PREVALENSI DAN FAKTOR RISIKO DEPRESI PADA LANSIA DI DESA SELULUNG KECAMATAN KINTAMANI KABUPATEN BANGLI TAHUN 2014

Ni Putu Popy Theresia Puspita1, Wayan Westa2, Nyoman Ratep3

Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Psikiatri RSUP Sanglah2,3

ABSTRAK

Survei yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) menyebutkan sekitar 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi, baik derajat ringan hingga depresi berat, dan 5–15% pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Melihat pentingnya masalah ini, penulis ingin meneliti prevalensi depresi pada lansia yang berada di Desa Selulung Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli serta mengidentifikasi berbagai faktor risikonya.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif cross-sectional. Sampel dalam penelitian adalah lansia berusia 60 tahun keatas dengan jumlah sampel sebanyak 24 orang yang dipilih secara acak di Desa Selulung Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli dengan menggunakan teknik simple random sampling. Data diperoleh dengan melakukan wawancara terhadap responden menggunakan kuesioner terstruktur.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi depresi pada lansia sebesar 54,2%. Dengan derajat depresi yang dialami adalah depresi derajat ringan 45,8%. Kejadian depresi cenderung dialami oleh laki-laki (69,3%), kelompok usia ≥ 75 tahun (90%), tingkat pendidikan rendah (44,3%), tidak bekerja (100,0%), tingkat penghasilan perbulan rendah (80,0%), tidak menikah (75,0%), tinggal sendiri (75,0%), dependen (66,7%), mengalami gangguan kognitif (47,4%), terisolasi (100,0%), memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir (55,6%), memiliki penyakit kronis (52,4%), menjadi kepala keluarga (66,7%), buta huruf (66,7%), mengonsumsi alkohol (72,7%), dan sedang menjadi perokok (66,7%).

Prevalensi depresi cenderung lebih tinggi pada lansia laki-laki, kelompok usia 75 tahun ke atas, berpendidikan rendah, tidak bekerja, berpenghasilan perbulan rendah, menikah, tinggal sendiri, dependen, mengalami gangguan kognitif, terisolasi, memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, memiliki penyakit kronis, menjadi kepala keluarga, buta huruf, mengonsumsi alkohol, sedang menjadi perokok.

Kata kunci: depresi, lansia, Desa Selulung Kintamani

PREVALENCE AND RISK FACTORS OF DEPRESSION IN OLDER PEOPLE AT SELULUNG VILLAGE KINTAMANI DISTRIC BANGLI REGENCY IN YEAR 2014

ABSTRACT

Surveys conducted by Mental Health Association of Physician Specialists (PDSKJ) mentioned about 94% of Indonesian people are depressed, either mild to severe depression, and 5-15% of patients with depression commit suicide every year. Seeing the importance of this issue, the authors wanted to examine the prevalence of depression in the elderly in the village of Kintamani Bangli Selulung and to identify any risk factors.

This study was a descriptive cross-sectional study. The sample in the study were elderly aged 60 years and older with a total sample of 24 randomly selected people in the village of Kintamani Bangli Selulung using simple random sampling technique. Data were obtained by conducting interviews with respondents using a structured questionnaire.

The results of this study indicate that the prevalence of depression in the elderly by 54.2%. With the degree of depression was 45.8% mild depression. The incidence of depression tend to be experienced by men (69.3%), ≥ 75 years age group (90%), low educational level (44.3%), not working (100.0%), monthly income level is low (80 , 0%), not married (75.0%), living alone (75.0%), dependent (66.7%), cognitive impairment (47.4%), isolated (100.0%), have experience of stress in the last two years (55.6%), having a chronic disease (52.4%), became head of the family (66.7%), illiterate (66.7%), alcohol (72.7%) and moderate smokers (66.7%).

The prevalence of depression was higher in elderly males, age group 75 years and older, less educated, not working, low monthly income, married, living alone, dependent, cognitively impaired, isolated, having the experience of stress in the last two years, has chronic diseases, being the head of the family, illiteracy, alcohol consumption, is becoming a smoker.

Keywords: depression, elderly, the village of Kintamani Selulung

  • 1.    PENDAHULUAN

Depresi adalah suatu bentuk gangguan jiwa yang ditunjukkan dengan gejala-gejala, diantara merasa sedih, pikiran kacau, putus asa, konsentrasi berkurang, kehilangan minat melakukan sesuatu, harga diri dan kepercayaan diri berkurang, nafsu makan berkurang,

susah tidur, berpikir untuk bunuh diri, dan pada akhirnya melakukan percobaan bunuh diri.1,2,3 Survei yang dilakukan Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa (PDSKJ) menyebutkan sekitar 94% masyarakat Indonesia mengalami depresi, baik depresi ringan hingga depresi berat2, dan 5–15%

pasien depresi melakukan bunuh diri setiap tahunnya3.

WHO pada tahun 2012 mencatat 850.000 orang bunuh diri setiap tahun. Pada tahun 2005, tingkat bunuh diri di Indonesia dinilai masih cukup tinggi. Sedikitnya 50.000 orang Indonesia melakukan tindakan bunuh diri tiap tahunnya2. Risiko bunuh diri pada pasien kejiwaan sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan orang normal. Sekitar 90% tindakan bunuh diri disebabkan masalah kesehatan mental dan 90% diantaranya dipicu oleh depresi3.

Depresi dilatarbelakangi oleh berbagai permasalahan kehidupan yang dihadapi oleh setiap individu2,3,4. Faktor risiko depresi pada lansia yang berkaitan dengan faktor sosiodemografik adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, dan status pernikahan.4 Model regresi univariat yang dilakukan oleh Papadopoulos pada tahun 2005 yang juga mengemukakan bahwa faktor usia, jenis kelamin wanita, tingkat pendidikan rendah, gangguan kognitif, dan tidak memiliki pasangan hidup, meningkatkan risiko menderita depresi.5 Sementara itu, penelitian lainnya yang dilakukan oleh Yunming pada tahun 2012 menambahkan penyakit jantung koroner, gangguan fungsional, dan peristiwa kehidupan penuh stres turut berperan sebagai faktor risiko terjadinya depresi.6

Desa Selulung berlokasi di Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli memiliki luas wilayah sekitar 125 km2 dengan total jumlah penduduk 1643 jiwa pada tahun 2013. Dari jumlah tersebut, terdapat 156 penduduk lansia (9,4 % dari jumlah penduduk) dengan proporsi lansia wanita lebih banyak dibandingkan lansia pria. Dilaporkan jumlah pasien yang datang ke Puskesmas Kintamani IV dengan diagnosis gangguan kejiwaan sebanyak 62 orang. Sementara itu, tingkat bunuh diri di Bali masih tergolong tinggi dengan rata-rata 20-30 kasus per tahun.

Melihat pentingnya masalah ini, penulis ingin meneliti prevalensi depresi pada lansia yang berada di desa Selulung Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli serta mengidentifikasi berbagai faktor risikonya. Mengetahui terjadinya depresi pada lansia dan memberikan penanganan yang paripurna, mampu mencegah terjadinya morbiditas dan mortalitas yang tinggi.

  • 2.    METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di balai banjar Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Pengumpulan data dimulai pada tanggal 27 Agustus 2014.

Rancangan Penelitian

Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan cross-sectional.

Subjek Penelitian

Populasi Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh penduduk lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang berjumlah 998 orang.

Sampel Penelitian

Sampel dalam penelitian ini merupakan lansia dari seluruh banjar yang dipilih secara acak.

Kriteria Inklusi: Subjek direkrut setelah memenuhi kriteria inklusi yang ditetapkan dan bersedia menjadi responden. Kriteria inklusi yang dimaksud, yakni subjek merupakan lansia berusia 60 keatas.

Kriteria eksklusi:

Subjek yang memenuhi kriteria inklusi tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian apabila memiliki satu atau lebih kondisi dalam kriteria eksklusi. Subjek yang dieksklusi adalah sebagai berikut:

  • 1    Subjek menolak untuk diikutsertakan dalam penelitian.

  • 2    Subjek tidak sanggup mengikuti penelitian (hambatan komunikasi, mengalami gangguan jiwa, retardasi mental, dan keadaan lainnya yang mengakibatkan kesulitan dalam memperoleh data).

  • 3    Subjek mengalami penurunan kesadaran, demensia, dan dengan gejala psikotik.

  • 4    Subjek beremigrasi keluar desa atau meninggal dunia.

Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

Besar Sampel

Jumlah sampel yang diperlukan didapat berdasarkan perhitungan studi crosssectional:

n=Z2 (pq)

d2

n=(1,96)2(0,06 x 0,94)

(0,1)2

n= 22 sampel

Keterangan:

n : besar sampel

zα : sama dengan 1,96 pada confidence interval 95%

p : proporsi minimal populasi target yang memiliki karakteristik utama sama, dengan menggunakan populasi dunia pada tahun 2003, maka age - standardized prevalence of depression adalah 6% = 0,06 6

q : 1–p

d : ketepatan absolut yang dipakai (ditetapkan oleh peneliti = 10%)

Untuk mengantisipasi adanya drop out dalam penelitian, maka subjek yang akan diteliti sebanyak 24 orang.

Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel ini dilakukan pada lansia yang berkunjung saat diadakan pemeriksaan kesehatan di Balai Banjar Tanjungan Desa Selulung tanggal 27 Agustus 2014.

Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti meliputi:

  • 1.    Kasus depresi

  • 2.    Usia

  • 3.    Jenis kelamin

  • 4.    Tingkat pendidikan

  • 5.    Pekerjaan

  • 6.    Tingkat penghasilan

  • 7.    Status pernikahan

  • 8.    Status fungsional

  • 9.    Status kognitif

  • 10.    Dukungan sosial

  • 11.    Peristiwa yang penuh stres dalam dua tahun terakhir

  • 12.    Penyakit kronis

  • 13.    Kepala keluarga

  • 14.    Buta huruf

  • 15.    Mengonsumsi alkohol

  • 16.    Merokok

Definisi Operasional Variabel Penelitian

  • 1.    Diagnosis depresi ditegakkan berdasarkan adanya gejala depresi yang signifikan berdasarkan GDS-15. Setiap jawaban tidak mendapatkan nila 1 dan setiap jawaban ya mendapatkan nilai 0. Pada penelitian ini, skor 0–6 termasuk kategori tidak depresi, skor

7–11 termasuk kategori depresi ringan, sedangkan >11 termasuk kategori depresi berat.

  • 2.    Batasan lansia di Indonesia yang tercantum dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Usia Lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Kriteria lansia dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yakni lansia muda yang usianya berada dalam rentangan 60–74 tahun dan lansia tua yang usianya ≥ 75 tahun.

  • 3.    Usia ditentukan dari hasil perhitungan tanggal lahir dengan tanggal pengambilan data. Tanggal lahir didapat dari wawancara langsung dengan subjek atau jika subjek tidak ingat, dapat dilihat dari KTP atau dari data yang ada di kantor desa. Jika subjek tidak memiliki KTP, maka dilakukan probing untuk mendapatkan perkiraan usia subjek.

  • 4.    Jenis kelamin adalah keterangan pria/wanita yang tertulis pada KTP atau didapatkan dari wawancara.

  • 5.    Tingkat pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditempuh responden. Didapatkan dari kuesioner dan dikategorikan menjadi rendah jika responden tidak sekolah, tidak tamat SD/sederajat, tamat SD/sederajat, tamat SMP/sederajat; dan tinggi jika responden tamat

SMA sederajat, maupun tamat Perguruan Tinggi/sederajat.

  • 6.    Status pekerjaan responden saat ini: bekerja atau tidak bekerja

  • 7.    Tingkat penghasilan maksimal responden selama satu bulan dikategorikan menjadi kategori rendah bila berpenghasilan < Rp 500.000,00 perbulan sedangkan termasuk kategori tinggi bila berpenghasilan > Rp 500.000,00.

  • 8.    Status pernikahan responden saat ini didapatkan dari kuesioner dan dikategorikan menjadi tidak menikah jika resonden lajang, duda/janda, bercerai/hidup berpisah; dan menikah.

  • 9.    Status fungsional diukur menggunakan Barthel Index of Activity Daily Living yang terdiri dari 10 kriteria. Responden dikategorikan independen apabila mampu melakukan 10 aktivitas secara mandiri sedangkan dikategorikan dependen apabila tidak mampu melakukan satu atau lebih aktivitas secara mandiri.

  • 10.    Status kognitif diukur menggunakan Abbreviated Mental Test (AMT). Setiap pertanyaan bernilai 1 jika benar dan 0 jika salah. Skor ≤ 7 ditentukan sebagai cut-off point dan skor dibawahnya ditetapkan sebagai gangguan kognitif.

  • 11.    Dukungan sosial pada lansia diukur menggunakan The Luben Social

Network Scale (LSNS). Masing-masing pertanyaan memiliki nilai 0 – 5. Skor <20 dikategorikan terisolasi; 21–25 dikategorikan risiko tinggi terisolasi; 26–30 dikategorikan risiko sedang terisolasi; dan ≥31 dikategorikan risiko rendah terisolasi.

  • 12.    Peristiwa penuh stres yang terjadi dalam dua tahun terakhir, meliputi orang yang sangat disayangi (suami/istri, anak, atau saudara kandung) meninggal dunia; masalah keuangan serius/utang; peristiwa hidup yang kurang menyenangkan (hubungan kurang baik dengan keluarga, teman, atau tetangga); peristiwa hidup yang menegangkan.

  • 13.    Riwayat penyakit kronis yang serius meliputi osteoarthiritis, asam urat, hipertensi, tekanan darah rendah, maag, asma dan bronkitis kronik diperoleh dari wawancara dengan subjek dan/atau orang yang mendampingi subjek pada saat pemeriksaan dilakukan, rekam medis yang dimiliki oleh subjek saat pemeriksaan dilakukan, atau data sekunder dari Puskesmas Pembantu Desa Selulung.

  • 14.    Kepala keluarga didefiniskan sebagai orang yang bertanggung jawab penuh atas kondisi perekonomian keluarga.

  • 15.    Buta huruf ditentukan melalui kemampuan responden membaca. Apabila responden bisa membaca,

maka dikategorikan sebagai melek huruf. Namun, apabila responden tidak bisa membaca dikategorikan sebagai buta huruf.

  • 16.    Perilaku mengonsumsi alkohol adalah pernah tidaknya mengonsumsi alkohol.

  • 17.    Riwayat merokok adalah kegiatan menghisap rokok yang sedang atau pernah dilakukan berulang kali dan teratur dan sulit dilepaskan.

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan adalah:

  • 1.    Pengumpulan data karakteristik sosiodemografi (usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, status pernikahan, dan kondisi kehidupan).

  • 2.    Pemeriksaan depresi menggunakan Geriatric Depression Score Short Form (GDS-15).

  • 3.    Pemeriksaan status fungsional menggunakan Barthel Index of Activity Daily Living.

  • 4.    Pemeriksaan status kognitif menggunakan Abbreviated Mental Test (AMT).

  • 5.    Pemeriksaan dukungan sosial menggunakan The Luben Social Network Scale (LSNS).

  • 6.    Pengumpulan data mengenai faktor komorbid, meliputi pengalaman penuh stres dalam dua tahun terakhir, penyakit kronis, kepala keluarga,

buta huruf, mengonsumsi alkohol, dan merokok.

Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara melalui kuesioner dari rumah ke rumah. Sebelum wawancara dilakukan, responden dimintai persetujuan terlebih dahulu merujuk pada prinsip dan etika penelitian kedokteran yang melibatkan subjek manusia sesuai Deklarasi Helsinki. Selanjutnya, responden diwawancarai secara terstruktur berdasarkan kuesioner yang tersedia.

