GAMBARAN KEPATUHAN MINUM OBAT

ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PETANG II, KABUPATEN BADUNG PERIODE JULI – AGUSTUS 2013

I Putu Bayu Triguna1, I Wayan Sudhana2

  • 1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana 2

  • 2Bagian Nefrologi Penyakit Dalam RSUP Sanglah

ABSTRAK

Hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan lebih berat. Salah satu faktor risiko yang meningkatkan angka kejadian morbiditas dan mortalitas adalah ketidakpatuhan minum obat antihipertensi. Ketidakpatuhan menjadi masalah universal, yang dilaporkan menjadi salah satu penyebab utama hipertensi yang sulit disembuhkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II pada periode juli – agustus 2013. Penelitian ini menggunakan metode studi potong-lintang dan pemilihan sampel dipih secara non random sampling. Data diperoleh dengan metode wawancara terstruktur menggunakan kuisioner dan pengukuran darah dari pasien hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Petang II dan dilakukan kunjungan secara langsung ke rumah warga. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa univariat dan bivariat, kemudian disajikan dalam bentuk tabel naratif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah responden yang tidak patuh minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II sejumlah 85.6%. Didapatkan responden dengan kelompok umur ≥ 60 tahun, jarak rumah dari puskesmas > 5 km serta responden yang menderita hipertensi < 5 tahun yang paling tidak patuh minum obat antihipertensi. Selain itu, responden yang berpendapatan di bawah upah minimum regional Kabupaten Badung serta responden yang mengambil obat lebih dari satu jenis juga didapatkan malas minum obat antihipertensi untuk mengontrol tekanan darah. Dari segi pekerjaan, petani atau bukan sama-sama didapatkan tidak patuh minum obat antihipertensi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa persentase ketidakpatuhan minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II cukup tinggi karena kendala yang dihadapi responden sehingga tidak patuh minum obat antihipertensi adalah akibat ekonomi yang rendah, jarak yang jauh, > 5 km dari rumah ke puskesmas dan sarana transportasi yang terbatas.

Kata kunci: Hipertensi, ketidakpatuhan, obat antihipertensi, Puskesmas Petang II

AN OVERVIEW OF HYPERTENSIVE PATIENTS WHO ARE KEEPING COMPLIANCE WITH ANTIHYPERTENSIVE DRUGS IN PUSKESMAS PETANG II

ABSTRACT

Hypertension is a condition of an increase in blood pressure that give symptoms persist at a target organ of the body that can cause more severe damage. One of the risk factors that increased the incidence of morbidity and mortality are taking antihypertensive medication noncompliance. Disobedience is a universal problem, which is reported to be one of the main causes of hypertension that is difficult to cure. This study aims to describe antihypertensive medication adherence in hypertensive patients in Petang II Public Health in the period July -August 2013. This study used cross-sectional study and selection of samples with non-random sampling method. Data obtained by structured interviews using questionnaires and measurements of blood from the patient to the Petang II health center to control hypertension and carried directly visit door to door to house. Data were analyzed with univariate and bivariate analysis, then the narrative is presented in tabular form. The results showed that the number of respondents who are not antihypertensive medication adherence in Petang II health center a number of 85.6 %. Obtained the respondents in the age group ≥ 60 years and the distance home from the clinic > 5km as well as respondents who suffer from hypertension < 5 years least antihypertensive medication adherence. In addition, respondents who earn below the minimum wage and the Badung Regency respondents who took the drug more than one type also got lazy taking antihypertensive drugs to control blood pressure. In terms of jobs, the farmer or not equally available to non-adherence antihypertensive. Based on these results it can be concluded that the percentage of non-compliance to take antihypertensive drugs in Petang II Public Health is quite high because of the constraints faced by the respondents so that no antihypertensive medication adherence is due to the low economic, distances, > 5 km from home to health centers and transportation are limited.

