PREVALENSI STRES PSIKOSOSIAL DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA SISWA – SISWI KELAS XII STUDI PENDIDIKAN IPA DAN IPS SMAN 6 DENPASAR
on
PREVALENSI STRES PSIKOSOSIAL DAN FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA SISWA–SISWIKELAS XII STUDI PENDIDIKAN IPA DAN IPS SMAN 6 DENPASAR
Wayan Diah Anima Winayaka Putri
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
ABSTRAK
Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap perubahan. Remaja mengalami perubahan yang cepat secara fisik, kognitif, dan emosional. Perubahan tersebut awal stresor bagi setiap individu dalam kehidupan. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui prevalensi stres psikososial dan faktor yang mempengaruhi pada siswa-siswi kelas XII studi pendidikan IPA dan IPS di SMAN 6 Denpasar. Sampel (n=141) adalah siswa-siswi kelas XII studi pendidikan IPA dan IPS yang dipilih dengan metode simple random sampling. Pengambilan data menggunakan kuesioner tertutup. Data dianalisis dengan uji korelasi non-parametrik Kendall's tau_b dan Spearman's rho test. Simpulan penelitian ini adalah prevalensi stres psikososial ringan 73 orang (51.8%), sedang 52 orang (36,9%) dan stres psikososial berat sebanyak 16 orang (11,3%), sedangkan faktor yang mempengaruhi didominasi oleh faktor kebiasaan sampel. Hasil penelitian menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap prevalensi stres psikososial (p>0,05) dan (r=0.075) menunjukkan adanya korelasi positif yang rendah. Remaja yang mengalami stres psikososial berat perlu diawasi agar tidak mengalami depresi.
Kata kunci: Stres psikososial, faktor yang mempengaruhi, siswa-siswi kelas XII
THE PREVALENCE OF PSYCHOSOCIAL STRESS AND AFFECTING FACTORS AMONG THE STUDENTS XII GRADE SCIENCE AND SOCIAL EDUCATION AT SMAN 6 DENPASAR
ABSTRACT
Stress is a response to the change of body and mind balance. Adolescents undergo rapid changes in physical, cognitive, and emotional aspect. This changes for each adolescent are the first stressors in their life. The purpose of this study to determine the prevalence of psychosocial stress and the factors that affect the students of class XII science and social education at SMAN 6 Denpasar. Sample (n = 141) were students of class XII science and social education were selected by simple random sampling method. Retrieval of data using closed questionnaire. Data were analyzed by nonparametric correlation test of Kendall's tau_b and Spearman's rho test. Conclusions this study are the prevalence of mild psychosocial stress are 73 people (51.8%), while 52 people (36.9%) are moderate and severe psychosocial stress as many as 16 people (11.3%), while the factors that influence the sample is dominated by the habit. The results showed no significant relationship between the factors that influence the prevalence of psychosocial stress (p> 0.05) and (r = 0.075) showed a low positive correlation. Adolescents who experience severe psychosocial stress need to be monitored so as not depressed.
Keywords: psychosocial stress, affecting factors, students of class XII.
Pendahuluan
Stres merupakan respon keseimbangan tubuh dan pikiran terhadap perubahan. Perubahan dalam hidup tersebut dapat baik maupun buruk terhadap situasi yang baru atau berbeda dari sebelumnya, bertambah atau berkurangnya orang-orang dalam kehidupan, dan perubahan perasaan dalam diri tiap individu. Masa remaja merupakan masa perkembangan yang dialami setiap individu. Remaja mengalami perubahan yang cepat secara fisik, kognitif, dan emosional. Perubahan tersebut awal stresor bagi setiap individu dalam kehidupan. 1,2
Menurut suatu penelitian, stres dapat berkontribusi menimbulkan permasalahan pada remaja secara fisik maupun tingkah laku. Stres pada remaja dapat mengganggu fungsi kognitif, berkurangnya konsentrasi, memori, perhatian dan kemampuan dalam membuat keputusan. Penyebab stres pada remaja beragam, salah satunya stres psikologi yang disebabkan oleh lingkungan sosial individu. Stres yang disebabkan oleh stresor lingkungan sosial disebut sebagai stres psikososial.1,3
