ARTIKEL PENELITIAN

E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO. 2, FEBRUARI, 2018 : 62 - 66

ISSN: 2303-1395

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS


  • 1    Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedoktera Universitas Udayana

  • 2    Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana Email: cindywm160193@gmail. com


Studi cross-sectional tentang pengetahuan dan sikap pengunjung puskesmas Denpasar Utara II terkait dengan antibiotika

Made Cindy Widya Murthi1, I Gusti Ayu Artini2

ABSTRAK

Resistensi antimikroba telah meningkat secara drastis baik di negara maju maupun negara berkembang. Menurut CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit), pemakaian antibiotika yang berlebihan pada pasien rawat jalan di Amerika Serikat merupakan masalah yang khusus di bagian Tenggara. Penelitian di India melaporkan uropathogenic Eschericia coli (UPEC) telah menunjukkan angka resistensi terhadap ampisilin, kotrimoksazol, dan ciprofloxacin masing-masing 85, 74, dan 72%. Penelitian yang dilakukan di dua kota di Indonesia, Semarang dan Surabaya melaporkan terdapat 8% bakteri Eschericia coli menunjukkan resistensi terhadap ciprofloxacin. Sebuah penelitian mengungkapkan bahwa pengetahuan dan sikap seseorang merupakan faktor kognitif sosial yang mempengaruhi perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, seperti perilaku menggunakan antibiotika. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran tingkat pengetahuan dan sikap pengunjung mengenai penggunaan antibiotika di wilayah kerja Puskesmas Denpasar Utara II. Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah potong lintang dengan menerapkan teknik consecutive sampling (N = 49). Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pre-tested questionnaire dan dianalisis dengan menggunakan teknik statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan 22,4% responden memiliki tingkat pengetahuan yang buruk, 40,8% memiliki tingkat moderat, 36,7% memiliki pengetahuan yang adekuat, dan 69,4% responden memiliki sikap yang tepat sedangkan sisanya (30,6%) memiliki sikap yang tidak tepat tentang penggunaan antibiotika. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa masih terdapat adanya kesalahpahaman tentang penggunaan antibiotika pada responden dalam penelitian ini. Oleh karena itu diperlukan usaha untuk meningkatkan pengetahuan yang tepat tentang antibiotika.

Kata Kunci: pengetahuan, sikap, antibiotika, resistensi antibiotika

ABSTRACT

Antimicrobial resistance has increased drastically in both developed and developing countries. According to the CDC (Centers for Disease Control and Prevention), outpatient antibiotic overuse in the USA was a particular problem in the Southeast. In India, uropathogenic Eschericia coli (UPEC) has showed their resistance to ampicillin, co-trimoxazole, and ciprofloxacin for UPEC were 85, 74, and 72% respectively. Study that conducted in two cities in Indonesia, Semarang and Surabaya revealed 8% of Eschericia coli showed their resistance to ciprofloxacin. A study revealed that knowledge and beliefs are social cognitive factors that influence health-related behavior, such as the behavior of using antibiotics.The purpose of this study was to describe the visitor’s knowledge and beliefs regarding the use of antibiotics in Puskesmas Denpasar Utara II working area. This study was a crosssectional study and a consecutive sampling technique was applied (N = 49). Data were collected using a pre-tested questionnaire and analyzed using descriptive statistics. The results showed 22.4% of respondents were at the poor level, 40.8% had moderate level of knowledge, 36.7% had adequate knowledge, and 69.4% respondents had appropriate beliefs while the rest (30.6%) had inappropriate beliefs about the use of antibiotic. In conclusion misconceptions regarding antibiotic use exist among people in this study. Therefore, improving appropriate knowledge regarding antibiotic is required.

Keywords: knowledge, beliefs, antibiotics, antibiotic resistance

Diterima : 18 Januari 2018

Disetujui : 26 Januari 2018

Diterbitkan : 1 Pebruari 2018


PENDAHULUAN

Resistensi antimikroba telah meningkat secara drastis baik di negara maju maupun negara berkembang. Terdapat kekhawatiran di seluruh dunia bahwa antibiotika sedang digunakan secara

berlebihan dan hal tersebut merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap meningkatnya jumlah infeksi bakteri yang menjadi resisten terhadap obat anti bakteri. Studi mengenai resistensi antimikroba di negara-negara berpenghasilan rendah mengungkapkan bahwa

