Hubungan dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali
on
ARTIKEL PENELITIAN
E-JURNAL MEDIKA, VOL. 7 NO. 2, FEBRUARI, 2018 : 49 - 55
ISSN: 2303-1395
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Hubungan dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali
Putu Pradnyadewi Nataswari1, IGA Indah Ardani2
ABSTRAK
Depresi merupakan salah satu penyakit yang sering terjadi pada lansia. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya depresi pada lansia, salah satunya adalah adanya dukungan keluarga. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali. Penelitian ini menggunakan teknik analitik dengan pendekatan cross-sectional, dimana teknik pengambilan sampel ini menggunakan cara total sampling. Penelitian ini menggunakan dua jenis analisis yaitu analisis univariat untuk mengetahui distribusi frekuensi dari tiap variabel dan analisis bivariat untuk mengetahui keterkaitan antara dua variabel. Dari total 40 sampel, sebanyak 35 responden (87,5%) memiliki dukungan keluarga baik, dan sebanyak 5 responden (12,5%) memiliki dukungan keluarga yang buruk. Sebanyak 21 responden (52,5%) mengalami depresi dan sebanyak 19 responden (47,5%) tidak mengalami depresi. Dari hasil analisis bivariat didapatkan nilai p=0,65 yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali, akan tetapi nilai OR yang didapat adalah 1,7 yang menunjukkan bahwa depresi yang terjadi pada responden dengan dukungan keluarga yang buruk meningkat 1,7 kali dibandingkan dengan dukungan keluarga yang baik. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor resiko untuk terjadinya depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali.
Kata Kunci: Dukungan keluarga, depresi, lansia
ABSTRACT
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa Fakultas Kedokteran Universitas Udayana E-mail : dewipradnya71@ gmail.com
Depression is a disease that often occurs in the elderly. There are several factors that influence the occurrence of depression in the elderly, one of which is the presence of family support. This study was conducted to determine the relationship between family support with depression in the elderly in Elderly Social Institution Wana Seraya Denpasar Bali. This study used an analytical technique using cross-sectional sampling technique by total sampling. This study used two types of analysis, univariate analysis to determine the frequency distribution of each variable and bivariate analysis to determine the relationship between the two variables. Of the total 40 samples, a total of 35 respondents (87.5%) had a good family support, and as many as five respondents (12.5%) of respondents had poor family support. A total of 21 respondents (52.5%) experienced depression and as many as 19 respondents (47.5%) did not have depression. From the results of the bivariate analysis p value = 0.65 which indicates that there was no significant relationship between family support with depression in the elderly in Elderly Social Institution Wana Seraya Denpasar Bali, but the OR value obtained was 1.7, which suggests that depression happens to the respondent with the support of poor families increased 1.7 times compared with good family support. This suggests that family support is a risk factor for depression in the elderly in Elderly Social Institution Wana Seraya Denpasar Bali.
Keywords: family support, depression, elderly
PENDAHULUAN
pada penelitian ini mencatat bahwa selama tahun 2000 terdapat lebih banyak orang yang berusia diatas 60 tahun atau lebih daripada anak-anak dengan usia dibawah 5 tahun. Seorang pakar demografi mengatakan bahwa pada tahun 2025 tidak menutup kemungkinan akan terjadi peningkatan jumlah penduduk lansia di dunia. Hanya dalam 10 tahun, jumlah lansia bisa mencapai 1 miliar orang, dimana peningkatannya hampir mencapai 200 juta dalam kurun waktu 10 tahun.1
Sensus penduduk dilakukan oleh Badan
Diterima : 18 Januari 2018
Disetujui : 26 Januari 2018
Diterbitkan : 1 Pebruari 2018
Populasi lanjut usia atau yang sering disebuat lansia tersebar di semua daerah dan negara di dunia. Perkembangan populasi lansia di dunia lebih cepat terjadi di negara berkembang dibandingkan dengan negara maju. Dari 10 negara yang memiliki jumlah lansia sekitar 10 juta orang, tujuh diantaranya merupakan negara berkembang.1
