PEMBERIAN ASI PADA IBU DENGAN ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUSUT I, KABUPATEN BANGLI PADA TAHUN 2017
on
ISSN: 2303-1395 E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO.9,September, 2018
I—∖/—∖ λ Idirectoryof OPEN ACCESS
I—W JOURNALS
PEMBERIAN ASI PADA IBU DENGAN ANAK USIA 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUSUT I, KABUPATEN BANGLI
PADA TAHUN 2017
Pande Agung Mahariski1, Nadia Elsa1, Dewa Ayu Komang Trisya Artha Putri1,
Kuhaneisan Selvaraj1, Wayan Citra Wulan Sucipta Putri2, Ni Nyoman Kurniawati3
-
1 Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
2 Departemen KMKP, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
-
3 Puskesmas Susut I, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali
Email: [email protected]
ABSTRAK
Air susu ibu (ASI) merupakan makanan alami terbaik dengan kandungan yang dapat dicerna dengan baik untuk keperluan tumbuh kembang, kekebalan dan pencegahan terhadap penyakit menular dan tidak menular. Untuk menurunkan angka kematian dan kesakitan pada anak, WHO merekomendasikan air susu ibu diberikan secara eksklusif minimal selama 6 bulan. Pola menyusui eksklusif yang diberikan pada bayi berusia 5 bulan di Indonesia hanya 15,3% dengan pola menyusi parsial mencapai 83,2%. Cakupan pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan menurut provinsi Bali tahun 2014 adalah 72,2% namun belum mencapai target nasional yaitu 80%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemberian ASI pada ibu dengan anak umur 0–6 bulan. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif cross sectional dengan melibatkan 67 ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Susut I tahun 2017. Data dikumpulkan dengan wawancara. Hasil penelitian didapatkan bahwa proporsi ibu yang memiliki anak usia 0–6 bulan yang memberikan ASI adalah 67,2%. Ibu menyusui eksklusif cenderung ditemukan pada ibu dengan usia >35 tahun (83,2%), pendidikan rendah (69,8%), tidak bekerja (68,8%), multipara (70,8%), pengetahuan ASI eksklusif cukup (68,8%), mendapat dukungan keluarga (69,2%), persalinan normal (68,1%), tempat kelahiran di bidan (83,3%), pemberi informasi ASI eksklusif oleh bidan (77,1%), mengerti informasi ASI eksklusif (83,8%), puas terhadap pelayanan tenaga kesehatan (70,7%) dan melakukan inisiasi menyusui dini (79,5%). Kesimpulan penelitian ini adalah ibu yang memberikan ASI saja sebesar 67,2%.
Kata kunci: pola menyusui, ASI eksklusif, balita, ibu menyusui
ABSTRACT
Breastmilk is the best natural food that well digest for growth and development, protection, prevention for infectious and non-infectious diseases. For decreasing child mortality and morbidity rate, WHO recommended that breastmilk should be given at least 6 months. In Indonesia, exclusive breastfeeding that given to 5-month baby only 15.3% with the partial breastfeeding until 83.2%. In Bali, coverage of exclusive breastfeeding in infants 0-6 months in 2014 is 72.2% but has not reached the national target of 80%. For that we conduct research with the aim to know breastfeeding in mothers who have children aged 0-6 months. This research uses descriptive cross sectional approach involving 67 mother in the work area Puskesmas Susut I in 2017 and data collection by interview. In this study, the proportion of mothers with children aged 0-6 months who gave exclusive breastfeeding was 67.2%. Breastfeeding mother with exclusive pattern were maternal age >35 years (83.2%), low education (69.8%), not working (68.8%), multiparas (70.8%), enough exclusive breastfeeding knowledge (68,8%), good family support (69.2%), vaginal delivery (68.1%), birth assisted by midwives (83.3%), midwives as exclusive breastfeeding
DOAJ
information source (77.1%), understand with breastfeeding information (83.8%), satisfied with health infrastructure (70.7%) and early breastfeeding (79.5%). Conclusion in this study is mother who gave her baby with only breastmilk is 67.2%.
