ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 3, MARET, 2018 : 136 - 142

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


Prediktor immunological failure pada pasien HIV/AIDS di Yayasan Kerti Praja, Bali : studi kohort retrospektif

Ni Putu Ayu Astri Prana Iswara1, I Nyoman Sutarsa2, Anak Agung Sagung Sawitri2

ABSTRAK

Kejadian immunological failure (IF) pada pasien HIV/AIDS yang menjalani pengobatan ARV di Klinik Yayasan Kerti Praja (YKP) Bali belum pernah dievaluasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prediktor terjadinya IF pada pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif dengan data sekunder yang didapatkan dari 549 rekam medis pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV periode 2002-2012 di YKP. Mayoritas pasien adalah pekerja seks perempuan, injecting drug users (IDU), homoseksual dan biseksual. Prediktor sosiodemografik dan klinis diuji pengaruhnya terhadap IF. Analisis data menggunakan analisis univariat, bivariat (chi-square), dan multivariat. Hanya 205 pasien dari total data yang dianalisis. Sebanyak 61,0% laki-laki dengan usia dominan 18-32 tahun (63,9%), dan sebanyak 13,7% mengalami IF. Hasil analisis multivariat terhadap jenis kelamin, pengawas minum obat, jalur transmisi terinfeksi infeksi oportunistik, dan jumlah CD4 awal terapi menunjukkan bahwa hanya variabel jumlah CD4 awal terapi saja yang signifikan sebagai prediktor kejadian IF. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah CD4 pada awal terapi memegang peranan penting terhadap keberhasilan terapi ARV pada pasien HIV/AIDS.

Kata Kunci: HIV/AIDS, terapi ARV, immunological failure, yayasan kerti praja

ABSTRACT

The occurrence of immunological failure (IF) in HIV/AIDS patients undergoing antiretroviral treatment at clinic Kerti Praja Foundation (YKP) Bali has never been evaluated. This study aimed to determine predictors of the occurrence IF in HIV/AIDS patients undergoing antiretroviral therapy. This study was an observational study with retrospective cohort design that used secondary data. Secondary data was obtained from medical records of 549 HIV/AIDS patients undergoing antiretroviral therapy in 2002-2012 period in YKP. The majority of patients in YKP are female sex workers, injecting drug users (IDUs), homosexual and bisexual. This study analyzes sociodemographic and clinical predictors influence on the IF. Analysis data using univariate, bivariate (chi-square) and multivariate was conducted. Only 205 patients of the total data that was eligible for analysis. A total of 61.0% of population are men with the dominant age 18-32 years (63.9%), and 13.7% experienced IF.. Multivariate analysis of the sexes, the supervisor taking medication, transmission lines infected with opportunistic infection, and CD4 counts baseline, showed only CD4 counts baseline variable is significant as a predictor of the occurrence IF. The results of this study indicate that baseline of CD4 counts plays an important role in the success of antiretroviral therapy in HIV / AIDS patients.

Keywords: HIV/AIDS, ARV therapy, immunological failure, kerti praja foundation

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

2Departemen IKK-IKP

Fakultas Kedokteran Universitas

Udayana

Email : astripranaiswara@gmail. com


Diterima : 5 Februari 2018

Disetujui : 23 Februari 2018

Diterbitkan : 1 Maret 2018


PENDAHULUAN

Bali menduduki posisi ketiga terhadap prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk, setelah Papua dan Papua Barat.1 Persentase faktor risiko terinfeksi HIV/AIDS yaitu kelompok heteroseksual (78,2%), intravenous drug users (IDU) (9,5%), homoseksual (4,6%), perinatal (3,0%), biseksual (0,3%), tato (0,0%) dan faktor risiko yang tidak diketahui (4,3%).2 Di Bali, dari sekian kasus yang dilaporkan sebanyak 4.483 pasien HIV/AIDS pernah mendapatkan terapi ARV dimana 2.729 kasus masih mengikuti terapi ARV, 898 loss to follow up, 535 meninggal, 308 dirujuk keluar dan 13