Dana Kependudukan PBB melakukan penelitian yang berjudul “Ageing in the Twenty-First Century: A Celebration and A Challenge”, dimana
Pusat Statistik pada tahun 2010, dimana sensus tersebut mendapatkan hasil jumlah total semua penduduk Indonesia yakni sebanyak 237.641.326 jiwa dengan jumlah penduduk lansia mencapai 18.118.699 jiwa.2
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Kedeputian I Bidang Kesejahteraan Sosial mencatat pada tahun 2008, jumlah penduduk lanjut usia kurang lebih sebesar 6,29% tercatat pada tahun 1990, selanjutnya sebesar 7,18% pada tahun 2000 dan pada tahun 2006 sebesar 8,9%.2 Berdasarkan data dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menunjukkan bahwa di Bali khususnya di Kota Denpasar sampai tahun 2011 terdapat lansia yakni dengan jumlah sekitar 21.351 jiwa atau sekitar 23,39%.3
Menurut Gipta, lansia atau lanjut usia merupakan orang yang memiliki hak yang sama untuk menjalankan kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang memiliki usia 60 tahun atau lebih. Penurunan fungsi kognitif dan psikomotor umumnya akan terjadi pada seseorang yang memiliki usia lanjut. Fungsi kognitif akan menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat sehingga menyebabkan lansia menjadi menarik diri dari lingkungan sekitar Fungsi kognitif yang dimaksud antara lain proses persepsi, belajar, pemahaman, perhatian, pengertian, dan lain-lain. Sementara, hal-hal yang berhubungan dengan dorongan atau kehendak seperti tindakan, koordinasi, dan gerakan, yang menyebabkan seorang lansia menjadi kurang aktif dan cekatan, dimana semua hal tersebut dapat disebut sebagai fungsi psikomotorik (konatif).4
Di Indonesia, lansia sebagian besar masih menetap bersama dengan keluarga. Namun tidak sedikit juga lansia yang akhirnya tinggal di sebuah panti werdha. Menurut Syamsuddin, panti werdha merupakan suatu tempat tinggal bersama bagi para lanjut usia yang difasilitasi oleh pemerintah. Menetap di sebuah panti werdha memberikan dampak munculnya perbedaan baik dari segi fisik, sosial, ekonomi, psikologis dan spiritual religius. Status kesehatan penduduk lansia dipengaruhi oleh adanya perbedaan dari segi lingkungan tempat tinggalnya. Perbedaan jenis tempat tinggal inilah yang disebutkan sebagai kofaktor pada lansia untuk terjadinya depresi.5
Menurut WHO, semua orang dan komunitas di seluruh dunia dapat dipengaruhi oleh depresi. Depresi merupakan gabungan dari gejala yang terdiri dari kehilangan minat atau kesenangan, penurunan mood, perasaan bersalah atau merasa tidak memiliki harga diri, kesulitan untuk tidur,
berkurangnya nafsu makan, dan konsentrasi yang berkurang. Selain gejala tersebut, depresi juga sering disertai dengan adanya gejala kecemasan.6
Tidak menutup kemungkinan akibat adanya lansia yang menetap tidak dengan keluarganya cenderung akan meningkatkan keadaan depresi yang dialami oleh lansia tersebut. Tidak hanya pengaruh tempat tinggal, berbagai faktor yang mempengaruhi adanya depresi pada lansia juga dapat dibagi menjadi beberapa faktor yakni faktor psikososial, biologikal, karakteristik kepribadian, pemberian pengobatan dan faktor sosio-demografis.7
Depresi dapat dipengaruhi oleh beberapa macam factor, dimana salah satunya adalah tidak adanya hubungan yang baik dengan keluarga atau rusaknya hubungan keluarga dan adanya jarak antar anggota keluarga, yang dapat menyebabkan adanya situasi seperti kesepian dan isolasi afektif serta perasaan ditinggalkan dan kekosongan.8
Mengingat adanya peningkatan lansia dari tahun ke tahun, dirasa perlu untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat depresi pada lansia yang tinggal di sebuah Panti werdha, dikarenakan keluarga memegang peranan penting dalam peningkatan kejadian depresi pada lansia.
BAHAN DAN METODE
Teknik analitik dengan pendekatan crosssectional digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel independent atau bebas dengan variabel dependent atau tergantung. Penelitian ini dilaksanakan di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali pada bulan Maret hingga Juni 2015.
Estimasi besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini adalah menggunakan rumus :
n = Zα2 PQ
d2
Keterangan :
n = jumlah sampel
Zα = deviat baku normal untuk a → Zα = 1,96
P = proporsi keadaan yang akan dicari
→ p = 0,50
Q = 1 – P → Q = 0,50
d = ketetapan relatif yang diinginkan
→ d = 0,10
Dari rumus diatas, maka sampel minimal yang akan diteliti adalah :
n = Zα2 PQ
d2
n = (1,96)2. (0,5) . (0,5)
0,12
n = 96,04
Karena jumlah populasi yang akan diteliti kurang dari 10.000, maka dilakukan koreksi sampel dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
nk = n
-
1 + n
N
Keterangan :
nk = koreksi sampel n = jumlah sampel N = jumlah populasi
Setelah sampel dikoreksi menggunakan rumus diatas, maka didapatkan sampel minimal sebagai berikut:
nk = n
-
1 + n
N
nk = 96,04
1 + 96,04
40
nk = 28,24
Total sampling digunakan untuk metode pengambilan sampel pada penelitian ini. Total sampling dapat diartikan bahwa seluruh anggota populasi yang berjumlah 40 orang dapat dijadikan sampel.
Instrumen dari penelitian ini adalah menggunakan kuisioner. Kuisioner pertama mengenai hubungan keluarga yang sudah diuji validitas dan reliabilitasnya, sedangkan kuisioner kedua mengenai depresi menggunakan The Geriatric Depression ScalE (GDS). Pada kuisioner depresi, peneliti melakukan kolaps sehingga kategori depresi menjadi dua yakni tidak depresi dengan skor 0 – 4 dan depresi dengan skor 5 – 15
Teknik dalam pengambilan data penelitian ini adalah menggunakan data primer, dimana data primer didapat dari hasil wawancara dan pengisian kuisioner saat penelitian dilaksanakan
Beberapa tahapan yang dilakukan dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut
-
1) Prosedur pengumpulan data diawali dengan mengirimkan surat ijin penelitian yang ditujukan ke lokasi tempat penelitian yakni Panti Sosial Werdha Wana Seraya
-
2) Meminta ijin dan persetujuan pihak Panti Sosial Werdha Wana Seraya untuk melakukan proses pengumpulan data
-
3) Setelah mendapat persetujuan, dilanjutkan dengan meminta ijin kepada responden penelitian yakni dengan memberikan surat pernyataan persetujuan untuk menjadi responden (informed consent).
-
4) Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dari penelitian dan meminta ketersediaan responden untuk mengikuti penelitian.
-
5) Setelah responden setuju, maka dilanjutkan dengan menjelaskan tata cara dari penelitian
-
6) Setelah proses pengumpulan data dilakukan, peneliti mengucapkan terimakasih atas ketersediaan responden dalam pengumpulan data ini
HASIL
Penelitian ini dilakukan pada responden yang sudah masuk dalam kriteria inklusi dalam kurun waktu dari bulan Maret hingga Juni 2015. Jumlah responden yang terlibat pada penelitian ini adalah 40 responden. Hasil dari penelitian didapatkan dari pengambilan data yang dilakukan di Panti Sosial Werdha Wana Seraya yang berlokasi di Jalan Gumitir No. 66, Denpasar.
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 1, rata-rata usia responden dalam penelitian ini adalah 77 tahun, 47,5% diantaranya merupakan kelompok umur lansia tua. Dari seluruh responden, 75% berjenis kelamin perempuan dan 75% responden tidak bekerja, dengan status pernikahan janda atau duda sebesar 80%. Selain itu, sebanyak 95% responden memiliki tingkat pendidikan yang rendah.
Apabila dilihat dari variabel dukungan keluarga, 87,5% lansia memiliki dukungan keluarga yang buruk sedangkan sisanya yakni 12,5% memiliki dukungan keluarga yang baik. Hasil tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan hasil yang terdapat pada Tabel 3 mengenai depresi, dari seluruh responden dalam penelitian ini 52,5% responden mengalami depresi, sedangkan 47,5% responden tidak mengalami depresi.
Pada Tabel 4, jika dilihat dari nilai p dan 95% CI OR, variabel kelompok umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, maupun status pernikahan tidak memiliki hubungan yang berbeda bermakna dengan kejadian depresi (p>0,05). Akan tetapi, nilai OR pada masing-masing variabel menunjukkan adanya perbedaan Odd depresi.
