Profil umum dermatitis kontak akibat kerja pada pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan
on
ARTIKEL PENELITIAN
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO. 2, FEBRUARI, 2018 : 56 - 61
ISSN: 2303-1395
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian/SMF Kulit Kelamin RSUP Sanglah
Profil umum dermatitis kontak akibat kerja pada pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan
Made Dalika Nareswari1, I Gusti Ayu Agung Elis Indira2
ABSTRAK
Dermatitis kontak adalah suatu kondisi dimana kulit mengalami peradangan yang disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar atau eksternal maupun substansi yang berinterkasi dengan kulit. Dermatitis kontak akibat kerja dapat terjadi pada pegawai salon yang umumnya timbul karena terpapar dengan air dan bahan kimia dalam jangka waktu lama dan berulang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui profil umum dermatitis kontak akibat kerja pada pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan. Penelitian ini merupakan rancangan studi observasional dengan menggunakan pendekatan deskriptif cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah pegawai salon yang berada di wilayah Denpasar Selatan dan menderita atau pernah menderita dermatitis kontak. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret-September 2016. Instrumen yang digunakan dalam penunjang penelitian ini adalah kuisioner. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini sebanyak 45 sampel dengan 22 orang (48.9%) mengalami dermatitis kontak selama bekerja dan 23 orang (51.1%) tidak mengalami dermatitis kontak, lama bekerja dalam sehari paling banyak didapatkan pada kelompok ≥ 10 jam sebanyak 22 orang (48.9%), frekuensi paparan paling banyak didapatkan pada kelompok ≤ 5 kali sebanyak 28 orang (62.2%), pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah smoothing-rebonding-curly dimana dilakukan oleh 30 responden (66.7%). Dapat disimpulkan bahwa gambaran kejadian dermatitis kontak akibat kerja pada pegawai salon memiliki persebaran yang hampir sama. Penelitian ini diharapkan dapat diperdalam dengan metode yang lebih baik dan penggunaan pemeriksaan penunjang untuk membantu penegakan diagnosis.
Kata Kunci: Dermatitis kontak akibat kerja, pegawai salon, cross-sectional
ABSTRACT
Contact dermatitis is a condition in which the skin become inflamed due to external factors as well as the surrounding environment or the substances that interact with the skin. Occupational contact dermatitis can occur in the salon workers which generally arises due to exposure to water and chemicals in the long term and repetitive. The purpose of this study was to determine the general profile of occupational contact dermatitis on salon employees in the South Denpasar. This research is an observational study using cross-sectional descriptive approach. Samples were salon employees who are in the South Denpasar and suffer or have ever suffered from contact dermatitis. The sampling technique using total sampling. The research was conducted from March to September in 2016. The instrument used in this study was a questionnaire. The result showed 45 samples with 22 people (48.9%) experience contact dermatitis during work and 23 people (51.1%) did not experience contact dermatitis, long working perday most obtained at ≥ 10 hours groups with 22 people (48.9%), the frequency of exposure to the most widely found in the group of ≤ 5 times with 28 people (62.2%), the most widely performed work that is smoothing-curly-hair rebonding which is done by 30 people (66.7%). It can be concluded that the picture of the incidence of contact dermatitis due to work at the salon workers have almost the same distribution. This study is expected to be deepened with better methods and use of investigation to assist in diagnosis.
Keywords: occupational contact dermatitis, employee salon, cross-sectional
Diterima : 18 Januari 2018
Disetujui : 26 Januari 2018
Diterbitkan : 1 Pebruari 2018
PENDAHULUAN
Penyakit akibat kerja (PAK) merupakan penyakit yang didapatkan karena pekerjaan ataupun lingkungan disekitar tempat bekerja. Salah satu penyakit yang sering timbul pada pekerja adalah penyakit kulit. Penyakit kulit akibat kerja (PKAK) merupakan kondisi patologi pada kulit seseorang
yang muncul karena adanya kontak atau paparan pekerja dengan bahan-bahan yang terdapat pada lingkungan pekerjaannya sehingga menimbulkan penyakit yang dikenal dengan dermatitis kontak1,2,3.