Contoh stres psikososial yang dapat terjadi pada seorang remaja adalah permasalahan dalam keluarga, permasalahan dengan teman sebaya, kematian seseorang, memiliki suatu penyakit dan yang lainnya. Paparan stres yang berkelanjutan pada remaja dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Stres psikososial yang buruk dan tidak dapat ditanggulangi pada remaja dapat meningkatkan risiko seseorang menjadi depresi pada saat dewasa.4,5
Remaja dapat mengalami depresi dengan adanya faktor risiko seperti genetik, psikososial, dan lingkungan bermain. Suatu penelitian menyatakan faktor risiko yang paling sering menyebabkan depresi pada remaja
merupakan genetik. Stres psikososial sebagian kecil penyebab depresi pada remaja, namun stres ini dapat terjadi pada remaja manapun.6
Depresi merupakan salah satu gangguan kesehatan serius yang dapat dialami oleh seseorang tanpa memandang usia. Anak-anak, remaja, orang dewasa bahkan orang lanjut usia dapat mengalami depresi. Depresi pada remaja ditunjukkan secara berulang dan menetap dengan mengutarakan bahwa diri mereka merupakan orang yang tidak menarik secara visual, bodoh, tidak mampu berteman dengan teman sebaya, tidak mampu mencintai lain jenis, dan tidak dicintai orang sekeliling mereka.6,7
Secara umum penderita depresi pada remaja diestimasi hanya mengalami depresi ringan sebanyak 25%. Sejumlah 7% remaja dengan depresi yang berkembang telah melakukan percobaan bunuh diri. Suatu penelitian di Amerika menyatakan 3% penduduknya, kira-kira 19 juta orang mengalami depresi kronis, dan dari jumlah tersebut 2 juta orang merupakan anak diatas 5 tahun. Percobaan bunuh diri dan perilaku melukai diri-sendiri yang berisiko merupakan gejala depresi berat yang menempati urutan ketiga penyebab kematian seseorang pada usia 15-24 tahun di Amerika yang awalnya hanya mengalami stres, sehingga stres pada remaja sangat berbahaya.8,9
Stresor pada lingkungan sosial dapat menimbulkan stres psikologis yang merupakan reaksi maladaptif jangka pendek. Respon maladaptif ini bisa disebabkan karena adanya stresor lingkungan sosial, misalnya adanya gangguan kejiwaan dalam keluarga, pekerjaan atau karena gejala dan perilaku di luar respon normal, atau yang diperkirakan terhadap stresor tersebut.10
Stres psikososial yang dimaksud adalah kejadian dalam hidup yang menimbulkan stres akut terhadap individu. Paparan tersebut tidak selalu menyebabkan depresi pada remaja, namun apabila ada gen yang diturunkan pada anak, remaja tersebut lebih mudah mengalami depresi.6
Anak-anak yang mengalami stres psikososial karena trauma terhadap perang, dibuang saat kecil, dibesarkan dipanti asuhan dan didiagnosa HIV dapat berkembang menjadi kelainan psikiatri jangka panjang. Studi yang meneliti anak-anak kembar dan keluarga yang memiliki riwayat depresi menemukan bahwa seseorang yang memiliki orang tua dengan riwayat depresi menunjukkan sensitivitas yang meningkat terhadap faktor risiko psikososial.6
Stres psikososial berhubungan erat dengan episode pertama depresi yang terjadi pada individu daripada episode rekuren depresi. Remaja yang pertama kali menerima stresor psikososial yang berat berisiko depresi, terutama perempuan. Individu yang mengalami kejadian hidup yang negatif berkali-kali lebih berisiko depresi daripada individu yang mengalami kejadian tersebut satu kali. Stresor psikososial yang paling berpengaruh terhadap remaja adalah buruknya hubungan di dalam keluarga (negative family relationship).6,8
Tubuh manusia dalam merespon stresor ditunjukkan melalui aktivasi sistem endokrin yaitu melibatkan sirkuit yang terhubung dengan amigdala ke hippocampus dan ventral meluas ke korteks prefrontal dan berhubungan dengan aktivitas aksis hypothalamic - pituitary - adrenal (HPA). HPA memberikan sinyal kepada kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortisol dan adrenaline lebih banyak. Hormon tersebut lepas di aliran darah
menyebabkan meningkatnya frekuensi detak jantung, respiratory rate, tekanan darah dan metabolisme.
