GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS VENA PROFUNDA (TVP) PADA SALES PROMOTION GIRL (SPG) BERDASARKAN KRITERIA WELLS DI KOTA DENPASAR
on
GAMBARAN RISIKO TROMBOSIS VENA PROFUNDA (TVP) PADA SALES PROMOTION GIRL (SPG) BERDASARKAN KRITERIA WELLS DI KOTA DENPASAR
Shelly Silvia Bintang1, Luh Made Indah Sri Handari Adiputra2
-
1. Program Studi Pendidikan Dokter
-
2. Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Pekerjaan sebagai sales promotion girl (SPG) menuntut berdiri dalam posisi statis dalam waktu kerja yang cukup lama. Dalam sebuah jurnal kesehatan masyarakat tahun 2013 mendapatkan hasil semakin lama SPG bekerja maka semakin lama juga durasi mereka memakai sepatu hak tinggi semakin besar risiko untuk mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan sepatu hak tinggi. Gangguan dari aliran darah atau trombosis vena profunda (TVP) merupakan dampak yang ditimbulkan. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui angka tinggi pemakaian sepatu hak tinggi, angka pemakaian stocking dan gambaran SPG di Kota Denpasar yang memiliki risiko rendah, menengah dan tinggi mengalami TVP. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif potong lintang. Subyek penelitian ini adalah 62 pegawai SPG yang bekerja di swalayan di Kota Denpasar. Skor kriteria Wells didapatkan untuk mengetahui gambaran risiko probabilitas TVP. Hasil gambaran risiko TVP pada SPG di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Wells didapatkan 30 orang pekerja (48,38%) menunjukan risiko ringan, dan 30 orang pekerja lainnya (48,38%) menunjukan risiko menengah menderita TVP, sedangkan 2 orang pekerja (3,24%) menunjukan risiko tinggi. Sebagian besar pegawai SPG di kota Denpasar memiliki risiko rendah dan sedang probabilitas TVP.
Kata kunci: gambaran, trombosis vena profunda, sales promotion girl, kriteria Wells, Denpasar
OVERVIEW OF RISK DEEP VEIN THROMBOSIS (DVT) ON SALES PROMOTION GIRL (SPG) BASED ON WELLS CRITERIA IN DENPASAR
ABSTRACT
Job as a sales promotion girl (SPG) requires standing in a static position within the work long enough. In a public health journal 2013 get result when SPG work longer, so the longer the duration they wearing high heels, and the greater risk for health problems caused by high heels. Disruption of blood flow or deep vein thrombosis (DVT) is an impact. The purpose of the study is to examine the use of high numbers of high heels, stockings and picture usage figures SPG in Denpasar that has a low risk, medium-and high-experience DVT. This study used a descriptive cross-sectional method. The subjects of this study were 62 employees of sales promotion girls who worked at the supermarket in Denpasar. Wells criterion scores obtained to determine the probability of risk of DVT. The results of the risk of DVT in the sales promotion girl in Denpasar based criterion Wells earned 30 workers (48.38 %) showed mild risk, and 30 other workers (48.38 %) showed intermediate risk of suffering from DVT, whereas 2 workers (3.24 %) showed a high risk. Most of the SPG in Denpasar has a low and moderate risk of DVT.
Keywords: overview, deep vein thrombosis, sales promotion girl, Wells criteria,
Denpasar
PENDAHULUAN
Perkembangan ekonomi di Indonesia kini berjalan semakin pesat, Bali yang merupakan daerah wisata pun ikut mengalami kemajuan ekonomi yang merangsang berbagai iklim usaha untuk berkembang dan salah satunya adalah sektor usaha perdagangan. Menjamurnya pusat perbelanjaan seperti supermarket (swalayan) dan hipermarket akan menciptakan lapangan kerja baru yang dapat menyerap ribuan tenaga kerja. Peluang ini menguntungkan
masyarakat karena dapat mengurangi angka pengangguran.
Peluang tenaga kerja tidak luput dari penerimaan karyawan sebagai sales promotion girl (SPG). Sebagai SPG di pusat perbelanjaan, penggunaan sepatu hak tinggi bertujuan untuk menunjang penampilan selain itu SPG juga melakukan aktivitas kerja yaitu berdiri statis dalam jangka waktu yang lama. Hal ini disesuaikan dengan peraturan kerja pusat perbelanjaan masing-masing agar selalu bekerja secara profesional.
