Karakteristik dermatitis kontak akibat kerja pada pengrajin patung di Desa Mas, Ubud tahun 2016
on
ARTIKEL PENELITIAN
E-JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 7 NO. 3, MARET, 2018 : 128 - 135
ISSN: 2303-1395
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Karakteristik dermatitis kontak akibat kerja pada pengrajin patung di Desa Mas, Ubud tahun 2016
Ni Putu Melda Dharmahayu1, Nyoman Suryawati2
ABSTRAK
Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah kondisi abnormal kulit akibat zat atau proses yang berhubungan dengan pekerjaan. Salah satu pekerjaan yang berisiko dermatitis kontak adalah pengrajin patung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan karakteristik dermatitis kontak akibat kerja berdasarkan faktor endogen dan eksogen pada pengrajin patung di Desa Mas, Ubud, Gianyar tahun 2016. Penelitian ini merupakan studi deskriptif dengan metode cross sectional study. Total sampel pengrajin dengan dermatitis ataupun riwayat dermatitis sebanyak 48 orang digali melalui wawancara dengan kuesioner. Hasil penelitian ini didapatkan kejadian DKAK tersering pada kelompok umur 41-50 tahun (43,8%), jenis kelamin laki-laki (54,2%), dan tidak terdapat riwayat atopi pada diri sendiri (73%) ataupun keluarga (79,2%). Gejala tersering adalah kulit kering (87,5%), lokasi tersering telapak tangan (91,7%), lama kontak terbanyak >7 jam/hari (58,4%), frekuensi paparan terbanyak >8 kali/hari, bahan kimia yang paling banyak kontak adalah sabun (87,5%), masa kerja terbanyak >4 tahun (79%), dan riwayat penyakit kulit sebelumnya (54%). Tingginya kejadian DKAK pada pengrajin patung di Desa Mas, Ubud karena kurangnya pengetahuan pengrajin terhadap penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya dan rendahnya penggunaan APD sehingga memerlukan tindakan pencegahan lebih lanjut seperti kesadaran untuk menggunakan alat perlindungan diri selama bekerja. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mendapat data yang lebih lengkap.
Kata Kunci: dermatitis kontak akibat kerja, pengrajin patung, karakteristik
ABSTRACT
1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Occupational contact dermatitis is an abnormal condition caused by substance or process that correlated with work. One of the occupations that have the risk in contact dermatitis is artisans sculpture. The aimed of this study is to describe the characteristic of occupational contact dermatitis in artisans sculpture at village of Mas, Ubud, Gianyar in 2016. This study is a kind of descriptive study with cross sectional approach. Total sample of artisans sculpture with contact dermatitis or history of contact dermatitis as many as 48 people collect through interviews with the questionnaire. The result of this research obtained the highest range 4150 years old (43.8%), sex dominant male (54.2%), most respondents don’t have history of atopic in themselves (73%) or family (79.2%). The common symptom is dry skin (87.5%), most common is palms (91.7%), the most common duration of contact is >7 hours/ day (58,7%), frequency of exposure is mostly >8 times/day, the chemical substance that most common has contact with respondents is soap (87.5%), working period is mostly >4 years, and most of the artisans sculpture have history of skin diseases before (54%). High incident of occupational contact dermatitis on artisans sculpture at village of Mas, Ubud because of the lack knowledge about the diseases that related to their work and lack of use of personal protective equipment (PPE). So we need preventive action such as awareness of using personal protective equipment during work. We need continuation of this research to gain more comprehensive data.
Keywords: occupational contact dermatitis, artisans sculpture, characteristics
Diterima : 5 Februari 2018
Disetujui : 23 Februari 2018
Diterbitkan : 1 Maret 2018
PENDAHULUAN
Dewasa ini, tingginya arus globalisasi membawa dampak yang cukup besar hingga ke sektor-sektor kecil. Sebagian dari sektor tersebut belum memiliki tingkat manajemen yang bagus, terutama dari segi keselamatan kerja dan perlindungan diri terhadap pekerja-pekerjanya. Rendahnya kemampuan manajemen berdampak pada produk yang dihasilkan, baik dari jumlah
maupun kualitasnya. Kesadaran akan keselamatan kerja dan perlindungan diri sangat penting untuk mencegah penyakit-penyakit yang mungkin diderita oleh pekerja. Salah satu penyakit yang paling sering mengenai pekerja yang mengalami kontak dengan bahan kimia adalah dermatitis kontak.
Dermatitis merupakan peradangan kulit baik epidermis maupun dermis sebagai respon
terhadap suatu paparan baik eksogen maupun endogen. Dermatitis kontak umumnya disebabkan oleh substansi yang menempel pada kulit. Dermatitis kontak dibedakan menjadi dua jenis yaitu dermatitis kontak iritan (DKI) dan dermatitis kontak alergi (DKA).1 Dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) adalah suatu kondisi abnormal kulit yang disebabkan atau diperparah oleh zat atau proses yang berhubungan dengan lingkungan kerja.2 Penyakit kulit akibat kerja merupakan masalah kesehatan utama masyarakat karena penyakit ini sering terjadi, biasanya bersifat kronik, dan memiliki dampak ekonomi yang signifikan kepada masyarakat dan pekerja.2
Di Amerika, konsultasi ke dokter kulit akibat dermatitis kontak sebesar 4-7%. Di Eropa, insiden dermatitis kontak cukup tinggi, di Swedia dijumpai pada 48% populasinya dan di Belanda sebesar 6%. Pada studi epidemiologi di Indonesia terdapat 97% dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7% merupakan dermatitis kontak alergi3. Di Jerman, dana yang dihabiskan per tahun akibat DKAK diperkirakan lebih dari 1,2 milyar euro. Di Inggris dana yang dihabiskan lebih dari 200 poundsterling.4
Dermatitis kontak akibat kerja diurutkan sebagai salah satu dari tiga besar kelainan akibat kerja di negara maju dan bertanggung jawab sekitar 30% dari seluruh penyakit kulit akibat kerja di dunia. Kelainan kulit ini biasanya mengenai pekerja dari segala umur dengan latas belakang yang bervariasi berdasarkan quality of life, finansial, dan keluarga. Dermatitis kontak akibat kerja biasanya mengenai daerah tangan, walaupun daerah lain yang terpapar seperti wajah, lengan, kaki juga dapat terkena. Faktor risiko terjadinya dermatitis kontak akibat kerja dapat berasal dari endogen maupun eksogen. Faktor risiko endogen antara lain riwayat atopi atau penyakit kulit yang pernah diderita sebelumnya, umur, jenis kelamin, dan bagian tubuh yang terpapar, sedangkan faktor eksogen antara lain faktor lingkungan, budaya di tempat kerja, dan mekanisme pekerjaan.5
Dampak yang diakibatkan oleh dermatitis kontak sangat besar dari segi sosio-ekonomi, tapi sulit untuk dikalkulasi. Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit akibat kerja dengan prevalensi tinggi dan juga dapat berpengaruh pada quality of life pada pasien yang menderita penyakit ini. Menemukan agen penyebab sangat penting untuk merubah evolusi dan prognosis dan juga meningkatkan quality of life. Gatal, nyeri, eksudat, dan infeksi pada lesi dapat memperparah kondisi pasien.6
Di Bali, budaya dan pariwisata cenderung menunjang perkembangan berbagai industri
kerajinan seperti kerajinan patung sehingga sektor ini menjadi salah satu yang diminati masyarakat. Salah satu daerah di Bali yang terkenal dengan kerajinan patung adalah Ubud, Gianyar yang merupakan salah satu wilayah yang dari segi demografis didominansi oleh penduduk yang bekerja sebagai pengrajin kayu. Masyarakat daerah ini masih kental akan budaya dan kehidupan pedesaan, sehingga proses pengerjaan cenderung tradisional. Penggunaan perlindungan diri dianggap tidak perlu karena dapat mengganggu kenyamanan kerja mereka. Pekerjaan dengan lama kontak panjang dengan zat kimia seperti bahan pengawet (preservative) merupakan salah satu agen penyebab tersering DKAK.7 Pengrajin patung dapat mengalami kontak dengan kayu, logam pada alat perkakas, ataupun sabun. Proses finishing merupakan proses yang menuntut pengrajin harus kontak dengan zat kimia seperti furniture wax yang mengandung bahan yang dicurigai paling sering menyebabkan dermatitis kontak pada pekerja. Tingginya permintaan akan produk akan berdampak pada meningkatnya jam kerja dan durasi paparan bahan kimia pada para pekerja sehingga menyebabkan meningkatnya kasus DKAK pada pekerja kerajinan tersebut.