Keywords: Hypertension, non-compliance, antihypertensive drugs, Petang II Public Health

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah yang kemudian memberi gejala lanjut berupa kerusakan pada suatu target organ seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung), penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung), gagal ginjal, diabetes mellitus dan lain-lain.1,2,3 Hipertensi merupakan penyebab angka kesakitan dan kematian yang tinggi di dunia dan penyebab terbanyak kunjungan ke pusat pelayanan kesehatan primer pada tahun 2006, yakni sebanyak 13,1%.4 Pada tahun 2008, terdapat lebih dari 1 miliar orang atau 1 dari 4 orang dewasa menderita hipertensi di seluruh dunia. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 1,6 miliar pada tahun 2025. Angka kematian akibat hipertensi di seluruh dunia mencapai 13% atau sekitar 8 juta kematian setiap tahunnya.4 Penyakit hipertensi yang tidak terkontrol dapat menyebabkan kemungkinan terkena stroke 7 kali lipat dan 6 kali lipat menderita penyakit jantung.5

Prevalensi hipertensi di Indonesia menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional pada tahun 2007 sebesar 31,7%. Pulau Bali menduduki peringkat kedua tertinggi dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya yaitu sebanyak 29,1%.6,7 Perbandingan prevalensi hipertensi pada laki-laki berusia di bawah 35 tahun lebih tinggi dibandingkan pada perempuan yang berusia sama.

Perbandingan ini terbalik untuk laki-laki dan wanita berusia 35 tahun atau lebih.4 Sugiri (2006) melaporkan angka prevalensi hipertensi sebesar 6,0% untuk laki-laki dan 11,6% untuk wanita di Jawa Tengah. Prevalensi hipertensi di Sumatera Barat ditemukan sebanyak 18,6% untuk laki-laki dan 17,4% untuk wanita, sedangkan untuk daerah perkotaan seperti di Jakarta (Petukangan) prevalensi hipertensi ditemukan 14,6% untuk laki-laki dan 13,7% untuk wanita.4

Hipertensi juga menjadi masalah kesehatan utama di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Petang II. Pada tahun 2011, hipertensi termasuk dalam 10 penyakit terbanyak di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Hipertensi menempati peringkat ketiga penyebab penyakit terbanyak setelah ISPA dan rheumatoid arthritis. Jumlah kunjungan hipertensi meningkat dari tahun 2011 yaitu sebanyak 446 (7,9%) pasien dari 5618 kunjungan pasien, menjadi 690 (12,35%) pasien dari 5587 kunjungan pasien pada tahun 2012 (Laporan Puskesmas Petang II, 2012). Jumlah ini hanya sebagian kecil dari jumlah kasus sebenarnya, karena sebagian besar masyarakat tidak rutin melakukan pemeriksaan tekanan darah.

Salah satu faktor risiko meningkatnya angka kejadian morbiditas dan mortalitas hipertensi adalah ketidakpatuhan pasien dalam minum obat hipertensi yang dianjurkan oleh dokter. Ketidakpatuhan dengan program terapi

merupakan masalah yang besar pada pasien hipertensi. Hanns (2005) menjelaskan bahwa diseluruh dunia sekitar 20% dari semua pasien hipertensi yang didiagnosis hipertensi dan dianjurkan untuk minum obat yang diresepkan oleh dokter, sedangkan menurut Departemen Kesehatan 2006, hanya 50% pasien yang diresepkan obat antihipertensi yang tidak minum obat sesuai anjuran tenaga kesehatan.5 Walaupun sudah ada upaya dari pihak puskesmas untuk meningkatkan kepatuhan berobat, namun tetap belum berhasil untuk mengurangi ketidakpatuhan minum obat antihipertensi di wilayah Puskesmas Petang II, oleh karena itu diperlukan penelitian ilmiah untuk mengetahui gambaran kepatuhan pasien dalam minum obat antihipertensi, sehingga dapat digunakan sebagai masukan dalam penyusunan program penyuluhan maupun kebijakan dalam pencegahan terjadinya komplikasi hipertensi.

Adapun rumusan masalah yang dikaji adalah gambaran kepatuhan pengobatan antihipertensi pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesams Petang II.

METODE

Penelitian ini merupakan studi cross sectional deskriptif untuk mengetahui gambaran kepatuhan dalam minum obat anti hipertensi pada penderita hipertensi yang berada di wilayah kerja Puskesmas Petang II pada periode Juli 2013 – Agustus 2013. Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Petang II, Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Pengumpulan data dilakukan dari bulan Juli-Agustus 2013. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh penderita hipertensi

yang mendapat pengobatan antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Sampel dipilih dari pasien yang datang ke poliklinik umum Puskesmas Petang II pada tanggal 17 Agustus 2013 sampai 25 Agustus 2013 dipilih secara non random sampling dan diwawancarai sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi sampai tercapai jumlah sampel sebesar 70 orang, kemudian peneliti melanjutkan cara pengambilan sampel sebanyak 20 orang dengan teknik door to door dengan tetap memperhatikan kriteria inklusi dan kriteria eksklusi dari populasi. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah pasien yang mendapat pengobatan antihipertensi selama lebih dari 3 bulan, tidak mengalami komplikasi hipertensi dan bersedia menjadi responden penelitian periode Juli 2013 – Agustus 2013. Kriteria eksklusi adalah pasien yang tidak dapat melakukan wawancara karena menderita penyakit tertentu seperti kelainan mental dan sampel yang terpilih berdomisili di luar wilayah kerja Puskesmas Petang II.

Definisi Operasional gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi didefinisikan sebagai gambaran dimana pasien hipertensi mengikuti anjuran klinis dari dokter yang mengobatinya untuk mengkonsumsi obat hipertensi. Faktor-faktor yang mempengaruhi minum obat antihipertensi adalah durasi hipertensi, banyaknya jenis obat yang diterima dan waktu kontrol ke pelayanan kesehatan. Pada penelitian ini kepatuhan responden dinilai berdasarkan tiga poin yaitu pasien memiliki sisa obat, obat diminum sesuai jadwal dan waktu terakhir kontrol. Apabila ketiga poin tersebut dijawab ‘iya’, maka responden tergolong dalam kelompok patuh,

pabila satu atau lebih poin dijawab ‘tidak’ maka responden tergolong kelompok tidak patuh. Cara mengukurnya dengan wawancara dan alat ukurnya berupa kuisioner yang dirancang oleh peneliti berdasarkan teori kepustakaan dan disesuaikan dengan beberapa jenis kuesioner yang telah digunakan dalam beberapa penelitian yang hampir mendekati penelitian ini. Pengumpulan data diperoleh melalui kuisioner dan pengukuran tekanan darah pada pasien hipertensi yang kontrol ke Puskesmas Petang II dan dilakukan kunjungan ke rumah. Data yang tercatat adalah data dasar pasien seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendapatan rata-rata, pendidikan) gambaran jarak dan transportasi dari rumah ke Puskesmas Petang II, derajat hipertensi, durasi hipertensi, banyaknya jenis obat, waktu terakhir kontrol, minum obat sesuai jadwal, kontrol sesuai jadwal dan pasien dengan obat sisa.

HASIL PENELITIAN

Karakteristik Demografis Responden

Responden penelitian ini berasal dari seluruh orang dewasa yang datang berobat hipertensi yang telah memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian. Responden berasal dari sembilan banjar di Desa Pelaga yang berada di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Responden diambil sebanyak 90 orang. Sebanyak 90 orang responden diwawancarai di Puskesmas mulai tanggal 17 Agustus 2013 sampai 25 Agustus 2013.

Tabel 1. Karakteristik Demografis Responden

No

Karakteristik Responden

n

%

1.

Jenis Kelamin

Laki-laki

43

47,8

Perempuan

47

52,2

2.

Kelompok Umur

< 60 tahun

35

38,9

> 60 tahun

55

61,1

3

Pekerjaan

Pegawai Negeri

0

0

Pegawai Swasta

1

1,1

Wiraswasta/Pedagang

11

12,2

Petani

55

61,1

Buruh/Tukang

21

23,3

Tidak Bekerja

2

2,2

Lainnya

0

0

4

Pendapatan rata-rata per bulan

Pendapatan Di Bawah UMR Badung

80

88,9

Pendapatan Di Atas UMR Badung

10

11,1

5

Pendidikan

Tidak sekolah 32 35,6

Pendidikan Dasar 47 52,2

Pendidikan            11 12,2

Menengah Atas

Total                90 100

Dari Tabel 1 tersebut didapatkan bahwa, secara proporsi jumlah responden perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Berdasarkan kelompok umur, sebagian besar responden berada dalam kelompok umur lebih dari 60 tahun, dengan median umur 62 tahun. Umur termuda responden adalah 24 tahun, sementara umur tertinggi responden adalah 104 tahun. Sedangkan dari pekerjaan, responden paling banyak digolongkan memiliki pekerjaan petani. Berdasarkan pendapatan rata-rata per bulan, responden paling banyak berasal dari golongan pendapatan dibawah UMR Kabupaten Badung. Berdasarkan derajat pendidikan masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Petang II, sebanyak 52,2% masyarakat berpendidikan dasar, yaitu pada tingkat SD dan SMP.

Diagnosis dan derajat hipertensi yang didapatkan dari hasil pengukuran tekanan darah berdasarkan JNC VII tahun 2004. Pada penelitian ini didapatkan tekanan darah terkontrol hanya 16.7%, sedangkan sebesar 34.4% masih dalam kategori hipertensi derajat I dan sebesar 48.9% masih dalam kategori hipertensi derajat 2.

Tabel 2. Derajat Hipertensi

Responden

Derajat Hipertensi

n

%

Tekanan darah terkontrol

15

16,7

Hipertensi derajat 1

31

34,4

Hipertensi derajat 2

44

48,9

Total

90

100

Gambaran Akses dari Rumah menuju Puskesmas Petang II

Pada Tabel 3 dijabarkan jarak yang disebutkan oleh responden yang datang ke Puskesmas Petang II beserta dengan alat transportasi yang digunakan dari rumah ke Puskesmas Petang II. Pihak puskesmas mengelompokkan berdasarkan jarak, menjadi jarak lebih dari dan kurang dari 5 kilometer. Banjar yang dikelompokkan ke dalam jarak kurang dari 5 kilometer adalah banjar Kiadan, Banjar Auman, Banjar Bukit Munduk Tiying dan Banjar Pelaga, dengan persentase sebesar 53, 3%. Terdapat 5 banjar lain yaitu Banjar Nungnung, Bukian, Tinggan, Semanik dan Banjar Tiyingan yang berjarak lebih dari 5 kilometer dengan persentase 46,7%. Sebagian besar masyarakat setempat menggunakan sarana transportasi sepeda motor (75,6%) jika pergi dari rumah menuju ke Puskesmas Petang II.

Tabel 3. Gambaran Jarak dan Transportasi dari Rumah ke Puskesmas Petang II

No

Parameter Akses

n

%

1

Jarak dari rumah ke Puskesmas

< 5 kilometer

48

53,3

> 5 kilometer

42

46,7

2

Transportasi dari

Rumah        ke

Puskesmas

68

75,6

Sepeda Motor

Sepeda

4

4

18

20

Pejalan Kaki

Total

90

100

Kepatuhan Minum Obat Antihipertensi

Dari data pada Tabel 4 didapatkan bahwa durasi hipertensi terbanyak diderita responden selama kurang dari 5 tahun. Waktu terakhir kontrol responden terbanyak pada lebih dari 14 hari. Sebanyak 62,2% responden mendapatkan hanya satu jenis obat saja yaitu captopril, hanya 37,8% yang mendapatkan lebih dari satu jenis obat yaitu captopril dan amlodipine.

Tabel 4. Karakteristik Responden berdasarkan variabel yang menggambarkan kepatuhan minum obat responden