orang menghentikan terapi ARV.2

Terapi ARV yang dilakukan seumur hidup bertujuan untuk menekan replikasi virus HIV/AIDS sehingga dapat mencegah timbulnya resistensi, mengembalikan dan memelihara kekebalan tubuh, mencegah progresifitas penyakit, dan mencegah kematian dini.3 Untuk mengetahui keberhasilan terapi ARV, maka perlu dilakukan evaluasi berdasarkan kriteria klinis, imunologis maupun virologis.4 Viral load (VL) merupakan standar untuk melakukan evaluasi keberhasilan terapi ARV dan mendiagnosis kegagalan imunologis pada negara yang berpendapatan tinggi.4 Namun, di sebagian besar negara dengan

pendapatan rendah dan menengah, tes VL biasanya tidak tersedia. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki sarana dan prasarana tidak memadai sehingga pemantauan klinis dan pemeriksaan CD4 lebih memungkinkan dilakukan untuk menentukan terjadinya IF. Hal ini juga disebabkan karena kendala biaya pemeriksaan viral load yang mahal dan terbatasnya ketersediaan alat uji.5

Berdasarkan penelitian EuroSIDA6 yang dilakukan di 27 negara di Eropa, dari 2372 pasien HIV/AIDS yang mendapatkan terapi ARV terdapat 23% pasien yang mengalami IF. Kejadian IF yang terjadi pada pasien HIV/AIDS dipengaruhi oleh beberapa prediktor. Berbagai penelitian menemukan bahwa prediktor IF dapat dibagi menjadi sosiodemografi, klinis, dan perilaku. Prediktor yang termasuk dalam sosiodemografi, yaitu jenis kelamin, umur, berat badan, pekerjaan, pendidikan, status marital, dan jarak tempat pelayanan kesehatan7-11 dan kelompok perilaku adalah perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS dan kepatuhan minum obat.12,13 Sedangkan prediktor yang termasuk dalam kelompok klinis, yaitu jumlah CD4 pada awal terapi, infeksi oportunistik (IO), kadar hemoglobin14-16 dan kelompok terapi ARV adalah kombinasi obat ARV.17 Terdapat ketidak konsistenan pada hasil-hasil penelitian sebelumnya, yang dikarenakan beberapa prediktor memiliki hasil yang belum konsisten, yaitu jenis kelamin, umur, jumlah CD4 pada awal terapi, perilaku berisiko terinfeksi HIV/AIDS.16-20

Hasil penelitian mengenai prediktor IF yang masih belum konsisten dan adanya kelemahan pada penelitian sebelumnya menjadikan penelitian ini penting untuk dilakukan. Hal ini diperkuat dengan masih belum adanya penelitian tentang prediktor yang mempengaruhi IF pada pasien HIV/AIDS di Indonesia khususnya di Bali sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang prediktor yang berhubungan dengan kejadian IF pada pasien HIV/AIDS yang melakukan terapi ARV di Bali. Penelitian ini juga diharapkan dapat digunakan sebagai sumber informasi oleh penentu kebijakan tentang tata laksana pengobatan pasien sehingga dapat dilakukan pencegahan terhadap prediktor yang dapat menyebabkan kejadian IF pada pelaksanaan terapi ARV.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan observasional analitik yang menggunakan desain kohort retrospektif. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah pasien HIV/AIDS yang berkunjung

ke Yayasan Kerti Praja, Bali (YKP) periode 2002 hingga 2012.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didapatkan melalui rekam medis di YKP. Pada penelitian ini menggunakan sebelas variabel penelitian. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah immunological failure, sedangkan variabel bebas terdiri dari jenis kelamin, umur, berat badan, pekerjaan, jumlah CD4 pada awal terapi, jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS, infeksi oportunistik, pengawas minum obat, pendidikan dan anemia.

Setelah data terkumpul dilakukan analisis dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Analisis data dilakukan secara univariat, bivariat dan multivariat. Tahap pertama, yaitu seluruh variabel dalam penelitian ini dianalisa secara univariat untuk melihat distribusi frekuensinya dan disajikan dalam tabel. Tahap kedua, yaitu melakukan analisa bivariat terhadap variabel tergantung dan variabel babas dengan menghitung nilai crude RR. Tahap ketiga, variabel–variabel yang signifikan pada analisis bivariat akan dianalisis secara multivariat dengan analisis cox regresi untuk mengetahui variabel yang secara independen berhubungan dengan kegagalan imunologis dan besarnya hubungan.

HASIL

Penelitian ini menggunakan data rekam medis yang didapat dari Yayasan Kerti Praja dari tahun 2002 hingga 2012 dengan jumlah pasien yang tercatat menerima terapi ARV sebanyak 549. Namun, hanya 205 (37,34%) yang memenuhi kriteria untuk menjadi sampel penelitian sedangkan 344 (62,65%) tidak memenuhi kriteria sebagai sampel penelitian karena tidak memiliki data hasil tes CD4 pada bulan ke-6 dan/atau bulan ke-12. Status pasien terhadap penggunaan ARV yang dianalisis dalam penelitian ini, yaitu 76,6% masih melakukan terapi ARV, 4,9% telah berhenti terapi ARV, 2,4% mengalami lost to follow up, 7,8% pindah tempat pelayanan kesehatan dan 8,3% meninggal.

Pada Tabel 1 menunjukkan, dari total 205 pasien lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (61,0%) dibandingkan perempuan. Pasien yang memiliki tingkat pendidikan sedang-tinggi (71,7%), dan 73,2% memiliki pekerjaan. Sebagian besar pasien yang mendapat terapi ARV di YKP mengalami infeksi HIV/AIDS melalui jalur transmisi aktivitas seksual (75,6%), sedangkan 24,4% melalui Intravenous Drugs User (IDU). Pada saat memulai terapi ARV, sebagian pasien tidak mempunyai infeksi opurtunistik (74,6%) dan memilik pengawas minum obat (PMO) (73,2%). Pengawas Minum Obat adalah seseorang yang

Tabel 1. Karakteristik pasien HIV/AIDS di Yayasan Kerti Praja

Karakteristik pasien

f (%)

Jenis kelamin (n=205)

Lelaki

125 (61,0)

Perempuan

80 (39,0)

Umur (n=205)

Muda (18-32 tahun)

131 (63,9)

Tua (>32 tahun)

74 (36,1)

Berat badan (n=204)

32-55 kg

111 (54,4)

>55 kg

93 (45,6)

Pendidikan (n=205)

Tingkat pendidikan rendah (tidak sekolah dan tamat SD)

58 (28,3)

Tingkat pendidikan sedang-tinggi (tamat SMP, SMA, dan

PT)

147 (71,7)

Pekerjaan (n=203)

Bekerja

150 (73,9)

Tidak bekerja

53 (26,1)

Jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS (n=205)

IDU

50 (24,4)

Seksual

155 (75,6)

Pengawas minum obat (n=205)

Ada

150 (73,2)

Tidak ada

55 (26,8)

Infeksi oportunistik sebelum terapi ARV (n=205)

Ada

52 (25,4)

Tidak ada

153 (74,6)

Jumlah CD4 pada awal terapi (n=205)

≤50 sel/mm3

68 (33,2)

>50 sel/mm3

137 (66,8)

Status anemia (n=202)

Iya

84 (41,6)

Tidak

118 (58,4)

Immunological failure (n=205)

Iya

28 (13,7)

Tidak

177 (86,3)


mengingatkan pasien untuk meminum obat ARV, yang bisa berasal dari keluarga maupun petugas dari YKP. Pada Tabel 1 juga menunjukkan, sebagian besar pasien memulai terapi ARV dengan kadar CD4 >50 sel/mm3 (66,8%), berat badan 3255 kg (54,4%) dan pasien yang tidak menderita anemia (58,4%). Hasil analisis menunjukkan dari 205 pasien terdapat 13,7% yang mengalami IF.

Pada analisis bivariat, variabel dikelompokkan menjadi faktor sosiodemografi dan faktor klinis. Dari Tabel 2 dapat dilihat variabel yang mempunyai hubungan signifikan dengan kejadian IF dilihat dari faktor sosiodemografi adalah jenis kelamin, PMO, pekerjaan, dan jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS. Sedangkan dari faktor klinis yaitu infeksi oportunistik sebelum terapi ARV dan jumlah CD4 pada awal terapi. Hasil

analisis dari faktor sosiodemografi menunjukkan jenis kelamin laki – laki memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami IF dibandingkan dengan perempuan (RR=2,733; 95%IK=1,108-6,745; P=0,029). Pasien yang dengan jalur transmisi terinfeksi secara IDU memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami IF dibandingkan pasien dengan jalur transmisi terinfeksi melalui aktivitas seksual (RR=2,477; 95%IK=1,181-5,236; P=0,018). Pasien dengan perilaku berisiko berupa aktivitas seksual adalah seluruh pasien heteroseksual, homoseksual, dan biseksual yang terlibat dalam penelitian ini. Hasil penelitian pada faktor sosiodemografi juga menunjukkan bahwa pasien yang memiliki PMO lebih berisiko mengalami IF (RR=2,290; 95%IK=0,795-6,601; P=0,125). Risiko yang lebih tinggi mengalami IF juga diperlihatkan oleh pasien HIV/AIDS yang tidak bekerja (RR=0,518; 95%IK=0,239-1,124; P=0,096).

Adapun hasil analisis dari faktor klinis menunjukkan bahwa pasien yang memiliki jumlah CD4 ≤50 sel/mm3 memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami IF dibandingkan dengan pasien yang memiliki jumlah CD4 >50 sel/mm3 (RR=4,165; 95%IK=1,885-9,206; P=<0,0001). Ada tidaknya IO sebelum terapi ARV dimulai juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap terjadinya IF karena pasien yang memiliki IO sebelum terapi ARV dimulai memiliki risiko lebih tinggi mengalami IF dibandingkan dengan pasien yang tidak memiliki IO (RR=2,749; 95%IK=1,310-5,768; P=0,007).

Variabel yang dianalisis dalam analisis multivariat adalah variabel dengan nilai P<0,2 pada analisis bivariate karena itu seharusnya variabel yang dimasukkan ke dalam analisis multivariat adalah jenis kelamin, pekerjaan, jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS, PMO, IO sebelum terapi, dan jumlah CD4 awal terapi. Namun dari enam variabel yang signifikan pada analisis bivariate hanya empat variabel yang memenuhi kriteria untuk dimasukkan dalam model analisis multivariate, yaitu jenis kelamin, PMO, jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS, dan CD4 pada awal terapi.

Pada Tabel 3 hasil analisis multivariat didapatkan bahwa dari empat variabel yang dianalisis hanya satu variabel yang signifikan sebagai prediktor terjadinya immunological failure di Yayasan Kerti Praja, yaitu kadar CD4 pada awal terapi ARV. Analisis ini menunjukkan bahwa pasien yang memulai terapi ARV dengan kadar CD4 awal ≤50 sel/mm3 mempunyai risiko 3,592 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami immunological failure dibandingkan dengan pasien yang memulai terapi dengan CD4 awal <50 sel/mm3 (HR=3,592; 95%IK=1,616-7,984;P=0,002).

Tabel 2. Hubungan faktor sosio-demografi dan faktor klinis pasien HIV/AIDS dengan immunological failure di Yayasan Kerti Praja

Immunological failure (IF)

Risiko relatif mengalami IF

Variabel

IF

Tidak IF

(95%IK) (n=205)

Nilai P

Sosio-demografi Jenis kelamin

Lelaki (n=125)

17,6%

82,4%

2,733 (1,108-6,745)

0,029

Perempuan (n=80)

7,5%

92,5%

Umur

Muda (n=131)

13,7%

86,3%

1,015 (0,468-2,198)

0,971

Tua (n=74)

13,5%

86,5%

Berat badan

32-55 kg (n=111)

16,2%

83,8%

1,459 (0,674-3,161)

0,338

>55 kg (n=93)

10,8%

89,2%

Pendidikan

Rendah (n=58)

12,1%

87,9%

1,327 (0,564-3,124)

0,517

Sedang-tinggi (n=147)

14,3%

85,7%

Pekerjaan

Bekerja (n=150)

12,0%

88,0%

0,518 (0,239-1,124)

0,096

Tidak bekerja (n=53)

18,9%

81,1%

Jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS

IDU (n=50)

24,0%

76,0%

2,477 (1,181-5,236)

0,018

Seksual (n=155)

10,3%

89,7%

Pengawas minum obat

Ada (n=150)

16,0%

84,0%

2,290 (0,795-6,601)

0,125

Tidak ada (n=55)

7,3%

92,7%

Klinis

Infeksi oportunistik sebelum terapi ARV

Ada (n=52)

26,9%

73,1%

2,749 (1,310-5,768)

0,007

Tidak ada (n=153)

9,2%

90,8%

Jumlah CD4 pada awal terapi

≤50 sel/mm3 (n=68)

27,9%

72,1%

4,165 (1,885-9,206)

<0,0001

>50 sel/mm3 (n=137)

6,6%

93,4%

Status anemia

Iya (n=84)

16,7%

83,3%

1,539 (0,733-3,229)

0,254

Tidak (n=118)

11,9%

88,1%

Tabel 3. Analisis multivariat prediktor immunological failure pada pasien HIV/AIDS di Yayasan Kerti Praja

PEMBAHASAN

Setelah 10 tahun periode pengamatan

Variabel

Risiko relatif 95%IK

Nilai P

terhadap kohort pasien HIV/AIDS yang menerima terapi ARV di Yayasan Kerti Praja, pasien yang

Jenis kelamin

2,031 (0,786-5,247)

0,143

mengalami immunological failure sebanyak 13,70%. Kejadian IF yang dialami oleh pasien dipengaruhi oleh beberapa prediktor. Prediktor utama yang

Pengawas minum obat

2,006 (0,694-5,799)

0,199

secara signifikan mempengaruhi kejadian IF di YKP adalah jumlah CD4 awal terapi. Sedangkan

Jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS

1,785 (0,815-3,912)

0,148

prediktor lainnya yang dianalisis pada penelitian ini tidak memiliki hasil yang signifikan terhadap

Jumlah CD4 pada awal terapi

3,592 (1,616-7,984)

0,002

kejadian IF di YKP.

Persentase kejadian IF di YKP memiliki

persentase yang lebih rendah dibandingkan dengan dua penelitian yang dilakukan di Southern Ethiopia21 tahun 2015 dengan IF 17,60% dan

penelitian di EuroSIDA6 pada tahun 2004 dengan prevalensi IF 23%. Rendahnya persentase kejadian IF di YKP dapat disebabkan oleh karena adanya perbedaan karakteristik pasien di Indonesia dengan negara lain serta adanya perbedaan tingkat kepatuhan pasien minum obat di Indonesia dengan negara lain. Namun, dalam penelitian ini tingkat kepatuhan pasien tidak diteliti karena keterbatasan data.

Jumlah CD4 awal terapi merupakan prediktor utama terhadap kejadian IF di YKP. Dengan kata lain, rendahnya jumlah CD4 pada saat awal terapi dapat meningkatkan risiko terjadinya IF pada pasien HIV/AIDS yang menjalani terapi ARV. Hasil penelitian di YKP sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Boris dkk15, pada tahun 2012, menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah CD4 di bawah 50 sel/mm3 mempunyai risiko empat kali lipat untuk tidak mengalami peningkatan jumlah CD4 >200 sel/mm3 (OR=4,12; 95%IK=2,55-6,64; P<0,0001) dan berisiko dua kali lipat untuk tidak mengalami peningkatan CD4>500 sel/mm3 (OR=2,06; 95%IK=1,08-3,94; P=0,0294) selama masa terapi 12 bulan dan 30 bulan. Penelitian ini sejalan dengan Arici dkk22, pada tahun 2001 dan Florence dkk23, pada tahun 2003yang menunjukkan bahwa pasien dengan jumlah CD4 tinggi di awal terapi akan memiliki risiko mengalami IF yang lebih rendah. Akan tetapi, terdapat beberapa penelitian yang tidak sesuai dengan hasil penelitian di atas, yaitu penelitian yang dilakukan di Johannesburg selama 13 bulan oleh Muzah dkk16, pada tahun 2012 menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan jumlah CD4 yang tinggi yaitu ≥200 sel/mm3 justru menyebabkan rendahnya peningkatan jumlah CD4. Studi yang dilakukan Smith dkk19, pada tahun 2004 di London selama 24 bulan juga menemukan bahwa memulai terapi ARV dengan jumlah CD4 yang tinggi (>200 sel/mm3) berhubungan dengan rendahnya peningkatan jumlah CD4 yang lebih besar pada 3 bulan pertama terapi ARV. Walaupun terdapat beberapa studi yang menemukan bahwa pasien yang memulai terapi dengan jumlah CD4 yang rendah tidak memiliki risiko lebih tinggi dalam mengalami IF, kondisi ini tetap perlu menjadi perhatian khusus bagi tenaga medis dalam pemberian terapi ARV. Hal ini dikarenakan kecenderungan terjadinya infeksi oportunistik akan meningkat ketika jumlah CD4 pada awal terapi rendah, yang selanjutnya dapat berdampak pada rendahnya peningkatan jumlah CD4 selama terapi ARV.24,25 Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian di YKP yang menunjukkan bahwa klien CST yang memiliki IO pada awal terapi cenderung mengalami IF (26,90%) dibandingkan dengan klien yang tidak memiliki IO pada awal terapi ARV

(9,20%). Maka dari itu, pasien HIV/AIDS yang memiliki jumlah CD4 ≤50 sel/mm3 perlu mendapat penanganan dan pengawasan yang lebih sebelum memulai terapi ARV sehingga peningkatan jumlah CD4 selama terapi dapat terjadi secara optimal.

Penelitian ini menemukan hasil statistik yang signifikan terhadap variabel jenis kelamin pada analisis bivariat, dimana immunological failure lebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Akan tetapi, hasilnya menjadi tidak signifikan pada analisis multivariat. Hasil ini konsisten dengan hasil penelitian dari beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa jenis kelamin bukan prediktor terjadinya immunological failure.11,21,26

Kejadian IF pada pasien HIV/AIDS yang memiliki PMO lebih besar dibandikan dengan pasien yang tidak memiliki PMO. Pada analisis bivariat PMO memiliki hasil yang signifikan secara statistik, akan tetapi pada analisis multivariat menjadi tidak signifikan. Sedangkan pada beberapa penelitian mengenai PMO dihubungkan dengan tingkat kepatuhan minum obat pasien HIV/AIDS. Pada penelitian Kaguiri tahun 2014 menunjukkan bahwa pasien yang memiliki PMO baik yang berasal dari suatu perkumpulan sosial, pasangan hidup dan/atau anaknya memiliki hubungan yang positif dalam mengoptimalkan tingkat kepatuhan pasien dalam minum obat.27 Sejalan dengan penelitian tersebut, Decroo dkk28, pada tahun 2011 mengimplementasikan suatu kelompok komunitas ART untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam minum obat dan metode ini mampu menurunkan kejadian lost to follow up (LFTU), dimana dari 1384 pasien yang masuk dalam kelompok tersebut hanya 0,2% yang mengalami LFTU. Akan tetapi, pada penelitian ini tidak menemukan hasil yang signifikan antara PMO dengan kejadian immunological failure. Hal ini dapat disebabkan karena kurang optimalnya peran PMO dalam memberikan dukungan dan pengawasannya terhadap pasien atau bisa saja karena tingginya pasien yang mengalami LFTU menyebabkan jumlah sampel semakin kecil dan tidak signifikan. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengenai PMO sebagai salah satu prediktor kejadian immunological failure.

Variabel lain yang signifikan pada hasil bivariat namun menjadi tidak signifikan pada hasil multivariate adalah jalur transmisi terinfeksi HIV/ AIDS. Jika dilihat dari jalur transmisi terinfeksi HIV/AIDS, prevalensi tertinggi mengalami kejadian immunological failure terjadi pada IDU, yaitu 24% sedangkan melalui aktivitas seksual sebanyak 10,30%. Pada penelitian Lampe dkk12, tahun 2006 menunjukkan hubungan yang kuat

antara kegagalan virologi dengan kelompok perempuan heteroseksual, laki – laki heteroseksual, IDU, dan pasien dengan paparan lainnya. Akan tetapi, pada penelitian Gracia dkk29, tahun 2004 menemukan bahwa pasien yang memulai terapi dengan perilaku berisiko IDU tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan peningkatan CD4.

SIMPULAN

Simpulan dari penelitian ini, yaitu sebanyak 13,7% pasien HIV/AIDS mengalami immunological failure (IF). Prediktor utama yang mempengaruhi kejadian immunological failure di Yayasan Kerti Praja adalah jumlah CD4 awal terapi.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Kemenkes RI. Statistik kasus HIV/AIDS di Indonesia. 2014. Didapatkan dari http:// spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf yang diakses pada tanggal 9 Desember 2014.

  • 2.    Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Bali. Laporan tahunan dinas kesehatan provinsi Bali. Denpasar, Bali. 2013.

  • 3.    Hasse B, Ledergerber B, Furrer H, Battegay M, Hirschel B, Cavassini M, dkk. Morbidity and aging in HIV-infected persons: the Swiss HIV cohort study. Clin Infect Dis, 2011;53:1130-1139.

  • 4.    Palmer S. Advances in detection and monitoring of plasma viremia in HIV-infected individuals receiving antiretroviral therapy. Curr Opin HIV AIDS; 2013; 8:87–92.