Meningkatnya kasus DKAK tentunya akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan untuk tindakan pengobatan. Meningkatnya angka kesakitan juga akan menyebabkan menurunnya produktivitas pengrajin sehingga akan berdampak pada income sektor tersebut dimana secara perlahan akan mempengaruhi sektor lainnya seperti pariwisata. Hal tersebut membuktikan bahwa sektor ini merupakan salah satu sektor penting di Bali yang juga menunjang sektor-sektor lainnya. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai berbagai penyakit yang dapat ditimbulkan oleh pekerjaan mereka juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan angka kejadian DKAK. Diperlukan adanya suatu edukasi mengenai tindakan preventif kepada masyarat sehingga masyarakat semakin sadar akan pentingnya proteksi diri dalam mempertahankan daya kerja mereka.
Berdasarkan keadaan tersebut, maka penulis merasa perlu untuk mengetahui karakteristik dermatitis kontak yang dialami oleh pekerja kerajinan patung di Desa Mas, Ubud, Gianyar.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif belah lintang (cross-sectional) yang menggambarkan mengenai distribusi suatu kasus berdasarkan variabel-variabel tertentu. Pada penelitian ini, variabel independen dan dependen
diukur bersamaan dalam waktu tertentu dan tidak ditindak lanjuti, diberi intervensi, maupun di follow-up setelahnya.
Penelitian ini akan dilakukan di Desa Mas, Ubud, selama 3 bulan mulai dari bulan Maret 2016 sampai Mei 2016.
Kriteria sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah pengrajin patung di Desa Mas, Ubud yang terkena ataupun memiliki riwayat dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) dan memenuhi kriteria inklusi dan eklusI. Kriteria inklusi meliputi pengrajin yang menderita dermatitis kontak yang diakibatkan oleh pekerjaan sebagai pengrajin patung yang terbukti dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik dan juga memiliki riwayat terkena dermatitis kontak sebelumnya dan diyakini akibat bahan yang digunakan dalam bekerja. Kriteria eklusi meliputi subjek menolak berpartisipasi dan tidak menandatangi informed consent dan atau subjek tidak dapat mengikuti proses pengisian kuesioner sepenuhnya karena hal lain.
Teknik penentuan sampel yang digunakan adalah total sampling dimana seluruh populasi target yang memenuhi kriteria dimasukan sebagai sampel. Penelitian ini menggunakan data primer, yaitu dengan kuesioner yang dibuat berdasarkan data yang diperlukan dan yang ingin digali dari sampel.
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret-Mei 2016 di Desa Mas, Ubud, Gianyar. Data yang didapatkan adalah 48 responden yang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Berdasarkan perhitungan sebelumnya, target sampel minimal dalam penelitian ini adalah 42 responden.
Tabel 1. Distribusi kelompok umur
Umur |
Jumlah |
Persentase |
≤ 20 tahun |
2 |
4,2 |
21-30 tahun |
1 |
2,1 |
31-40 tahun |
8 |
16,7 |
1-50 Tahun |
21 |
43,8 |
1-60 Tahun |
11 |
22,9 |
>60 tahun |
5 |
10,4 |
Total |
48 |
100 |
Berdasarkan Tabel 1 diatas diketahui bahwa paling banyak responden ada pada rentangan usia 41-50 tahun yaitu sejumlah 21 orang (43,8%) dan paling sedikit ada pada rentangan usia 21-30 tahun yaitu sejumlah 1 orang (2,1%). Usia termuda adalah 17 tahun dan yang paling tua berusia 85 tahun.
Tabel 2. Distribusi jenis kelamin
Jenis kelamin |
Jumlah |
Persentase |
Perempuan |
22 |
45,8 |
Laki-laki |
26 |
54,2 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 2 menunjukan bahwa responden laki-laki yaitu 26 orang (54,2%) dan responden perempuan adalah 22 orang (45,8%).
Tabel 3. Distribusi berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Hasil Anamnesis |
Jumlah |
Persentase |
Dermatitis kontak |
31 |
64,6 |
Riwayat dermatitis kontak |
17 |
35,4 |
Total |
48 |
100 |
Berdasarkan Tabel 3 diatas diketahui bahwa di Desa Mas, Ubud pada periode Maret-Juni 2016 sebanyak 48 pengrajin patung dengan rincian 31 orang (64,5%) sedang mengalami DKAK, sementara 17 orang (35,4%) memiliki riwayat terkena DKAK.
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan riwayat atopi pada responden
Riwayat atopi pada responden |
Jumlah |
Persentase |
Ya |
13 |
27 |
Tidak |
35 |
73 |
Total |
48 |
100 |
Berdasarkan Tabel 4 diketahui bahwa dari 48 sampel, 13 orang (27%) memiliki riwayat atopi dan 35 orang (73%) tidak memiliki riwayat atopi.
Tabel 5. Distribusi riwayat atopi pada keluarga
Riwayat atopi pada keluarga |
Jumlah |
Persentase |
Ya |
10 |
20,8 |
Tidak |
38 |
79,2 |
Total |
48 |
100 |
Berdasarkan Tabel 5 diketahui bahwa dari 48 responden, 10 orang (20,8%) memiliki riwayat atopi pada keluarga, sedangkan 38 orang (79,2%) tidak memiliki riwayat atopi pada keluarga.
Tabel 6. Distribusi tanda dan gejala peradangan kulit
Tanda dan Gejala |
Jumlah |
Persentase |
Gatal |
20 |
41,7 |
Rasa terbakar |
4 |
8,3 |
Kemerahan |
14 |
29,2 |
Bengkak |
1 |
2,08 |
Lepuh kecil |
1 |
2,08 |
Mengelupas |
32 |
66,7 |
Kulit kering |
42 |
87,5 |
Kulit bersisik |
5 |
10 |
Penebalan pada kulit |
40 |
83,3 |
Dari 48 jumlah sampel didapat bahwa paling banyak yaitu 42 orang (87%) menderita kulit kering, 40 orang (83,3%) menderita penebalan pada kulit, 32 orang (66,7%) menderita kulit mengelupas, sejumlah 20 orang (41,7%) menderita gatal.
Tabel 7. Distribusi lokasi gejala
Lokasi |
Jumlah |
Persentase |
Telapak tangan |
44 |
91,7 |
Punggung tangan |
17 |
35 |
Lengan tangan |
11 |
22,9 |
Sela jari tangan |
28 |
58,3 |
Wajah |
2 |
4,17 |
Leher |
3 |
6,25 |
Punggung |
3 |
6,25 |
Kaki |
13 |
27,1 |
Tabel 7 menunjukan bahwa lokasi timbulnya gejala tersering pada pengrajin patung adalah pada telapak tangan yaitu sebanyak 44 orang (91,7%) dan kedua pada sela jari tangan yaitu sebanyak 28 orang (58,3%).
Tabel 8. Distribusi berdasarkan cara pengobatan
Cara pengobatan |
Jumlah |
Persentase |
Membiarkan tanpa pengobatan |
34 |
70,8 |
Melakukan pengobatan |
14 |
29,2 |
Total |
48 |
100 |
Berdasarkan Tabel 8 kebanyakan pengrajin yaitu sejumlah 34 orang (70,8%) tidak mencari pengobatan terkait gejala klinis yang mereka alami sedangkan 14 orang (29,2%) pengrajin mencari pengobatan medis ke dokter atau bidan jika gejala dermatitis kontak muncul.
Tabel 9. Distribusi kontak pengrajin dengan bahan kimia
Kontak dengan zat kimia |
Jumlah |
Persentase |
Ya |
48 |
100 |
Tidak |
0 |
0 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 9 menunjukkan bahwa dari 48 responden, seluruhnya mengalami kontak dengan bahan kimia, baik bahan kimia yang terdapat pada proses finishing maupun selama proses pemahatan seperti serbuk kayu dan perkakas. Hal ini menunjukkan bahwa semua pengrajin patung di Desa Mas, Ubud yang sedang terkena ataupun memiliki riwayat DKAK mengalami kontak dengan bahan kimia selama proses kerja. | ||
Lama kontak |
Jumlah |
Persentase |
<4 jam/hari |
2 |
4,1 |
4-7 jam/hari |
18 |
37,5 |
>7 jam/hari |
28 |
58,4 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin patung yang mengalami kontak dengan bahan kimia selama >7 jam/hari yaitu berjumlah 28 orang (58,4%). | ||
Alasan kontak |
Jumlah |
Persentase |
Proses kerja |
48 |
100 |
Kecelakaan |
0 |
0 |
Proses kerja dan kecelakaan |
0 |
0 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 11 menunjukkan bahwa seluruh pengrajin patung yang mengalami kontak dengan bahan kimia dikarenakan proses kerja yaitu sebanyak 48 orang (100%). Hal ini dikarenakan gejala yang timbul sesuai dengan lokasi bagian tubuh yang terpajan bahan kimia.
Frekuensi paparan |
Jumlah |
Persentase |
≤4 kali/hari |
2 |
4,1 |
5-8 kali/hari |
20 |
41,7 |
>8 kali/hari |
26 |
54,2 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 12 menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin patung yang mengalami dermatitis kontak mengalami frekuensi paparan >8 kali/hari yaitu berjumlah 26 orang (54,2%).
Tabel 13. Distribusi bahan kimia yang digunakan | ||
Produk berbahan Kimia |
Jumlah |
Persentase |
Furniture wax |
26 |
54,1 |
Cat warna |
1 |
2 |
Bensin |
26 |
54,1 |
Serbuk kayu |
35 |
73 |
Alat perkakas |
35 |
73 |
Sabun |
42 |
87,5 |
Tabel 14. Distribusi waktu lamanya bekerja di industri patung
Jangka waktu |
Jumlah |
Persentase |
<1 tahun |
1 |
2.1 |
1-2 tahun |
4 |
8.3 |
3-4 tahun |
5 |
10 |
>4 tahun |
38 |
79 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 14 menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin telah bekerja selama >4 tahun di industri patung yaitu sejumlah 38 orang (79%). Masa kerja paling sedikit adalah 6 bulan dan paling lama adalah 60 tahun.
Tabel 15. Distribusi riwayat bekerja di tempat lain yang kontak dengan bahan kimia
Riwayat kontak di tempat lain |
Jumlah |
Persentase |
Ya |
15 |
31 |
Tidak |
33 |
69 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 15 menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin sebelumnya tidak pernah memiliki riwayat bekerja di tempat lain yang menuntut kontak dengan bahan kimia yaitu sejumlah 33 orang (69%).
Tabel 16. Distribusi riwayat penyakit kulit yang pernah diderita sebelumnya
Riwayat penyakit kulit |
Jumlah |
Persentase |
Ya |
26 |
54 |
Tidak |
22 |
46 |
Total |
48 |
100 |
Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar pengrajin patung memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya yaitu sejumlah 26 orang (54%), sedangkan 22 orang lainnya (46%) tidak memiliki riwayat penyakit kulit.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini didapatkan kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh Afifah pada pekerja finishing meubel kayu bahwa rerata usia pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 41 tahun dan ada pada rentangan 41-50 tahun.8 Hal tersebut dapat disebabkan karena kondisi kulit mengalami penuaan mulai usia 40 tahun.9 Selain itu, rentangan usia 41-50 tahun merupakan usia tua yang masih produktif dalam bekerja.
Dalam industri patung di Ubud sebagian besar pengrajin adalah laki-laki karena terkait dengan proses pembuatan patung yang terbilang sulit saat proses pemahatan dan budaya masyarakat dimana pekerjaan sebagai pemahat patung diturunkan ke anak laki-laki. Perempuan cenderung terkonsentrasi di bagian penyemiran dan pengamplasan yang memerlukan lebih sedikit tenaga.
Pada penelitian yang dilakukan Afifah pada pekerja finishing meubel kayu ditemukan 19 orang (59,4%) memiliki riwayat atopi dan 14 orang (29,8%) tidak memiliki riwayat atopi.8
Riwayat atopi menyebabkan penurunan ambang batas dermatitis akibat kerusakan pelindung kulit dan menurunnya proses penyembuhan.8 Pada penelitian riwayat atopi pada responden maupun keluarga ditemukan lebih sedikit dibandingkan
responden yang tidak memiliki riwayat. Tingkat pengetahuan responden akan riwayat atopi yang dimilikinya dapat menjadi recall bias pada penelitian ini. Riwayat atopi hanya merupakan faktor predisposisi atau faktor yang memperberat suatu DKAK. Sularsito menyatakan bahwa orang dengan riwayat atopi akan lebih mudah terkena dermatitis kontak.1 Kejadian DKAK tidak selalu disebabkan oleh bahan yang bersifat alergen. Bahan iritan seperti sabun dan serbuk kayu juga dapat menyebabkan DKAK.
Gejala-gejala tersebut diakibatkan oleh proses kerja pengrajin patung yang cenderung mengalami friksi atau gesekan yang menyebabkan mekanisme tubuh berupa penebalan pada area yang mengalami gesekan terus-menerus.
Keluhan objektif seperti kulit mengelupas, kering, dan menebal dapat diidentifikasi oleh peneliti melalui pemeriksaan fisik terutama pada responden yang menderita DKAK saat dilakukannya penelitian. Keluhan- subjektif seperti kulit terasa gatal dirasakan baik oleh responden dengan riwayat maupun yang sedang menderita DKAK. Gejala lain dapat disebabkan oleh kontak dengan bahan kimia selama bekerja seperti bensin, furniture wax, logam perkakas, dan kayu yang memiliki sifat baik iritan ataupun alergen sehingga timbul tanda-tanda peradangan pada orang yang sensitif terhadap bahan kontak tersebut.
Tangan merupakan lokasi tersering yang terkena dermatitis.10 Menurut Wilde, dkk lebih dari sepertiga penyakit kulit akibat kerja berlokasi di tangan.11 Hal ini terkait dengan proses kerja pada pengrajin patung yang cenderung menggunakan tangan ketika bekerja dan tidak menggunakan alat perlindungan diri selama bekerja. Lokasi lain seperti wajah, leher, punggung, dan kaki dapat terkena dermatitis kontak pada sebagian kecil pekerja diakibatkan oleh serbuk kayu dan posisi tubuh saat proses kerja.
gejala klinis yang timbul.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani, lama kontak memiliki hubungan signifikan dengan kejadian DKAK.9 Penelitian yang dilakukan oleh Afifah pada pekerja finishing meubel kayu menunjukkan hasil yang berbeda, dimana rerata lama kontak pekerja adalah 6.9 jam/ hari.8 Hal tersebut dikarenakan perbedaan jumlah jam kerja, dimana pengrajin patung di Desa Mas rerata bekerja selama 8 jam per hari, sedangkan penelitian yang dilakukan Afifah memiliki jam kerja yang ditentukan dan pekerja yang bekerja dengan suka-suka.8
Lama kontak dapat menimbulkan DKAK tergantung dari jenis bahan yang digunakan. Pada penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar pekerja kontak dengan bahan yang bersifat iritan lemah, sehingga gejala muncul secara gradual. Menurut Djuanda, semakin lama kontak dengan bahan kimia maka semakin berisiko seseorang untuk terkena dermatitis kontak.1
Pada penelitian yang dilakukan Afifah, frekuensi paparan rerata adalah 4 kali/hari dimana usia rerata pekerja dengan frekuensi paparan tersebut adalah 40 tahun sehingga faktor umur menjadi salah satu variabel yang penting pada hasil penelitian tersebut.8 Pada penelitian yang dilakukan oleh Suryani ditemukan bahwa frekuensi paparan merupakan variabel yang berpengaruh terhadap timbulnya dermatitis kontak dan adanya kesamaan dengan penelitian ini dimana ditemukan frekuensi tersering adalah >8 jam/hari.9 Hal tersebut dikarenakan pada pengrajin patung di Mas, Ubud rerata memiliki jam kerja yang lama dan pengerjaan patung memakan waktu yang cukup lama.
Dari tabel 13 diketahui bahwa zat kimia terbanyak yang kontak dengan pengrajin patung adalah sabun yaitu sejumlah 42 orang (87,5%) yang digunakan untuk membersihkan tangan setelah bekerja, dimana sabun diketahui bersifat iritan. Sabun tidak dicurigai sebagai penyebab utama dari dermatitis kontak pada pengrajin patung karena responden juga menggunakan sabun dalam kehidupan sehari-hari seperti mandi atau mencuci. Hal tersebut merupakan salah satu kelemahan dari penelitian ini.
Bahan lainnya adalah serbuk kayu yaitu sebanyak 35 orang (73%) yang bekerja di bagian pemahatan, dimana beberapa jenis kayu yang biasa digunakan adalah suar, pangkal buaya, waru, dan
sono. Serbuk kayu tersebut diketahui memiliki sifat sebagai iritan. Pengrajin yaitu sebanyak 35 orang (73%) juga menggunakan alat perkakas yang terbuat dari logam selama bekerja, logam diketahui bersifat sebagai alergen. Bahan kimia lainnya adalah furniture wax sebagai finishing patung yaitu sejumlah 26 orang (54,1%) yang bekerja di bidang peyemiran mengalami kontak dengan bahan ini. Bensin digunakan sebagai campuran pada furniture wax sehingga jumlah orang yang menggunakan bensin dalam proses kerja sama dengan furniture wax. Berdasarkan data tersebut dapat dikalkulasi bahwa pengrajin yang bekerja di dua bidang, baik penyemiran dan pemahatan adalah sejumlah 13 orang.
Furniture wax diketahui mengandung sejumlah zat kimia yang dapat menjadi predisposisi timbulnya dermatitis kontak antara lain seperti colophony dan petroleum. Colophony diketahui bersifat alergen dan petroleum bersifat iritan. Berdasarkan data diatas, sebagian besar sampel bekerja pada bidang pemahatan yang diketahui dari jumlah sampel yang mengalami kontak dengan serbuk kayu dan perkakas. Berdasarkan hasil wawancara beberapa responden hanya membersihkan tangan dengan air mengalir karena hanya kontak dengan serbuk kayu dan perkakas sehingga tidak meninggalkan bekas yang sulit dibersihkan pada tangan.
Satu orang pengrajin dapat kontak dengan lebih dari satu bahan kimia selama bekerja. Belum dapat dipastikan bahan mana yang secara spesifik menjadi etiologi dermatitis kontak pada setiap pekerja. Selain itu, belum ada penelitian dengan sampel yang sama sebelumnya, sehingga acuan perbandingan hasil pada penelitian ini menggunakan sampel dengan jenis kontak bahan yang tidak sepenuhnya sama.
Riwayat bekerja di tempat yang menuntut kontak dengan zat kimia menjadi salah satu faktor yang dapat meningkatkan risiko dermatitis kontak. Pengrajin telah terpapar dengan zat kimia sebelumnya, sehingga dapat terjadi penurunan fungsi barrier kulit. Selain riwayat kontak sebelumnya, kontak dengan bahan kimia dalam kehidupan sehari-hari seperti saat mencuci, mandi, bertani, dan lainnya juga merupakan salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebab dermatitis kontak pada pengrajin.
Pada penelitian yang dilakukan oleh Afifah, sebanyak 28 orang memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya dan 5 orang tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.8 Riwayat penyakit kulit sebelumnya yaitu peradangan pada kulit, gejala subjektif seperti gatal, rasa terbakar, kemerahan, bengkak, lepuh kecil, mengelupas, kulit kering, bersisik, penebalan pada kulit, ataupun kelainan kulit lainnya. Proses kerja pada pengrajin patung seperti pada proses pemahatan dapat menimbulkan trauma dan abrasi pada kulit sehingga mempermudah terjadinya DKAK. Salah satu kekurangan penelitian ini adalah dimana riwayat penyakit kulit dapat menjadi suatu recall bias, karena sangat dipengaruhi oleh kemampuan responden dalam mengingat kembali penyakit yang pernah diderita. Riwayat penyakit kulit berpengaruh pada terjadinya dermatitis kontak karena kulit menjadi lebih rentan dan bekas yang ditinggalkan dapat menjadi predisposisi dermatitis kontak.12
SIMPULAN
Hasil pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa umur responden terbanyak pada rentangan 41-50 tahun, jenis kelamin laki-laki, kebanyakan responden tidak memiliki riwayat atopi pada dirinya maupun keluarga, gejala tersering adalah kulit kering. Lokasi tersering adalah telapak tangan, lama kontak terbanyak adalah >7 jam/hari, kontak diakibatkan oleh proses kerja, frekuensi paparan terbanyak adalah >8 kali/hari, bahan kimia yang dominan kontak selama bekerja adalah sabun, debu kayu, dan perkakas, masa kerja paling banyak adalah >4 tahun, dan responden memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.
SARAN
Tingginya kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pengrajin patung di Desa Mas, Ubud memerlukan tindakan pencegahan lebih
lanjut seperti kesadaran untuk menggunakan alat perlindungan diri selama bekerja.
Tidak didapatkan standar baku kuesioner untuk penelitian ini sehingga rentangan yang digunakan hanya berdasarkan gambaran di lapangan dan modifikasi dari kuesioner pada penelitian sejenis sehingga dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar untuk mendapatkan data yang lebih representatif.
Belum dapat dipastikan penyebab pasti yang menjadi etiologi dermatitis kontak akibat kerja pada masing-masing pekerja karena setiap pekerja mengalami kontak dengan lebih dari satu bahan maka perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada penelitian selanjutnya untuk mengetahui secara spesifik bahan penyebab timbulnya DKAK pada responden.
Tidak dilakukan analisis lebih lanjut pada penelitian ini sehingga pada penelitian selanjutnya perlu dilakukan analisis dengan software untuk mengetahui hubungan antar variabel.
Beberapa definisi operasional kurang dijabarkan dengan spesifik dan detail sehingga kemungkinan terdapat misinterpretasi pada penjelasan pembahasan penelitian sehingga diperlukan penjelasan definisi operasional yang lebih detail pada penelitian selanjutnya
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, kepala editor. Ilmu penyakit kulit dan kelamin edisi ke-6. Jakarta: FKUI;2011.h.129-138.
-
2. Honari G, Taylor JS, Sood A. Occupational Skin Diseases Due to Irritants and Allergens. Dalam: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, dkk, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine 8th Ed. New York: McGraw-Hill Medical; 2012.p.499-507
-
3. Djewarut F, Nurhudayah, Askar E. Hubungan Pengetahuan dan Perilaku dengan Kejadian Dermatitis Kontak di Puskesmas Canga di Kecamatan Liliriaja Kabupaten Soppeng [internet]. c2012 [cited 2016 January 20]. Available from: http://library.stikesnh.ac.id/ files/disk1/1/e-library%20stikes%20nani%20 hasanuddin--juheriaern-44-1-artikel20.pdf
-
4. Kurpiewska J. Skin protection measure in prevention of occupational irritant contact dermatitis. CHEMIK; 2015.p.95-101
-
5. Hannam, S. Nixon, R. Occupational contact dermatitis. Australia: Australian doctor;2013.
-
6. Martins LE, Reis VM. Immunopathology of allergic contact dermatitis. An Bras Dermatol;2011.p.419-33.
-
7. Darnton A. Work-related skin disease in Great Britain 2014. Britain: Health and safety executive;2015.
-
8. Afifah N. “Faktor-Faktor yang Berubungan Dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Proses Finishing Meubel Kayu di Wilayah Ciputat Timur Tahun 2012”(disertasi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah;2012.
-
9. Suryani F. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian {rocessing dan Filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011”(disertasi). Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah; 2011.
-
10. Permana MG. Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Tukang Cuci Mobil. Bali: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana; 2010.
-
11. Pal TM, Wilde NS, Beurden MM, dkk. Notification of Occupational Skin Diseases by Dermatologist in Netherland. Occuational Medicine;2008.p.38-43.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
135
Discussion and feedback