Respon tubuh terhadap stres pada remaja lebih cepat terjadi dibandingkan pada orang dewasa karena bagian otak yang mengatur respon terhadap stres belum berkembang sepenuhnya pada otak remaja. Aktivitas sirkuit tersebut berhubungan dengan faktor genetik, stres psikososial dan hormon seks. Proses maturitas bagian otak remaja menyebabkan respon stres oleh remaja cenderung berlebihan dibandingkan pada orang dewasa.1,3,6
Konsentrasi reseptor steroid seks yang tinggi diidentifikasi oleh sirkuit HPA dan membuktikan wanita lebih berisiko stres daripada laki-laki. Faktor risiko yang diturunkan maupun stres psikososial dapat menjadi faktor risiko utama yang menentukan risiko depresi yang didasari oleh peristiwa sirkuit neural dan sistem endokrin.1,3,6
Adanya stres psikososial berupa ketidakharmonisan pada orang tua yang kronis (selama 46 bulan atau lebih), terjadinya dua atau lebih kejadian yang tidak dinginkan atau tidak terduga dalam hidup, keluarga yang mengalami kesulitan, dapat meningkatkan risiko depresi pada anak 2-3 kali. Perilaku atau kebiasaan menunjukkan emosional dengan temperamental negatif merupakan bentuk depresi pada anak.3
Pasien dengan umur 10-21 tahun yang memiliki resiko depresi. Faktor risiko terkuat untuk depresi pada remaja adalah adanya riwayat depresi pada keluarga dan memiliki paparan stres psikososial. Risiko yang dirturunkan, faktor perkembangan, hormon seks, dan stres psikososial berinteraksi meningkatkan risiko melalui faktor hormonal dan jalur neural.3,6
Riwayat psikiatri pada remaja sangat berhubungan dengan hubungan keluarga, khususnya hubungan antara orang tua dengan anak. Suatu terapi gangguan kejiwaan yang berhubungan dengan stres psikososial adalah Cognitive Behavioral Therapy (CBT). CBT merupakan Intervensi psikososial mengenai cara yang positif dalam menghadapi stres psikososial.11
Faktor internal yang dapat mempengaruhi stres psikososial, yaitu usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, kebribadian dan genetik.6,8
Penelitian menunjukkan bahwa remaja perempuan lebih berisiko memiliki permasalahan psikososial daripada laki-laki. Perempuan lebih cenderung memiliki stres akademik daripada laki-laki, dan ini menyebabkan perempuan lebih rentan depresi daripada laki-laki.3,12
Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan stres psikososial. Jenjang pendidikan seseorang yang semakin tinggi menyebabkan stres yang diterima dari beban belajar turut meningkat. Kebribadian seseorang dalam menanggapi stres akan menentukan individu tersebut akan mengalami stres atau tidak.3
Faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi stres adalah faktor-faktor lingkungan sosial, misalnya, keadaan lingkungan tempat tinggal, keadaan lingkungan sekolah dan beban belajar, status sosial dan ekonomi keluarga, hubungan dengan orang lain, kejadian yang tidak terencana, dan karakteristik fisik serta pemikiran sampel.1,3,4
Subjek penelitian yang memenuhi kriteria penelitian adalah siswa-siswi kelas XII SMA. Seorang remaja yang sedang mengalami pubertas dengan emosi yang tidak stabil cenderung sulit mengambil keputusan untuk melanjutkan hidupnya menjadi orang dewasa dengan tingkat pendidikan
lebih lanjut. Stresor tersebut akan menimbulkan risiko kelainan perilaku pada remaja apabila tidak dilewati dengan baik pada saat masa transisi.1,3,6,8
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui prevalensi stres psikososial dan faktor - faktor yang mempengaruhi stres psikososial pada siswa-siswi kelas XII studi pendidikan IPA dan IPS pada SMAN 6 Denpasar.
Bahan dan Metode
Penelitian ini merupakan studi cross-sectional untuk mengetahui prevalensi stres psikososial dan faktor-faktor yang mempengaruhi. Subjek pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas XII studi pendidikan IPA dan IPS pada SMAN 6 Denpasar. Sampel yang dipilih adalah 141 siswa dari 320 siswa kelas XII dengan metode simple random sampling. Subjek yang dieksklusi adalah siswa tidak hadir saat pembagian kuesioner. Pada penelitian ini, jenis data yang diuji adalah data primer yang diperoleh melalui kuesioner.
Kuesioner bersifat tertutup untuk mengetahui tingkatan stres psikososial yang dialami oleh seorang individu melalui suatu kumpulan pernyataan kejadian hidup dalam suatu parameter pengukuran, yaitu Holmes and Rahe Stresor Scale for Youth (HRSSY). Derajat stres psikososial berdasarkan HRSSY dapat dibedakan menjadi ringan, sedang dan berat. Kriteria HRSSY terdiri dari 49 contoh kejadian pada kehidupan yang dapat menimbulkan stres psikososial. HRSSY terdiri dari pernyataan yang akan diberi tanda oleh siswa apabila pernyataan tersebut sesuai dengan keadaan subjek.