50% dari antibiotika yang digunakan tidak tepat.1

Penelitian di India melaporkan bahwa beberapa patogen seperti uropathogenic Eschericia coli (UPEC), Shigella flexneri, dan Shigella dysentriae telah menunjukkan resistensi pada beberapa kelas antibiotika. Prevalensi resistensi terhadap ampisilin, kotrimoksazol, dan ciprofloxacin untuk UPEC secara berturut-turut adalah 85, 74, dan 72%.1

Sebuah studi oleh Kuntaman dkk.2 menemukan adanya kasus resistensi Eschericia coli terhadap ciprofloxacin sebanyak 8%. Studi lainnya menemukan pola resistensi Salmonella thypi (S. thypi) terhadap beberapa kelas antibiotika pada tahun 2006 sampai 2010 di RSUP Dr. Hasan Sadikin.2,3 Hal ini menunjukkan adanya masalah serius terhadap penggunaan antibiotika secara global dan diperlukan adanya strategi baru untuk mencegah resistensi bakteri.

Penyalahgunaan antibiotika dihubungkan dengan perilaku dalam menggunakan antibiotika. Dalam sebuah studi oleh Widayati dkk.4 mengungkapkan bahwa pengetahuan dan sikap merupakan faktor kognitif sosial yang saling berhubungan satu sama lain dan berpengaruh terhadap perilaku penggunaan antibiotika. Dalam studi diperoleh sebanyak 85% mengetahui penggunaan antibiotika yang tidak rasional menyebabkan resistensi antibiotika. Perlu diwaspadai risiko terjadinya penggunaan antibiotika yang berlebihan di masyarakat dalam rangka untuk menekan kejadian resistensi terhadap antibiotika oleh karena itu, pada studi ini penulis ingin mengkaji tingkat pengetahuan dan sikap masyarakat tentang penggunaan antibiotika di Bali, khususnya di Denpasar Utara.

BAHAN DAN METODE

Studi ini merupakan studi deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional. Penelitian dilaksanakan di Puskesmas Denpasar Utara II selama minggu pertama bulan Mei sampai minggu pertama bulan Juli 2014.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah consecutive sampling. Responden pada studi merupakan semua pengunjung Puskesmas Denpasar Utara II dengan usia 20 tahun atau lebih dan bersedia menjadi responden. Besar sampel yang diperlukan sebanyak 49 orang.

Data dikumpulkan dengan menggunakan pre-tested questionnaire yang diadaptasi dari penelitian Widayati dkk.4 Kuesioner yang digunakan dalam Bahasa Indonesia. Kuesioner terdiri dari beberapa pertanyaan meliputi karakteristik responden, riwayat responden dalam menggunakan antibiotika, pengetahuan dan sikap responden dalam hal penggunaan antibiotika.

Pertanyaan mengenai pengetahuan dan sikap secara rinci disajikan dalam Tabel 1. Kuesioner diuji coba terlebih dahulu pada sejumlah responden.

Tabel 1. Pernyataan tentang Pengetahuan dan Sikap Terkait Antibiotika

Pengetahuan

P1 Antibiotika harus segera diminum ketika demam

P2       Antibiotika dapat mengobati penyakit

infeksi virus

P3       Masyarakat bisa alergi terhadap

antibiotika

P4      Antibiotika dapat mengobati penyakit

infeksi bakteri

P5       Penggunaan antibiotika yang tidak

tepat indikasi dapat menyebabkan resistensi antibiotika

Sikap

  • S1    Saya percaya bahwa antibiotika tidak menyebabkan efek samping

  • S2    Saya percaya bahwa luka pada kulit dapat disembuhkan segera dengan menuangkan bubuk antibiotika ke luka tersebut

  • S3    Saya percaya bahwa antibiotika dapat mencegah suatu penyakit menjadi lebih buruk

  • S4    Saya percaya bahwa antibiotika dapat

HASIL

Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada 49 orang yang mengunjungi Puskesmas Denpasar Utara II, mayoritas responden adalah perempuan (81,6%). Karakteristik responden disajikan pada Tabel 2. Sebanyak 22,4% responden berada memiliki tingkat pengetahuan terkait antibiotika yang buruk, 40,8% dengan tingkat pengetahuan cukup, dan 36,7% dengan tingkat pengetahuan baik (Tabel 3). Hasil yang tidak jauh berbeda juga dilaporkan oleh Widayati dkk.4 sebanyak 31% responden memiliki tingkat pengetahuan buruk, 35% memiliki tingkat cukup, dan 34% memiliki pengetahuan yang baik.4

Seperti yang terlihat pada Tabel 4, 69,4% responden memiliki sikap yang benar sedangkan sisanya (30,6%) memiliki sikap yang salah tentang penggunaan antibiotika. Sementara pada studi Widayati dkk.4 persentase responden dengan sikap yang benar adalah 29%; sikap moderat sebesar 46%; dan sikap yang salah 25%.4

PEMBAHASAN

Hasil studi ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan terkait antibiotika yang cukup. Responden sadar akan adanya masalah atau resiko terkait penggunaan antibiotika seperti resistensi antibiotika. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penghitungan proporsi respon pada tiap-tiap pernyataan yang menilai pengetahuan responden terkait antibiotika. Kebanyakan responden dalam studi ini (93,9%) menyadari bahwa penggunaan antibiotika yang tidak tepat menyebabkan resistensi antibiotika.

Sebanyak 22,4% responden mengetahui bahwa antibiotika bukan lini pertama obat untuk mengurangi demam. Demam adalah salah satu tanda-tanda infeksi, namun penyebab demam dapat berupa infeksi atau non infeksi. Demam yang disebabkan karena suatu infeksi, memicu respon inflamasi dan aktivasi leukosit. Leukosit yang telah diaktifkan, melepaskan sitokin pirogenik seperti interleukin-1 (IL-1), TNF-α, interferon, dan prostaglandin. Pirogen ini disinyalir berinteraksi dengan meningkatkan ekspresi siklooksigenase secara langsung, menyebabkan pembebasan prostaglandin E2 (PGE2) di hipotalamus dan menaikkan suhu tubuh. Beberapa jurnal merekomendasikan penggunaan antipiretik seperti parasetamol dan ibuprofen untuk mengobati demam dengan menghambat sintesis PGE2.5,6,7

Mayoritas responden (63,3%) memiliki pengetahuan yang tidak benar tentang penggunaan antibiotik untuk mengobati infeksi virus. Hasil yang tidak jauh berbeda dilaporkan oleh Widayati dkk.4 menemukan bahwa penggunaan antibiotika dalam kasus infeksi virus di Indonesia sebesar 71%. Penelitian di Malaysia melaporkan sebanyak 67,2% responden berpikir bahwa antibiotika digunakan untuk mengobati infeksi virus.8 Masalah yang sama dilaporkan di Swedish, 26,8% dari populasi setuju dengan pernyataan bahwa antibiotika efektif melawan infeksi virus.9 Suaifan dkk.10 melaporkan bahwa 67,2% mahasiswa non-medis dan 28,1% mahasiswa kedokteran di Yordania, menjawab penggunaan antibiotika untuk mengobati infeksi virus. Ini berarti penyalahgunaan antibiotika untuk mengobati infeksi virus masih tinggi di beberapa negara.

Tabel 2. Karakteristik Responden

Karakteristik

N

(%)

Jenis Kelamin

Wanita

40

81,6

Pria

9

18,4

<26 tahun

17

34,7

Usia

26 – 45 tahun

23

46,9

>45 tahun

9

18,4

Sarjana

7

14,3

Pendidikan

SMA

27

55,1

Terakhir

SMP

11

22,4

SD

4

8,2

Status

Bekerja

35

71,4

Pekerjaan

Tidak Bekerja

14

28,6

Penghasilan

< 1.000.000

1.000.000-3.000.000

8

27

16,3

55,1

per Bulan (Rupiah)

Tidak disebutkan

14

28,6

Catatan : tidak bekerja, misalnya : ibu rumah tangga, mahasiswa; bekerja, misalnya : PNS, pengusaha, tenaga kerja, guru.


Tabel 3. Tingkat Pengetahuan Responden Terkait Antibiotika


Tingkat Pengetahuan

n (%)

Baik

18 (36,7)

Cukup

20 (40,8)

Buruk

11 (22,4)


Tabel 4. Sikap Responden Terkait Penggunaan Antibiotika


Sikap

n (%)

Benar

34 (69,4)

Salah

15 (30,6)


Antibiotika digunakan hanya untuk infeksi bakteri dan tidak efektif terhadap virus yang menyebabkan banyak penyakit termasuk influenza dan sebagian besar infeksi saluran pernapasan atas, termasuk flu biasa. Di Suriah, sebagian besar peserta (65%) meminta resep antibiotika ketika mereka sakit karena flu.11 Alasan yang mungkin adalah penggunaan istilah “kuman”, yang biasanya digunakan selama konseling atau pemberian nasihat medis kepada masyarakat bukan menggunakan istilah mikrobiologi “bakteri” atau “virus”.

Sebanyak 44 (89,8%) responden memilih ya untuk pernyataan ini, hanya lima orang (10,2%) berpikir antibiotika tidak dapat mengobati infeksi bakteri. Dugaan yang mungkin menjadi penyebab adalah masyarakat tidak mampu membedakan jenis agen penyebab penyakit menular, (misalnya bakteri, virus, jamur) dan masyarakat memiliki pengetahuan yang sangat terbatas tentang mekanisme dasar tentang bagaimana kerja antibiotika.

Temuan ini sejalan dengan kebanyakan studi lainnya. Studi oleh Widayati dkk.4 di Yogyakarta melaporkan sebagian besar peserta mampu menjawab dengan benar bahwa infeksi bakteri dapat diobati dengan antibiotika (76%). Studi lain oleh Suaifan dkk.10 menyatakan dari 199 mahasiswa kedokteran ada 140 yang menjawab penggunaan antibiotika untuk infeksi bakteri. Responden medis diharapkan memiliki pengetahuan yang lebih tentang penggunaan antibiotika untuk infeksi bakteri.4,10

Pernyataan terakhir dari segmen pengetahuan terkait antibiotika didapatkan sebanyak 93,9% responden menyadari jika mengkonsumsi antibiotika untuk indikasi yang salah akan berdampak pada antibiotika menjadi kurang efektif. Penelitian di Suriah melaporkan sebanyak 14% dari 67 peserta sadar akan adanya resistensi antibiotika.11 Karena tersedia bebas, murah, dan relatif aman, antimikroba menjadi obat yang paling banyak disalahgunakan dari semua obat-obatan.

Penggunaan antibiotika yang tidak rasional sudah menjadi masalah umum di Turki. Bentuk penyalahgunaan yang paling banyak terjadi adalah penggunaan yang berlebihan atau tidak sesuai indikasi. Selain itu, penyalahgunaan antibiotika meningkatkan risiko antibiotika menjadi kurang efektif.11,12,13,14,15 Penggunaan antibiotika harus mengikuti prinsip penggunaan rasional obat. Definisi penggunaan obat yang rasional berdasarkan WHO adalah pasien menerima obat sesuai dengan kebutuhan klinisnya, dalam dosis yang tepat, untuk jangka waktu yang cukup, dan pada biaya terendah.16 Sebanyak 81,6% responden

percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan penyakit dan 75,5% percaya bahwa antibiotika dapat mencegah penyakit apapun menjadi lebih buruk. Berkisar antara 4,1% sampai 32,7% responden menjawab netral. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Widayati dkk.4 melaporkan bahwa sebagian besar peserta (74%) percaya bahwa antibiotika dapat mencegah penyakit apapun menjadi lebih buruk, kurang dari setengah (40%) percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan penyakit apapun, kurang dari setengah percaya bahwa antibiotika tidak memiliki efek samping (24%) dan bahwa antibiotika dapat menyembuhkan luka dikulit dengan cepat dengan cara menuangkan antibiotika bubuk ke luka tersebut (37%). Menurut temuan tersebut, ada perbedaan yang cukup signifikan antara hasil dari setiap pernyataan tentang sikap terkait penggunaan antibiotika dari Widayati dkk.4 yang dilakukan di Yogyakarta dengan penelitian ini, khususnya pada pernyataan masyarakat percaya bahwa antibiotika dapat menyembuhkan penyakit apapun dan bahwa antibiotika tidak memiliki efek samping, sementara sisanya memiliki persentase yang hampir sama.

Semakin baik tingkat pengetahuan terkait antibiotika yang dimiliki seseorang diharapkan semakin baik pula sikap seseorang dalam hal penggunaan antibiotika. Mengingat tidak ada perbedaan yang signifikan antara karakteristik responden (jenis kelamin, usia, pendidikan terakhir, status pekerjaan, dan tingkat pendapatan) dengan tingkat pengetahuan dan sikap tentang penggunaan antibiotika, ini menunjukkan bahwa setiap orang harus diprioritaskan dalam upaya untuk mengurangi kekeliruan dalam penggunaan antibiotika.

SIMPULAN

Masih banyak responden yang memiliki pengetahuan dan sikap yang kurang terkait antibiotika dan penggunaannya yang rasional oleh sebab itu, edukasi tentang antibiotika dan penggunaannya diperlukan agar semua orang lebih mengenal tentang fungsi antibiotika dalam mengobati infeksi bakteri, efek samping antibiotika, dan penggunaan antibiotika yang baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Vila, J. and Pal, T. 2010. Update on antibacterial resistance in low-income countries: factors favoring the emergence of resistance. The Open Infectious Disease Journal 4:38-54.

  • 2.    Kuntaman, K.; Lestari E.S.; Severin J.A.; Kershof I.M.; Mertaniasih N.M.; Purwanta, M.; Hadi, U.; Johnson, J. R.; Belkum, A.V.; Verbrugh,

H.A.; 2005. Fluoroquinolone-resistant E. coli, Indonesia. Emerging Infectious Disease 11(9):1363-1369.

  • 3.    Alam, A. 2011. Pola Resistensi Salmonella enterica Serotipe Typhi, Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSHS, Tahun 2006-2010. Sari Pediatri 12:296-301.

  • 4.    Widayati, A.; Suryawati, S.; Crespigny, C.; Hiller, J.E. 2012. Knowledge and beliefs about antibiotics among people in Yogyakarta City Indonesia: a cross sectional populationbased survey. BioMed Central Antimicrobial Resistance and Infection Control 1(38):1-7.

  • 5.    Hay, A.D.; Redmond, N.M.; Costelloe, C.; Montgomery, A.A.; Fletcher, M.; Hollinghurst, S. and Peters, T.J. 2009. Paracetamol and ibuprofen for the treatment of fever in children: the PITCH randomized controlled trial. Health Technology Assessment 13(27):1-186.

  • 6.    Marik, P.E. 2000. Fever in the ICU. American College of Chest Physicians 117:855-869.

  • 7.    Munro, N. 2014. Fever in Acute and Critical Care A Diagnostic Approach. American Association of Critical-Care Nurses 25(3):237-248.

  • 8.    Sulaiman, A.S.; Oh, A.L.; Hassali, M.A.; Al-Haddad, M.S.; Shafie, A.A.; Awaisu, A. 2011. Public knowledge and attitudes towards antibiotic usage: a cross-sectional study among the general public in the state of Penang, Malaysia. The Journal of Infection in Developing Countries 5(5):338-347.

  • 9.    Andre, M.; Berg, J.; Lundborg, C.S.; Vernby, A. 2010. A survey of public knowledge and awareness related to antibiotic use and resistance in Sweden. Journal of Antimicrobial Chemotherapy 1292-1296.

  • 10.    Suaifan, G.A.R.Y.; Shehadeh, M.; Darwish, D.A.; Ijel, H.A.; Yousef, A.M.M.; Darwish, R.M. 2012. A cross-sectional study on knowledge, attitude and behavior related to antibiotic use and resistance among medical and non-medical university students in Jordan. African Journal of Pharmacy and Pharmacology 6(10):763-770.

  • 11.    Barah, F.; Morris, J.; Goncalves, V. 2009. Irrational use and poor public beliefs regarding antibiotics in developing countries: a pessimistic example of Syria. The International Journal of Clinical Practice 63(8):1263-1265.

  • 12.    Tunger, O.; Karakaya, Y.; Cetin, C.B.; Dinc, G.; Borand, H. 2009. Rational antibiotic use. The Journal of Infection in Developing Countries 3(2):88-93.

  • 13.    Okeke, I.N.; Lamikanra, A.; Edelman, R. 1999. Socioeconomic and Behavioral Factors Leading to Acquired Bacterial Resistance to Antibiotics in Developing Countries. Emerging Infectious Diseases 5(1):18-27.

  • 14.    Barbosa, T.M. and Levy, S.B. 2000. The impact of antibiotic use on resistance development and persistence. Drug Resistance Updates 3:303311.

  • 15.    Spellberg, B.; Guidos, R.; Gilbert, D.; Bradley, J.; Boucher, H.W.; Scheld, W.M.; Bartlett, J.G.; Edwards, J. 2008. The Epidemic of AntibioticResistant Infections: A Call to Action for the Medical Community from the Infectious Diseases Society of America. Clinical Infectious Disease 46:155-164.

  • 16.    WHO. 2002. Promoting rational use of medicines: core components. WHO Policy Perspectives on Medicine 1-6.

66

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum