus dapat memperburuk bercak hitam ini adalah sinar matahari. Seperti yang kita ketahui adanya pemanasan global mengakibatkan terjadinya panas yang berlebihan pada siang hari. Orang-orang yang terpapar sinar matahari secara langsung akan mendapat faktor risiko terjadinya melasma. Di Bali sangat banyak kegiatan yang dilakukan pada siang hari, yang memungkinkan banyak orang berjemur dan terpapar sinar matahari secara langsung. Contoh dari kegiatan di Bali tersebut adalah dilakukannya upacara adat di pantai pada siang hari. Pada kegiatan tersebut mungkin terdapat beberapa wanita yang menggunakan kosmetik ataupun pemutih wajah yang artinya orang tersebut sudah terpapar dua faktor risiko sekaligus. Keadaan inilah yang membuat peneliti ingin tahu lebih dalam mengenai melasma, angka insiden, dan profilnya, dilihat dari banyak kegiatan di Bali yang tidak dapat di hindari yang berkaitan dengan faktor risiko terjadinya melasma.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan mencari insiden melasma periode Januari 2014 sampai Desember 2014 di RSUP Sanglah Denpasar dan mencari profil melasma berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, lokasi lesi, pola melasma, kosmetik, dan pengobatan secara keseluruhan berdasarkan kartu registrasi pada periode tersebut. Sampel penelitian adalah semua penderita yang terdiagnosis melasma pada kartu registrasi di Poliklinik bagian Kulit dan Kelamin yang ada di RSUP Sanglah. Kriteria inklusi adalah semua pasien yang terdiagnosis melasma, dan kriteria eksklusi adalah pasien melasma dengan data yang tidak lengkap pada kartu registrasi.

Besar sampel disesuaikan dari data yang diperoleh melalui kartu registrasi. Peneliti mencatat nomor registrasi yang akan dianalisis dan selanjutnya

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

menyerahkan kepada petugas untuk dicarikan kemudian ditentukan sebagai sampel.

Prosedur penelitian ini diawali dengan melakukan permohonan izin kepada Kepala RSUP Sanglah Denpasar untuk menganalisis data dari kartu registrasi pasien. Data yang didapatkan dianalisis secara deskriptif. Data dikelompokkan sesuai variabel yang diteliti, kemudian data tersebut akan dibandingkan sesuai dengan variabel yang telah ditentukan sehingga memberikan gambaran yang jelas dan benar. Data diolah menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2007, untuk lebih memudahkan pemahaman terhadap hasil yang didapat, data akan disajikan dalam bentuk table dan grafik.

HASIL

Insiden kasus melasma yang tercatat pada kartu registrasi penyakit melasma di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah periode Januari 2014 sampai dengan Desember 2014 adalah sebanyak 54 kasus.

Tabel 1. Profil melasma berdasarkan jenis kelamin

Profil

Jumlah

Presentase

(total=54)

(%)

Jenis kelamin

Laki-laki

1

1,9%

Perempuan

53

98,1%

jumlah

54

100%

Sumber: Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Usia pasien melasma yang didapatkan dari penelitian ini sebanyak 59,2% penderita melasma berusia 25-44 tahun, dan 40,8% sisanya berkisar

pada usia 45-64 tahun. Tidak didapatkan penderita melasma yang berusia kurang dari 25 tahun ataupun lebih dari 65 tahun.

Tabel 2. Profil melasma berdasarkan usia

Profil


Jumlah (total=54)


Presentase (%)


Usia (tahun)

1-14                                                         0              0%

15-24                                                              0

25-44                                                          32

45-64                                                          22

>65                                                      0

0%

59,2%

40,8%

0%

Jumlah                                  54

100%

Sumber: Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Pada penelitian ini, profil melasma juga dibedakan berdasarkan pekerjaan. Pekerjaan yang dimaksud adalah IRT, pelajar, pegawai, dan wirausaha. Sebagian besar kasus melasma di RSUP Sanglah bekerja sebagai pegawai. Dari 54 jumlah sampel, 41 kasus bekerja sebagai pegawai. Namun

tidak dijelaskan bidang pegawainya. Diikuti oleh IRT sebanyak 8, dan wirausaha sebanyak 5 kasus.

Pasien melasma tidak ditemukan dari golongan pelajar, sedangkan pegawai menduduki proporsi terbanyak yaitu 75,9% diikuti oleh IRT 14,8%, kemudian wirausaha 9,3%.