Setiap pernyataan memiliki poin tersendiri dengan rentang nilai 5-100. Jenis data yang akan diperoleh adalah
data numerik yang kemudian peneliti ubah ke dalam skala ordinal. Hasil akan dikategorikan dalam 3 kategori yaitu stres psikologis ringan (skor <150), stres psikologis sedang (skor 150-299), dan untuk stres psikologis berat (skor > 300).
Untuk mengetahui faktor yang paling berpengaruh terhadap siswa, HRSSY terbagi menjadi 6 faktor yang ada yaitu keadaan tempat tinggal (tempat tinggal sedang renovasi, orang tua jarang berada di rumah), suasana sekolah (pernah di skors, akan memasuki jenjang pendidikan berikutnya), status ekonomi (bekerja sambil sekolah, orang tua berhenti berkerja atau bangkrut), hubungan dengan orang lain (frekuensi adu argumen dengan orang tua meningkat, frekuensi komunikasi dengan teman sebaya berkurang), kejadian tidak terencana (meninggal atau perceraian orang tua) dan faktor kebiasaan sampel (ketergantungan alkohol, rokok dan gangguan tidur)
Faktor yang memiliki presentase tertinggi merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap seorang siswa. Penelitian ini dilaksanakan selama 3
minggu dari tanggal 15 Januari - 5 Februari 2014.
Analisis data menggunakan program komputer SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 17.0 untuk menganalisis data yang telah dikumpulkan. Analisis data meliputi analisis deskriptif, frekuensi, uji normalitas dan uji korelasi. Uji normalitas yang memenuhi syarat sampel lebih dari 50 adalah uji normalitas dengan teknik Kolmogorov - Smirnov Goodness of Fit Test. Uji korelasi antara stres psikososial dengan faktor yang mempengaruhi menggunakan uji korelasi nonparametric Kendall tau_b test dan Spearman's rho test karena distribusi data penelitian ini tidak normal.
Hasil Penelitian
Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap dan memperkuat interpretasi hasil pengujian hipotesis, maka dipaparkan deskripsi data berupa karakteristik sampel penelitian.
Berikut ini adalah data sampel yang terdiri atas usia, studi pendidikan, dan jenis kelamin.
Tabel 1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Usia, Studi Pendidikan dan Jenis Kelamin
Jumlah (n) |
Persentase (%) |
Rerata |
Simpang Baku | |
Usia |
2,29 |
0,53 | ||
16 |
3 |
2,1 | ||
17 |
96 |
68,1 | ||
18 |
40 |
28,4 | ||
19 |
2 |
1,4 | ||
Studi pendidikan |
- |
- | ||
IPA |
79 |
56 | ||
IPS |
62 |
44 | ||
Jenis Kelamin |
- |
- | ||
Laki - Laki |
62 |
44 | ||
Perempuan |
79 |
56 |
Dari Tabel 1 menggambarkan usia sampel berkisar 16 sampai 19 tahun dengan sebagian besar sampel berusia 17 tahun yaitu sebanyak 96 orang (68,1%). Pemilihan sampel dilakukan dengan metode simple random sampling, sampel siswa-siswi studi pendidikan yang valid menunjukkan siswa studi pendidikan IPA lebih banyak dibandingkan siswa-siswi studi pendidikan IPS. Siswa studi pendidikan yang mengikuti penelitian ini sebanyak 79 orang (56%) dan siswa studi pendidikan IPS sebanyak 62 orang (44%). Sampel dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak (56%) dibandingkan sampel laki-laki yang berjumlah 62 orang (44%).
Hubungan usia dengan stres psikososial dapat terlihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2
Prevalensi Stres Psikososial Berdasarkan usia
Stres Psikososial |
Total | |||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||
Umur 16 |
2 |
0 |
1 |
3 |
1.4% |
0% |
0.7% |
2.1% | |
17 |
53 |
31 |
12 |
96 |
37.6% |
22.0% |
8.5% |
68.1% | |
18 |
18 |
19 |
3 |
40 |
12.8% |
13.5% |
2.1% |
28.4% | |
19 |
0 |
2 |
0 |
2 |
0% |
1.4% |
0% |
1.4% | |
Total |
73 |
52 |
16 |
141 |
% |
51.8% |
36.9% |
11.3% |
100% |
Hubungan studi pendidikan dengan stres psikososial dapat terlihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3
Prevalensi Stres Psikososial Berdasarkan Studi Pendidikan
Stres Psikososial |
Total | |||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||
Studi IPA |
46 |
26 |
7 |
79 |
Pendi- |
32.6% |
18.4% |
5.0% |
56.0 |
dikan |
% | |||
IPS |
27 |
26 |
9 |
62 |
19.1% |
18.4% |
6.4% |
44.0 | |
% | ||||
Total |
73 |
52 |
16 |
141 |
51.8% |
36.9% |
11.3% |
100% |
Hubungan jenis kelamin dengan stres psikososial dapat terlihat pada Tabel 4 berikut ini.
Tabel 4
Prevalensi Stres Psikososial Berdasarkan Jenis Kelamin
Stres Psikososial |
Total | |||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||
Jenis L |
26 |
25 |
11 |
62 |
Kelamin |
18.4% |
17.7% |
7.8% |
44.0% |
P |
47 |
27 |
5 |
79 |
33.3% |
19.1% |
3.5% |
56.0% | |
Total |
73 |
52 |
16 |
141 |
51.8% 36.9% 11.3% 100%
Analisis data berupa tabulasi silang dilakukan untuk mengetahui gambaran
tingkatan stres psikososial dan faktor-faktor yang mempengaruhi.
Tabel 5
Tabulasi Silang Faktor yang Mempengaruhi dengan Prevalensi Stres Psikososial
Stres Psikososial |
Total % | |||
Ringan |
Sedang |
Berat | ||
Keadaan tempat |
7 5% |
6 4,3% |
0 0% |
13 9,2% |
tinggal Lingkungan |
15 10,6% |
2 1,4% |
0 0% |
17 12,1% |
sekolah | ||||
Status ekonomi |
3 2,1% |
12 8,5% |
0 0 % |
15 10,6% |
keluarga Hubungan |
12 8,5% |
10 7,1% |
7 5,1% |
29 20,6 % |
dengan orang | ||||
lain | ||||
Kejadian tidak |
2 1,4% |
0 0% |
0 0% |
2 1,4% |
terencana | ||||
Kebiasaan |
34 24,1% |
22 15,6% |
9 6,4% |
65 46,1% |
Total |
73 |
52 |
16 |
141 |
% |
51,8% |
26,9% |
11,3% |
100% |
Tabel 5 memberikan gambaran stres psikososial pada siswa-siswi kelas XII studi pendidikan IPA dan IPS mayoritas mengalami stres psikososial ringan sebanyak 73 orang yang dengan presentase 51,8%. Faktor yang mempengaruhi stres paling banyak dipilih melalui kuesioner oleh sampel adalah faktor kebiasaan dengan presentase 46,1% yang dipilih oleh 65 orang
Diantara 29 siswa-siswi yang mengalami gangguan dalam hubungan dengan orang lain, 7 orang diantaranya mengalami stres psikososial yang berat. Dari Tabel 5 siswa-siswi yang mengalami stres psikososial berat sebanyak 16 orang. Total keseluruhan
stres psikososial sedang dalam presentase adalah 26,9% sedangkan stres psikososial berat sebanyak 11,3%.
Hasil uji normalitas dengan teknik Kolmogorov - Smirnov Goodness of Fit Test (p=0,000) menunjukkan distribusi data penelitian tidak normal (p<0,05). Karena distribusi data yang tidak normal, maka uji hipotesis menggunakan uji korelasi non-parametrik.
Berikut ini adalah perbandingan hasil uji korelasi non-parametrik Kendall Tau_B Test dan Spearman's Rho Test.
Tabel 6 Perbandingan Uji Korelasi Non-Parametrik Kendall Tau_B Test dan Spearman's Rho Test.
Stres Psikososial
r p Jenis test
value
Faktor yang 0,075 0,311 Kendall's
Mempengaruhi tau_b
0,081 0,339 Spearman'
s rho
Pembahasan
Karakteristik Subjek
Stres psikososial merupakan bentuk stres yang diterima oleh remaja berdasarkan lingkungan sosial. Stres psikososial dapat berbahaya bagi remaja apabila berkembang menjadi depresi.