Dermatitis kontak adalah suatu kondisi kulit dimana mengalami peradangan yang disebabkan oleh faktor lingkungan sekitar atau eksternal maupun substansi-substansi partikel yang
berinteraksi atau mengalami kontak dengan kulit4,5. Dermatitis kontak terdiri dari dua jenis yaitu Dermatitis Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA) dimana baik DKI atau DKA dapat bersifat akut maupun kronis5,6,7.
Dermatitis Kontak Iritan terjadi oleh karena efek sitotosik lokal yang langsung terdapat pada bahan iritan baik fisika ataupun kimia, dimana sifatnya tidak spesifik pada sel-sel epidermis kulit namun dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup8,9, sedangkan Dermatitis Kontak Alergi merupakan dermatitis yang dikarenakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat dari kontak terhadap bahan-bahan kimia dengan kulit sehingga mengaktivasi reaksi alergi pada kulit9.
Jumlah penderita DKA lebih sedikit apabila dibandingkan dengan DKI, karena orang yang mengalami kasus DKA hanya pada yang memiliki kulit sangat peka atau hipersensitif9,10. Angka kejadian pada DKA dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) menunjukan angka 25% yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan10. Angka kejadian yang dilaporkan sebernarnya 20-50 kali lebih tinggi daripada angka kejadian tersebut10,11.
Tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat. Populasi yang mengalami sensitisasi terhadap tanaman khususnya dari genus Toxicodendron, contohnya adalah tanaman jelatang atau Poison Ivy, tumbuhan ini memproduksi urushiol sejenis zat yang pada kulit menimbulkan iritasi sehingga menjadi gatal-gatal dan kemerahan mencapai 90%. Disamping tumbuhan, bahan lain yang dapat menyebabkan dermatitis kontak antara lain bahan yang berbahan dasar logam atau nikel sulfat, kandungan yang ditemukan pada semen dan pembersih alat -alat rumah tangga yaitu potassium dichromat, kandungan formaldehid dan etilendiamin yang ditemukan pada cat rambut serta obat-obatan perawatan rambut, kandungan mercaptobenzotiazol yang ditemukan pada bahan berbahan karet, kandungan tiuram pada dan kandungan parafenilendiamin yang ditemukan pada cat rambut dan bahan kimia fotografi juga menjadi penyebab dermatitis kontak10,11,12.
Prevalensi dermatitis kontak baik iritan ataupun alergi akibat kerja di Indonesia sekitar 90%. Dari studi epidemiologi yang dilakukan, Indonesia menunjukan bahwa 97% dari 389 kasus merupakan dermatitis kontak, dimana 66.3% diantaranya merupakan dermatitis kontak iritan sedangkan 33.7% adalah dermatitis kontak alergi12,13.
Pekerjaan yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kasus dermatitis adalah pekerjaan yang basah atau berhubungan dengan
air, sabun atau bahan kimia lainnya, baik dalam kontak waktu yang panjang atau berulang-ulang. Contohnya adalah pegawai salon. Pegawai salon memiliki waktu kerja hingga 6 jam atau bahkan lebih, sedangkan seseorang lebih beresiko untuk mengalami dermatitis jika memiliki periode waktu kontak dengan air atau bahan kimia lainnya lebih dari dua jam dalam sehari. Hal ini menyebabkan pegawai salon yang bekerja pada bagian mencuci rambut pelanggannya memiliki resiko yang lebih tinggi. Selain mencuci rambut, faktor lain yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi pada pegawai salon adalah penggunaan bahan kimia pada produk tata rambut seperti pewarna rambut. Produk-produk yang mengandung nikel atau yang digunakan dalam bentuk cairan maupun bubuk acrylic serta penggunaan sinar UV pada perawatan kuku juga menjadi masalah terjadinya dermatitis kontak13,14,15.
Terkait dengan hal tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian untuk mengetahui profil umum dermatitis kontak akibat kerja pada pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan.