Tabel 3. Profil melasma berdasarkan pekerjaan

Profil

Jumlah (total=54)

Presentase (%)

Pekerjaan

IRT

8

14,8%

Pelajar

0

0%

Pegawai

41

75,9%

Wirausaha

5

9,3%

Jumlah

54

100%

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Sumber: Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Lokasi lesi melasma terbanyak yang didapatkan dari penelitian ini adalah lokasi lesi campuran yaitu dalam satu lesi ada yang letak nya di epidermal dan ada yang di dermal, hal ini dapat dilihat dari warna pada satu lesi ada yang coklat muda bercampur dengan coklat tua. Dari 54 kasus melasma didapat 27 kasus melasma dengan lokasi lesi campuran, yang sama artinya dengan 50% dari kasus

melasma di RSUP sanglah periode tersebut lokasi lesinya campuran. Lokasi lesi yang lain adalah epidermal yaitu sebanyak 21 dari 54 kasus atau sebesar 38,9% diikuti oleh lokasi dermal sebanyak 6 kasus atau sekitar 11,1% dari total kasus. Lokasi lesi melasma di dermal merupakan kasus yang jarang ditemui di RSUP Sanglah.

Tabel 4. Profil melasma berdasarkan lokasi lesi

Profil

Jumlah (total=54)

Presentase (%)

Lokasi lesi

Epidermal

21

38,9%

Dermal

6

11,1%

Campuran

27

50%

jumlah

54

100%

Sumber: Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Pola lesi melasma dikelompokan sebagai pola sentrofasial, malar, dan mandibular. Pola lesi melasma yang paling sering ditemukan adalah pola

malar yaitu 57,3% dari total kasus melasma. Diikuti oleh pola sentrofasial sebanyak 39%, dan yang paling jarang ditemui adalah pola mandibular yaitu 3,9%.

Tabel 5. Profil melasma berdasarkan pola lesi

Profil

Jumlah (total=54)

Presentase (%)

Pola

Pola sentrofasial

21

39%

Pola malar

31

57,3%

Pola mandibular

2

3,7%

Jumlah

54

100%

Sumber: Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Riwayat pemakaian kosmetik dibagi menjadi tiga yaitu tidak ada riwayat pemakaian kosmetik, riwayat pemakaian kosmetik dokter, dan riwayat pemakaian kosmetik lain (yang bukan dari dokter). Hasil penelitian mengatakan bahawa kasus

tanpa riwayat pemakaian kosmetik sebesar 50%, kasus dengan riwayat pemakaian kosmetik lain sebanyak 38,9% dan kasus melasma dengan riwayat pemakaian kosmetik dokter sebanyak 11,1%.

Tabel 6. Profil melasma berdasarkan riwayat pemakaian kosmetik

Profil                     Jumlah (total=54)

Presentase (%)

Riwayat pemakaian kosmetik

Tidak ada                                               27

Kosmetik lain                                              21

Kosmetik dokter                                          6

50%

38,9%

11,1%

Jumlah                                 54

100%

Sumber : Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

Dari penelitian yang dilakukan, berdasarkan pengobatan yang diberikan pada pasien melasma di RSUP Sanglah denpasar sebagian besar adalah kombinasi :

  • 1.    hidroquinon + deksametason + tretinoin + tabir surya

  • 2.  hidroquinon + fluosinolon + tretinoin +

tabir surya

  • 3.  tabir surya + tretinoin

  • 4.  tabir surya + hidroquinon

  • 5.  tabir surya + glikoderm

Ditambah dengan sabun ataupun cleanser yang berasal dari Poli Kosmetik Poli Klinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar.

Profil melasma berdasarkan keterangan tambahan didapatkan dari data kartu registrasi yang variabelnya tidak dicantumkan didalam proposal namun merupakan faktor risiko yang disebutkan pada beberapa jurnal mengenai epidemiologi melasma. Keterangan tambahan tersebut adalah: paparan sinar matahari, obat anti hamil, obat hormon, saat kehamilan, penggunaan kontrasepsi suntik, pasien pasca inflamasi.

Tabel 7. Profil melasma berdasarkan keterangan tambahan

Profil


Jumlah

Keterangan tambahan

Paparan sinar matahari39

Obat anti hamil5

Obat hormon1

Saat Kehamilan6

Kontrasepsi suntik1

Pasca inflamasi2

Sumber : Kartu registrasi penyakit melasma poli kosmetik RSUP Sanglah periode Januari 2014 – Desember 2014

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapatkan bahwa dari 54 kasus 39 kasus memiliki riwayat paparan sinar matahari yang berlebihan. lima kasus dengan riwayat penggunaan obat anti hamil, satu kasus dengan riwayat penggunaan obat hormone, enam kasus ditemukan saat kehamilan, satu kasus dengan riwayat penggunaan kontrasepsi suntik, dan dua kasus yang terjdai pasca inflamasi.