No

Variabel

n

%

1

Durasi

hipertensi

79

87,8

2

< 5 tahun

> 5 tahun

Banyaknya

11

12,2

Jenis Obat

56

62,2

3

1 jenis obat

> 1 jenis obat

Waktu

34

37,8

Terakhir Kontrol

< 14 hari

> 14 hari

28

62

31,1

68,9

Total

90

100

Tabel 5. Kategori Patuh Minum Obat

Kategori Patuh n %

Minum Obat

Obat Sesuai Jadwal

67

77,8

Kontrol Sesuai

27

60,0

Jadwal

58

64,4

Pasien dengan Obat Sisa

Sesuai dengan kategori yang dijabarkan dalam definisi operasional variabel untuk mengukur kepatuhan, terdapat 3 poin penilaian yang menjadi tolak ukur seseorang dikatakan patuh dalam menjalani pengobatan antihipertensi. Setiap orang dapat menjawab lebih dari satu poin sehingga didapatkan hasil yaitu sebanyak 77,8% dari total responden meminum obat sesuai dengan jadwal minum obat, 60% dari total responden melakukan kontrol sesuai jadwal, dan sebanyak 64,4 % dari total responden adalah pasien yang memiliki obat sisa (tabel 5). Kemudian, data tabel tersebut ditransformasikan ke dalam kategori patuh dan tidak patuh berdasarkan definisi bahwa jika salah satu atau lebih dari tiga poin di atas dijawab “tidak” maka seorang responden tersebut akan dikategorikan sebagai responden tidak patuh. Selanjutnya data status kepatuhan pasien berdasarkan 3 kriteria di atas dijabarkan dalam Tabel 6.

Tabel 6. Status Kepatuhan Minum Obat Responden

Status Kepatuhan

n

%

Kepatuhan

Minum Obat

Patuh

13

14,4

Tidak patuh

77

85,6

Total

90

100

Gambaran Kepatuhan Pengobatan Antihipertensi Berdasarkan Karakteristik Demografi, Jarak dan Transportasi Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Petang II.

Dari Tabel 7 didapatkan bahwa responden pada kedua kelompok umur baik kurang dari atau lebih dari 60 tahun tidak memiliki proporsi yang jauh berbeda ketidakpatuhannya dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Pada variabel pekerjaan tidak terdapat perbedaan proporsi ketidakpatuhan baik yang bekerja sebagai petani ataupun non petani dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Berdasarkan tingkat pendidikannya, kelompok yang berpendidikan menengah atas memiliki kecenderungan untuk lebih patuh, dengan proporsi ketidakpatuhannya sebesar 45,5 persen jika dibandingkan dengan kelompok yang tidak sekolah dan pendidikan dasar berturut-turut 90,7 persen dan 91,5 persen. Dari segi pendapatan, responden yang memiliki pendapatan dibawah UMR (UMR Kabupaten Badung Rp 1,401.000) yaitu memiliki kecenderungan

ketidakpatuhan lebih tinggi dalam mengonsumsi obat antihipertensi, ditunjukkan pada proporsi kelompok yang berpenghasilan dibawah UMR sebanyak 87,5 persen. Menurut derajat tekanan darah saat wawancara, responden yang tekanan darahnya dalam status terkontrol, grade 1 ataupun grade 2, ketiganya memiliki proporsi yang sama dalam hal ketidakpatuhan mengonsumsi obat antihipertensi. Responden yang sudah terdiagnosis hipertensi selama ≤ 5 tahun lebih tidak patuh dalam mengonsumsi obat antihipertensi. Pada variabel banyaknya jenis obat yang dikonsumsi, baik satu jenis maupun dua jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi, proporsi kepatuhan berobat tidak menunjukkan kecenderungan untuk berbeda pada kelompok. Pada variabel transportasi, baik kelompok yang memiliki sepeda motor, sepeda ataupun berjalan kaki untuk transportasi dari rumah ke puskesmas Petang II, ketiganya menunjukkan proporsi ketidakpatuhan yang cenderung sama. Pada deskripsi kepatuhan berdasarkan jarak dari rumah responden ke Puskesmas Petang II yang digolongkan dalam jarak kurang dari dan lebih dari 5 km, didapatkan hasil proporsi ketidakpatuhan sebesar 90,4 persen pada kelompok responden yang memiliki jarak rumah ke Puskesmas Petang II lebih dari 5 kilometer dibandingkan dengan yang jaraknya kurang dari 5 kilometer dengan proporsi 81,2 persen.

Tabel 7. Gambaran Kepatuhan Pengobatan Antihipertensi Berdasarkan Karakteristik Demografi, Jarak dan Transportasi

No

Variabel

Kepatuhan

Total

1.

Kelompok Umur < 60 tahun

Ya

7 (17,1%)

Tidak

34 (82,9%)

41 (100,0%)

≥ 60 tahun

6 (12,2%)

43 (87,8%)

49 (100,0%)

2.

Pekerjaan

Non Petani

6 (17,1%)

29 (82,9%)

35 (100,0%)

Petani

7 (12,7%)

48 (87,3%)

55 (100,0%)

3.