METODE
Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan rancangan Crossectional Study. Penelitian ini bertempat pada salon di wilayah Denpasar Selatan, penelitian dimulai dari bulan Maret 2016 sampai dengan September 2016.
Populasi target dari penelitian ini adalah pegawai salon yang berada di wilayah Denpasar dengan populasi terjangkaunya adalah pegawai salon yang berada di wilayah Denpasar Selatan. Untuk kriteria inklusi penelitian ini adalah pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan, menderita atau pernah menderita dermatitis kontak, serta bersedia untuk terlibat dalam penelitian, dengan kriteri eksklusi berupa pegawai salon di wilayah Denpasar Selatan dengan penyakit kulit lain yang bukan dikarenakan pekerjaannya sebagai pegawai salon.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Adapun tahapan yang diambil dalam penelitian ini diawali dengan persiapan penelitian yaitu pembuatan proposal, memohon ijin kepada pihak yang berwenang pada masing-masing salon yang berada di wilayah Denpasar Selatan untuk melaksanakan penelitian, memohon kelayakan etik terhadap penelitian yang akan dilaksanakan, menyiapkan informed consent, dan menyiapkan kuisioner untuk pengambilan data dari responden, sedangkan tahap pelaksanaan penelitian berupa mencocokkan data yang telah didapatkan sesuai dengan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi penelitian, memberikan lembar kuisioner kepada responden, kemudian data yang terkumpul tersebut
diolah dan dianalisis dengan menggunakan analasis univariate untuk mengetahui bagaimana distribusi frekuensi serta persentase setiap variabel yang diteliti.
HASIL
Dari 45 responden yang diteliti, didapatkan 8 orang dengan jenis kelamin laki-laki (17.8%) dan dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 37 orang (82.2%). Pada usia responden, peneliti membagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok remaja usia 12-25 tahun dan kelompok dewasa usia 26-45 tahun, dari hasil penelitian didapatkan 27 orang (60%) masuk dalam kelompok remaja dan 18 orang (40%) masuk dalam kelompok dewasa, dan didapatkan usia termuda responden adalah 15 tahun sedangkan usia tertua responden 44 tahun. Riwayat bekerja responden dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu kelompok riwayat bekerja ≤ 1 tahun sebanyak 14 orang (31.1%), kelompok riwayat bekerja 1-2 tahun sebanyak 6 orang (13.3%), dan kelompok riwayat bekerja ≥ 2 tahun sebanyak 25 orang (55.6%), dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik
Frekuensi N (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan Total
8 (17.8)
37 (82.2)
45 (100)
Usia Remaja (12-25 tahun) Dewasa (26-45 tahun) Total |
27 (60) 18 (40) 45 (100) |
Riwayat Bekerja ≤ 1 tahun |
14 (31.1) |
1-2 tahun |
6 (13.3) |
≥ 2 tahun |
25 (55.6) |
Total |
45 (100) |
Distribusi dermatitis kontak berdasarkan lama bekerja dalam sehari dibagi menjadi 3 kelompok. Dari hasil penelitian didapatkan 3 orang (6.7%) dengan lama bekerja ≤ 8 jam, 20 orang (44.4%) dengan lama bekerja 8-10 jam, dan 22 orang (48.9%) dengan lama bekerja ≥ 10 jam, dapat dilihat pada Tabel 2.
Adapun tabel silang yang memperlihatkan distribusi dermatitis kontak berdasarkan frekuensi paparan dipaparkan pada tabel di bawah ini, dimana hasil penelitian yang didapat adalah frekuensi paparan ≤ 5 kali sebanyak 28 orang (62.2%), frekuensi paparan 5-8 kali sebanyak 8 orang (17.8%), dan frekuensi paparan ≥ 8 kali sebanyak 9 orang (20.0%), dapat dilihat pada Tabel 3.