Keywords: breastfeeding pattern, exclusive breastfeeding, baby, breastfeeding mother
PENDAHULUAN
Memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif merupakan suatu kebutuhan esensial yang bermanfaat untuk bayi dan ibu. WHO mengklasifikasikan pola menyusui ke dalam 3 kategori, yaitu menyusui eksklusif, menyusui predominan dan menyusui parsial. Menyusui eksklusif yaitu pemberian makan kepada bayi hanya dengan ASI saja, tanpa makanan atau cairan lain (termasuk susu formula) kecuali obat, vitamin dan mineral, sementara menyusui parsial pemberian makanan buatan selain ASI termasuk susu formula, bubur dan makanan lainnya1
Kematian 88% bayi akibat infeksi dapat diturunkan dengan memberikan ASI. Keunggulan ASI dapat dilihat dari berbagai aspek yaitu dari aspek gizi, aspek imunologis dan aspek kecerdasan. Gizi dengan kualitas tinggi pada ASI sangat baik untuk tumbuh kembang bayi. Bayi mudah mencerna dan menyerap gizi yang terkadung pada ASI. Bersih, kontaminasi minimal dan kandungan yang mencegah infeksi merupakan keunggulan ASI dari segi imunologi. Daya tahan tubuh bayi dapat meningkat dengan kandungan IgA, lysosim, laktoferin, dan faktor bifidus. Taurin, AA, dan DHA meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak bayi. ASI eksklusif yang diberikan pada bayi memperlihatkan kecerdasan yang lebih baik dibandingkan pemberian susu formula pada bayi.1,2
ASI diberikan minimal selama 6 bulan dan dapat diteruskan hingga berusia 2 tahun atau lebih disertai penyesuaian dengan makanan tambahan setelah usia 6 bulan sudah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan di Indonesia. ASI Eksklusif yang diberikan pada bayi 0-6 bulan di Indonesia hanya 38%.1 Target nasional pencapaian ASI eksklusif yaitu 80% yang belum diraih di provinsi Bali dengan pencapaian pada tahun 2014 yaitu 72,2%. Walaupun persentase tersebut lebih tinggi dari rata-rata di Indonesia, namun belum mencapai target nasional. Untuk mencapai hasil tersebut, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan ibu dalam memberikan ASI.3
Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Susut I Kabupaten Bangli tahun 2016 pencapaian jumlah bayi yang diberi ASI eksklusif mencapai 15,6%, namun hal ini tidak mencapai target nasional yaitu 80%.4 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran pemberian ASI pada ibu dengan bayi berusia 0–6 bulan di cakupan kerja Puskesmas Susut I.
METODE DAN BAHAN
Penelitian dengan rancangan potong-lintang ini dilakukan di tiga desa yaitu Desa Susut, Desa Penglumbaran dan Desa Pengiangan. Populasi target pada penelitian ini yaitu seluruh ibu menyusui yang terdata di Puskesmas. Sampel dipilih dari ibu
DOAJ
menyusui yang datang pada pelayanan posyandu di desa masing-masing. Sampel yang didapatkan yaitu 67 ibu menyusui dengan usia bayi 0-6 bulan yang bersedia berpartisipasi dalam pengambilan data.
Variabel yang diteliti yaitu pola menyusui, umur ibu, tingkat pendidikan, pekerjaan, pengetahuan mengenai ASI eksklusif, paritas, dukungan keluarga, tempat kelahiran, cara persalinan, informasi mengenai ASI eksklusif, layanan kesehatan dan inisiasi menyusui dini. Pengupulan data melalui wawancara menggunakan alat ukur berupa kuesioner terstruktur. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif pada setiap variabel dan dilakukan tabulasi silang pada variabel pola menyusi dengan variabel lainnya.
HASIL
Sebagian besar ibu menyusui memiliki pola menyusui eksklusif (67,2%), umur ibu 20-35 tahun (88,1%), pendidikan rendah (64,2%), tidak bekerja (71,6%), multipara (71,6%), pengetahuan kurang mengenai ASI eksklusif (50,7%), tempat persalinan di rumah sakit pemerintah/swasta (82,1%), cara persalinan normal (70,1%), mengerti informasi ASI eksklusif (55,2%), pemberi informasi ASI eksklusif oleh bidan (71,6%), mendapat dukungan keluarga (97%), puas terhadap pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan (86,6%) dan melakukan inisiasi menyusui dini (58,2%) (Tabel 1).
Tabel 1. Distribusi frekuensi ibu menyusui di wilayah kerja Puskesmas Susut I
DOAJ
Variabel |
Frekuensi (n = 67) |
Persentase (%) |
Pola menyusi | ||
Eksklusif |
45 |
67,2 |
Parsial |
22 |
32,8 |
Umur ibu | ||
< 20 tahun |
2 |
3,0 |
20 – 35 tahun |
59 |
88,1 |
> 35 tahun |
6 |
9 |
Pendidikan ibu | ||
Pendidikan tinggi |
24 |
35,8 |
Pendidikan rendah |
43 |
64,2 |
Pekerjaan ibu | ||
Bekerja |
19 |
28,4 |
Tidak Bekerja |
48 |
71,6 |
Paritas | ||
Primipara |
19 |
28,4 |
Multipara |
48 |
71,6 |
Pengetahuan mengenai ASI eksklusif | ||
Kurang |
34 |
50,7 |
Cukup |
16 |
23,9 |
Baik |
17 |
25,4 |
Tempat persalinan | ||
Bidan |
12 |
17,9 |
Rumah sakit pemerintah/awasta |
55 |
82,1 |
Cara persalinan | ||
Normal (pervaginam) |
47 |
70,1 |
Sectio sesarea (SC) |
20 |
29,9 |
Dukungan keluarga | ||
Didukung |
65 |
97,0 |
Tidak didukung |
2 |
3,0 |
Pemahaman informasi ASI eksklusif | ||
Mengerti |
37 |
55.2 |
Tidak mengeri |
30 |
44.8 |
Pemberi informasi ASI | ||
Dokter |
19 |
28.4 |
Bidan |
48 |
71.6 |
Pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan | ||
Puas |
58 |
86,6 |
Tidak puas |
9 |
13,4 |
Inisiasi menyusui dini (IMD) | ||
Melakukan IMD |
39 |
58,2 |
Tidak melakukan IMD |
28 |
41,8 |
Tabel 2 menggambarkan bahwa ibu menyusui yang memiliki pola pemberian ASI eksklusif cenderung ditemukan pada ibu dengan usia >35 tahun, pendidikan rendah, tidak bekerja, multipara, pengetahuan ASI eksklusif cukup,
mendapat dukungan keluarga, persalinan normal, tempat kelahiran di bidan, pemberi informasi ASI eksklusif oleh bidan, mengerti informasi ASI eksklusif, puas terhadap pelayanan tenaga kesehatan dan melakukan inisiasi menyusui dini.
Tabel 2. Tabulasi silang pola pemberian ASI eksklusif
Pola pemberian ASI Total (n=67)
Variabel |
Eksklusif |
Parsial | ||||
∑ |
% |
∑ |
% |
∑ |
% | |
Umur ibu | ||||||
< 20 tahun |
2 |
100 |
0 |
0 |
2 |
100 |
20 – 35 tahun |
38 |
64,4 |
21 |
35,6 |
59 |
100 |
> 35 tahun |
5 |
83,3 |
1 |
16,7 |
6 |
100 |
Pendidikan ibu | ||||||
Pendidikan rendah |
30 |
69,8 |
13 |
30,2 |
43 |
100 |
Pendidikan tinggi |
15 |
62,5 |
24 |
37,5 |
24 |
100 |
Pekerjaan ibu | ||||||
Bekerja |
12 |
63,2 |
7 |
36,8 |
19 |
100 |
Tidak bekerja |
33 |
68,8 |
15 |
31,3 |
48 |
100 |
Paritas | ||||||
Primipara |
11 |
57,9 |
8 |
42,1 |
19 |
100 |
Multipara |
34 |
70,8 |
14 |
29,2 |
48 |
100 |
Pengetahuan ASI eksklusif | ||||||
Kurang |
23 |
67,6 |
11 |
32,4 |
34 |
100 |
Cukup |
11 |
68,8 |
5 |
31,3 |
16 |
100 |
Baik |
11 |
64,7 |
6 |
35,3 |
17 |
100 |
Dukungan keluarga | ||||||
Didukung |
45 |
69,2 |
20 |
30,8 |
65 |
100 |
Tidak didukung |
0 |
0 |
2 |
100 |
2 |
100 |
Cara persalinan | ||||||
Pervaginam |
32 |
68,1 |
15 |
31,9 |
47 |
100 |
SC |
13 |
65 |
7 |
35 |
20 |
100 |
Tempat kelahiran | ||||||
Bidan |
10 |
83,3 |
2 |
16,7 |
12 |
100 |
Rumah sakit pemerintah/swasta |
35 |
63,6 |
20 |
36,4 |
55 |
100 |
IMD | ||||||
Melakukan IMD |
31 |
79,5 |
8 |
20,5 |
39 |
100 |
Tidak melakukan IMD |
14 |
50 |
14 |
50 |
28 |
100 |
Pemberi informasi ASI eksklusif | ||||||
Dokter |
14 |
73,7 |
5 |
26,3 |
19 |
100 |
Bidan |
37 |
77,1 |
11 |
22,9 |
48 |
100 |
Pemahaman informasi ASI eksklusif | ||||||
Mengerti |
31 |
83,8 |
6 |
16,2 |
37 |
100 |
Tidak mengerti |
14 |
46,7 |
16 |
53,5 |
30 |
100 |
Sarana & prasarana | ||||||
Puas |
41 |
70,7 |
17 |
29,3 |