Nilai OR pada variabel kelompok umur menunjukkan bahwa semakin tua usia lansia maka odd (peluang) kejadian depresinya semakin
meningkat. Pada lansia tua memiliki odd untuk mengalami depresi sebesar 1,25 kali dibandingkan dengan kelompok usia lainnya. Dari seluruh responden dalam penelitian ini terdapat 75% lansia pada kelompok umur yakni usia sangat tua mengalami depresi, sedangkan hanya 47,1% yang mengalami depresi pada kelompok umur lansia.
Dilihat dari variabel jenis kelamin, jenis kelamin perempuan meningkatkan terjadinya depresi sebanyak 1,14 kali dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki (OR=1,14). Jika dilihat dari kelompok pekerjaan, lansia yang tidak bekerja meningkatkan odd depresi 6,9 kali dibandingkan dengan yang bekerja (OR=6,9). Apabila dilihat dari status pernikahan, pada lansia yang tidak pernah menikah meningkatkan odd depresi sebanyak 3 kali dibandingkan dengan lansia yang menikah atau janda/duda.
Variabel |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Usia Kelampok Umur |
Mean (SD) 76,90 (10,3) | |
-Lansia |
17 |
42,5 |
- Lansia Tua |
19 |
47,5 |
-Usia Sangat Tua Jenis Kelamin |
4 |
10 |
-Laki-Laki |
10 |
25 |
-Perempuan Pekerjaan |
30 |
75 |
-Bekerja |
10 |
25 |
-Tidak Bekeqa Tingkat Pendidikan |
30 |
75 |
- Rendah |
38 |
95 |
-Tinggi Status Pernikahan |
2 |
5 |
- Menikah |
3 |
7=5 |
-Janda1Duda |
32 |
80 |
-Tidak Peniali Menikah |
5 |
12,5 |
Variabel |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Dukungan Keluarga -Baik |
5 |
12,5 |
- Buruk |
35 |
87,5 |
Tabel 3. Karakteristik Depresi di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar Bali
Variabel |
Frekuensi (f) |
Persentase (%) |
Depresi | ||
-Tidak Depresi |
19 |
47.5 |
- Depresi |
21 |
52,5 |
Berbeda halnya pada tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan lansia maka Odd depresi cenderung semakin menurun, yakni pada tingkat pendidikan tinggi memiliki nilai odd untuk mengalami depresi sebesar 0,5, artinya tingkat pendidikan tinggi menurunkan resiko terjadinya depresi sebesar 50% dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang rendah.
Berdasarkan Tabel 5, variabel dukungan keluarga tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan kejadian depresi secara statistik (p=0,65). Namun, nilai OR yang didapat cukup tinggi, yaitu 1,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa Odd depresi pada responden dengan dukungan keluarga yang buruk meningkat 1,7 kali dibandingkan dengan dukungan keluarga yang baik. Pada responden dengan dukungan keluarga yang buruk, 54,3% mengalami depresi, sedangkan pada yang dukungan keluarga baik hanya 40% yang mengalami depresi.
PEMBAHASAN
Pada Tabel 1, rata-rata usia responden adalah 77 tahun dengan dominasi kelompok lansia tua yakni berjumlah 19 atau 47,5% dari jumlah total responden yaitu 40 responden. Usia lanjut merupakan suatu keadaan yang alami, harus diterima oleh seluruh manusia dan merupakan suatu fenomena biologis.9 Menurut teori perkembangan Erikson dalam Marta, menjelaskan bahwa pada lansia akan terjadi suatu proses atau fase yang disebut integrity versus despair, dimana pada fase ini lansia akan cenderung melakukan cerminan terhadap masa lalunya. Apabila dalam fase ini mengalami kegagalan, maka lansia akan merasakan penyesalan dan merasa hidup yang dijalaninya percuma. Tetapi sebaliknya apabila berhasil melewati fase ini, menunjukkan bahwa lansia dapat mencerminkan adanya proses keberhasilan dan kegagalan selama hidupnya, sehingga masih tetap bertindak bijaksana selama hidup dan saat menghadapi proses kematian.10
