e--journal FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]

Submitted Date: August 30, 2018                                      Accepted Date: September 13, 2018

Editor-Reviewer Article;: E. Puspani & I M. Mudita

Pengaruh Pemberian Probiotik Selulolitik B-6 Melalui Air Minum Terhadap Berat dan Kualitas Fisik Telur Ayam

Lohmann Brown Umur 40-48 Minggu

Dinda Dwi, O., I. G. N. G, Bidura, Dan D. P. M. A. Candrawati

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. P.B. Sudirman, Denpasar e-mail: [email protected], Telphone. 089515876067

ABSTRAK

Penelitian berujuan mengkaji kemampuan pemberian 0,2% dan 0,4% bakteri Selulolitik B-6 sebagai sumber probiotik terhadap peningkatan berat dan kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu. Ayam yang digunakan dalam penelitian adalah ayam petelur Lohmann Brown umur 40 minggu sebanyak 36 ekor dengan berat badan homogen. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, yaitu pemberian air minum tanpa penambahan kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 sebagai kontrol (A), air minum dengan penambahan 0,2% probiotik bakteri Selulolitik B-6 (B), dan air minum dengan penambahan 0,4% probiotik bakteri Selulolitik B-6 (C). Setiap perlakuan terdiri dari enam ulangan dan masing-masing ulangan menggunakan dua ekor ayam petelur. Variabel yang diamati yaitu berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, serta persentase kulit telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ayam yang mendapatkan perlakuan B dan C berat telur, persentase kuning dan persentase kulit telurnya nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan A, sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan B dan C persentase putih telur nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan A. Disimpulkan bahwa pemberian 0,2% dan 0,4% probiotik Selulolitik B-6 dalam air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur, sedangkan persentase putih telurnya menurun.

Kata kunci: berat kuning telur, probiotik, bakteri selulolitik, lohmann brown

The Effect of Probiotic Cellulolytic B-6 Bacteria in Drinking Water On Weight and Physical Quality of Egg In Lohmann Brown

Laying Hens Aged 40-48 Weeks

ABSTRACT

The purpose of this study was to assess the ability of 0.2% and 0.4% of cellulolytic bacteria B-6 as a probiotic source to increase egg weight and physical quality of egg in Lohmann Brown laying hens aged 40-48 weeks. Hens used in the research is laying hens Lohmann Brown aged 40 weeks as many as 36 heads with homogeneous body weight. The design used in this study was Completely Randomized Design (RAL) with three treatments, namely the provision of drinking water with out the addition of cellulolitik B-6 bacteria as control (A), drinking water with the addition of 0.2% cellulolitik B- 6 bacteria (B), and drinking water with the addition of 0.4% cellulolitik B-6 bacteria (C). Each


treatment consisted of six replications and each replicate using of two hens. The variables observed were egg weight, percentage of egg whites, percentage of egg yolk, and percentage of egg shell. The results showed that in laying hens treatment B and C were egg weight, percentage of egg yolk, and percentage of egg shell significantly defferent (P<0.05) higher than laying hens treatment A, while laying hens treatment B and C percentage of egg white significantly defferent (P<0,05) more low compared to laying hens that get treatment A. It was conclude that giving 0.2% and 0.4% probiotics Cellulolitik B-6 in drinking water can increase egg weight, egg yolk percentage, eggshell percentage, while the percentage of egg whites decreased.

Keywords: egg yolk weight, probiotics, cellulolytic bacteria, lohmann brown

PENDAHULUAN

Kesadaran masyarakat akan pentingnya pemenuhan gizi hewani membuat tingginya permintaan telur ayam sebagai salah satu sumber protein yang harganya relatif murah didapat oleh seluruh lapisan masyarakat. Peranan telur dalam kehidupan masyarakat sangat penting karena banyak mengandung zat-zat yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Keberadaan telur sebagai produk peternakan yang kaya gizi juga mempunyai kelemahan karena termasuk bahan pangan yang mudah rusak. Kerusakannya dapat berupa kerusakan fisik, kerusakan kimia, dan kerusakan yang disebabkan oleh serangan mikroba melalui pori-pori kerabang telur. Sifat mudah rusak tersebut disebabkan kerabang telur mudah pecah, retak, dan tidak dapat menahan tekanan yang sangat besar pada penumpukan dalam wadah penyimpanan telur.