  • 5.    Octavianus YN. Hubungan kondisi medis awal dan faktor eksternal pasien HIV/AIDS saat mulai terapi ARV tahun 2002-2012 dengan peningkatan CD4 lebih dari 350 cell/mm3 di Klinik Amerta Yayasan Kerti Praja Denpasar. Tesis : Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pascasarjana. Universitas Udayana : Denpasar. 2014.

  • 6.    Dragsted UB, Mocroft A, Vella S, Viard JP, Hansen ABE, Panos G, dkk. Predictors of immunological failure after initial response to highly active antiretroviral therapy in HIV-1– infected adults: A EuroSIDA Study. The Journal of Infectious Diseases 2004; 190:148–55.

  • 7.    Gandhi RT, John S, Ellen C, David MA, Benigno R, Thomas CM, dkk. Effect of baseline and treatment-related factors on immunologic recovery after initiation of antiretroviral therapy in HIV-positive subjects: results from ACTG 384. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 2006; 42: 426-434.

  • 8.    Kariminia A, Durier N, Jourdain G, Saghayam S, Do CV, Nguyen LV, dkk. Weight as predictors of clinical progression and treatment failure: results from the TREAT Asia Pediatric HIV observational database. Journal of Acquir Immune Defic Syndr 2014;67:71–76

  • 9.    Meriki HD, Tufon KA, Afegenwi MH, Nyindem BA, Atang PN, Anong DN, Cho-Ngwa F, dan Nkuo-Akenji T. Immuno-haematologic and virologic responses and predictors of virologic failure in HIV-1 infected adults on first-line antiretroviral therapy in Cameroon. Infectious Diseases of Poverty 2014;3:5. Didapatkan dari http://www.idpjournal.com/content/3/1/5 diakses pada tanggal 22 Desember 2014.

  • 10.    Melsew YA, Terefe MW, Tessema GA, dan Ayele TA. Rate of immunological failure and its predictors among patients on highly active antiretroviral therapy at Debremarkos Hospital, Northwest Ethiopia: A Retrospective Follow up Study. Journals AIDS Clinical Research 2013; 4:5.

  • 11.    Teshome W, dan Assefa A. Predictors of immunological failure of antiretroviral therapy among HIV infected patients in Ethiopia: A Matched Case-Control Study. Plos One 2014;9(12): e115125.

  • 12.    Lampe FC, Gatell JM, Staszewski S, Johnson MA, Pradier C, Gill MJ, dkk. Changes over time in risk of initial virological failure of combination antiretroviral therapy a multicohort analysis, 1996 to 2002. Arch Intern Med. 2006;166:521-528. Didapatkan dari http:// archinte.jamanetwork.com/on01/08/2015 diakses pada tanggal 18 Desember 2014.

  • 13.    Jittamala P, Puthanakit T, Chaiinseeard S, dan Sirisanthana V. Predictors of virologic failure and genotypic resistance mutation patterns in thai children receiving non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor-based antiretroviral therapy. Pediatric Infectious Diseases Journal 2009;28(9):826-30. Didapatkan dari http:// www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/19654564 diakses pada tanggal 10 Januari 2015.

  • 14.    Bello EJM, Correia AF, Marins JRP, Merchan-Hamann E, dan Kanzaki LIB. Predictors of virologic failure in HIV/AIDS patients treated with highly active antiretroviral therapy in Brasília, Brazil during 2002–2008. Drug Target Insights, 2011; 5:33–41.

  • 15.    Boris J, Danielle P, Musie G, Carmen C, Marcus A, Henry S, dkk. Factors predicting discordant virological and immunological responses to antiretroviral therapy in HIV-1 clade C infected Zulu/Xhosa in South Africa. Plos One 2012; 7:31161.

  • 16.    Muzah BP, Takuva S, Maskew M, dan Delany-Moretlwe S. Risk factors for discordant immune response among HIV-infected patients initiating antiretroviral therapy: a retrospective cohort study. Southern African Journal of HIV Medicine 2012; 13(4).

  • 17.    Srasuebkul P, Ungsedhapand C, Ruxrungtham K, Boyd MA, Phanuphak P, Cooper DA, dkk. Predictive factors for immunological and virological endpoints in Thai patients receiving combination antiretroviral treatment. British HIV Association HIV Medicine 2007; 8: 46–54.

  • 18.    Kaufmann GR, Hansjakob F, Bruno L, Luc P, Milos O, Pietro V, dkk. Characteristics, determinants, and clinical relevance of CD4 t-cell recovery to >500 cells/ml in HIV type 1-infected individuals receiving potent antiretroviral therapy. Clinical Infectious Diseases (CID) 2005; 41: 361–372.

  • 19.    Smith CJ, Sabin CA, Youle MS, Sabine K, Lampe FC, Madge S, dkk. Factors influencing increases in CD4 cell counts of HIVpositive persons receiving long-term highly active antiretroviral therapy. The Journal of Infectious Diseases 2004; 190: 1860- 1868.

  • 20.    Diego LC, Kristien V, Larissa O, David I, Juan E, Lynen L, dkk. Predictors of CD4+ cell count response and of adverse outcome among HIV-infected patients receiving highly active antiretroviral therapy in a public hospital in Peru. International Journal of Infectious Diseases 2008; 12: 325-331.

  • 21.    Yirdaw KD,dan Hattingh S. Prevalence and Predictors of immunological failure among HIV patients on HAART in Southern Ethiopia. 2015. Didapatkan dari Plos One 10(5):e0125826. oi:10.1371/journal.pone.0125826 diakses pada tanggal 20 September 2015.

  • 22.    Arici C, Ripamonti D, Ravasio V, Maggiolo F, Rizzi M, Finazzi MG, dan Suter F. Long-term clinical benefit after highly active antiretroviral therapy in advanced HIV-1 infection, even in patients without immune reconstitution. International Journal STD AIDS 2001;12: 573– 581.

  • 23.    Florence E, Lundgren J, Dreezen C, Fischer M, Kirk O, Blaxhult A, Panos G, Katlama C, dkk. Factors associated with a reduced CD4 lymphocyte count response to HAART despite fullviralsuppressionintheEuroSIDAstudy.HIV

Med; 2003; 4: 255–262. Didapatkan dari http:// www.researchgate.net/profile/George_Panos2/ publication/227723380_Factors_associated_ with_a_reduced_CD4_lymphocyte_count_ response_to_HAART_despite_full_viral_ suppression_in_the_EuroSIDA_study/ links/0912f50b6eabde4e17000000.pdf diakses pada tanggal 30 Desember 2014.

  • 24.    Lawn SD, Myer L, Bekker LG, dan Wood R. CD4 cell count recovery among HIV-infected patients with very advanced immunodeficiency commencing antiretroviral treatment in subSaharan Africa. BMC Infect Dis 2006; 6:59.

  • 25.    Griensven J, dan Thai S. Predictors of immune recovery and the association with late mortality while on antiretroviral treatment in Cambodia. Trans R Soc Trop Med Hyg 2011; 105: 694–703.

  • 26.    Chaiwarith R, Wachirakaphan C, Kotarathititum W, Praparatanaphan J, Sirisanthana T, Supparatpinyo K. Sensitivity and specificity of using CD4+ measurement and clinical evaluation to determine antiretroviral treatment failure in Thailand. International Journal of Infectious Diseases, Elseveir 2006; 11:5:413-416. Didapatkan dari http://www. ijidonline.com/article/S1201-9712(06)00201-3/pdf diakses pada tanggal 29 September 2015.

  • 27.    Kaguiri CE. Role oSocial Support on adherence to antiretroviral therapy among patients attending Ampath Clinic at Moi Teaching and Referral Hospital, Eldoret, Kenya. 2014. Didapatkan dari http://41.89.160.13:8080/ xmlui/handle/123456789/318 diakses pada tanggal 2 November 2015.

  • 28.    Decroo T, Telfer B, Biot M, Maı¨ke´re´ J, Dezembro S, Cumba LI, Dores C, Chu K, Ford N. Distribution of antiretroviral treatment through self-forming groups of patients in Tete Province, Mozambique. J Acquir Immune Defic Syndr 2011;56:2. Didapatkan dari https://www. ghdonline.org/uploads/Decroo_distribution_ ARV_through_patient_groups_JAIDS_2011. pdf diakses pada tanggal 2 November 2015.

  • 29.    Garcia F, Elisa DL, Montserrat P, Pedro C, Gabriel M, Meritxell N, dkk. Long-term CD4+ t-cell response to highly active antiretroviral therapy according to baseline CD4+ t-cell count. Journal of Acquired Immune Deficiency Syndromes 2004; 36(2) :702-713.

142

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum