STUDI DESKRIPTIF TERHADAP CIRI-CIRI KORBAN INFANTISIDA DI BALI, TAHUN 2012 SAMPAI 2014
on
STUDI DESKRIPTIF TERHADAP CIRI-CIRI KORBAN INFANTISIDA DI BALI, TAHUN 2012 SAMPAI 2014
Busra Ayik Aldila1, Ida Bagus Putu Alit2
1Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
2
Bagian Ilmu Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
ABSTRAK
Infanticide merupakan suatu tindak kejahatan dimana seorang ibu membunuh anaknya yang baru saja dilahirkan atau sesaat setelah kelahiran. Bukti dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ciri-ciri bayi korban infanticide dari data hasil otopsi. Studi dilakukan secara deskriptif kuantitatif terhadap Visum et Repertum periode Januari 2012 hingga Desember 2014 di Bagian Forensik Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. Setelah data terkumpul kemudian diolah dalam bentuk naratif dan tabel. Setelah proses eksklusi terhadap kasus abortus dan pembusukan ditemukan 7 subjek yang sesuai dengan kriteria infantisida. Penelitian menunjukkan seluruh subjek dengan keadaan lahir hidup dan mampu hidup diluar kandungan. Pemeriksaan menunjukkan bahwa sebagian besar subjek sudah matur. Pada sebagian besar subjek, tidak ditemukan tanda-tanda perawatan, tetapi ada satu subjek yang memiliki tanda tersebut. Sebagian besar terjadi sianosis pada mukosa bibir dan peteki pada subpleura viseralis masing-masing sebesar 85,7% dan 75%. Dapat disimpulkan bahwa beberapa subjek tidak dapat dipastikan apakah lahir hidup atau lahir mati juga sebab kematiannya karena tidak adanya hasil pemeriksaan dalam.
Kata Kunci: lahir hidup, viabel, matur, perawatan, sebab kematian
DESCRIPTIVE STUDY ON INFANTICIDE FEATURES IN BALI, IN YEAR 2012 TO 2014
ABSTRACT
Infanticide can be defined as an act of murder by a mother against her children who had been born or after the birth processing. These infanticide evidences can be found by doing some external and internal examination on the victim. The purpose of this study is to know the characteristic of baby’s death because of infanticide by seeing the results of the autopsy data. The study was done quantitative descriptively based on Visum et Repertum data from January 2012 to December 2014 in forensic department of Sanglah Central Public Hospital Denpasar. Then, the collected data was arranged in narrative text and in the table. After exclusion process on abortus cases and decomposition, there were 7 subjects that suitable with infanticide criteria. This study showed all the subject in livebirth condition and viable. The examination showed that most of subject had mature. There were no signs of carrying after birth on the most of the subject but there was one subject which had these signs. Most of them had cyanosis on the lips mucous and petechiae in visceralis subpleura each of them is around 85,7% and 75%. It can be concluded that several subjects could not be confirmed which is livebirth or stillbirth also the cause of the death because there is no results of internal examination.
Keywords: livebirth, viable, mature, care, cause of death
PENDAHULUAN
Menurut hukum Indonesia kasus infantisida ialah tindakan pembunuhan dengan sengaja yang dilakukan seorang ibu terhadap anaknya yang baru saja dilahirkan. Pada umumnya mereka melakukan hal tersebut dengan alasan takut diketahui orang lain bahwa ia telah melahirkan.1,2,3 Salah satu faktor yang memicu tindakan tersebut sehingga kasus ini cenderung meningkat adalah karena adanya kehadiran bayi akibat hubungan diluar pernikahan. Untuk menutupi perbuatannya, si ibu menjadi terdorong untuk membunuh bayinya.4
Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan identifikasi hasil pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam terhadap bayi korban infantisida di bagian ilmu kedokteran forensik RSUP Sanglah Denpasar.
METODE
Studi ini dilakukan secara deskriptif kuantitatif, setelah itu hasilnya diolah kedalam bentuk naratif dan tabel. Pertama-tama subjek dikumpulkan dengan melihat identitasnya di buku register kemudian mencari hasil Visum et Repertum sesuai dengan identitas dan nomor VER yang telah tercatat di buku register. Studi dilakukan di bagian ilmu kedokteran forensik RSUP Sanglah
Denpasar. Pengambilan subjek dari periode Januari 2012 hingga Desember 2014. Setelah proses eksklusi terhadap kasus abortus dan pembusukan, ditemukan 7 subjek yang sesuai dengan kriteria infantisida.