Telur merupakan salah satu produk unggas yang kaya akan asam amino esensial seperti lisin, triptofan, dan khususnya metionin yang merupakan asam-asam amino esensial pembatas (Yuwanta, 2010). Menurut Rasyaf (2004), sebutir telur ayam ras (Lohmann Brown) yang normal mempunyai berat 57,6 gr per butir dengan volume sebesar 63 ml. Telur ayam mempunyai bentuk fisik bulat sampai lonjong dengan ukuran berbeda-beda, tergantung jenis hewan, umur dan sifat genetiknya. Telur tersusun atas tiga bagian yaitu kulit telur, putih telur dan kuning telur (Winarno, 2002). Kualitas telur ayam ditentukan dalam dua hal yaitu kualitas kimia dan kualitas fisik. Kualitas fisik telur meliputi indeks bentuk telur, berat rataan telur, berat kuning telur, berat kulit atau cangkang telur, berat putih telur dan kualitas kimia telur meliputi kadar air 73,6%, protein 12,8%, lemak 11,8%, karbohidrat 1,0% dan komponen penyusun lainnya 0,8% (Kusnadi, 2007).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas telur antara lain pakan sebagai faktor utama, selain faktor keturunan, faktor umur, faktor manajemen, faktor kesehatan atau faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kualitas fisik telur (Orr and Fletcher,

1973). Pakan kualitas telur dapat ditingkatkan dengan cara menggunakan additive. Salah satu feed additive yang digunakan adalah Probiotik. Probiotik merupakan feed additive untuk ternak yang dapat meningkatkan kesehatan ternak melalui cara pengolahan komposisi mikroorganisme dan bakteri pada saluran pencernaan ternak. Pemberian probiotik diharapkan dapat meningkatkan aktivitas enzim endogen untuk menghidrolisis pakan dengan mengharapkan peningkatan peran flora normal dalam saluran pencernaan untuk menghasilkan enzim seperti amilase, protease atau lipase (Putra et al., 2015 dan Bidura et al., 2012). Bidura et al. (2014) telah berhasil mengisolasi bakteri selulolitik dari rumen kerbau yang potensial sebagai sumber probiotik. Pada penelitian tersebut isolat dengan kode B-6 mempunyai kemampuan mendegradasi senyawa selulosa tertinggi yang ditunjukkan dengan adanya aktivitas enzim selulase yang tinggi. Prabowo et al. (2007) juga menunjukkan bahwa isolat bakteri selulolitik asal cairan rumen kerbau mempunyai aktivitas selulolitik yang paling tinggi dibandingkan dengan mikroba selulolitik ternak lainnya. Peningkatan kandungan asam amino lisin di dalam tubuh akan meningkatkan retensi energi sebagai protein dan menurun retensi energi sebagai lemak dalam tubuh (Sibbald dan Wolynetz, l986).

Penelitian Malik (2013) tentang penggunaan probiotik (1-3%) dalam ransum pada ayam petelur berpengaruh nyata terhadap konsumsi dan konversi ransum ayam petelur periode layer, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi telur dan berat telur. Dilaporkan juga bahwa pemberian probiotik bakteri selulolitik isolat rumen kerbau pada level 0,20 – 0,60% dalam ransum berbasis ampas tahu nyata meningkatkan pertambahan berat badan dan efisiensi penggunaan ransum, serta menurunkan kadar amonia dalam ekskreta itik (Siti et al., 2016). Selain itu, pemberian probiotik selulolitik juga dapat mempengaruhi penampilan itik bali dimana pada penelitian tersebut dikatakan bahwa pemberian kultur isolat bakteri selulolitik rumen kerbau sebagai sumber probiotik melalui air minum pada level 0,20% dan 0,40% dapat meningkatkan penampilan itik bali (Andika et al., 2017). Pengaruh pemberian probiotik selulolitik juga berpengaruh terhadap bebek bali karena pemberian kultur bakteri selulotik terhadap isolat rumen kerbau sebagai sumber probiotik melalui air minum yang diberikan pada tingkat 0,20% -0,40% dapat meningkatkan persentase daging karkas dan menurunkan persentase lemak karkas itik bali umur 8 minggu (Manubawa et al., 2016).