58 |
100 |
Tidak puas |
4 |
44,4 |
5 |
55,6 |
9 |
100 |
PEMBAHASAN
Persentase menyusui eksklusif pada ibu menyusui sebesar 67,2%. Persentase ini lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian pemberian ASI eksklusif di provinsi Bali tahun 2014 yaitu 72,2%.4 Hal
ini dapat memperlihatkan suatu gambaran bahwa pola menyusui di desa-desa pada wilayah kerja Puskesmas Susut I masih harus ditingkatkan. Pola menyusui eksklusif cenderung lebih besar pada usia ibu >35 tahun. Hal ini tidak sejalan dengan
DOAJ
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pemberian ASI eksklusif berhasil pada sebagian besar ibu pada usia 20-35 tahun karena dapat menanggulangi permasalahan yang dihadapi dengan lebih matang secara psikologis, mulai dari persiapan kehamilan, mengandung bayi, proses kelahiran dan masa setelah melahirkan bayi hingga perawatan bayi.5 Hal ini mungkin disebabkan karena responden yang lebih kecil pada usia <20 tahun dan >35 tahun sehingga porporsi lebih kecil ditunjukkan pada usia 20-35 tahun.
Penelitian ini memperlihatkan bahwa menyusui eksklusif pada ibu dengan pendidikan rendah lebih tinggi dibandingkan ibu dengan pendidikan tinggi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa hubungan positif terlihat pada tingkat pendidikan ibu terhadap inisiasi menyusui dan durasi menyusui.6 Hal ini disampaikan pula pada penelitian lain yang menyatakan bahwa tingkat pendidikan rendah akan sulit menerima arahan tentang hal-hal yang berkaitan dengan memberikan ASI yang baik pada bayi. Dorongan lebih tinggi untuk mencari tahu dan mencari pengalaman yang akan diterapkan pada kehidupannya terlihat lebih baik pada ibu berpendidikan sedang hingga tinggi. Namun hal ini juga berpengaruh pada pendidikan ibu yang rendah yang memperkecil kesempatan kerja pada ibu sehingga ibu akan lebih banyak memiliki waktu dengan untuk merawat bayi sehingga pada ibu yang diteliti dengan pendidikan rendah cenderung menyusui dengan pola eksklusif.7 Ibu rumah tangga (tidak bekerja) menunjukkan pemberian ASI eksklusif yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan suatu penelitian yang menyatakan
bahwa ibu rumah tangga umumnya dapat memberikan ASI kapanpun pada bayinya dengan frekuensi yang lebih sering dari ibu bekerja karena mereka memiliki waktu yang lebih banyak bersama anak sehingga memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menyusui eksklusif. Sedangkan ibu yang bekerja biasanya mengalami keterbatasan dalam pemberian ASI. Keterbatasan tersebut seperti tempat atau waktu khusus ketika di tempat kerja dan fasilitas yang minim untuk menyusui di tempat kerja.8 Padahal menurut UU No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan memaparkan bahwa pemerintah daerah dan warga lainnya harus mendukung dengan menyediakan waktu dan tempat dan alat khusus selama pemberian ASI.1
Pola menyusui eksklusif telihat pada ibu dengan pengetahuan ASI eksklusif cukup, walaupun sebagian besar sampel memiliki pengetahuan kurang terhadap informasi ASI eksklusif. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa pengetahuan cukup tentang ASI eksklusif memberikan kesempatan yang lebih besar pada pemberian ASI secara eksklusif. Sebagian besar ibu memiliki lebih dari satu anak dapat memberikan pengetahuan yang lebih baik dalam pemberian ASI eksklusif. Ibu primipara belum mendapatkan pengalaman dan informasi yang baik dalam merawat bayi sehingga menjadi alasan lebih rendahnya pola menyusui eksklusif pada ibu primipara.8
Tempat kelihiran di bidan, melahirkan secara normal, pemberi informasi ASI eksklusif oleh bidan, puas terhadap sarana dan prasarana menyusui serta dukungan
keluarga memperlihatkan kecenderungan untuk menyusui dengan pola eksklusif. Hal ini memberikan lingkungan yang positif dan mendukung ibu untuk menyusui anak seraca ekslusif. Hal ini sesuai dengan suatu penelitian yang menyatakan bahwa kecenderungan pemberian ASI ekslusif pada ibu yang melakukan persalinan normal dan mendapatkan pelayanan dengan baik pada layanan kesehatan.6
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah faktor penting dari tercapainya pemberian ASI eksklusif yang baik. Pada penelitian ini menyusui eksklusif lebih tinggi pada ibu yang melakukan IMD. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yaitu tingkat keberhasilan ASI eksklusif lebih baik dengan melakukan inisiasi menyusi yang baik pada bayi. Semakin dini pengenalan ASI akan semakin meningkatkan keberhasilannya. World Health
Organization (WHO) merekomendasikan bayi harus diletakkan antar kulit dengan ibu mereka setelah lahir paling tidak satu jam setelah lahir dan ibu bayi tersebut harus diberi semangat untuk mengenali ketika bayinya siap untuk diberikan ASI.9 Tertundanya inisiasi menyusui dini, erat hubungannya dengan durasi yang singkat dari pemberian ASI eksklusif.10
SIMPULAN
Pola menyusui eksklusif pada cakupan Puskesmas Susut I sebesar 67,2%. Pola menyusui eksklusif cenderung ditemukan pada ibu dengan usia >35 tahun, pendidikan rendah, tidak bekerja, multipara, pengetahuan cukup, mendapat dukungan keluarga, persalinan normal, tempat kelahiran di bidan, pemberi informasi ASI
eksklusif oleh bidan, mengerti informasi ASI eksklusif, puas terhadap pelayanan tenaga kesehatan dan melakukan inisiasi menyusui dini.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Kemenkes. InfoDATIN. Jakarta Selatan: Kementrian Kesehatan RI. 2014
-
2. Victoria, C. Breastfeeding in the 21st century: epidemiology, mechanisms,
and lifelong effect. The Lancet. 2016 Jan 30;387(10017):475-90
-
3. Kramer, MS., Kakuma, R. The optimal duration of exclusive breastfeeding. Adv Exp Med Biol. 2004;554:63-77.
-
4. Kemenkes. Profil kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI. 2015
-
5. Wawan, A., & Dewi, M. Teori dan pengukuran pengetahuan, sikap, dan perilaku manusia. Yogyakarta: Nuhu Medika. 2010
-
6. Njeri, M. Factors influencing exclusive breastfeeding among infants less than 6 months in Kasarani Informal Settlement, Molo District, Kenya. 2012
-
7. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2007
-
8. Juliastuti, R. Hubungan tingkat pengetahuan, status pekerjaan ibu, dan pelaksanaan inisiasi menyusu dini dengan pemberian ASI eksklusif. 2011
-
9. WHO. Early initiation of breastfeeding to promote exclusive breastfeeding.
Diakses dari:
http://www.who.int/elena/titles/early_br eastfeeding/en/
Diakses pada : 17 Oktober 2017
-
10. Kadir, NA. Menelusuri akar permasalahan rendahnya persentase pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Journal Al Hikmah. 2014;25(1):106-
118.
7
Discussion and feedback