HASIL
Diperoleh hasil penelitian yaitu, 57,1% berjenis kelamin perempuan, dan 42,9% berjenis kelamin laki-laki.
Tabel 1. Jumlah Sampel | ||
Jenis Kelamin |
Frekuensi |
Persentase (%) |
Perempuan |
4 |
57,1% |
Laki-laki |
3 |
42,9% |
Seluruh subjek (100%) ditemukan sudah memiliki diafragma mencapai sela iga ke 4-5 dan paru telah menutupi sebagian lapisan luar jantung. Bukti lainnya adalah tekstur paru seperti spons dan uji paru yang diapungkan dinyatakan hasilnya positif, yakni sebesar 75%. Selain merah muda ditemukan juga warna lain pada paru yaitu merah keunguan dan coklat kehitaman masing-masing sebesar 25% dan 50%. Corakan paru yakni seperti gambaran mozaik dan marmer ditemukan sebanyak 25%.
Tabel 2. Bukti lahir hidup
Tanda |
Diafragma mencapai sela iga 4-5 |
Paru menutupi sebagian kandung jantung |
Warna paru merah muda |
Gambaran Mozaik |
Gambaran Marmer |
Konsistensi spons |
Tes Apung Paru (+) |
Ya |
4 (100%) |
4 (100%) |
1 (25%) |
1 (25%) |
1 (25%) |
3 (75%) |
3 (75%) |
Tidak |
0 (0%) |
0 (0%) |
3 (75%) |
3 (75%) |
3 (75%) |
1 (25%) |
1 (25%) |
Dari seluruh subjek (100%), masing-masing memiliki tanda viabilitas seperti lahir dari masa gestasi lebih dari 28 minggu, memiliki panjang badan atau panjang puncak kepala-tumit lebih dari
35 cm, dan tidak ditemukan cacat bawaan fatal. Ditemukan 4 subjek (57,1%) dengan berat badan lahir lebih dari 1500 gram. Kemudian hanya 2 subjek (28,6%) memiliki lingkar kepala lebih dari 32 cm.
Tabel 3. Tanda-tanda lahir viabel
Tanda |
UK > 28 minggu |
BB > 1500 gram |
PB (puncak kepala tumit > 35 cm) |
Lingkar kepala > 32 cm |
Cacat bawaan fatal |
Ya |
7 (100%) |
4 (57,1%) |
7 (100%) |
2 (28,6%) |
0 (0%) |
Tidak |
0 (0%) |
3 (42,9%) |
0 (0%) |
5 (71,4%) |
7 (100%) |
Tabel 4 menggambarkan bahwa sebagian besar subjek dapat dikatakan matur atau cukup bulan karena ditemukannya lanugo (rambut halus pada badan) dan telinga sudah berkembang sempurna, dengan persentase yang sama yakni sebesar 71,4%. Sebanyak 57,1% lahir dari umur kehamilan lebih dari 36 minggu. Kemudian sebanyak 42,9% memiliki berat badan lahir antara 2500 hingga 3300 gram dan kukunya telah melampaui ujung jari juga terlihat garis
telapak kaki yang lebih dari 2/3 bagian depan kaki.
Lalu sebagian kecil subjek yang memiliki panjang badan (panjang kepala tumit lebih dari 48 cm), lingkar kepala ≥ 33-34 cm, ditemukannya pusat penulangan, memiliki diameter tonjolan susu ≥ 7 mm, dan kulit yang tidak keriput masing-masing sebesar 28,6%.
Semua alat kelamin subjek laki-laki (100%) telah berkembang sempurna sedangkan sebagian besar alat kelamin subjek perempuan (75%) ditemukan belum berkembang sempurna.