Tidak hanya SPG, tetapi sebagian perempuan sering sekali mengeluhkan mengalami masalah pada kakinya setelah memakai sepatu hak tinggi1, dapat menyebabkan cedera/luka pada kaki dan gangguan muskuloskeletal, gangguan dari aliran darah setelah penggunaan sepatu hak tinggi juga merupakan dampak yang sering ditimbulkan2, pekerjaan sebagai SPG juga menuntut memberikan pelayanan terbaik walaupun harus berdiri dalam posisi statis dalam waktu kerja yang cukup lama.
Tuntutan pekerjaan ini tidak lepas dari semakin meningkatnya jumlah kasus kecelakaan kerja yang dialami para pekerja, baik itu merupakan akibat langsung dari pekerja tersebut maupun akibat tidak langsung yang nantinya dirasakan setelah selesai bekerja.2 Akan tetapi, terkadang keselamatan dan kesehatan kerja sering kali terabaikan baik oleh pihak pengusaha maupun pihak pekerja itu sendiri. Maka dari itu sudah sepatutnya keselamatan dan kesehatan kerja mendapat perhatian dari berbagai pihak.
Dalam sebuah jurnal kesehatan masyarakat tahun 2013 yang melakukan penelitian di Ramayana Salatiga, Semarang mendapatkan hasil semakin lama SPG bekerja maka semakin lama juga durasi mereka mamakai sepatu hak tinggi semakin besar risiko untuk mengalami ganggaun kesehatan yang disebabkan sepatu hak tinggi. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa gangguan kesehatan yang spontan seperti keseleo, terpeleset ataupun gangguan kesehatan kronis, seperti ostheoartitris dan nyeri pinggang.3
Seperti yang telah disebutkan di atas, gangguan akibat pemakaian sepatu hak tinggi dalam jangka waktu yang lama adalah gangguan alirah darah. Penyakit tromboemboli vena (PTV) yaitu trombosis vena provunda (TVP) dan emboli paru (EP), atau kombinasi keduanya. TVP adalah kondisi pembuluh darah umum yang muncul dari pembentukan darah gumpalan dalam pembuluh darah dalam sistem peredaran darah. PE terjadi ketika segmen trombosis yang melepaskan atau memisahkan dari dinding vena, perjalanan melalui
aliran darah, dan pondok-pondok (lodges) di arteri paru-paru.4
TVP bukanlah penyakit langka, beberapa studi epidemiologi telah memperkirakan kejadian sekitar 900.000 orang terdiagnosis per tahun, dengan satu dari 20 orang Amerika mengalami TVP selama perjalanan hidup mereka. Namun, karena sifat diam penyakit dan karena masyarakat umum sering meremehkan kejadian yang sebenarnya dari TVP, mungkin sulit untuk mengukur dampak mutlak ini keadaan penyakit ini. Diagnosis TVP dapat dikaitkan dengan tingginya angka morbiditas, konsekuensi paling berbahaya dari TVP adalah EP. Di Amerika sebanyak 10% dari semua kematian di rumah sakit dapat dikaitkan dengan EP.4
Penelitian lain menunjukan hasil dari pada 28 pasien PTV simtomatik, mereka yang mengenakan stocking bilateral selama 10 hari mengalami penurunan pada kemungkinan PTV simtomatik dibandingkan dengan mereka yang tidak memakai stocking atau memakainya selama kurang dari 10 hari.5
Faktor perilaku yang tidak sehat merupakan risiko tinggi untuk terpaparnya suatu penyakit. Hal inipun disebabkan oleh perilaku yang tidak baik dalam pola hidup sehat. Fakta adanya prevalensi dampak penggunaan sepatu hak tinggi dengan posisi kerja berdiri statis mendorong penulis mengangkat dan mengkaji lebih dalam mengenai pemakaian stocking dan risiko TVP terhadap SPG.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena pelaksanaannya meliputi pengumpulan data, analisis dan interpretasi tentang arti dan data yang diperoleh. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan potong lintang, dimana proses pengumpulan data dan pengukuran variabel – variabelnya dilakukan pada waktu yang bersamaan.
Penelitian ini dilakukan di Pusat Perbelanjaan di Kota Denpasar, Bali yang dilakukan dari pembuatan proposal sampai dengan penelitian selesai yaitu bulan November 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah para pegawai SPG yang ada di pusat perbelanjaan di Kota Denpasar, Bali.