Jenis pekerjaan yang dilakukan responden sangat bervariasi, adapun distribusi dermatitis kontak berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan antara lain membersihkan rambut, menata rambut, pewarnaan rambut, creambath dan masker rambut, smoothing-rebonding-curly, manicure-pedicure, SPA-lulur-pijat, dan facial. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah smoothing-rebonding-curly dimana dilakukan oleh 30 responden (66.7%), sedangkan yang paling jarang dilakukan adalah manicure-pedicure dengan hanya 22 responden (48.9%). Hasil yang didapat dapat dilihat pada Tabel 4.
Alat perlindungan diri juga sangat berpengaruh dalam proses terjadinya kontak dengan agen sehingga peneliti juga mencari bagaimana distribusi dermatitis kontak berdasarkan penggunaan alat perlindungan diri yang digunakan oleh responden. Penggunaan alat perlindungan diri terbagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok yang selalu menggunakan alat perlindungan diri, kadang-kadang, dan kelompok yang tidak pernah menggunakan alat perlindungan diri. Hasil yang didapat dapat dilihat pada Tabel 5.
Jenis bahan yang digunakan juga mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada responden, karena bervariasinya jenis pekerjaan tentu bervariasi juga bahan-bahan kimia yang
digunakan. Pada penelitian ini ditemukan beberapa jenis bahan yang sering digunakan oleh responden dalam pekerjaannya sehari-hari. Bahan kimia tersebut beragam tergantung jenis bahan apa yang digunakan. Bahan-bahan kimia tersebut dijumpai pada jenis bahan berikut ini yaitu permanent wave solution yang digunakan untuk perawatan rambut yang diluruskan dan dikeriting permanen dimana 18 responden (40.0%) menggunakan bahan tersebut, diikuti bahan pewarna rambut yang digunakan 12 responden (26.7%), bahan shampoo-condisioner yang digunakan 6 responden (13.3%), bahan hair spray-hair wax pada penatan rambut yang digunakan 4 responden (8.9%), bahan lulur-masker wajah digunakan 3 responden (6.7%), dan bahan creambath-masker rambut yang digunakan oleh 2 responden (4.4%).
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan didapatkan 45 responden yang diteliti, dimana 8
orang dari 45 responden adalah laki-laki dan yang lebih mendominasi adalah perempuan dengan 37 orang, dapat diketahui bahwa pekerjaan salon lebih digemari oleh perempuan dibandingkan laki-laki. Dari persebaran tersebut dapat dilihat juga usia responden, dimana untuk usia yang lebih banyak melakukan pekerjaan pegawai salon adalah mereka yang berusia 12-25 tahun atau dalam kelompok usia remaja, hal ini disebabkan karena kelompok usia remaja merupakan kelompok usia produktif dalam bekerja. Riwayat bekerja pada 45 responden juga didapatkan paling banyak pada kelompok riwayat bekerja ≥2 tahun.
Selain riwayat bekerja, lama bekerja dalam sehari merupakan satu diantara berbagai faktor resiko terjadinya dermatitis kontak, karena selama bekerja responden akan melakukan kontak dengan bahan-bahan kimia yang ada di tempat kerjanya. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden dengan lama bekerja ≥10 jam dalam sehari mempunyai frekuensi yang paling banyak, hal ini sesuai dengan North Lanarkshire Council tahun 2015 bahwa seorang pegawai salon memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami dermatitis kontak apabila terpapar bahan kimia atau air dalam waktu lebih dari 6 jam dalam sehari1.
Penelitian oleh Adilah tahun 2012 pada karyawan binatu dan penelitian serupa yang dilakukan pada perusahaan industry otomotif menjelaskan dimana semakin sering seorang pekerja terpapar atau mengalami kontak dengan agen ataupun bahan kimia selama melakukan pekerjaannya maka pekerja tersebut memiliki resiko yang semakin tinggi mengalami dermatitis kontak dikarenakan semakin banyaknya bahan kimia yang dapat masuk ke kulit dan menimbulkan reaksi terhadap kulit2, akan tetapi pada penelitian ini tidak mendukung penelitian tersebut karena pada penelitian ini didapatkan distributif responden terhadap dermatitis kontak dilihat dari banyaknya paparan yang dilakukan selama bekerja menunjukan jumlah yang sama banyak baik responden tersebut mengalami keluhan ataupun tidak dalam jumlah paparan yang sama. Menurut peneliti, kemungkinan perbedaan hasil ini disebabkan oleh faktor lain berupa bahan kimia yang digunakan pada responden berbeda-beda dan jenis pekerjaan yang dilakukan responden.
Dari segi jenis pekerjaan yang dilakukan responden sangat bervariasi dan satu responden dapat melakukan lebih dari satu pekerjaan, sehingga akan lebih berpotensi untuk mengalami dermatitis kontak. Pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah smoothing-rebonding-curly dimana dilakukan oleh 30 responden, sedangkan yang paling jarang dilakukan adalah manicurepedicure dengan hanya 22 responden.
Kejadian dermatitis kontak pada pegawai salon akan berpengaruh pada hal-hal tersebut diatas, dimana faktor lain yang juga mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak terhadap responden adalah kesadaran individu dalam melindungi dirinya sendiri selama bekerja dan selama kontak dengan bahan kimia di tempat kerjanya. Dari hasil penelitian ini, penggunaan alat perlindungan diri pada responden mendukung penelitian serupa yang dilakukan pada pekerja yang terpapar bahan kimia di perusahaan industri otomotif, dimana mereka yang menggunakan alat perlindungan diri memliki resiko lebih sedikit mengalami dermatitis kontak13,14. Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa masih sedikit yang menggunakan APD sehingga mereka yang tidak atau hanya sesekali menggunakan APD memiliki persentase lebih tinggi mengalami keluhan dermatitis kontak.
Selain lama bekerja, frekuensi paparan, jenis pekerjaan yang dilakukan, dan penggunaan alat perlindungan diri, jenis bahan yang digunakan pada responden juga mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, karena masing-masing jenis bahan yang digunakan mengandung bahan kimia yang berbeda. Dalam penelitian ini bahan yang paling sering digunakan dari 45 responden adalah permanent wave solution yang digunakan untuk perawatan rambut yang diluruskan dan dikeriting permanen. Menurut University of Osnabruck, 2011 dalam Occupational skin diseases in the hairdressing trade: Medical Reference Document bahwa bahan kimia yang terdapat pada jenis produk tersebut megandung methyldibromo glutaronitile dan selenium disulfide yang merupakan bahan pengawet dimana dapat ditemukan pada shampoo, bahan condisioner, hair wax dan hair gel12. Selain itu dapat ditemukan juga substansi paraphenylenediamine pada bahan pewarna rambut, dan pemakaian permanent wave solution yang mengandung ammonium thioglycolate pada perawatan rambut yang diluruskan atau keriting permanen. Berbagai macam jenis bahan kimia tersebut memang merupakan etiologi dari dermatitis kontak yang dapat ditemukan pada produk perawatan rambut yang menyebabkan iritasi dan sensitifitas berlebih pada pegawai salon yang menggunakannya. Adapun pada distribusi berdasarkan jenis pekerjaan yang dilakukan, pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah smoothing-rebonding-curly, pekerjaan tersebut tidak menutup kemungkinan untuk menyebabkan resiko dermatitis kontak karena bahan untuk melakukan pelurusan ataupun pengeritingan rambut juga mengandung bahan kimia yang dapat mengiritasi kulit yaitu ammonium thioglycolate.
SIMPULAN
Adapun simpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah dari 45 responden yang merupakan pekerja salon di wilayah Denpasar Selatan, didapatkan 22 orang (48.9%) mengalami dermatitis kontak akibat kerja. Terdiri dari 8 orang dengan jenis kelamin laki-laki (17.8%) dan dengan jenis kelamin perempuan sebanyak 37 orang (82.2%). Usia responden pada kelompok remaja usia 12-25 tahun sebanyak 27 orang (60%) dan kelompok dewasa usia 26-45 tahun sebanyak 18 orang (40%). Riwayat bekerja responden pada kelompok riwayat bekerja ≤ 1 tahun sebanyak 14 orang (31.1%), kelompok riwayat bekerja 1-2 tahun sebanyak 6 orang (13.3%), dan kelompok riwayat bekerja ≥ 2 tahun sebanyak 25 orang (55.6%). Lama bekerja dalam sehari didapatkan ≤ 8 jam sebanyak 3 orang (6,7%), 8-10 jam sebanyak 20 orang (44.4%), dan ≥ 10 jam sebanyak 22 orang (48.9%). Frekuensi paparan didapatkan ≤ 5 kali sebanyak 28 orang (62.2%), 5-8 kali sebanyak 8 orang (17.8%), dan ≥ 8 kali sebanyak 9 orang (20.0%). Pekerjaan yang paling banyak dilakukan adalah smoothing-rebonding-curly dimana dilakukan oleh 30 responden (66.7%). Didapatkan bahwa masih sedikit yang menggunakan APD. Dan jenis bahan yang paling sering digunakan adalah permanent wave solution sebanyak 18 responden (40.0%).
SARAN
Berdasarakan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat disampaikan berupa perlu ditingkatkan kesadaran dalam penggunaan alat perlindungan diri pada pegawai salon terutama saat kontak langsung dengan bahan kimia sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan, selain itu perlu dilakukan penelitian yang lebih mendalam dengan melakukan pemeriksaan penunjang patch test untuk membantu penegakan diagnosis, serta diperlukannya penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja dengan metode yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. North Lanarkshire Council. 2015. Contact Dermatitis. www.northlan.gov.uk. Diakses 27 Oktober 2016.
-
2. Afifah, Adillah. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak Akibat Kerja Karyawan Binatu. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
-
3. Komang Ayu Kristiana Dewi K, Luh Made Mas Rusyati, IGK Darmada. 2013. Dermatitis Kontak Akibat Kerja Pada Penata Rambut.
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Denpasar.
-
4. National Institute of Occupational Safety Hazards. 2006. Occupational and Environment Exposure Skin to Chemic dalam http://www. mines.edu/outreach/oeesc. Diakses pada 30 November 2016.
-
5. Djuanda Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2007.
-
6. Chew AL and Howard IM, editors. 2006. Ten Genotypes of Irritant Contact Dermatitis, Dalam: Chew AL and Howard IM, editors. Irritant Dermatitis. Germany: Springer-Verlag Berlin Heidelberg.
-
7. Sularsito SA, Djuanda S. Dermatitis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit FK UI; 2009. p. 129-153.
-
8. Wollf K, Lowel AG, Stephen IK et all. 2008. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine 7th ed. New York: McGraw Hill.
-
9. Taylor JS, Sood A, Amado A. 2008. Irritant contact dermatitis. Dalam: Fitzpatricks et al, editors. Dermatology in general medicine vol.1 7th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; p.395-401.
-
10. Cohen DE, Jacob SE. Allergic contact dermatitis. In: Fitzpatricks et al, editors. Dermatology in general medicine vol.1 7th ed. New York: Mc Graw Hill Medical; 2008.p.135-140.
-
11. Journal of The German Society of Dermatology. 2013. Allergic Contact Dermatitis. Departement of Dermatology, University Medicine Mainz, Germany.
-
12. University of Osnabrück, Department of Dermatology, Environmental Medicine and Health Theory. Occupational skin diseases in the hairdressing trade: Medical Reference Document. [cited 2011]. Available from:http:// ec.europa.eu/unitedkingdom/pdf/skin_ diseases.pdf
-
13. Lestari, Fatma. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Jakarta: Universitas Indonesia.
-
14. Nuraga, W. 2006. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak Pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di PT X Indonesia Tahun 2006. Tesis pada Program Magister Keselamatan dan Kesehatan Kerja Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Universitas Indonesia.
-
15. Suryani, Febria. 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Dermatitis Kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT. Cosmar Indonesia Tangerang Selatan Tahun 2011. Jakarta: Universitas Islam Negeri Jakarta.
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
61
Discussion and feedback