Tabel 4. Tanda-tanda maturitas
Tanda |
UK > 36 minggu |
PB (kepala tunit > 48 cm) |
BB 25003300 gram |
Lingkar kepala ≥ 33-34 cm |
Pusat penulangan |
Lanugo |
Telinga terbentuk sempurna |
Diameter tonjolan susu ≥ 7 mm |
Kuku melewati ujung jari |
Plantar crease > 2/3 bagian depan kaki |
Kulit tidak keriput |
Ya |
4 |
2 |
3 |
2 |
2 |
5 |
5 |
2 |
3 |
3 |
2 |
(57,1%) |
(28,6%) |
(42,9%) |
(28,6%) |
(28,6%) |
(71,4%) |
(71,4%) |
(28,6%) |
(42,9%) |
(42,9%) |
(28,6%) | |
Tidak |
3 |
5 |
4 |
5 |
5 |
2 |
2 |
5 |
4 |
4 |
5 |
(42,9%) |
(71,4%) |
(57,1%) |
(71,4%) |
(71,4%) |
(28,6%) |
(28,6%) |
(71,4%) |
(57,1%) |
(57,1%) |
(71,4%) |
Sebagian besar subjek tidak ditemukan tanda-tanda perawatan, antara lain ditemukan dengan kondisi plasenta masih terhubung dengan tali pusat, tali pusat yang ujungnya terpotong dekat perlekatan dengan plasenta, ujung tali
pusat yang terpotong tidak rata, dan verniks caseosa masih menempel, yakni sebesar 85,7%. Sedangkan sisanya memiliki tanda perawatan yaitu ujung tali pusat terpotong tajam, yakni sebesar 14,3%.
Tabel 5. Tanda dengan atau tanpa perawatan
Tanda Jumlah
subjek
Tali pusat masih terhubung dengan 6 (85,7%) plasenta, Tali pusat terputus dekat perlekatan dengan plasenta, Ujung tali pusat terpotong tidak rata,
Verniks caseosa masih melekat
Ujung tali pusat terpotong tajam 1 (14,3%)
Ditemukan sebagian besar subjek memiliki selaput lendir bibir kebiruan, yakni sebesar 85,7%. Kemudian ditemukan lebam mayat yang luas dan sianosis pada kuku jari tangan dan kaki masing-masing sebesar 42,9%. Namun
peteki pada konjungtiva palpebra hanya ditemukan pada sebagian kecil subjek (14,3%).
Dari hasil pemeriksaan dalam ditemukan peteki di subpleura viseralis paru dan perdarahan di bagian belakang tulang rawan krikoid masing-masing sebesar 75% dan 50%. Dan sebagian kecil ditemukan peteki di perikardium pada bagian belakang jantung dan buih halus dalam saluran pencernaan masing-masing sebesar 25%.
Ditemukan luka-luka akibat pembekapan dan luka lain akibat kekerasan tumpul masing-masing sebesar 42,9%.
Tabel 6. Pemeriksaan luar tanda asfiksia | ||||
Tanda |
Peteki konjungtiva palpebra |
Sianosis mukosa bibir |
Sianosis kuku jari tangan dan jari kaki |
Lebam mayat luas (wajah, leher, tubuh belakang, tungkai) |
Ya |
1 (14,3%) |
6 (85,7%) |
3 (42,9%) |
3 (42,9%) |
Tidak |
6 (85,7%) |
1 (14,3%) |
4 (57,1%) |
4 (57,1%) |
Tabel 7. Tanda asfiksia dari pemeriksaan dalam
Tanda |
Peteki epikardium jantung |
Peteki paru |
Perdarahan belakang rawan krikoid |
Busa halus saluran pernapasan |
Ya |
1 (25%) |
3 (75%) |
2 (50%) |
1 (25%) |
Tidak |
3 (75%) |
1 (25%) |
2 (50%) |
3 (75%) |
Tabel 8. Luka pembekapan
Tanda Luka memar dan lecet di pipi, area antara hidung dan bibir, mukosa bibir, lidah
Ya 3 (42,9%)
Tidak 4 (57,1%)
Tabel 9. Luka kekerasan tumpul
Tanda Memar dan luka lecet di kepala, mata, dada, perut, pinggang, lengan bawah, telapak tangan, paha, lutut, tungkai bawah, pergelangan kaki
Ya 3 (42,9%)
Tidak 4 (57,1%)
PEMBAHASAN
Seluruh subjek (100%) menunjukkan bahwa diafragma sudah berada sejajar dengan sela iga ke 4-5 dan sebagian kandung jantung sudah ditutupi oleh paru. Hal tersebut terjadi karena saat lahir, bayi akan mengalami inspirasi spontan sehingga paru akan mengembang. Semakin lama bayi bertahan hidup di dunia luar, paru menjadi semakin mengembang. Kemudian dapat dilakukan pemeriksaan tambahan yaitu tes apung paru. Tes ini bukan menjadi acuan untuk