Karakteristik responden lain yang dijabarkan di Tabel 1 diatas, yakni jenis kelamin responden. Sebanyak 30 responden (75%) merupakan jenis kelamin perempuan dan 10 responden (25%) merupakan jenis kelamin laki-laki. Menurut Raharja, angka harapan hidup antara perempuan dan laki-laki memiliki perbedaan, dimana angka harapan hidup pada perempuan lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki. Perbedaan angka harapan hidup ini dapat diakibatkan oleh beberapa faktor, diantaranya gaya hidup, perilaku, serta lingkungannya.11
Berdasarkan data pada Tabel 2, dari total semua responden sebanyak 35 responden (87,5%) memiliki dukungan keluarga yang buruk,
Tabel 4. Hubungan Karakteristik Demografi Respon dengan Depresi di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali
Variabel |
Tidak Depresi f(%) |
Depresi f(%) |
P |
OR |
95% CT OR | |
LL |
UL | |||||
Kelompok Umur | ||||||
-Lansia |
9 (52.9) |
8 (47.1) |
0.62 | |||
-Lansia Tua |
9 (47.4) |
10 (52.6) |
0,73 |
135 |
033 |
4,63 |
-Usia Sangat Tua |
1(25) |
3(75) |
033 |
337 |
0,29 |
3932 |
Jenis Kelamin | ||||||
-Laki-Laki |
5(50) |
5(50) |
Ref |
1 | ||
-Perempuan |
14 (46=7) |
16 (53,3) |
1 |
1=14 |
0,27 |
4,78 |
Pekerjaan | ||||||
-Bekeija |
8 (80) |
2 (20) |
Ref |
1 | ||
-Tidak Bekeija |
11 (36,7) |
19 (633) |
0,02 |
6:90 |
1,23 |
38,51 |
Tingkat Pendidikan | ||||||
-Rendah |
19 (50) |
19 (50) |
Ref |
1 | ||
-Tinggi |
0(0) |
2 (100) |
0,48 |
0,5 |
036 |
0,68 |
Status Pernikahan | ||||||
- Menikah |
2 (66:7) |
1 (333) |
0,76 | |||
-Janda-Duda |
15 (46.9) |
17(53.1) |
0,52 |
2:26 |
OJS |
27,58 |
-Tidak Pernah Menikah |
2(40) |
3(60) |
0,47 |
3 |
0,15 |
5939 |
Variabel |
Tidak Depresi f(%) |
Depresi f(%) |
P |
OR |
95% CT OR | |
LL |
UL | |||||
Dukungan Keluarga -Baik -Buruk |
3(60) 16 (45,7) |
2(40) 19 (543) |
Ref 0,65 |
1 1=7 |
0,26 |
12,01 |
sedangkan sebanyak 5 responden (12,5%) memiliki dukungan keluarga yang baik. Menurut Friedman dalam Kresnawati, menjelaskan bahwa dukungan keluarga merupakan suatu sikap, tindakan, serta penerimaan anggota keluarga dalam keadaan sakit. Dukungan informasional, dukungan instrumental, dukungan penilaian, serta dukungan emosional merupakan beberapa contoh dari dukungan keluarga.12
Menurut Kristyaningsih dalam Juwita, dukungan keluarga yang buruk akan mempengaruhi proses koping pada lansia, dimana koping merupakan suatu proses individu dalam memecahkan masalah dengan pandangan yang positif, memiliki kesehatan, keterampilan sosial yang baik, serta materi-materi yang baik. Apabila proses koping ini berhasil, maka proses akan mengarah ke proses adaptif dimana dalam proses ini lansia akan mampu untuk menyelesaikan
masalahnya sendiri sehingga dapat terhindar dari depresi. Tetapi apabila dalam proses koping mengalami kegagalan atau menjadi maladaptif, maka akan terjadi suatu krisis yang berkepanjangan sehingga dapat mencetuskan terjadinya depresi. Berdasarkan hal tersebut, maka keluarga memiliki peran yang penting dan harus memiliki suatu koping yang baik untuk mencegah serta meredakan krisis sehingga dapat menghindari terjadinya depresi pada lansia.13
Berdasarkan data yang terdapat pada Tabel 3, dari seluruh responden yang mengikuti penelitian, sebanyak 21 responden (52,5%) mengalami depresi dan sebanyak 19 responden (47,5%) tidak mengalami depresi. Menurut Setyohadi dalam Raharja, depresi yang terjadi pada lansia merupakan suatu keadaan yang sulit untuk diidentifikasi, sehingga akan berdampak pada terapi. Selain kesulitan untuk diidentifikasi, banyak penderita depresi tidak mengakui penyakitnya dan gejala yang terjadi akan saling tumpang tindih sehingga akan mempersulit seorang dokter untuk menegakkan diagnosis.12 Namun, depresi pada lansia dapat diukur dengan menggunakan Geriatric Depression Scale (GDS), dimana GDS merupakan suatu alat skrinning yang dapat membantu untuk memfasilitasi penilaian depresi terutama pada lansia dengan cara menghitung skor yang didapat saat melakukan wawancara dan pengukuran dengan menggunakan instrumen dalam bentuk pertanyaan atau kuisioner.14
Apabila dilihat kaitannya dengan jenis kelamin, perempuan lebih dominan mengalami depresi yakni dengan jumlah 16 responden (53,3%) dibandingkan laki-laki yang berjumlah 5 responden (50%). Pada penelitian ini didapat nilai OR=1,14 yang artinya bahwa jenis kelamin perempuan akan meningkatkan odd (peluang) terjadinya depresi sebanyak 1,14 kali dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor dimana salah satunya ada faktor biologis dan lingkungan. Faktor-faktor tersebut akan menimbulkan berbagai macam stressor pada perempuan, misalnya dari segi penghasilan dan juga pendidikan yang lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki. Selain itu juga terdapat faktor kesehatan, misalnya yang melibatkan sistem reproduksi dan hormon yang terdapat pada perempuan.11
Bila dilihat kaitannya dengan umur, kategori umur yang paling banyak mengalami depresi adalah kategori usia sangat tua (75%), selain itu pada kategori lansia lebih sedikit untuk mengalami depresi (47,1%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tua usia lansia, maka kejadian depresi akan meningkat. Semakin tua seseorang, maka
Putu Pradnyadewi Nataswari, IGA Indah Ardani (Hubungan dukungan akan semakin banyak perubahan yang terjadi baik dari fisik, mental ataupun sosial. Semakin tua usia lansia, maka penurunan fungsi tubuh akan semakin banyak terjadi. Hal ini akan membuat seorang lansia menjadi merasa tidak berdaya dan tidak mampu lagi untuk mencari nafkah seperti pada usia muda. Hal ini akan mempengaruhi keadaan mental lansia dan dapat mencetuskan terjadinya depresi.15
Pada penelitian yang dilakukan di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, hasil yang didapat adalah sebanyak 2 (40%) lansia yang memiliki dukungan keluarga baik mengalami depresi dan 3 (60%) lansia tidak mengalami depresi. Sedangkan 19 (54,3%) lansia dengan dukungan keluarga yang buruk mengalami depresi dan 16 (45,7%) lainnya tidak mengalami depresi. Nilai p=0,65 (p>0,05) didapat dari uji statistik dengan menggunakan uji Chi-square (Fisher Exact Test), yang menunjukkan bahwa antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya, Denpasar, Bali, tidak memiliki hubungan yang bermakna secara statistik. Akan tetapi nilai OR yang didapat pada penelitian ini cukup tinggi, yaitu OR=1,7. Hal tersebut menunjukkan bahwa Odd atau peluang depresi pada responden dengan dukungan keluarga yang buruk meningkat sebanyak 1,7 kali dibandingkan dengan dukungan keluarga yang baik.
Hasil penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Marta (2012), berjudul “Determinan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan”. Pada penelitian tersebut didapatkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia dengan nilai p=0,661. Hal ini disebabkan karena para lansia tidak ingin menyusahkan keluarga dan ingin mandiri selama hidup di panti tersebut.10
Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan pada saat penelitian, sebagian besar lansia yang berada di Panti Sosial sudah jarang dan bahkan ada yang tidak pernah dikunjungi oleh keluarga. Hal ini dapat mempersulit komunikasi antara keluarga dengan lansia, sehingga lansia akan merasa kesepian karena kurangnya perhatian dan dukungan yang diberikan oleh keluarga. Dampak dari kurangnya perhatian dan dukungan dari keluarga salah satunya adalah dapat mencetuskan kejadian depresi.
Namun di sisi lain, terdapat beberapa lansia yang masih memiliki hubungan yang baik dengan keluarga. Pihak keluarga masih datang mengunjungi dan memberikan dukungan kepada beberapa lansia yang tinggal di panti pada hari-hari tertentu, misalnya pada hari-hari besar keagamaan
keluarga dengan depresi pada lansia...)
dan hari libur. Selain itu, kegiatan - kegiatan yang positif juga disediakan oleh pihak Panti Sosial Werdha Wana Seraya setiap minggunya. Kegiatan-kegiatan tersebut misalnya senam pagi, kegiatan persembahyangan, gotong royong dan kegiatan positif lainnya dapat mengurangi rasa kesepian yang dirasakan oleh para lansia.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan, diperoleh simpulan bahwa antara dukungan keluarga dengan depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali, tidak didapatkan hubungan yang signifikan secara statistik (p=0,65). Akan tetapi, nilai OR=1,7 menunjukkan bahwa peluang depresi pada responden dengan dukungan keluarga yang buruk meningkat sebanyak 1,7 kali dibandingkan dengan dukungan keluarga yang baik. Jadi hal tersebut membuktikan bahwa dukungan keluarga merupakan faktor resiko kejadian depresi pada lansia di Panti Sosial Werdha Wana Seraya Denpasar Bali.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang sudah membantu dalam kelancaran penulisan jurnal ini, diantaranya terima kasih kepada dr. Cok Bagus Jaya Lesmana, Sp.KJ yang telah membantu diskusi serta memberikan saran dalam pelaksanaan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. UNFPA. Ageing in the Twenty-First Century: A Celebration and A Challenge. [diakses 29 Januari 2015]. 2012. Diunduh dari: http://www. helpage.org.
-
2. BPS. Kependudukan. [diakses 10 Desember 2014]. 2014. Diunduh dari: http://www.bps. go.id.
-
3. BKKBN. [diakses 10 Desember 2014]. 2014. Diunduh dari: http://aplikasi.bkkbn.go.id
-
4. Widodo, G, & Aniroh, U. “Hubungan Interaksi Sosial Dengan Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia di Desa Leyangan Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang”. STIKES Ngudi Waluyo Ungaran. Semarang. 2011
-
5. Syamsuddin. Penguatan Eksistensi Panti Werdha di Tengah Pergeseran Budaya dan Keluarga. 2008. [diakses 20 Desember 2014]. Diunduh dari: http://www.kemsos.go.id.
-
6. WHO. Depression A Global Public Health Concern. 2012. [diakses 11 Desember 2014]. Diunduh dari: http://www.who.int/
-
7. Stanley, P. Risk Factors for Depressive Illness among Elderly Gopd Attendees at Upth. Dept. of Family Medicine, UPTH, Port Harcourt, Nigeria. 2013;Vol 5 Issue 2
-
8. Oliveira, S., Santos, A., & Pavarini, S. The Relationship Between Depressive Symptoms and Family Functioning in Institutionalized Elderly. Faculdade de Enfermagem, Universidade Estadual de Campinas, SP. Brazil. 2014; h.65-70
-
9. Hidayat, A., Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Salemba Medika; Jakarta. 2007;2:100-105
-
10. Marta, O. “Determinan Tingkat Depresi pada Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4 Jakarta Selatan”. Universitas Indonesia. Jakarta. 2012.h.40-43
-
11. Raharja, E. “Hubungan antara Tingkat Depresi dengan Kejadian Insomnia pada Lanjut Usia di Karang Werdha Semeru Jaya Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember”. Universitas Jember. 2013.h.55-61
-
12. Kresnawati, I, & Kartinah. “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Keaktifan Lansia (Lanjut Usia) dalam Mengikuti Kegiatan di Posyandu Lansia Desa Gonilan Kecamatan Kartasura”. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2011.h.144-146
-
13. Juwita, R, & Rahmi, N. “Hubungan Keluarga dengan Depresi Pada Lansia di UPTD Rumoh Sejahtera Geunaseh Sayang Ulee Kareng Banda Aceh Tahun 2013”. Aceh: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah. 2013.h.50-52
-
14. Greenberg, S. The Geriatric Depression Scale. Hartford Institute for Geriatric Nursing, New York University College of Nursing. 2012;Issue 4
-
15. Astuti, V. “Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Depresi Pada Lansia di Posyandu Sejahtera GBI Setia Bakti Kediri”. Kediri: STIKES RS Baptis Kediri. 2010;2(3);h.78-83
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
55
Discussion and feedback