PEMBAHASAN

Melasma merupakan penyakit hipermelanosis yang paling sering ditemui dan biasanya terdapat pada bagian wajah yang paling sering terkena paparan sinar matahari.1 Pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang lebih lengkap mengenai insiden dan profil kejadian melasma secara umum di Indonesia dengan mengambil subyek penelitian di RSUP Sanglah Denpasar. Profil melasma yang diamati berdasarkan jenis kelamin, usia, pekerjaan, lokasi lesi, pola melasma, kosmetik, dan pengobatan secara keseluruhan berdasarkan kartu registrasi pada periode yang telah ditentukan.

Penelitian ini mendapatkan bahwa kasus melasma pada perempuan jauh lebih besar dari pada laki-laki, yang terdiri atas 98,1% perempuan dan 1,9% laki-laki. Hasil ini sesuai dengan data yang terdapat pada buku Fitzpatrick’s edisi ke tujuh yang mengatakan bahwa kasusnya lebih banyak pada perempuan daripada laki-laki2. Alasan dari perbedaan

risiko perempuan dan laki-laki terhadap penyakit melasma masih belum diketahui secara pasti, namun terdapat banyak hal yang mungkin menjadi penyebabnya seperti tingkat morbiditas pada perempuan yang lebih tinggi sehingga perempuan lebih banyak yang datang untuk mengobati melasma dan menyebabkan perempuan lebih banyak tercatat, tetapi hal tersebut belum bisa dibuktikan. Dilihat dari faktor risiko lain yaitu pemakaian kosmetik, kehamilan, dan pemakaian kontrasepsi suntik juga hanya perempuan yang mengalaminya.

Berdasarkan hasil yang didapat, bahwa dari penggolongan pekerjaan yang dilakukan. Sebagian besar pasien melasma adalah pegawai, diikuti oleh IRT, wirausaha dan pelajar. Dipandang dari hasil yang didapat bisa dihubungkan dengan faktor risiko terjadinya melasma, pegawai akan lebih sering memakai kosmetik ataupun terpapar sinar matahari, tidak menutup kemungkinan hal tersebut yang menyebabkan pegawai menduduki persentasi tertinggi. Kurangnya adalah pada data kartu registrasi tidak semua data berisikan pegawai apa pasien tersebut, sehingga peneliti menggolongkan semua yang bekerja di bawah suatu perusahaan adalah pegawai. Dari data kartu registrasi didapatkan banyak pegawai merupakan pegawai dari RSUP Sanglah, mungkin hal ini juga yang menyebabkan pegawai menempati persentase tertinggi.

Berdasarkan variabel usia, didapatkan usia terendahnya adalah 29 tahun dan tertingginya 60

I--∖r—S Λ I DIRECTORY OF OPEN ACCESS

I_J‰m√∕ X-J JOURNALS

tahun, tidak ditemukan pasien yang berumur dibawah 25 tahun. Kasus melasma paling banyak terjadi pada rentang usia dewasa yang merupakan usia produktif (25-44 tahun). Berbeda dengan hasil penelitian pada Indian Journal of Dermatology yang sudah dilakukan pada 321 kasus melasma mendapatkan bahwa rentang umur pasien melasma dari 14-54 tahun. Alasan dari perbedaan umur terendah pasien melasma ini bisa disebabkan karena penelitian sebelumnya memiliki kasus jauh lebih banyak dan penelitiannya yang dilakukan pada populasi dengan kulit gelap, sehingga mendapatkan rentang umur yang lebih jauh2.

Lokasi lesi melasma yang dikelompokan pada penelitian ini adalah lokasi epidermal, dermal, dan campuran. Penelitian ini mendapatkan lokasi tersering yang ditemui adalah campuran (epidermal dan dermal) sebesar 50% dari total kasus, sedangkan yang terjarang adalah lokasi lesi pada dermal yang hanya ditemui 6 kasus dari total 54 kasus dengan persentase 11,1%. Hasil penelitian ini berbeda dengan yang didapatkan pada artikel penelitian tentang epidemiologi melasma pada tahun 2014 yang mengatakan bahwa lokasi melasma terbanyak adalah pada epidermal yang ditemukan pada 70% dari total kasus penelitiannya. Namun, pada penelitian tersebut juga didapatkan yang paling jarang adalah lesi pada dermal. Pada artikel tersebut juga dikatakan bahwa hal tersebut bisa terjadi akibat susahnya melihat lesi yang berlokasi di dermal walaupun dengan menggunakan pemeriksaan Wood light’s13.

Penelitian ini mendapatkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya yang menyatakan bahwa pola lesi tersering adalah pola sentrofasial 63% dari total kasus. Pola melasma yang paling jarang ditemukan disini sama seperti yang dikatakan pada penelitian sebelumnya yaitu pola mandibular dengan persentasi 3,7% dari total kasus, dengan kata lain dari total kasus hanya terdapat 2 kasus dengan pola mandibular. Tidak dijelaskan penyebab ketidakmerataan persentase ketiga pola lesi melasma.

Faktor risiko melasma yang juga ditinjau adalah riwayat pemakaian kosmetik. Berdasarkan hasil penelitian, riwayat pemakaian kosmetik yang didapatkan dari dokter menduduki persentase terendah yaitu 11,1% dari total kasus. Didapatkan setengah dari total kasus melasma adalah pasien yang tidak memiliki riwayat pemakaian kosmetik. Dilihat dari data tersebut, walaupun 50% dari total kasus melasma adalah pasien tanpa riwayat pemakaian kosmetik bukan berarti riwayat pemakaian kosmetik tidak menjadi faktor risiko yang penting. Hal ini mungkin saja disebabkan karena tidak lengkapnya data yang tercatat dengan keterangan riwayat pemakaian kosmetik. Karena dari penelitian sebelumnya hampir semua jurnal mengatakan bahwa paparan kosmetik khususnya yang bersifat iritan dapat menjadi faktor pencetus melasma yang akan diperburuk oleh sinar matahari. Dapat dilihat juga walaupun menggunakan kosmetik dokter, tidak

menutup kemungkinan orang terkena melasma, namun angka kejadiannya lebih rendah dari orang yang menggunakan kosmetik lain.

Penelitian ini juga meninjau tentang pengobatan melasma yang dilakukan di Poli Kosmetik RSUP Sanglah. Data yang diperoleh tersebut hampir sama dengan yang di katakan dalam artikel mengenai pengobatan melasma tahun 2009, bahwa penelitian mengenai penggunaan tabir surya yang dikombinasikan dengan krim bleaching merupakan hal yang fundamental pada pengobatan dasar melasma. Hidroquinon dikatakan paling efektif dan paling aman dengan efek samping yang sedikit, baik untuk penggunaan pada kulit maupun digunakan saat chemical peelings. Penggunaan asam retinoid atau yang digunakan disini adalah tretinoin juga dapat mengobati melasma, namun dapat menimbulkan efek samping yang lebih berat. Namun jurnal tersebut juga mengatakan efek hidroquinon dan asam retinoid akan menurun apabila dikombinasikan dengan kortikosteroid (deksametason), tetapi biasanya dilakukan untuk menekan harga obat14.

Melasma merupakan kelainan kulit yang multifaktorial. Selain ditinjau berdasarkan variabel-variabel di atas, penelitian ini juga meninjau berdasarkan keterangan tambahan yang juga merupakan faktor risiko terjadinya melasma. Berikut merupakan keterangan tambahannya. Dari data tabel yang diambil dari keterangan tambahan adanya paparan sinar matahari tercatat pada 39 kasus. Data ini didukung oleh penelitian sebelumnya hampir semua jurnal tentang melasma mengatakan bahwa paparan sinar matahari merupakan faktor pencetus sekaligus faktor yang dapat memperburuk penyakit ini. Penggunaan obat anti hamil ditemukan pada lima pasien, penggunaan obat hormon ditemukan pada satu pasien, penggunaan alat kontrasepsi suntik ditemukan pada satu pasien, dan kasus melasma yang terjadi setelah inflamasi ditemukan pada dua pasien. Adapun semakin tingginya angka dari keterangan diatas bukan menggambarkan faktor risiko yang paling sering, rendahnya angka bisa disebabkan oleh tidak lengkapnya data yang tercatat pada kartu registrasi melasma di Poli Kosmetik Poliklinik Kulit dan Kelamin yang ada di RSUP Sanglah. Menurut jurnal tentang kelainan pigmen khususnya melasma saat kehamilan tahun 2014, mengatakan bahwa hiperpigmentasi meningkat pada tingginya hormon esterogen, progesteron, dan hormon penstimulasi monosit, yang biasanya meningkat saat kehamilan pada trimester ketiga12. Pernyataan ini mendukung data penelitian diatas bahwa kehamilan berkaitan dengan timbulnya melasma, yang mana ditemukannya enam ibu hamil yang terkena melasma.

SIMPULAN

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan penelitian ini adalah insiden kasus melasma di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah Denpasar periode Januari 2014 sampai dengan

I!--∖f—∖ Λ i DIRECTORY OF OPEN ACCESS I_V_V/ ∖-^J JOURNALS

Desember 2014 adalah 54 kasus. Profil melasma berdasarkan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan adalah 1:53. Melasma berdasarkan usia terjadi pada usia antara 25 tahun sampai dengan 65 tahun. Dilihat perkerjaan, pegawai merupakan pekerjaan yang paling sering terkena melasma. Berdasarkan lokasi lesi melasma didapatkan paling sering pada lesi campuran. Persentase pola lesi melasma yang didapat adalah pola malar 57,3% lalu, pola sentrofasial 39% dan pola mandibular 3,7%. Ditinjau dari riwayat pemakaian kosmetik didapatkan 50% pasien tanpa riwayat pemakaian kosmetik, 38,9% pasien menggunakan kosmetik lain, dan 11,1% pasien menggunakan kosmetik dokter terkena melasma. Terdapat keterangan tambahan yang merupakan faktor risiko terjadinya melasma seperti paparan sinar matahari, obat anti hamil, obat hormon, saat kehamilan, penggunaan kontrasepsi suntik, dan pasien pasca inflamasi.

SARAN

Kajian ini masih perlu disempurnakan, peneliti menyarankan agar dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai profil melasma terhadap keterangan tambahan dan penyebab perbedaan persentase variabel diatas. Saran untuk penyedia data adalah perlu dilengkapi lagi data-data pada kartu registrasi agar tidak menimbulkan bias dalam menentukan variabel.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Jadotte, YT. dan Schwartz, RA. Melasma: Insight and Perspectives. Acta Dermatovenerol Croat. 2010;18(2):124-129

  • 2.    Park, HY., dkk. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States of America: The McGraw-Hill Companies. 2008; 1(7)

  • 3.    Ingber, A. 2009. Hyperpigmentation of Melasma. Obstetric Dermatology a Practical Guide. [online] Springer. P.7-18. Diunduh dari: http//www.springer.com/978-3-540-88398-2 [diakses tanggal: 27 November 2014]

  • 4.    Seite, S. dan Park SB. (2013) Effectiveness of a Broad-Spectrum Sunscreen in the Prevention on Melasma in Asian Pregnant Women. Journal of

Cosmetics, Dermatological Science and Application [Online] 3, 4-7. Diunduh dari:

http://dx.doi.org/10.4236/jcdsa.2013.33A2002 [diakses tanggal: 27 November 2014]

  • 5.    Montemarano, AD. dkk (2014) Melasma [online]               Tersedia               di:

http://emedicine.medscape.com/article/259724-overview [diakses tanggal: 27 November 2014]

  • 6.    Yani, MS. (2008) Hubungan Faktor-Faktor Risiko  Terhadap Kejadian Melasma Pada

Pekerja Wanita Penyapu Jalan di Kota Medan Tahun  2008. USU e-Repository [online]

[diakses tanggal: 20 November 2014]

  • 7.    Achar, A. & Rathi, SK. (2011) Melasma: A Clinico-Epidemiological Study of 312 Cases. Indian Journal of Dermatology. 56(4). p.380382

  • 8.    Kolarsick, PAJ., Kolarsick MA. & Goodwin C. (2008) Anatomy and Physiology of The Skin [online] Chapter 1. Diunduh dari: https://www.ons.org/sites/default/files/publicatio n_pdfs/1%20SS%Skin%20Cancer_chapter%201 .pdf. [diakses tanggal: 27 November 2014]

  • 9.    McGrath JA. dan Uitto J. Rook’s Textbook of Dermatology. UK: Blackwell Publishing. 2010; 1(8)

  • 10.    Fitzpatrick TB. dan Ortonne JP. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. United States of America:   The McGraw-Hill

Companies. 2003; 1(66)

  • 11.    Shariati. A. dkk. A Comparative Study of Kojic Acid and Hydroquinone 2% Creams for the Treatment of Melasma. International Journal of Research in Medical and Health Service. 2013. 3(1/9) p.36-37

  • 12.    Goglia L. dkk. (2014) Melasma: A Cosmetic Stigma during Pregnancy. Journal of Pigmentary Disorders S1: 007. doi:10.4172/2376-0427.S1-007

  • 13.    Kavya M., (2014) Melasma: A CLINICO-

EPIDEMIOLOGY STUDY. International Journal of Basic and Applied Medical Science. 4(2/6). P.388-391.

  • 14.    Steiner D.  dkk.  Treatment  of  melasma:

systematic  review. Surgical  &  Cosmetic

Dermatology.                 2009;1(2):87-94

7

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum