DOI: 10.24843/JH.2018.v22.i01.p02

ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 22.1 Pebruari 2018: 6-12

Prasasti Kintamani E Kajian Epigrafi

I Gede Prama Saputra1*, Coleta Palupi Titasari2

Program Studi Arkeologi Fakultas Ilmu Budaya

1[[email protected]], 2 [[email protected]]

Abstrak

Studi ini dikonsentrasikan terhadap satu kelompok prasasti yang saat ini disimpan di Pura Bale Agung Kintamani. Rumusan masalah yaitu bagaimana aspek kebahasaan dan aspek pranata sosial yang terdapat dalam prasasti. Tujuan yang ingin dicapai yakni mengetahui bahasa, aksara, ejaan dan afiksasi serta sosial kemasyarakatan yang dilakukan pada masa saat itu. Metode yang ditempuh yakni pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan observasi pada hasil dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan analisis morfologi dan analisis kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Prasasti Kintamani E mengandung beberapa aspek kebahasaan yaitu afiksasi yang digunakan yaitu Perfiks (awalan) : di-, sa-, a- atau ma-, pa-, ka- , pari-, Infiks ( sisipan ) : -um-, -in-, Sufiks ( akhiran ) : -nya-, -aken,- ĕn, Konfiks : (pa – an), (ma-an), (ka-an), (ma-akĕn), ( pa-nya), (saka-nya). Pranata sosial meliputi aspek politik, ekonomi, agama, dan sosial yang terkandung dalam prasasti mencerminkan masyarakat pada kala itu.

Kata kunci : prasasti, kebahasaan, pranata sosial

Abstract

This study is concentrated on a group of inscriptions currently stored in Bale Agung Kintamani Temple. Therefore the problemsis consists of two questions, those are: how the linguistic aspects of the inscription and aspects of social institutions enclosed to the inscription. The are two phasesresearch method. Data collection is done through libraryresearch and observation to documentation result. The collected dataare analyzed through morphological analysis and qualitative analysis.The research results showed that the Kintamani E inscription contains several aspects of language such as the using of affixation are Perfix: (di-, sa-, a- or ma-, pa-, ka-, pari-, Infix: -um- , -in-, suffixes: -nya-, -aken, - ĕn, konfiks: (pa - an), (ma - an), (ka - an), (ma - akĕn), (pa - nya), (saka-nya).The social orders involved the political aspect, economic aspect, religious aspect and social aspects contained in the inscription very possibly reflectedthe society at that time

Keywords : inscription, linguistic, social order.

  • 1.    Latar Belakang

Indonesia memiliki berbagai jenis tinggalan arkeologi yang sangat banyak salah satu tinggalan arkeologi berupa artefak yaitu tulisan yang dipahatkan, digoreskan maupun ditatahkan pada media batu, logam, tanah liat dan daun lontar disebut prasasti.

Prasasti adalah piagam kerajaan yang dikeluarkan oleh raja atau pejabat

berwenang. Prasasti pada umumnya berisi tentang mantra-mantra keagamaan, ketetapan hukum atau penetapan sebidang tanah menjadi sima atau daerah otonom, larangan berlalu lalang di sekitar tempat suci, pemisahan pemerintahan secara administratif antar desa, peninjauan pajak, dan lain sebagainya.

Prasasti yang ditemukan di Bali, paling banyak terdapat di Kabupaten

Bangli (Goris, 1954). Wilayah Kecamatan Kintamani dan sekitarnya memiliki banyak tinggalan prasasti, salah satunya yaitu Prasasti Kintamani yang terdapat di Desa Kintamani tepatnya di Pura Bale Agung. Prasasti ini berjumlah 17 lempeng tembaga yang terbagi ke dalam tujuh kelompok berdasarkan pada raja yang mengeluarkan, bentuk aksara, dan penggarapan. Berdasarkan jenis aksara dan bahasa dapat dibagi menjadi dua yakni menggunakan aksara dan bahasa Bali Kuno dan Jawa Kuno, serta dikeluarkan oleh raja yang berbeda. Tema pokok dari tujuh kelompok Prasasti Kintamani berkaitan dengan perluasan pesanggrahan di Air Mih, batas-batas wilayah, hak dan kewajiban masyarakat Kintamani, pengaturan harta warisan, pengaturan perdagangan, serta pelestarian lingkungan. Dilihat dari tujuh kelompok tersebut, hanya kelompok kelima dan keenam yang merupakan prasasti lengkap. Prasasti yang tergolong lengkap terdiri atas bagian pembukaan yang berisi angka tahun dan unsur penanggalan, nama atau gelar raja yang memerintah, nama pejabat atau perwakilan desa yang menerima perintah, selanjutnya bagian isi berisi tentang sebab-sebab dikeluarkan prasasti (sambandha), keputusan raja mengenai pajak, hak dan kewajiban penduduk desa yang dianugrahkan prasasti. Terakhir bagian penutup berisi saksi-saksi yang terdiri atas pejabat-pejabat, kadangkala disertakan nama dewa, kutukan dan hukuman bagi yang melanggar.

Berdasarkan pada uraian di atas, penulis ingin melakukan penelitian pada salah satu prasasti tembaga yang merupakan bagian himpunan beberapa kelompok prasasti yang ada di Kintamani yakni Prasasti Kintamani E merupakan prasasti yang dikeluarkan oleh Paduka Sri Maharaja Ekajaya Lancana beserta permaisurinya Paduka Sri Maharaja Sri Arjjaya Dengjaya Ketana. Sebelumnya

Goris pernah menerbitkan sebagian prasasti Kintamani, yaitu Prasasti Kintamani kelompok A, B, C, namun hanya sebatas alih aksara dan penjelasan singkat saja, Kemudian, penelitian Goris dilanjutkan oleh Putu Budiastra, tetapi hasil penelitiannya tidak diterbitkan dan hanya sebatas laporan teknis tanpa dilengkapi dokumentasi yang memadai. (Sunarya,dkk, 2015  :  3). Penelitian

selanjutnya dilakukan oleh tim epigrafi Balai Arkeologi Bali pada tanggal 14 Juli 2014. Penelitian tersebut berupa alih aksara dan penjelasan gambaran isi prasasti, kemudian diterbitkan dalam Berita Penelitian Arkeologi tahun 2015 dengan judul Penelitian Prasasti Kintamani. Pertimbangan Penulis memilih Prasasti Kintamani E yakni prasasti tersebut merupakan prasasti lengkap dibandingkan dengan kelompok lainnya dengan menyebutkan angka tahun, nama raja, sambanda, larangan, hak, kewajiban, serta para pejabat yang hadir.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan yang telah dipaparkan pada latar belakang penelitian, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimana aspek kebahasaan dari prasasti Kintamani E, khususnya berkenaan dengan aksara atau paleografi, ejaan, bahasa, dan afiksasinya?

  • 2.    Bagaimana aspek pranata sosial yang disebutkan dalam prasasti Kintamani E, khususnya dalam bidang politik, ekonomi, agama, dan hukum?

  • 3.    Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini yakni secara umum bertujuan ntuk memahami serta     merekonstruksi     kehidupan

masyarakat masa lampau, menyusun cara

– cara hidup masyarakat masa lampau serta memahami proses perubahan budaya dimasyarakat yang tercantum dalam prasasti. Penelitian ini juga bertujuan memberikan gambaran kepada masyarakat luas khususnya masyarakat di wilayah Kintamani tentang peradaban manusia masa lalu sebagai pendukung dari Prasasti Kintamani.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini untuk menjawab semua permasalahan yang telah dirumuskan secara terperinci yaitu :

  • 1.    untuk mengetahui aspek kebahasaan melalui bahasa dan aksara, serta ejaan dan afiksasi yang terdapat pada prasasti Kintamani E,

  • 2.    untuk mengetahui aspek pranata sosial masyarakat yang disebutkan dalam prasasti Kintamani E.

  • 4.    Metode Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai sebuah penelitian perpustakaan dengan Pendekatan ilmu arkeologi menggunakan Metode yang ditempuh melalui dua tahapan yaitu pengumpulan data dan analisis data. Pengumpulan data dilakukan melalui studi pustaka dan observasi pada hasil dokumentasi. Data yang telah terkumpul dianalisis menggunakan analisis morfologi dan analisis kualitatif. Analisis tersebut dibantu dengan Teori Strukturalisme, Teori Fungsional Struktural dan Teori Birokrasi.metode kualitatif. Penggunaan metode kualitatif karena didorong oleh kesadaran akan realitas sosial dan tingkah laku manusia.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan 5.1 Aspek Kebahasaan Bahasa

Hubungan yang erat yang terjadi antara pulau jawa dan pulau Bali sangat berpengaruh pada sistem bahasa. Pada masa pemerintahan raja-raja setelah raja Udayana memerintah Bahasa Jawa Kuno seringkali digunakan dalam prasasti , hal ini menyebabkan bahasa Bali Kuno perlahan-lahan mengalami kepunahan dan digantikan oleh Bahasa Jawa Kuno. Mardiwarsito     dan     Kridalaksana

mengungkapkan bahwa bahasa Jawa Kuno nampaknya sangat dipengaruhi oleh bahasa Sanskerta, hal tersebut terlihat dalam cara mengeja seperti dalam membedakan panjang atau pendeknya suatu vokal yang dilambangkan dengan huruf : a-ā, i-ī, u-ū, fonem beraspirasi seperti : bh, dh, kh, ph, th, dan sebagainya, serta bunyi desis apikal dan palatal (ș dan ś) (Mardiwarsito dan Kridalaksana, 1984: 29).

Berdasarkan hasil analisis terhadap Prasasti Kintamani E, dapat dikatakan bahwa prasasti pada pemerintahan Raja Baginda Paduka Sri Maharaja Haji Ekajaya Lancana yang didampingi permaisurinya Paduka Sri Maharaja Sri Arjjaya Dengjaya Ketana menggunakan Bahasa Jawa Kuno, bahasa tersebut berkembang sangat kuat dimasyarakat dan mungkin saja menjadi bahasa kebiasaan sehari-hari.

Ejaan

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia Ejaan adalah kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat dan sebagainya) dala bentuk tulisan atau huruf huruf serta penggunaan tanda baca (Suharso dan Retnoningsih, 2011 : 128). Penggunaan ejaan dapat

dilihat dalam prasasti-prasasti di Indonesia, khususnya yang berbahasa melayu kuno, Jawa Kuno, dan Bali Kuno dengan menggunakan abjad dewanagari.

Sementara, bahasa sansekerta telah berkembang pada awal sejarah nusantara, sehingga cukup sulit dijumpai persamaan dengan     bahasa-bahasa     tersebut.

Perbedaan yang paling penting yakni adanya perbedaan dalam hal penulisan atau penggunaan abjad yang ada pada bahasa-bahasa tersebut tidak ditemukan dalam bahasa Sansekerta, serta penulisan bunyi atau suara ĕ pĕpĕt dan ő.

Prasasti      Kintamani      E

menggunakan bahasa Jawa Kuno yang sangat dipengaruhi oleh bahasa sansekerta. Pengaruh terssebut tampak dalam cara mengeja, seperti hanya dalam membedakan panjang pendek vokal yang dilambangkan dengan huruf : a-ā, i-ī, u-ū, fonem beraspirasi seperti : bh, dh, kh, ph, th dan sebagainya, serta bunyi desisi apical dan palatal (ṣ dan ś). Bunyi-bunyi yang digambarkan oleh huruf-huruf tersebut bukan merupakan bunyi bahasa Jawa Kuno asli, melainkan penulisannya tetap menurut pola ejaan sansekerta.

Afiksasi

Afiksasi adalah proses atau hasil penambahan imbuhan (afiks) pada kata dasar sehingga menghasilkan kata berimbuhan (Suharso dan Retnoningsih, 2011  :  18). Afiks terdiri atas awalan

(perfiks), sisipan (infiks), akhiran (sufiks) dan dan imbuhan gabungan (konfiks). Hasil analisis terhadap Prasasti Kintamani E terdapat beberapa imbuhan yang digunakan yaitu :

  • a.    Perfiks ( awalan ) : di-, sa-, a- atau ma, pa-, ka- , pari-

  • b.    Infiks ( sisipan )   : -um-, -inc. Sufiks ( akhiran )  : -nya-, -aken,- ĕn

  • d.    Konfiks           : (pa – an), (ma-

an), (ka-an), (ma-akĕn), ( pa-nya), (saka-nya)

  • 5.2 Aspek Pranata Sosial Aspek Politik

Politik secara etimologis berasal dari kata Yunani yaitu ”polis” yang berarti kota atau negara kota, selanjutnya kata itu berkembang menjadi ”polites” yang berarti warga negara, ”politeia” yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, ”politika” yang berarti pemerintahan negara dan ”politikos” yang berarti kewarganegaraan. Ketatanegaraan sangat berkaitan dengan sistem pemerintahan, yang diperlukan untuk menjaga kestabilan suatu negara dalam mengatur pemerintahan.

Posisi tertinggi diduduki oleh raja sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam kerajaan.Pada lapisan kedua diduduki oleh para pejabat kerajan yaitu Dang Acaryya, samgat, senapati dan rakran yang terdiri dari orang-orang ahli ialah para pemuka agama dari kelompok siwa dan kelompok budha. Lapisan kekuasaan ketiga diduduki oleh para pegawai kerajaan. Mereka merupakan orang-orang yang diberikan tugas dalam lingkup satu bidang tertentu. Lapisan kekuasaan keempat, diduduki oleh para pemimpin desa, ruang lingkup kepemimpinannya hanya sebatas wilayah desa, kata desa dalam prasasti disebut thāni. Jabatan pemimpin desa tersebut disebut dengan kabayan

Aspek Ekonomi

Pada Abad XII nampaknya kegiatan berdagang menjadi kegiatan masyarakat selain bertani. Adanya kontak atau hubungan masyarakat pegunungan Kintamani dengan masyarakat daerah pesisir Bali Utara melalui perdagangan hasil bumi berupa kapas sebagai komoditi utama serta hasil pertanian berupa kasumba, bawang merah, bawang putih dan jamuju

Masyarakat Kintamani diberikan hak khusus untuk memasok kapas ke daerah pesisir. Bahkan masyarakat

pinggir danau dilarang untuk ikut berjualan ke daerah pesisir tersebut. Kegiatan perdagangan kapas menjadi perhatian terlihat dari pengaturan-pengaturan terhadap aktivitas perdagangan yang dilakukan masyarakat Kintamani, pinggir danau dan pesisir, dalam prasasti disebutkan,

Aspek Agama

Agama Siwa/Hindu dan Budha terus berkembang secara berdampingan, seperti yang pada Prasasti kintamani E pada lempeng Va baris pertama “….karuhun mpuṅku śewasogata….”. kata karuhun terbentuk atas kata dasar ruhun yang berarti ‘dahulu, pertama’ mendapat perfiks ka- menjadi karuhun yang berarti ‘didahulukan, diutamakan’. Hal ini menggambarkan bahwa para pemuka agama sangat dihormati dan selalu diutamakan. Selain itu, terlihat juga dari penyebutan nama para pemuka agama tersebut dalam prasasti disebut Dang Acarya untuk pendeta agama Siwa dan Dang Upadhyaya untuk pendeta agama Budha. Dang merupakan sebuah partikel penunjuk orang yang juga lazim digunakan untuk orang-orang terhormat, selanjutnya Acarya berarti ‘pendeta, guru agama’ dan Upadhyaya berarti ‘guru’. Dang Acarya dan Dang Upadhyaya pada hakikatnya berarti ‘yang terhormat sang guru; guru yang terhormat’ (Astra, 1997: 282-283). Pada masa Pemerintahan Raja Ekajaya disebutkan beberapa pemuka agama yaitu pada lempeng Va baris keempat sampai dengan baris keenam menyebutkan pemimpin pendeta Siwa di Dharmmahanyar bernama Dang Acaryya Jiwajaya, yang memimpin di Lokeswara bernama Dang Acaryya Dhirasanaka, yang memimpin di Kunjarasana bernama Dang Acaryya Amarasa, yang menjabat sebagai Makarun bernama Dang Acaryya Pangguna, Samgat Juru Wadwa bernama Dang Acaryya Utarendra, pemimpin pendeta Budha di Kadhikaran bernama

Dang Upadhyaya Sawlas, yang berkuasa di Kutihanyar bernama Dang Upadhyaya Urnna, samgat mangiren-ngiren bernama Wandami Siddha Karyya.

Aspek Hukum

Berdasarkan hasil analis terhadap prasasti Kintamani E, terdapat berbagai macam iuran pajak yang ditujukan pada masyarakat Kintamani, pajak atau iuran tersebut disebut dengan padṛwya hajyanya, pajak-pajak dibayar bersamaan dengan diadakannya sidang pejabat kerajaan dalam hal ini Majelis Permusyawaratan Paripurna Kerajaan (Pakirakiran i jro makabehan), diambil oleh pegawai utusan kerajaan pada prasasti ini disebut dengan saṅ admākākmitan āpigajiḥ adapun pajak-pajak sebagai berikut ;

  • 1.    Pajak yang harus dibayar pada hari ketiga Bulan Cetra (kesembilan) ,yaitu pajak berkenaan dengan nayaka saksi sebesar 1 mas suwarna 2 Kupang, pajak tĕmwan sebesar 2 masaka 2 kupang, iuran pamli 2 kupang setiap orang. Pada bulan Cetra masyarakat dibebaskan dari iuran palaris paleka patikĕl tanaḥ, dan iuran pawot, dibebaskan pula dari jenis saji-sajian yang ditujukan pada pemungut pajak.

  • 2.    Pajak yang harus dibayar pada hari ketiga bulan Asuji (ketiga) yaitu iuran pamanuk sebesar 10 masaka 2 kupang, tĕmwan 2 masaka 2 kupang, iuran pamli 2 kupang setiap orang. Dibebaskan dari iuran palaris paleka patikĕl tanaḥ, pawot, dan sipat dibebaskan pula dari jenis saji-sajian yang ditujukan pada pemungut pajak.

  • 3.    Pajak yang harus dibayar pada hari ketiga bulan Magha (ketujuh) yaitu iuran berkenaan dengan

pasar setingi-tingginya membayar 4 masaka 2 kupang, iuran tĕmwan 2 kupang, iuran pamli 2 kupang setiap     orang.     Masyarakat

dibebaskan dari iuran palaris paleka patikĕl tanaḥ, dan iuran pawot, dibebaskan pula dari jenis saji-sajian yang ditujukan pada pemungut pajak.

  • 4.    Pajak kapamwatan sebesar 4 masaka 2 kupang, tĕmwan 1 masaka 1 kupang setiap orangnya dibayarkan pada hari ketiga bulan Cetra

Pajak selonding besi sebesar 4 masaka, tĕmwan 1 masaka, pamli sebesar 2 kupang setiap orang, pajak ini dibayarkan setiap bulan Magha. Data prasasti Kintamani E menyebutkan pengaturan pembagian warisan rumah tangga yang karus diikuti oleh seluruh masyarakat desa. Penyebutan mengenai pembagian harta warisan tersebut tercantum dalam lempeng IVa baris pertama sampai dengan baris keempat, yakni sebagai berikut :

  • 1.    hana lanaŋ pjaḥ rwaŋ bhaga muṅgaha, hyaṅ api ri thāninya sabhaga mare42 walu, yan stri pjaḥ sabhaga muṅgaha, hyaṅ api ri thāninya, sabhaga mare43 walu, yan kraṅan tum

  • 2.    pur pjaḥ    sahānahanani44

padŗwyananya kapwa muṅgaha i hyaṅ api ri thāninya, tuhun maŋlwaṅa ikaŋ karāman akāra mulya mā 4 byayaniṅ45 atiwatiwa …. “

artinya,

  • 1.    jika yang meninggal laki-laki maka dua bagian miliknya diserahkan ke Hyang Api di desanya, satu bagian diserahkan kepada  jandanya,  jika yang

perempuan meninggal maka satu bagian   miliknya   diserahkan

kepada Hyang Api di desanya,

dua bagian kepada dudanya, jika pasangan”

  • 2.    “putus     keturunan     karena

meninggal dunia maka semua harta miliknya diserahkan kepada Hyang Api di desanya, dikurangi pembiayaan untuk atiwa-tiwa paling besar 4 masaka….”