Pendidikan

Tidak sekolah

3 (9,3%)

29 (90,7%)

32 (100%)

Pendidikan dasar

4 (8,5%)

43 (91,5%)

47 (100%)

Pendidikan Menengah

6 (54,5%)

5 (45,5%)

11 (100%)

4.

atas

Pendapatan rata-rata per bulan

Pendapatan < UMR

10 (12,5%)

70 (87,5%)

80 (100,0%)

Badung

Pendapatan > UMR

3 (30%)

7 (70%)

10 (100,0%)

5.

Badung

Derajat Hipertensi

Tekanan        darah

10 (66,7%)

5 (33,3%)

15 (100,0%)

terkontrol

Hipertensi derajat 1

2 (6,5%)

29 (93,5%)

31 (100,0%)

44 (100,0%)

6.

Hipertensi derajat 2

Durasi hipertensi < 5 tahun

1 (2,3%)

9 (11,4%)

43(97,7%)

70 (88,6%)

79 (100%)

> 5 tahun

4 (36,4%)

7 (63,6%)

11 (100%)

7.

Jumlah Jenis Obat

1 jenis

7 (19,9%)

52 (88,1%)

59 (100%)

≥ 1 jenis

6 (19,4%)

25 (80,6%)

31 (100%)

8.

Sarana transportasi Motor

8 (11,8%)

60 (88,2%)

68 (100%)

Sepeda

2 (50%)

2 (50%)

4 (100%)

Pejalan kaki

3 (16,7%)

15 (83,3%)

18 (100%)

9.

Jarak

< 5 kilometer

9 (18,8%)

39 (81,2%)

48 (100,0%)

> 5 kilometer

4 (9,6%)

38 (90,4%)

42 (100,0%)

PEMBAHASAN

Pada penelitian ini, sampel penelitian dinilai berdasarkan karakteristik demografi masyarakat berupa perbandingan proporsi laki-laki dan perempuan, umur, pendidikan, pekerjaan dan pendapatan rata-rata dalam satu bulan. Berdasarkan data Puskesmas Petang II tahun 2012, populasi penduduk yang berada di wilayah kerja Puskesmas Petang II adalah sebanyak 5929 jiwa dengan proporsi laki laki sebanyak 50,4 persen dan perempuan sebanyak 49,6 persen.

Pada penelitian ini diambil sampel sebanyak 90 orang dengan proporsi laki-laki sebanyak 47,8 persen dan perempuan 52,2 persen. Berdasarkan kelompok umur, pada populasi terdapat sebanyak 2120 orang (35,8 %) yang tergolong dalam kelompok umur kurang dari 60 tahun dan sebanyak 3809 orang (64,2 %) berada dalam populasi berumur lebih dari atau sama dengan 60 tahun. Pada penelitian ini menggunakan pengelompokkan umur yang sama

dengan pengelompokkan yang dilakukan oleh pihak puskesmas. Dari 90 sampel didapatkan proporsi umur kurang dari 60 tahun sebanyak 38,9 persen dan proporsi umur lebih dari atau sama dengan 60 tahun sebanyak 61,1 persen. Dengan perbandingan proporsi di atas, terdapat kecenderungan proporsi populasi dan sampel untuk setiap kelompoknya tidak berbeda. Masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Petang I dan II berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Badung, sebanyak 78,73 persen dari total penduduknya bermata pencaharian dibidang pertanian bahan makanan dengan rata-rata penghasilan perbulannya sebesar Rp 1.400.000. Pada sampel yang diambil didapatkan proporsi responden yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 61,1 persen dari total sampel dan proporsi penghasilan rata-rata per bulannya dibawah Upah Minimum Regional Kabupaten Badung cenderung lebih tinggi sebesar 88,9 persen. Hal ini dikarenakan pada masyarakatnya dominan bergerak di sektor pertanian yang sangat bergantung dengan kondisi alam saat itu sehingga jumlah penghasilan perbulan tidak menentu. Pada sampel yang didapat, proporsi taraf pendidikan masyarakat di wilayah kerja puskesmas petang II juga cenderung pada pendidikan dasar sebesar 52,2 persen. Hal ini dikarenakan jumlah sarana dan prasarana pendidikan yang ada di wilayah kerja Puskesmas Petang II terbatas pada taraf pendidikan dasar saja yaitu SD dan SMP.

Pada penelitian ini didapatkan jumlah responden yang patuh minum obat antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II sejumlah 13 orang (14,4%) dari keseluruhan responden (n=90). Hasil yang

didapatkan pada penelitian ini sepertiga dibandingkan dengan studi yang dilaksanakan oleh Nunik (2007) mengenai kepatuhan minum obat pada pasien hipertensi di Depok, Jawa Barat, yaitu sebanyak 57,5% responden patuh minum obat antihipertensi.11 Perbedaan ini dikarenakan teknik sampling yang dilakukan pada penelitian ini adalah menggunakan teknik non random sampling sedangkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nunik menggunakan teknik concecutive selain itu juga pada sesuai karakteristik populasi diatas umur 60 tahun lebih banyak pada Puskesmas Petang II yaitu sejumlah 61,1 persen dibandingkan pada penelitian yang dilakukan oleh Nunik11, sehingga angka ketidakpatuhan didapatkan lebih tinggi pada responden di Puskesmas Petang II. Selain itu juga dengan wilayah geografis yang cukup luas di wilayah kerja Puskesmas Petang II dibandingkan wilayah kerja Puskesmas Depok menyebabkan tingginya angka ketidakpatuhan di Puskesmas Petang II.

Baik responden yang berumur kurang dari dan lebih dari 60 tahun memiliki kecenderungan tidak berbeda dalam hal ketidakpatuhannya. Hal ini dikarenakan pada kelompok umur kurang dari 60 tahun yang masih berada pada usia produktif, cenderung untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan pada kelompok umur lebih dari 60 tahun lebih banyak beraktivitas di rumah saja dan malas keluar rumah. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka ketidakpatuhan pada responden usia > 60 tahun di Wilayah Puskesmas Petang II adalah faktor dukungan keluarga yang masih kurang. Selain itu juga didapatkan bahwa responden yang tinggal dekat

dengan puskesmas cenderung lebih patuh dalam minum obat antihipertensi. Studi sebelumnya yang dilakukan oleh Elzubier (2000) juga menyatakan bahwa semakin jauh rumah responden dari tempat pelayanan kesehatan, maka semakin tidak patuh responden tersebut.12 Hal ini dikarenakan kendala dalam jarak menuju ke puskesmas. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini didapatkan responden yang memiliki rumah diatas 5 km yaitu Banjar Nungnung, Bukian, Tinggan, Semanik dan Banjar Tiyingan cenderung tidak patuh. Pada aspek transportasi, baik responden yang memiliki sepeda motor dan sepeda cenderung tidak patuh dalam menjalani pengobatan antihipertensi. Sementara yang berjalan kaki memiliki proporsi yang lebih tnggi dibandingkan dua sarana transportasi lainnya dikarenakan jarak dari rumah ke puskesmas yang dekat sehingga pasien mudah untuk datang kontrol ke puskesmas.

Berdasarkan pekerjaan, kelompok responden yang bekerja sebagai petani dan non petani tidak ada kecenderungan untuk berbeda dalam hal ketidakpatuhannya. Hal ini dikarenakan tuntutan pemenuhan kebutuhan yg jika tidak bekerja mereka tidak akan mendapatkan hasil untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Sebagian besar Responden di desa Pelaga memiliki pendapatan di bawah UMR kabupaten Badung (Rp 1.401.000), dan ini juga yang membuat responden tidak patuh dalam minum obat. Responden yang memiliki pendapatan lebih tinggi memiliki biaya lebih untuk menjalani pengobatan. Responden yang sudah terdiagnosis hipertensi selama ≤ 5 tahun lebih tidak patuh dalam mengonsumsi obat antihipertensi.

Alasan yang muncul pada kelompok ini adalah lupa, kesibukan pekerjaan dan tidak ada gejala penyakit yang muncul. Baik responden yang mendapatkan obat satu jenis ataupun lebih dari 1 jenis sama-sama tidak patuh dalam mengonsumsi  obat

antihipertensi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan   oleh

Elzubier (2000) yang menyatakan bahwa semakin banyak regimen obat yang didapatkan maka semakin tidak patuh responden dalam mengonsumsi 12 obat antihipertensi.12

SIMPULAN

Dari hasil dan pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut Karakteristik demografi di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Sebagian besar berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, pekerjaan, pendidikan dan pendapatan responden digolongkan bekerja sebagai petani dan pendapatan dibawah UMR Kabupaten Badung. Gambaran akses di wilayah kerja Puskesmas Petang II. Banjar yang dikelompokkan ke dalam jarak kurang dari 5 kilometer persentase kontrol ke Puskesmas sebesar 53, 3% dan Banjar yang berjarak lebih dari 5 kilometer presentasenya sebesar 46,7%. Sebagian besar masyarakat setempat menggunakan sarana transportasi sepeda motor (75,6%) jika pergi dari rumah menuju ke Puskesmas. Gambaran kepatuhan pengobatan antihipertensi di wilayah kerja Puskesmas Petang II didapatkan hasil yaitu sebanyak 77,8% dari total responden meminum obat sesuai dengan jadwal minum obat, 60% dari total responden melakukan kontrol sesuai jadwal, dan sebanyak 64,4 % dari total responden adalah pasien yang memiliki obat sisa. Kecenderungan kepatuhan pengobatan

anti hipertensi berdasarkan kelompok umur, pekerjaan, pendidikan, pendapatan rata-rata per bulan, derajat hipertensi, durasi hipertensi, jumlah jenis obat, sarana transportasi dan jarak, sebagian besar menunjukkan ketidakpatuhan dalam pengobatan.

Disarankan kepada Puskesmas agar lebih memberikan informasi kepada masyarakat tentang gambaran kepatuhan minum obat antihipertensi sehingga dapat diketahui dan disadari oleh penderita hipertensi untuk minum obat dan kontrol secara rutin. Selain itu pentingnya Optimalisasi pelayanan di Puskesmas Pembantu, Puskesmas Keliling dan Posyandu lansia sebagai satelit puskesmas.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Gunawan, Lany. Hipertensi Tekanan Darah Tinggi. Jogjakarta : Kanisius. 2007.

  • 2.    Mosterd A, D’Agostino RB, Silbershaltz H, Sytkowski PA, Kannel WB, Grobbee DE, dkk. Trends in the Prevalence of Hypertension, Antihypertensive therapy, and left ventricular hypertrophy from 1950 to 1989. N Engl J Med. 1999. 340(16):1221-7.

  • 3.    Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins; 2002.

  • 4.    Peltzer K. Hypertension and associated factors in older adults in South Africa. Cardiovasc J Afr. 2013. 24(3):66-72.

  • 5.    WHO/SEARO. Surveillance of major non-communicable diseases in South–East Asia region. Report of an inter-country consultation. Geneva: WHO; 2005.

  • 6.    Rahajeng E dan Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Maj Kedokt Indon. 2009. 59(12):580-7

  • 7.    Mansjoer A. Hipertensi di Indonesia. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius. 1999. p.518-21.

  • 8.    Depkes RI (2007) Riset Kesehatan Dasar, Jakarta.

  • 9.    Hanns Peter, W. (2008). Hipertensi, PT Bhuana Ilmu Populer, Gramedia, Jakarta

  • 10.    Depkes RI. Pedoman teknis penemuan dan tatalaksana penyakit hipertensi. Jakarta: Direktorat P2PL, 2006.

  • 11.    Kusuma, N. Hubungan Antara Tanggapan Pasien dan Kepatuhan Pasien Terhadap Pencegahan Sekunder Hipertensi di Kelurahan Abadijaya Depok Jawa Barat (Dalam Upaya Pengembangan Strategi Pencegahan Sekunder Penyakit Tidak Menular Utama. 2001. Available at URL : http://grey.litbang.depkes.go.id/gdl .php?mod=browse&op=read&id=j kpkbppk--nunikkusum-3214.

Akses 23 Juli 2013.

  • 12.    Elzubier AG, Husain AA, Suleiman IA, Hamid ZA. Drug Compliance among Hypertensive Patients in Kassala, Eastern Sudan. East Mediterr Health J. 2000.6(1):100-5.

12