Dari uraian tersebut di atas, perlu kiranya dilakukan penelitian yang menggunakan probiotik selulolitik B-6 melalui air minum yang diberikan sebagai upaya untuk mengetahui berat dan kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu.

MATERI DAN METODE

Ayam petelur

Ayam yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown umur 40-48 minggu (fase peneluran II). Ayam diperoleh dari peternak di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali sebanyak 36 ekor dengan berat badan awal 1.527 ± 20,36 g.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem colony battery dari bilah bambu sebanyak 18 buah. Tiap petak kandang berukuran panjang 50 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 40 cm. Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan kandang dengan atap genteng dan sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari pipa. Pada bagian bawah lantai kandang dipasang lembaran terpal kecil untuk menampung kotoran ternak, sehingga mudah dibersihkan dengan hanya mengangkat lembaran terpal kecil untuk dibersihkan kotoran ayam.

Probiotik kultur bakteri selulolitik

Isolat bakteri Selulolitik B-6 merupakan hasil isolasi dari rumen kerbau dan telah lolos uji pada berbagai level suhu, pH, asam dan garam empedu, serta mampu mendekonjugasi kolesterol sehingga potensial sebagai probiotik (Bidura et al., 2014).

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan bahan seperti: dedak jagung, konsentrat petelur, dan dedak padi. Semua perlakuan ransum disusun isokalori dan isoprotein Komposisi bahan penyusun dan kandungan nutrien ransum ayam Lohmann Brown dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Air minum yang diberikan bersumber dari perusahan air minum setempat.

Tempat dan lama penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan di kandang milik petani peternak di Banjar Pande, Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Tabanan, Bali. Penelitian berlangsung selama tiga bulan dari bulan Februari-April, yaitu mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan skripsi.

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu

Bahan Pakan (%)

Ransum Perlakuan1)

A

B

C

Dedak Jagung

50

50

50

Konsentrat Layer Super 36 SPR2)

35

35

35

Dedak Padi

15

15

15

Total

100

100

100

Probiotik Selulolitik3)

-

0,2

0,4

Keterangan:

1). Ransum Perlakuan air minum tanpa penambahan kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 sebagai kontrol (A), air minum dengan penambahan 0,2% kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 (B), air minum dengan penambahan 0,4% kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 (C).

2). Konsentrat KLS Super plus produksi PT Wonokoyo Jaya Corporindo.

3). Probiotik Selulolitik : Dicampur dalam air minum.

Tabel 2. Kandungan nutrient ransum ayam Lohmann Brown umur 40 – 48 Minggu1)

Kandungan nutrisi ransum

Perlakuan2)

Standar3)

A

B

C

Energi Metabolisme (kkal/kg)

2979,5

2979,5

2979,5

2900

Protein Kasar (%)

18,00

18,00

18,00

18,00

Lemak Kasar (%)

5,3

5,3

5,3

5-104

Serat Kasar (%)

4,9

4,9

4,9

5-104)

Kalsium (%)

3,528

3,528

3,528

3,4

P tersedia(%)

0,76

0,76

0,76

0,35

Keterangan:

1). Perhitungan berdasarkan tabel zat makanan menurut Scott et al., (1982).

2). Ayam yang diberikan air minum tanpa probiotik B-6 Selulolitik sebagai control (A), Ayam yang diberikan probiotik B-6 Selulolitik sebanyak 0,2% (B), Ayam yang diberikan probiotik B-6 Selulolitik sebanyak 0,4% (C).

3). Standar ransum yang digunakan sesuai dengan standart Scott et al. (1982).

4). Standar Morrison (1961).

Rancangan penelitian

Rancangan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga macam perlakuan dan enam kali ulangan. Tiap ulangan (unit percobaan) menggunakan 2 ekor ayam petelur Lohmann Brown umur 40 minggu dengan berat badan dan umur peneluran yang hampir sama. Ketiga perlakuan yang dicobakan adalah:

  • A.    Pemberian air minum tanpa penambahan kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 (kontrol)

  • B.    Pemberian air minum dengan penambahan 0,2% kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 C. Pemberian air minum dengan penambahan 0,4% kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6

Pemberian ransum dan air minum

Ransum perlakuan dan air minum diberikan ad libitum sepanjang periode penelitian. Diusahakan tempat ransum terisi 3/4 bagian, untuk mencegah agar ransum tidak tercecer. Sementara itu, untuk pemberian air minum pada perlakuan A tidak ditambahkan kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 karena sebagai kontrol, pada perlakuan B ditambahkan 0,2% kultur probiotik bakteri Selulolitik B-6 dengan cara mencampur 2 cc probiotik dalam 1000 cc air minum dan untuk penambahan 0,4% kultur probiotik Selulolitik B-6 dalam air minum dengan cara mencampur 4 cc probiotik dalam 1000 cc air minum (C).

Variabel yang diamati

  • 1.    Berat rata-rata telur: Berat telur ditentukan dengan cara menimbang telur utuh dengan menggunakan timbangan digital, jumlah semua berat telur dibagi dengan banyaknya telur yang ditimbang, dan penimbangan telur dilakukan setiap hari.

  • 2.    Persentase putih telur: Adapun persentase putih telur didapatkan dengan rumus: Persentase berat putih telur = SgfhT pLicih telur x 100%

1                 Berattelur

  • 3.    Persentase kuning telur: Adapun persentase kuning telur didapatkan dengan rumus:

1     . .    ∙    . . Berat kuπiπgtelur-

Persentase berat kuning telur =               x 100%

Berattelur

  • 4.    Persentase kulit telur: Adapun persentase kulit telur didapatkan dengan rumus: Persentase berat kulit telur = Beratkullttelur x 100%

B scat telur

Analisis Statistik

Data yang diperoleh di analisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat telur ayam yang mendapatkan perlakuan A (sebagai kontrol) sebesar 55,17 g/butir sedangkan ayam yang mendapatkan perlakuan B dan C (penambahan probiotik Selulolitik B-6) masing-masing berat telurnya 5,66% dan 6,22% nyata lebih tinggi dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan A (sebagai kontrol) (Tabel 3). Hal ini disebabkan oleh penambahan probiotik Selulolitik B-6 yang diisolasi dari rumen kerbau mampu meningkatkan kecernaan zat-zat makanan dalam tubuh. Pada dasarnya probiotik

merupakan makanan tambahan yang mengandung mikroba hidup, mampu memberikan pengaruh menguntungkan bagi inang dengan cara meningkatkan keseimbangan mikroba dalam saluran pencernaan ayam, karena dapat membantu menekan pertumbuhan bakteri yang merugikan. Pemberian probiotik diharapkan dapat meningkatkan aktivitas enzim endogen untuk menghidrolisis pakan dengan mengharapkan peningkatan peran flora normal dalam saluran pencernaan untuk menghasilkan enzim seperti amilase, protease dan lipase (Putra et al., 2015). Nasution dan Adrizal (2009) yang menyatakan bahwa zat gizi makanan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino pada ransum. Wahyu (1985) menyatakan bahwa kualitas pakan yang baik dalam hal ini kandungan protein, asam amino dan asam linoleat akan mempengaruhi bobot telur, karena pakan dengan kualitas baik akan menghasilkan telur yang besar. Latifah (2007) menyatakan bahwa besar kecilnya ukuran telur unggas sangat dipengaruhi oleh kandungan protein dan asam-asam amino dalam pakan. Asam amino esensial yang sangat berpengaruh terhadap bobot telur. Suprapti (2002) menyatakan bahwa berat telur ditentukan oleh beberapa hal, antara lain oleh faktor keturunan, ransum, sistem pemeliharaan, iklim, air minum, dan umur ayam.

Tabel 3 Pengaruh pemberian probiotik Selulolitik B-6 melalui air minum terhadap berat

dan kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 40-48 minggu.

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

A

B

C

Berat rata-rata telur (g/butir)

Komposisi fisik telur (%/berat telur)

55,17a 3)

58,29b

58,60b

0,113

64,47a

61,82b

61,69b

0,135

•      Putih

•     Kuning

24,72a

26,05b

26,17b

0,062

•      Kulit

10,81a

12,13b

12,14b

0,069

Keterangan:

1). Ayam yang diberi air minum tanpa menggunakan probiotik selulolitik B-6 sebagai kontrol (A), ayam yang diberi air minum dengan tambahan probiotik selulolitik B-6 pada level 0,2% (B) dan ayam yang diberi air minum dengan tambahan probiotik selulolitik B-6 pada level0, 4% (C)

2). SEM : Standar Error of the Treatment Means

3). Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata(P<0,05)

Persentase berat putih telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi penurunan pada perlakuan yang diberikan 0,2% probiotik Selulolitik B-6 (B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,4% probiotik Selulolitik B-6 (C) dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan (A) sebagai kontrol. Pada penelitian ini berat putih telur

mengalami penurunan karena pada penelitian ini terjadi peningkatan pada persentase kuning telur, sehingga persentase putih telur mengalami penurunan. Hal ini sependapat dengan Campbell et al. (2003) yang menyatakan bahwa bobot telur berkaitan erat dengan komponen penyusunnya yang terdiri atas putih telur 58%, kuning telur 31%, dan kerabang telur 11%. Persentase putih telur juga dipengaruhi oleh kepadatan albumen, semakin padat albumen maka putih telur yang didapatkan semakin berat. Selain itu juga dipengaruhi asupan nutrien yang dibutuhkan untuk pembentukan telur (protein, mineral, vitamin). (Bidura et al., 2008) menyatakan bahwa adanya probiotik dalam ramsum akan dapat meningkatkan penyerapan zat makanan. Di samping itu probiotik dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan, seperti yang dilaporkan juga oleh Candrawati et al. (2014) bahwa suplementasi khamir Saccharomyses sp. yang diisolasi dari feses sapi bali nyata dapat meningkatkan kecernaan zat-zat makanan dalam saluran pencernaan ayam.

Persentase berat kuning telur pada penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pada perlakuan yang diberikan 0,2% probiotik Selulolitik B-6 (B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,4% probiotik Selulolitik B-6 (C) dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan (A) sebagai kontrol. Hal ini terjadi karena dipengaruhi oleh berat telur yang diperoleh dari hasil penelitian. Semakin tinggi berat telur yang diperoleh maka semakin tinggi juga persentase berat kuning telur. Hal ini didukung oleh pendapat Triyuwanta (2002) yang menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh berat telur, yaitu ayam yang mempunyai berat telur maka akan mempunyai kuning telur lebih berat. Berat telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur merupakan komponen telur yang menyusun 30-40% telur keseluruhan (Li Chan et al., 1995). Tugiyanti dan Iriyanti (2012) menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh perkembangan ovarium, berat badan ayam, umur saat mencapai dewasa kelamin, kualitas dan kuantitas pakan, penyakit, lingkungan, dan konsumsi pakan. Agro et al. (2013) menyatakan bahwa asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat, dan stearat yang berfungsi untuk peningkatan berat kuning telur. Kuning telur memiliki komposisi gizi yang lebih lengkap daripada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Stadellman, 1995). Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32%-36%, protein 16% dan glukosa 1%-2% (Bell dan Weaver, 2002). Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan (Bell dan Weaver, 2002).

Persentase berat kulit telur pada penelitian ini menunjukkan terjadi peningkatan pada perlakuan yang diberikan 0,2% probiotik Selulolitik B-6 (B) dan pada perlakuan yang diberikan 0,4% probiotik Selulolitik B-6 (C) dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan (A) sebagai kontrol. Hal ini disebabkan oleh penambahan probiotik bakteri Selulolitik B-6 menyebabkan penyerapan zat-zat makanan menjadi lebih meningkat termasuk mineral kalsium dan fosfor yang berperan dalam pembentukan kulit telur. Summers (2001) menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kulit telur adalah kalsium, fosfor, dan vitamin D. Kulit telur yang utuh disusun hampir seluruhnya dari kalsium karbonat (CaCO3) dengan sedikit deposit natrium, kalium dan magnesium (Amrullah, 2004). Menurut Sarwono (1994), kulit telur utuh hampir seluruhnya adalah kalsium karbonat sebesar 98,5% dan magnesium karbonat sebesar 0,85%. Kebutuhan kalsium dan fosfor pada ayam petelur menjadi sangat tinggi, karena zat makanan tersebut berperan dalam produksi dan kualitas telur. Tebal kulit telur berhubungan dengan berat kulit telur, yaitu kulit (kerabang) yang tebal akan berpengaruh terhadap berat kulit telur. Hal ini sesuai dengan pernyataan Cooper dan Johnston (1974), yaitu bila tebal kulit telur meningkat, maka persentase berat kulit telur meningkat pula.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian 0,2% dan 0,4% probiotik Selulolitik B-6 dalam air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, dan persentase kulit telur, sedangkan persentase putih telurnya menurun.

UCAPAN TERIMAKASIH

Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kemudahan-kemudahan dalam melakukan penelitian sampai penulisan e-journal. Terima kasih juga diucapkan kepada Petani Peternak di Desa Dajan Peken Tabanan atas izin tempat selama melakukan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Agro, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas ayam arab petelur fase 1 dengan berbagai level azolla microphylla. Animal Agricultural Journal. Vol. 2 (1): 445-447.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Bogor

Andika, I. P. D., I. G. N. G. Bidura, dan N. L. G. Sumardani. 2017. "Pengaruh Pemberian Probiotik Bakteri Selulolitik Isolat Rumen Kerbau Melalui Air Minum Terhadap Penampilan Itik Bali." Peternakan Tropika 5(1): 11-22.

Bidura, I. G. N. G., I. B. G. Partama, dan T. G. O. Susila. 2008. Limbah, Pakan Ternak Alternatif dan Aplikasi Teknologi. Udayana University Press, 280 J.Indon.Trop.Anim.Agric. 33 [4] December 2008 Universitas Udayana, Denpasar

Bidura, I. G. N. G., L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan I. B. G Pertama. 2008. Pengaruh pemberian ransum terfermentasi terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan jumlah lemak abdomen pada itik bali. Jurnal Pengembangan Peternakan Tropis Vol. 33 (4): 274-281.

Bidura, I. G. N. G., I. B. Sudana, I. P. Suyadnya, I. G. Mahardika, I. G. L. Oka, I. B. Gaga Partama, dan I. G. A. I. Aryani. 2012. The implementation of Saccharomyces spp.n-2 isolate culture (isolation from traditional yeast culture) for improving feed quality and performance of male Bali duckling. Agricultural Science Research Journal Vol. 2 (9): 486-492

Bidura, I. G. N. G., D. P. M. A. Candrawati, dan I. B. G. Partama. 2014. Selection of Saccharomyces spp Isolates (Isolation From Colon Beef of Bali Cattle) as Probiotics Agent and Colon Cancer Prevention and its Effects on Pollard Quality as feed. J. Biol. Chem.Research 31 (2) : 1033 -1047

Bidura, I. G. N.G., N. W. Siti dan I. A. Putri Utami. 2014. Isolation of cellulolytic bacteria from rumen liquid of buffalo both as a probiotics properties and has CMC-ase activity to improve nutrient quality of soybean distillery by-product as feed. International Journal of Pure & Applied Bioscience 2 (5): 10-18

Bell, D. and Weaver, G. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishers, United States of America.

Campbell, J. R., K. M. Douglas., dan K. L. Campbell., 2003. The Biology, Card and Production of Domestic Animal. Mc Graw-Hill Companies. Inc. Publication. J. Anim Sci Pg 292.

Candrawati. D. P. M. A, Warmadewi. D. A, dan Bidura. I. G. N. G. 2014. “Kulturion of Saccharomyces spp. From manure of beef cattle as a probiotics peopertis and has CMC-ase activity to improve nutrien quality of rice bran”. J. Biol. Chem. Research. Vol. 31, No 1 : 39-52.

Cooper, J. B. dan W. E. Johnston. 1974. Albumen quality and shell thickness as affected by time of egg gathering. Poult. Sci., 53 ; 1519-1521.

Kusnadi. 2007. Sifat Listrik Ayam Kampung Selama Penyimpanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Malik, A. 2013. Pengaruh Penggunaan Probiotik Pada Ransum Terhadap Produktivitas Dan Nilai Ekonomi Ayam Petelur Periode Layer. Universitas Muhammadiyah. Malang. http:// pet Umum.ac.id/en/umm-news-2618,. Diakses 31 Mei 2013

Manubawa, I. K. V., I. G. N. G. Bidura dan I. A. P. Utami. 2016. " Pengaruh Pemberian Kultur Bakteri Selulolitik Melalui Air Minum Sebagai Sumber Probiotik Terhadap Komposisi Fisik Karkas Itik Bali. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 2 Th. 2016: 337 – 350.

Morrison, F. B. 1961. Feed and Feeding. Abridged 9 th Ed. The Morrison Publs. Co. Arrangeville, Ontario, Canada.

Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransu, yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Orr, H. L. Dan D. A. Fletcher. 1973. Egg and Egg Product. Dept. OF Agric. Information, Canada Ottawa. Publication 1948.

Prabowo, A., S. Padmowijoto, Z. Bachrudin, dan A. Syukur. 2007. Potensi Mikrobia Seluloltik Campuran dari Ekstrak Rayap, Larutan Feses Gajah dan Cairan Rumen Kerbau. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 32[3] Sept. 2007

Putra, A. N., N. B. P. Utomo dan Widanarni. 2015. Growth Performance of Tilapia (Oreochromis niloticus) Fed with Probiotic, Prebiotic and Synbiotic in Diet. Pakistan Journal of Nutrition 14 (5): 263-268

Rasyaf, M. 2004. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Scott, M. L., M. C. Neisheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chickens. Ithaca, New York: 2nd Ed. Publishing By: M.L. Scott And Assoc.

Sibbald, I. R., dan M. S. Wolynetz. 1986. Effects of Dietary Lysine and Feed Intake on Energy Utilization and Tissue by Broiler Chicks. Poult. Sci. 65:98-105

Siti, N. W., I. G. N. G. Bidura dan I. A. P. Utami. 2016. The effect of supplementation culture cellulolytic bacteria isolated from the rumen of buffalo in the tofu-based rations on the performance and N-Nh3 concentration in excreta of duck. Journal of Biological and Chemical Research, 33, 214-225.

Summers, J. D. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Books. Guelph, Ontario, Canada

Suprapti, L., 2002. Pengawetan Telur, Telur Asin, Tepung Telur, dan Telur Beku. Penerbit kanisius. Yogyakarta.

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. l989. Principles and Procedures of Statstics. McGraw-Hill Book Co., New York.

Triyuwanta. 2002. Telur dan Produksi Telur. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tugiyanti, E. Dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas eksternal telur ayam petelur yang mendapat ransum dengan penambahan tepung ikan terfermentasi menggunakan isolat prosedur anti histamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2. http://journal.ift.or.id/files/E.%20Tugiyanti 12-4447.pdf.

Wahyu, J. 1985. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta

Winarno, F. G. 2002. Telur: komposisi, penanganan dan pengolahannya. M- Brio Press Bogor.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan kualitas telur. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Dinda Dwi et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 3 Th. 2018: 684 – 694

Page 694