ketentuan tersebut menguraikan bahwa keluarga mengalami kematian sehingga menyebabkan Janda/Duda (walu) semua hartanya dibagi menjadi tiga bagian yaitu jika Suami meninggal maka dua bagian hartanya dihaturkan kepada Hyang Api, satu bagian diserahkan kepada istri/janda. Jika Istri meninggal maka satu bagian hartanya dihaturkan kepada hyang api, kemudian dua bagian diserahkan kepada suami. Jika pasangan suami istri mengalami putus keturunan karena meninggal dunia, maka semua harta kekayaan diserahkan kepada Hyang Api, setelah dikurangi pembiayaan upacara pembakaran mayat (Atiwatiwa) sebesar 4 Masaka. Pembiayaan tersebut dibayarkan kepada petugas pemungut pajak yang membidangi persoalan Suami Istri (admakakmitan apigajiḥ ser kraṅan ).

  • 6.    Simpulan

Prasasti Kintamani E merupakan satu kelompok prasasti dari tujuh kelompok prasasti yang disimpan di Pura Bale Agung Desa Pakraman Kintamani, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Prasasti dikeluarkan oleh Raja Sri Maharaja Haji Ekajaya Lancana beserta permaisuri Paduka Sri Maharaja Sri Arjjaya Dengjaya Ketana pada tahun śaka 1122 (1200 Masehi).

menggunakan aksara dan bahasa Jawa Kuno, serta ejaan Jawa Kuno yang sangat dipengaruhi oleh bahasa sansekerta, seperti membedakan panjang pendek vokal yang dilambangkan dengan huruf : a-ā, i-ī, u-ū, fonem beraspirasi

seperti : bh, dh, kh, ph, th dan sebagainya, serta bunyi desisi apikal dan palatal (ṣ dan ś). . Adapun afiksasi yang digunakan yaitu Perfiks ( awalan ) : di-, sa-, a- atau ma-, pa-, ka- , pari-, Infiks ( sisipan ) : -um-, -in-, Sufiks ( akhiran ) : -nya-, -aken,- ĕn, Konfiks : (pa – an), (ma-an), (ka-an), (ma-akĕn), ( pa-nya), (saka-nya).

Unsur pranata   sosial   yang

terdapat dalam prasasti  yaitu  aspek

politik menggunakan bentuk sistem pemerintahan monarki,  yaitu  suatu

kerajaan dipimpin oleh seorang raja. Terdapat lapisan-lapisan kekuasaan yang tertinggi dipegang oleh raja. bidang aspek ekonomi, masyarakat pada masa itu telah melakukan aktvitas ek onomi berupa melakukan     perdagangan     hasil

perkebunan dan pertanian. Komoditi utama yakni hasil perkebunan kapas yang dijual ke daerah pesisir Bali Utara

Meninjau dari bidang keagamaan, masyarakat pada masa itu menganut Agama Siwa dan Budha secara berdampingan. penyebutan nama para pemuka agama dalam prasasti disebut mpuṅku śewasogata. Mengenai aspek hukum, terdapat sejumlah pajak yang harus dibayarkan masyarakat, tiga kali dalam satu tahun. Pembayaran dilaksanakan bersamaan dengan diadakan sidang di Istana. Pembagian harta warisan bagi pasangan suami istri yang meningggal maupun putus keturunan semua hartanya dibagi menjadi tiga bagian.

  • 7.    Daftar Pustaka

Astra, I Gde Semadi. 1997. ”Birokrasi Pemerintahan Bali Kuno Abad XII-XIII :   Sebuah Kajian

Epigrafis”. Disertasi. Yogjakarta : Universitas Gadjah Mada

Goris, R. 1954. Prasasti Bali I. Bandung : N.V. Masa Baru

Mardiwarsito, L dan Harimurti Kridalaksana.1984.      Struktur

Bahasa Jawa Kuna. Flores : Nusa Indah

Suharso dan Ana Retnoningsih. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Lux.  Semarang : Widya

Karya

Sunarya, I Nyoman, I Gusti Made Suarbhawa, dan I Wayan Sumerata. 2015. “Penelitian Prasasti Kintamani”, Berita Penelitian Arkeologi. Denpasar : Balai Arkeologi Denpasar, hal 233

12