Besar sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus :
n = zα2pq
d2
n = 62 orang
Keterangan :
n : besar sampel minimal
zα : sama dengan 1,96 pada confidence interval 95%
p : proporsi minimal populasi target yang memiliki karakteristik utama sama, =0,5 (nilai p tidak diketahui)
q : (1-p)
d : tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki
Adapun kriteria inklusi pada penelitian ini antara lain: Jenis kelamin perempuan, umur 20-40 tahun, karyawan tetap sebagai SPG di pusat perbelanjaan Kota Denpasar, Pengalaman bekerja minimal 6 bulan, bekerja menggunakan sepatu hak tinggi dengan posisi statis berdiri, bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Kriteria ekslusi
pada penelitian ini adalah tidak bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, tidak sedang dalam masa kehamilan, terdiagnosis TVP sebelumnya.
Variabel pada penelitian ini antara lain, variabel bebas yang terdiri dari sikap kerja berdiri, lama pemakaian sepatu hak tinggi, tinggi hak sepatu, pemakaian stocking. Variabel tergantung yang terdiri dari risiko VTP berdasarkan kriteria Wells. Sikap kerja berdiri adalah posisi tegak dengan kedua kaki menyentuh lantai saat bekerja yang dilakukan selama 8 jam kerja. Umur ditentukan berdasarkan data yang tertera pada KTP. Pengalaman bekerja adalah lamanya bekerja di pusat perbelanjaan tersebut. Sepatu hak tinggi adalah sepatu yang menggunakan bantalan pada alas belakangnya. tinggi hak sepatu dihitung berdasarkan tinggi dari hak sepatu yang digunakan setiap hari dalam bekerja dalam sentimeter (cm). Stocking adalah pakaian elastis yang menutupi kaki dan bagian bawah kaki, minimal setinggi mata kaki. Lama pemakaian sepatu hak tinggi ditentukan dengan anamnesis
berdasarkan lamanya bekerja setiap harinya.
Risiko TVP ditentukan oleh skor kriteria Wells yang diperoleh melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik dan dikelompokan menjadi risiko rendah, menengah, dan tinggi.
Tabel 1. Kriteria Wells untuk Mendiagnosis TVP.6 | |
Manifestasi Klinis |
Skor |
Kanker aktif (perawatan dalam 6 bulan terakhir, atau paliatif) |
1 |
Paralisis, paresis, atau imobilisasi pada ekstremitas bawah |
1 |
Berbaring lebih dari 3 hari karena pembedahan (4 minggu terakhir) |
1 |
Kekakuan terlokalisir pada distribusi vena profunda |
1 |
Seluruh kaki membengkak |
1 |
Pembengkakan betis unilateral lebih dari 3 cm |
1 |
Pitting edema unilateral |
1 |
Adanya vena kolateral superfisial |
1 |
Terdapat diagnosis selain TVP |
-2 |
Tabel 2 Hasil Penafsiran Risiko TVP Kriteria Wells.6
Uji Hasil Interpreta
si
Aturan prediksi Wells untuk mendiagnosis TVP |
> 3 |
probabilitas pretest Tinggi TVP |
1-2 |
Menengah probabilitas pretest TVP |
<1
probabilitas pretest rendah TVP
Data yang diperoleh pada penelitian ini akan diolah dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi kemudian dianalisa secara deskriptif untuk menjelaskan risiko terjadinya TVP pada SPG.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Subjek penelitian ini adalah para pegawai SPG yang bekerja di pusat perbelanjaan di Kota Denpasar, Bali. Berdasarkan hasil wawanacara didapatkan rerata lama waktu bekerja sebagai SPG adalah delapan jam dalam sehari dengan setengah sampai satu jam istrirahat, dan enam hari kerja dalam seminggu. Adapun data karakteristik subjek penelitian seperti pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Karakteristik Umum Subjek
Penelitian
Variabel |
Freku -ensi |
Presenta-se (%) |
Umur (Tahun) | ||
20 |
4 |
6,45 % |
21-25 |
24 |
38,71 % |
25-30 |
19 |
30,65 % |
31-35 |
12 |
19,35 % |
35-40 |
3 |
4,84 % |
Total |
62 |
100% |
Minimum = 20 | ||
Maksimum = 38 |
Rerata = 27,16
Simpangan Baku =0,5
Penggunaan | ||
Stocking | ||
Ya |
31 |
50% |
Tidak |
31 |
50% |
Total |
62 |
100% |
Tinggi Hak (cm) | ||
3 |
16 |
25,80 % |
5 |
33 |
53,23 % |
7 |
13 |
20,97 % |
Total |
62 |
100% |
Lama Bekerja | ||
(Tahun) | ||
< 1 |
9 |
14,51 % |
1-4 |
27 |
43,55 % |
5-8 |
15 |
24,19 % |
>8 |
11 |
17,75 % |
Total |
62 |
100% |
Dari penelitian deskriptif potong lintang yang dilakukan didapatkan hasil penelitian yang disajikan dalam tabel 3. Tabel 3 menunjukan bahwa dari 62 subjek pegawai SPG sebagian besar (38,71%) SPG berusia antara 21-25 tahun yaitu 24 orang (38,71%) rerata umur responden 27,16±0,5 tahun. Jumlah SPG yang menggunakan stocking sama dengan jumlah SPG yang tidak menggunakan stocking yaitu 31 pekerja.
Dominan (53,23%) pekerja menggunakan sepatu dengan hak berukuran lima cm. Tidak jauh berbeda dengan yang menggunakan
tiga dan tujuh cm (25,80%) dan (20,97%)
Berdasarkan lama bekerja yang paling dominan lama bekerja yaitu selama satu sampai empat tahun sebanyak (43,55%), (24,19%) pekerja bekerja selama lima sampai delapan tahun, sedangkan pekerja yg bekerja kurang dari satu tahun dan lebih dari delapan tahun tak jauh berbeda (14,51%) dan (17,75%).
TVP adalah adanya bekuan darah pada salah satu vena dalam yang mengalirkan darah ke jantung.7 Dalam mendiagnosis TVP langkah awal yang dilakukan adalah melihat risiko kemungkinan terjadinya TVP dengan menggunakan kriteria Wells.6
Dalam tabel 4 telah dijabarkan distribusi frekuensi jawaban 62 SPG dengan menggunakan kuisioner kriteria Wells di Kota Denpasar. Dari sembilan pertanyaan dan pemeriksaan yang dilakukan sesuai dengan kriteria Wells, maka diperoleh keluhan nyeri/kekakuan terlokalisir sepanjang distribusi sistem vena dalam sebanyak (41,93%) sebagai keluhan yang dominan dari SPG. Sebanyak (17,74%) lainnya mengeluhkan
pernah mengalami bengkak pada seluruh kaki, dan (6,45%) mengalami kelumpuhan, paresis, atau imobilisasi plester terbaru dari ekstremitas bawah juga mengalami pembengkakan Unilateral 3 cm lebih besar dari sisi asimtomatik.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Jawaban Responden terhadap Kuisioner Kriteria Wells pada Pekerja SPG di Kota Denpasar Tahun 2013
No |
Pertanyaan |
Jawaban Responden | |
Ya |
Tidak | ||
1 |
Kanker aktif (perawatan berkelanjutan, dalam 6 bulan sebelumnya, atau paliatif) |
0 |
62 |
2 |
Kelumpuhan, paresis, atau imobilisasi plester terbaru dari ekstremitas bawah |
4 |
58 |
3 |
Baru-baru ini terbaring di tempat tidur> 3 hari atau operasi besar dalam waktu 12 minggu yang membutuhkan umum atau regional anestesi |
0 |
62 |
4 |
Nyeri/Kekakuan terlokalisir sepanjang distribusi sistem vena dalam |
26 |
36 |
5 |
Seluruh kaki bengkak |
11 |
51 |
6 |
Pembengkakan Unilateral 3 cm lebih besar dari sisi asimtomatik (diukur 10 cm di bawah tuberositas tibialis) |
4 |
58 |
7 |
Pitting edema unilateral |
0 |
62 |
8 |
Vena superfisial agunan (non-varises) |
1 |
61 |
9 |
Diagnosis alternatif selain TVP |
0 |
62 |
Gambar 1. Diagram Hasil Prevalensi Risiko TVP pada SPG.
Berdasarkan Gambar 1 didapatkan hasil prevalensi risiko TVP pada SPG di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Wells. Dari 62 subjek penelitian didapatkan hasil yang sama (48,38%) untuk pekerja yang menunjukan risiko ringan dan risiko menengah menderita TVP, sedangkan pekerja yang menunjukan risiko tinggi untuk menderita TVP adalah sebesar (3,24%) pekerja.
Dalam mendiagnosis TVP setelah mendapatkan hasil prevalensi risiko TVP maka langkah kedua yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan tambahan.6 Untuk pekerja yang memiliki risiko rendah (<1) yaitu
(3,24%) dapat dilakukan pemeriksaan d-dimer bersensitivitas tinggi. Dan untuk pekerja yang memiliki risiko sedang hingga tinggi dapat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi pada ekstremitas bawah.7
Mengingat bahwa beberapa TVP tidak menimbulkan rasa sakit maka disarankan untuk melakukan
pemeriksaan agar diagnosis dan pengobatan dapat dipilih dengan tepat.
Prevalensi Pengalaman Bekerja dengan Skor Risiko TVP pada SPG
Pengalaman Bekerja dengan Risiko TVP pada SPG
Dalam Gambar 2. menunjukan pada pekerja yang bekerja selama kurang dari satu tahun dominan menunjukan tingkat risiko mengalami TVP rendah sebesar (22,58%), sebagian kecil berisiko menengah (1,61%)
pekerja, dan tidak ada yang berisko tinggi mengalami TVP.
Pada pekerja yang sudah bekerja selama satu sampai empat tahun dominan menunjukan tingkat risiko mengalami TVP menengah sebesar (20,96%), lainnya (9,67%) berisiko rendah, dan tidak ada yang berisiko tinggi mengalami TVP.
Hampir sama halnya dengan pekerja yang sudah bekerja selama lima sampai delapan tahun dominan menunjukan tingkat risiko mengalami TVP menengah sebesar (14,5%), sebagian besar lainnya (6,45%) pekerja berisiko mengalami TVP tingkat rendah, dan terdapat (1,61%) dengan berisiko tinggi mengalami TVP.
Dan untuk pekerja yang sudah bekerja selama lebih dari delapan tahun, juga menunjukan risiko dominan mengalami TVP pada tingkat menengah sebesar (12,9%), sebagian besar lainnya (6,45%) dan (1,61%) dengan berisiko rendah dan tinggi mengalami TVP.
Prevalensi Tinggi Hak Sepatu dengan Skor Risiko TVP pada SPG. Dari hasil anamnesis dan
pemeriksaan berdasarkan Kriteria Wells, didapatkan prevalensi tinggi hak sepatu dengan skor risiko TVP pada SPG di Denpasar yang di tunjukan pada Gambar 3.
Gambar 3. Grafik Prevalensi Tinggi Hak Sepatu dengan Skor Risiko TVP pada SPG
Hasil diatas menyimpulkan bahwa dengan tinggi hak sepatu tiga cm didapatkan tingkat risiko rendah sebesar (14,5%), tingkat risiko menengah sebesar (8,06%), dan tingkat risiko tinggi sebesar (1,61%).
Berdasarkan tinggi hak sepatu lima sentimeter didapatkan dominan (32,25%) berisiko menengah, (14,5%) berisiko rendah, dan pekerja (1,61%) lainnya berisiko tinggi. Dan untuk hak sepatu tujuh sentimeter didapatkan hasil yang sama (9,67%) untuk risiko rendah dan menengah.
Prevalensi Pemakian Stocking dengan Skor Risiko TVP pada SPG
Gambar 4. Grafik Prevalensi Pemakaian Stocking dengan Skor Risiko TVP pada SPG
Dari Gambar 4 didapatkan SPG yang menggunakan stocking (32,25%) berisiko rendah mengalami TVP, (17,75%) berisiko menengah mengalami TVP, dan (0%) pekerja berisiko tinggi mengalami TVP. Hal ini berbanding terbalik dengan hasil dari pekerja yang tidak menggunakan stocking, terdapat (30,65%) berisiko menengah mengalami TVP, (16,12%) pekerja berisiko rendah dan (2,23%) pekerja berisiko tinggi mengalami TVP.
Stocking kompresi memiliki beberapa tingkat keketatan. Tingkat kekekatan dinyatakan dalam milimeter merkuri (mmHg). Yang paling umum direkomendasikan untuk TVP adalah 30 sampai 40 mmHg tekanan. Kompresi stocking harus disesuaikan secara individual.
Kaki harus diukur untuk memastikan benar-benar fit. Akan tetapi ada jenis stocking yang tidak cukup ketat, memiliki tekanan mmHg yang kurang dari yang dibutuhkan dan tidak berguna untuk mencegah atau mengobati pembengkakan setelah TVP. Stocking kompresi datang dalam berbagai gaya seperti setinggi lutut, paha - tinggi atau full-length. Jika pembengkakan kaki di bawah lutut, maka stocking bawah lutut adalah tepat, tetapi jika pembengkakan juga melibatkan paha, maka stocking atas lutut mungkin diperlukan.8
Stocking kompresi digunakan sesegera setelah terdiagnosis TVP. Pemakaian stocking dimulai di pagi hari sebelum beraktifitas dan melepaskan stocking pada waktu tidur, tidak perlu untuk memakainya di malam hari. Stocking tidak perlu digunakan di kedua kaki tetapi dapat difokuskan pada kaki yang terkena TVP.8
Pemakaian kompresi stocking sebaiknya digunakan setiap hari selama membuat kaki terasa lebih baik. Lamanya waktu akan bervariasi oleh individu dan mungkin minggu,
bulan atau tahun. Misalnya, jika pembengkakan telah menghilang beberapa minggu atau bulan setelah TVP akut dengan penggunaan stocking, maka pemakaian dapat dihentikan memakai kaos kaki. Jika pembengkakan berulang, maka stok tersebut harus dipakai lagi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa stocking kompresi harus dipakai selama 2 tahun setelah TVP, bahkan jika tidak ada pembengkakan, untuk 8 mencegah sindrom pasca-trombotik.8
SIMPULAN DAN SARAN
Trombosis Vena Profunda (TVP) terjadi ketika bekuan darah atau trombus, berkembang di pembuluh darah besar dari kaki atau daerah panggul.
Terdapat 2 langkah awal dalam mendiagnosis TVP. Langkah pertama yang dilakukan adalah melihat risiko terjadinya TVP dengan menggunakan kriteria Wells dan langkah kedua yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan tambahan sesuai dengan hasil kriteria Wells.
Data risiko TVP pada SPG di Kota Denpasar berdasarkan kriteria Wells didapatkan dari 62 subjek penelitian
didapatkan 30 orang pekerja (48,38%) menunjukan risiko ringan untuk menderita TVP, dan 30 orang pekerja lainnya (48,38%) menunjukan risiko menengah menderita TVP, sedangkan pekerja yang menunjukan risiko tinggi untuk menderita TVP adalah sebesar 2 orang pekerja (3,24%).
Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan berkaitan dengan sikap tubuh dalam melakukan pekerjaan, yaitu semua pekerjaan hendaknya dilakukan dalam sikap duduk atau sikap berdiri secara bergantian. Seandainya tidak memungkinkan hendaknya diusahakan agar beban statik diperkecil. dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan sirkulasi darah dan mencegah keluhan kesemutan yang dapat mengganggu aktifitas.
Pemakaian kompresi stocking sebaiknya digunakan setiap hari selama membuat kaki terasa lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Tempo, CO. Enam Bahaya Menggunakan Sepatu Hak Tinggi. 2013. [diakses: 19 November
2013]. Available from: http://www.tempo.co/read/news/2 013/06/04/060485753/Enam-Bahaya-Menggunakan-Sepatu-Hak-Tinggi
-
2. Yassi, A. Basic Environmental Health. Oxford University Press: Vol 1. pp: 96. 2000.
-
3. Isnain, M. Hubungan Antara Tinggi Hak Sepatu dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan Keluhan Nyeri Pinggang Bawah pada SPGS Ramayana Salatiga. Jurnal Kesehatan Masyarakat, Volume 2, Nomor 1. FKM Undip. 2013.
-
4. Skinner, N & Moran, P. Deep Vein Thrombosis (DVT). Case Management Society of America (CMSA). 2008.
-
5. Bath, Philip. Compression stockings and the prevention of symptomatic venous
thromboembolism: data from the Tinzaparin in Acute Ischaemic Stroke Trial. University of Nottingham: Queen’s Medical Centre Nottingham UK. 2005.
-
6. McCulloch, DK. 2010. Venous Thromboembolism (VTE)
Diagnosis & Treatment
Guideline. Group Health
Cooperative. pp: 1-12.
-
7. Patel, K et al. Deep Venous Thrombosis. 2013. [diakses: 19 November 2013]. Available from: http://emedicine.medscape.scom/a rticle/1911303-overview
-
8. Hill, Chapel. Compression stockings after Deep Vein Thrombosis (DVT). The University of North Carolina: Hemophilia and thrombosis center. 2012.
13
Discussion and feedback