menentukan bayi lahir hidup atau tidak karena kemungkinan dapat terjadi hasil positif palsu. Hasil tersebut dapat terjadi pada kasus hipotermia atau aspirasi cairan amnion yang terdiri dari verniks. Sehingga untuk menentukan bayi lahir hidup atau mati dapat lebih pasti dengan melakukan pemeriksaan dalam makroskopik paru. Maka dari itu tes apung paru harus diimbangi dengan hasil pemeriksaan dalam paru secara makroskopik.3,5 Hasil tes apung paru ditemukan positif sebanyak 75% dan diperkuat dengan adanya tanda lahir hidup dari pemeriksaan dalam. Ini merupakan bukti yang cukup untuk menentukan bahwa subjek lahir hidup. Sedangkan terdapat subjek yang ditemukan negatif, yaitu sebesar 25%. Hasil yang negatif itu dapat terjadi karena setelah dilahirkan hidup bayi kemudian berhenti bernapas. Sehingga mengakibatkan udara dalam alveoli diresorpsi, padahal di sisi lain jantung masih aktif berdenyut. Maka dari itu hasil uji tes apung paru yang negatif tidak dapat menjadi sebuah acuan bahwa bayi lahir dalam keadaan mati.
Penelitian menunjukkan bahwa semua subjek lahir dengan umur kehamilan lebih dari 28 minggu. Hal tersebut sejalan dengan teori, bahwa bayi yang mampu bertahan hidup diluar kandungan ialah bayi yang lahir dari umur kehamilan lebih dari 28 minggu.3,5,6
Sebagian subjek (57,1%) memiliki berat badan lahir lebih dari 1500 gram. Kemudian semua subjek (100%) tidak menunjukkan cacat bawaan fatal. Hal itu sesuai dengan teori bahwa bayi yang mampu hidup diluar kandungan diantaranya harus memiliki berat badan lahir lebih dari 1500 gram dan tidak menderita penyakit kongenital atau cacat bawaan secara fisik.3,7
Bayi yang cukup bulan ialah bayi yang lahir dari umur kehamilan berkisar antara 37 minggu sampai dengan 42 minggu. Sedangkan bila lahir dari umur kehamilan kurang dari 37 minggu disebut bayi kurang bulan atau prematur.3,7 Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 57,1% bayi lahir dengan umur kehamilan lebih dari 36 minggu sedangkan sisanya lahir dengan umur kehamilan dibawah 36 minggu.
Penilaian lain yang dilakukan untuk menentukan bayi tersebut lahir matur adalah dengan mengukur panjang badan bayi. Panjang badan diukur dari puncak kepala hingga tumit. Bayi yang memiliki panjang badan lebih dari 48 cm dikatakan sebagai bayi matur atau cukup bulan. Jika setelah dilakukan pengukuran, didapati panjang badan kurang dari atau sama dengan 45 cm, itu dapat diartikan bahwa bayi tersebut prematur.7 Penelitian ini menunjukkan sebanyak 28,6% subjek memiliki panjang badan lebih dari 48 cm.
Berat badan bayi baru lahir diukur sesaat setelah terlepas dengan plasenta. Berat badan bayi yang matur pada waktu lahir berkisar antara 2500 hingga 3000 gram. Akan tetapi, jika berat badannya kurang dari atau sama dengan 2500 gram disebut bayi prematur.7 Diperoleh hasil berat badan subjek sebesar 42,9% yang berkisar antara 2500 sampai 3000 gram, sisanya berada dibawah 2500 gram.
Lingkar kepala bayi diukur melalui glabella dan oksipitalis. Biasanya bayi yang cukup bulan memiliki lingkar kepala dengan kisaran yaitu lebih dari atau sama dengan 33 sampai 34 cm, kemudian ditemukan tanda-tanda pusat penulangan, serta kuku jari tangan dan kuku jari kaki telah melewati ujung jari.6,7 Hasil menunjukkan lingkar kepala dan ditemukan tanda-tanda pusat
penulangan masing-masing sebesar 28,6%. Kemudian sebanyak 42,9% didapatkan kuku telah melewati ujung jari.
Lanugo merupakan rambut-rambut halus yang menutupi tubuh bayi baru lahir. Lanugo mulai tumbuh pada umur kehamilan 24-25 minggu, dan bertambah banyak pada umur kehamilan 28 minggu. Pada keadaan prematur, lanugo akan tumbuh sangat sedikit pada kulit bayi. Sedangkan pada keadaan matur lanugo memang jarang ditemukan karena lanugo mulai mengalami penipisan.6,8 Didapatkan hasil bahwa lanugo jarang terlihat pada badan subjek, yaitu sebanyak 71,4% yang menandakan bahwa bayi lahir matur.
Seiring perkembangan menuju matur, daun telinga akan mengalami penambahan kartilago. Pemeriksaan dengan melipat daun telinga ke arah wajah kemudian dengan cepat dilepaskan merupakan cara untuk mengetahui matur atau tidaknya seorang bayi. Bila daun telinga cepat kembali setelah dilipat, hal itu menunjukkan bahwa tulang rawan telinga sudah terbentuk sempurna sekaligus dijadikan tanda bahwa bayi dalam kondisi matur. Sedangkan pada bayi prematur, daun telinga akan tetap terlipat ketika dilepaskan.6,8 Hasil penelitian yang menunjukkan maturitas yakni sebesar 71,4%.
Bayi yang matur memiliki diameter areola ≥ 7 mm. Areola dengan ukuran tersebut dimiliki oleh bayi yang lahir dari umur kehamilan 39 minggu.6,8 Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang memiliki ukuran areola mammae ≥ 7 mm yaitu sebanyak 28,6%.
Jika 2/3 bagian depan kaki memperlihatkan garis-garis telapak kaki dapat dikatakan bayi tersebut matur. Sedangkan pada bayi prematur sama sekali tidak memiliki garis telapak
kaki.8 Hasil menunjukkan bahwa sebesar 42,9% bayi memiliki garis telapak kaki pada 2/3 bagian depan kakinya.
Testis akan mulai teraba di dalam skrotum pada bayi laki-laki yang lahir dari umur kehamilan kurang lebih 30 minggu. Sedangkan pada bayi laki-laki prematur, skrotum tampak datar, lembut, serta belum dapat ditentukan jenis kelaminnya. Bayi perempuan matur, labia minora dan klitorisnya akan menyusut sehingga akan terlihat labia minora tertutupi oleh labia mayora. Sedangkan pada bayi perempuan prematur, memiliki labia datar dan klitoris sangat menonjol sehingga menyerupai penis.8 Penelitian menunjukkan alat kelamin laki-laki dan perempuan telah berkembang sempurna masing-masing sebesar 25%.
Pada keadaan matur kulit akan tampak lebih halus, tebal, dan menghasilkan pelumas sehingga tidak tampak keriput. Sebaliknya pada keadaan prematur, kulit masih tampak tebal, kering, dan keriput.6,8,10 Penelitian menemukan bahwa terdapat kulit tidak keriput, keriput, dan sisanya tidak ditemukan interpretasi masing-masing sebesar 28,6%, 14,3%, dan 57,1%.
Penting juga mencari tanda apakah jenazah bayi yang ditemukan telah menerima perawatan atau tidak. Pertama dengan melihat keadaan tali pusat. Jika tali pusat masih tersambung dengan plasenta atau sudah terpotong tapi dekat perlekatan plasenta, dan bila tali pusat dipotong dengan ujung tidak rata, memiliki arti bahwa bayi belum mendapat perawatan. Selanjutnya meninjau apakah verniks caseosa masih menempel atau tidak. Jika masih, artinya bayi belum mendapat perawatan.9,10 Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebesar 85,7% bayi belum mendapat perawatan.
Tali pusat yang dipotong dengan tajam lebih kurang 5 cm dari pusat, diikat, dan dilumuri antiseptik di ujung potongan, merupakan tindakan perawatan terhadap tali pusat pada bayi baru lahir. Tanda lain dari adanya perawatan yaitu bayi telah dipasangkan pakaian atau diberi penutup tubuh.10 Hasil studi menunjukkan sebanyak 14,3% subjek telah mendapat perawatan.
Penyebab kematian terbanyak pada infantisida adalah asfiksia. Dari pemeriksaan luar salah satunya dapat ditemukan peteki pada konjungtiva palpebra. Peteki dapat terjadi karena struktur konjungtiva palpebral sendiri yang merupakan jaringan ikat longgar dan keadaan hipoksia yang dapat merusak endotel kapiler, sehingga sel darah merembes ke jaringan.6 Hasil menunjukkan peteki di konjungtiva palpebra, yakni sebanyak 14,3%.
Sebagian besar subjek (85,7%) ditemukan sianosis pada bibir yaitu sebanyak 85,7%. Sianosis yang terlihat pada bibir dan ujung jari merupakan tanda lain dari asfiksia. Selain itu dapat pula terbentuk lebam mayat yang luas. Luas berarti kadar CO2 dalam darah sangat tinggi.6 Hasil menunjukkan bahwa sebanyak 42,9% ditemukan lebam mayat yang luas pada subjek. Selain itu dapat ditemukan busa yang keluar dari hidung dan mulut karena meningkatnya aktivitas pernapasan pada celah yang sempit. Namun dari hasil penelitian tanda ini tidak ditemukan.
Dari pemeriksaan dalam dapat ditemukan adanya buih halus di dalam saluran pernapasan. Peteki juga dapat terlihat di banyak organ seperti, di mukosa usus halus, epikardium jantung, dan subpleura viseralis paru. Perdarahan juga dapat ditemukan di bagian belakang rawan krikoid.6 Hasil studi menunjukkan ditemukan buih halus dalam saluran pernapasan dan peteki
pada permukaan paru masing-masing sebesar 25% dan 75%.
Salah satu bentuk asfiksia mekanik adalah pembekapan. Pembekapan adalah salah satu tindakan yang mengakibatkan asfiksia atau mati lemas karena mulut dan hidung tertutup sehingga menghalangi proses pernapasan. Biasanya akan ditemukan luka memar di daerah mulut dan juga hidung.6,7,10 Studi menunjukkan sebanyak 57,1% ditemukan luka memar di daerah ujung hidung, dan juga mulut.
Luka lain seperti luka memar dan luka lecet selain area wajah, ditemukan yakni sebanyak 42,9%. Luka tersebut terbentuk akibat adanya tindak kekerasan dari benda tumpul.11
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat beberapa kasus belum dapat dipastikan bayi lahir hidup atau lahir mati juga belum dapat diketahui sebab matinya karena korban tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Argo A, Francomano A. The Infanticide: Some Forensic and Ethical Issues. J Forensic Sci Criminol 1(1): e102. 2013. h.1-3.
-
2. Sampurna B, Samsu Z. Peranan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Penegakan Hukum: sebuah pengantar. Jakarta: Pustaka Dwipar. 2007.
-
3. Nikolic S, Zivkovic V. Infanticide from Intentional Choking: The Use of Evaluating Older Cases. Forensic Sci Med Pathol. 2013. h.1-6
-
4. Praveen S. Case Report: Female Infanticide. J Indian Acad Forensic Med. Vol. 33, No. 4. 2011. h.366-369.
-
5. Turan N, Pakis I, Yilmaz R, Gunce E. Macroscopic and Microscopic Findings of Infant Lung in Case of Live or Still Birth. Academic Journals Vol. 8(21). 2013. h.867-874.
-
6. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, Winardi T, Mun’im A, dkk. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi pertama, cetakan kedua. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1997.
-
7. Dahlan A, Aminullah A. Buku kuliah ilmu kesehatan anak. Jilid II.
-
11 th ed. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI. 2007.
-
8. Kosim, M. Sholeh. Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta: IDAI. 2010.
-
9. Saukko P, Knight B. Knight’s Forensic Pathology Third Edition. 2004. Edward Arnold.
-
10. Wilianto W, Apuranto H. Pembunuhan Anak Dengan Jerat Tali Pusat Di Leher Disertai Kekerasan Tumpul Pada Kepala. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Vol.14 No.3. 2012. h.27-38.
-
11. Shkrum MJ, Ramsay DA. Chapter 3: Asphyxia. In: Forensic pathology of trauma; Common problems for the pathologist. New Jersey: Humana Press Inc; 2007. h.L2l-33.
9
Discussion and feedback