Tabel 1 menunjukkan karakteristik subjek penelitian yang diteliti pada penelitian ini. Karakterisitik subjek yang diteliti pada penelitian ini adalah usia subjek, studi pendidikan yang dijalani subjek serta jenis kelamin subjek. Pada penelitian oleh Goodyer pada tahun 2009 dan Thapar pada tahun 2012 karakteristik subjek usia dan jenis kelamin berhubungan dengan prevalensi stres psikososial dan depresi. Dua penelitian tersebut menyatakan bahwa individu berumur 10-21 tahun dan berjenis kelamin perempuan paling rentan mengalami stressor tinggi. Karakteristik subjek lain yang sangat berhubungan dengan stres psikososial menurut dua penelitian tersebut adalah gen yang diturunkan pada anak. Remaja lebih mudah mengalami depresi apabila orang tua mereka memiliki riwayat depresi. Gen tersebut dapat meningkatkan sensitivitas individu terhadap stres.3,6 Penelitian ini tidak
meneliti gen karena keterbatasan instrumen.
Tabel 2 menunjukkan prevalensi stres psikososial didominasi oleh umur 17 tahun, yaitu 68,1%. Penelitian ini memiliki hasil yang serupa dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Goodyer pada tahun 2009 bahwa stres psikososial yang berat berisiko menimbulkan depresi pada seseorang yang berumur 10-21 tahun.3,6
Tabel 3 menunjukkan stres yang dialami oleh pelajar di kedua studi pendidikan (IPA dan IPS) hampir merata. Presentase stres berat 6,4% dan 5% menunjukkan tidak ada perbedaan stres yang signifikan apabila berada di studi pendidikan yang berbeda, kedua studi dapat menimbulkan stres. Sampai saat ini belum ada penelitian yang fokus meneliti karakteristik studi pendidikan pelajar. Karakteristik subjek ini menjadi hal yang baru melalui penelitian stres. Penelitian oleh Goodyer pada tahun 2009 mengatakan terbatas pada tingkat pendidikan seseorang yang berhubungan dengan stres psikososial. Jenjang pendidikan seseorang yang semakin tinggi menyebabkan stres yang diterima dari 3
beban belajar turut meningkat.3
Tabel 4 menunjukkan bahwa stres psikososial yang berat lebih banyak dialami oleh laki-laki daripada perempuan. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan berbagai penelitian (penelitian oleh Goodyer tahun 2009, Thapar 2012, Campbell 2013) yang menyatakan bahwa perempuan lebih berisiko atau rentan mengalami stres daripada laki-laki. Wanita lebih rentan terhadap stres telah dibuktikan melalui pengaruh hormon seks terhadap sirkuit perjalanan stres pada otak. Penelitian ini mendapat hasil yang serupa dengan penelitian oleh Asmika tahun 2008
yaitu laki-laki lebih banyak mengalami stressor tinggi daripada perempuan.1,2,3,6,8
Prevalensi Stres Psikososial
Tabel 5 menunjukkan hasil tabulasi pada siswa kelas XII prevalensi stres psikososial ringan sejumlah 73 orang dengan presentase 51,8%. Prevalensi stres psikososial sedang dalam presentase adalah 26,9% dengan jumlah 52 orang. Sebanyak 16 orang (11,3%) mengalami stres psikososial berat. Pada penelitian yang dilakukan oleh Asmika tahun 2008 (skor > 300 dalam kuesioner) menunjukkan 56,9% siswa mengalami stres psikososial yang berat.2 Hasil penelitian ini dan penelitian Asmika menunjukkan prevalensi stres berat pada anak SMA cukup tinggi.
Prevalensi Stres Psikososial Berdasarkan Faktor yang Mempengaruhi
Prevalensi stres psikososial berdasarkan faktor keadaan tempat tinggal sebanyak 13 orang. Berdasarkan faktor keadaan sekolah sebanyak 17 orang. Faktor status ekonomi keluarga terdapat stres sedang dialami oleh 12 orang. Faktor hubungan dengan orang lain dialami oleh 29 siswa. Siswa yang mengalami stres berdasarkan faktor kejadian yang tidak terencana total hanya 2 orang. Stres psikososial menunjukkan angka yang tinggi berdasarkan faktor kebiasaan, yakni sebanyak 65 orang.
Hasil penelitian ini mendapatkan prevalensi stres psikososial berdasarkan faktor keadaan suasana tempat tinggal sejumlah 7 orang (5%) stres ringan dan 6 orang (4,3%) mengalami stres psikososial sedang. Ketidakharmonisan pada orang tua yang kronis (selama 46 bulan atau lebih) merupakan stressor tertinggi bagi remaja berdasarkan suasana
tempat tinggal yang dapat meningkatkan risiko depresi pada anak 2-3 kali menurut penelitian Goodyer tahun 2009.3
Prevalensi stres psikososial berdasarkan faktor lingkungan sekolah sejumlah 15 orang (10,6%) mengalami stres ringan dan 2 orang stres sedang (1,4%). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Clea tahun 2010 yang menyatakan bahwa penyebab utama depresi pada remaja adalah suasana lingkungan sekolah seperti di bully oleh teman-teman di sekolah, tekanan beban belajar dan kesulitan mengambil keputusan dalam hal studi pendidikan selanjutnya.1 Sementara penelitian ini memiliki prevalensi yang rendah berdasarkan lingkungan sekolah, bahkan tidak ada yang mengalami stres psikososial yang berat. Penelitian lain oleh Torbjorn pada tahun 2004 juga menunjukkan beban belajar dan keadaan lingkungan tempat remaja belajar memiliki hubungan yang signifikan terhadap gangguan 13 kesehatan remaja terutama stres.13
Penelitian oleh Elizabeth pada tahun 2005 menyatakan bahwa stres pada remaja (pelajar) paling banyak terjadi pada siswa yang hidup dengan status ekonomi rendah sedangkan keadaan orang tua dan tempat tinggal tidak memiliki pengaruh berarti.14 Pada penelitian ini status ekonomi berada dirurutan ke empat dari enam faktor yang ada dengan prevalensi total 15 orang yang terdiri dari 3 orang (2,1%) stres ringan dan 12 orang (8,5%) stres sedang. Hasil penelitian ini kurang sejalan dengan penelitian oleh Elizabeth, karena penelitian ini menyatakan bahwa status ekonomi siswa bukan faktor utama yang mempengaruhi stres psikososial.
Faktor terbanyak kedua yang menunjukkan sumber stresor yaitu hubungan dengan orang lain.
Prevalensi stres ringan sejumlah 12 orang, stres sedang 10 orang sedangkan stres berat sejumlah 7 orang. Remaja mengalami stres karena tidak ada tumpuan untuk mencurahkan hal-hal yang dialami pada orang terdekat karena buruknya hubungan dengan orang lain. Stres psikososial ini dapat menghambat perkembangan remaja dengan baik sehingga remaja sebaiknya menangani stres ini dengan baik sebagai upaya pencegahan depresi. Stresor psikososial yang paling berpengaruh terhadap remaja menurut penelitian oleh Jackson tahun 2003 adalah buruknya hubungan di dengan orang lain terutama orang-8
orang dalam keluarga.8
Prevalensi total stres psikososial berdasarkan kejadian tidak terencana sejumlah 2 orang (1,4%) yang merupakan stres ringan. Prevalensi stres paling rendah berdasarkan faktor ini bertolak belakang dengan hasil penelitian oleh Thapar tahun 2012 yang menyatakan bahwa stressor tertinggi penyebab depresi adalah kejadian tak terencana atau tak terkira. Kejadian yang dimaksud seperti kematian orang tua, pacar ataupun teman dekat merupakan stressor tertinggi yang mampu menyebabkan episode pertama depresi muncul pada remaja.6 Hasil penelitian ini tidak menunjukkan persamaan yang signifikan terhadap penelitian Thapar.
Kebiasaan seorang remaja dalam menghadapi suatu permasalahan dengan perilaku emosional dan cenderung menghindar merupakan pengaruh utama stres pada remaja menurut penelitian oleh Inge.15 Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Inge dengan menunjukkan prevalensi stres paling banyak dipengaruhi oleh kebiasaan daripada beban belajar di sekolah yaitu sebanyak 65 orang (46,1%) dengan rincian 34 orang (24,1%) mengalami
stres ringan, 22 orang mengalami stres sedang dan 9 orang (6,4%) mengalami stres berat.
Analisis Data
Tabel 6 menunjukkan hasil uji korelasi data, diperoleh r=0,075 pada Kendall's tau_b test dan r=0,081 pada Spearman's rho test. Hasil tersebut menunjukkan hubungan antara kedua variabel yang rendah (r < 0,3) yang mendekati ke arah yang sedang antara stres psikososial dengan faktor yang mempengaruhi. Nilai r yang bernilai positif menunjukkan ada hubungan antara faktor - faktor yang diteliti dengan stres psikososial yang terjadi pada remaja. Semakin banyak faktor-faktor yang mempengaruhi maka peluang untuk mengalami stres psikososial yang lebih berat akan semakin besar. Hasil p value sebesar 0,339 (p>0,05) menunjukkan penelitian ini tidak signifikan dengan hasil yang diperoleh pada sampel terhadap populasi di masyarakat, hal ini mungkin dikarenakan jumlah sampel yang sedikit untuk dapat mewakili populasi atau karena pemilihan SMAN 6 Denpasar yang kurang dapat mewakili stres pada remaja yang terjadi di populasi.
Simpulan dan Saran
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prevalensi stres psikososial ringan, sedang dan berat pada sampel sebanyak 51,8%, 36,9% dan 11,3%. Faktor kebiasaan memiliki prevalensi terbanyak dengan presentase 46,1%. Terdapat hubungan yang tidak signifikan (p>0,05) pada hasil penelitian dengan populasi yang ada di masyarakat. Terdapat korelasi positif (r= 0,512) antara faktor yang mempengaruhi dengan stres psikososial yang dialami oleh sampel. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan topik yang sama namun
dengan metode penelitian yang menambahkan wawancara, sebagai upaya menghindari adanya kemungkinan sampel mengisi kuesioner tanpa membaca, tidak teliti, dan menjawab tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Penelitian ini terbatas pada keadaan saat pembagian kuesioner.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Mcneelly C. The Teen Years Explained: A Guide to Healthy Adolescent Development. Center for Adolescent Health Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health. 2010 ; 1 : 40-8.
-
2. Asmika H, Nina H. The Prevalence of Depression and Description of Phsycosocial Stressor in Adolescent of Senior High Schools in Malang District. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 2008 ; XXIV(1).
-
3. Goodyer IM, Bacon A, Ban M, Croudace T, Herbert J. Serotonin Transporter Genotype, Morning Cortisol and Subsequent Depression In Adolescents. The British Journal of Psychiatry. 2009 ; 195 : 39-45.
-
4. Rahe RH. The Stress and Coping Inventory: an Educational and Research Instrument. Stress Medicine. 2000 ; 16 : 199-208.
-
5. David AC, Nolen-Hoeksema S, Girdus J, Gilda P. Stress Exposure and Stress Generation in Child and Adolescent Depression: A Latent Trait-State-Error Approach
to Longitudinal Analyses. Journal of Abnormal Psychology. 2006 ; 115 (1) : 40-51.
-
6. Thapar A, Collishaw S, Pine DS, Thapar AK. Depression in Adolescence. Child & Adolescent Psychiatry Section, Department of Psychological Medicine and Neurology, School of Medicine, Cardiff University. 2012 ; 17 (379) : 1056-67.
-
7. Mary JC, Riley A, Broitman M, Miranda J. Effects on Children of Treating Their Mothers' Depression: Results of a 12-Month Follow-Up. Psychiatry ORG. 2012 ; 63(4) : 357 -63.
-
8. Jackson S, Peterson J. Depressive Disorder in Highly Gifted Adolescence. The Journal of Secondary Gifted Education. 2003 ; XIV(3) : 175-86
-
9. Ralph C. Depression in Young Children. National Association of School Psychologist. 2004 ; V(5) : 41-5.
-
10. Kaplan, HI, Sadock, BJ, Grebb, J. A.. Synopsis of psychiatry. Ten Edition. Lippincott Williams & Wilkins, Philadelphia USA. Terjemahan Widjaja Kusuma. 2010. Sinopsis Psikiatri. Jilid 2. Tanggerang: Binarupa Aksara Publisher.
-
11. Constance H. Stress and Depression. Annual Review
Clinical Psychology. 2005 ; 1 : 293-319.
-
12. Campbell. Psychosocial Experience of Early Adolescent Girls in a Private School Setting. 2013 ; 1: 152-72.
-
13. Trobjorn T, Wold B. School-Related Stress, Support and Subjective Health Complaints Among Early Adolescents : A Multilevel Approach. Science Direct. 2004 ; 26 (6) : 701-13.
-
14. Goodman E, McEwen B, Lawrence D, Schaffer-Kalkhoff T, Addler N. Social Disadvantage and Adolescent Stress. Elsevier. 2005 ; 37 : 484-92.
-
15. Seiffke-Krenke I. Causal Links Between Stressful Events, Coping Style, and Adolescent Symptomatology. Elsevier. 2005 ; 23 (6) : 675-91.
12
Discussion and feedback