Analisis Data

Analisis yang dilakukan meliputi distribusi frekuensi, rerata, dan standar deviasi masing-masing variabel serta dilakukan analisis univariat dan bivariat. Kemudian disajikan dalam bentuk naratif atau tabel. Seluruh data yang diperoleh akan dianalisis menggunakan perangkat lunak SPSS 20.0

  • 3.    HASIL PENELITIAN Karakteristik Sosiodemografi Subjek Penelitian

Subjek yang diikutsertakan ke dalam penelitian ini merupakan para lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli yang telah terpilih berdasarkan sistem randomisasi. Seluruh subjek memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi serta menyetujui secara sukarela untuk berpartisipasi

dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Batas minimal sampel yang diperlukan adalah sebanyak 22 orang. Namun, pada proses randomisasi, telah ditetapkan sampel hingga 24 orang. Seluruh sampel dapat ikut serta dalam penelitian sehingga seluruh sampel dapat dianalisis (response rate 100%). Dari 24 subjek yang diteliti, diperoleh karakteristik sosiodemografi yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, status pernikahan, dan kondisi kehidupan.

Tabel 1 Karakteristik Sosiodemografi

Subjek Penelitian

Karakteristik Subjek

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Jenis kelamin

Laki-laki

13

54,2

Perempuan

11

45,8

Usia

60–74 tahun

14

58,3

≥ 75 tahun

10

41,7

Tingkat

Rendah

22

91,7

pendidikan

Tinggi

2

8,3

Pekerjaan

Tidak bekerja

3

12,5

Bekerja

21

87,5

Tingkat

Rendah

10

41,7

penghasilan perbulan

Tinggi

14

58,3

Status pernikahan

Tidak

8

333

Menikah

Menikah

16

66,7

Kondisi

Tinggal

4

167

kehidupan

sendiri

Tinggal

bersama

20

83,3

keluarga

Proporsi laki-laki dan

perempuan yang diikutsertakan dalam penelitian relatif seimbang, laki-laki (54,2%) dan perempuan (45,8%). Rerata usia subjek secara keseluruhan adalah 71,25 ± 8,04 tahun (median 70 tahun), dengan usia minimal 62 tahun dan usia maksimal 85 tahun. Setelah

usia dikelompokkan menurut kriteria WHO (2011), maka mayoritas subjek (66,7%) berada dalam kelompok usia 60–74 tahun. Hampir seluruh subjek (91,7%) memiliki tingkat pendidikan rendah, yakni tidak sekolah hingga tamat SD. Sebanyak 87,5% subjek bekerja. Sementara itu, mayoritas subjek (58,3%) memiliki tingkat penghasilan lebih dari Rp 500.000,00. Subjek yang berstatus menikah sebanyak 66,7%, sementara 33,3% berstatus tidak menikah baik duda/janda maupun lajang. Sebanyak 83,3% subjek tinggal bersama keluarga sementara 16,7% sisanya tinggal sendiri.

Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Faktor Risiko Depresi

Tabel 2 menunjukkan pengelompokkan subjek berdasarkan faktor risiko depresi. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa proporsi antara subjek yang masih mampu menjalankan aktivitas sehari-hari secara mandiri relatif berimbang dengan subjek yang memerlukan bantuan dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari. Dukungan sosial yang diperoleh oleh sebagian besar subjek tergolong masih baik. Hal ini dapat dilihat bahwa kelompok lansia dengan risiko rendah terisolasi memiliki proporsi tertinggi (75,0%) dibandingkan dengan kelompok lansia dengan risiko tinggi tersolasi (12,5%), dan terisolasi (12,5%). Mayoritas lansia mengalami

gangguan kognitif, yakni sebesar 79,2%.

Proporsi lansia yang memiliki pengalaman penuh stres dalam dua tahun terakhir sebanyak 75%. Sementara itu, lansia yang memiliki riwayat penyakit kronis yang meliputi osteoarthritis, asam urat, hipertensi, tekanan darah rendah, maag, asma, bronkitis kronik sebanyak 87,5%. Proporsi lansia yang menjadi kepala keluarga relatif berimbang dengan lansia yang tidak menjadi kepala keluarga. Sedangkan mayoritas dari lansia merupakan melek huruf yaitu sebanyak 75%. Berdasarkan gaya hidup, proporsi subjek yang selama hidup tidak pernah mengkonsumsi alkohol (54,2%) lebih banyak dibandingkan yang tpernah mengkonsumsi alkohol (45,8%), sedangkan subjek merokok sedang menjadi perokok (50,0%) lebih besar dibandingkan dengan proporsi subjek yang tidak pernah merokok (37,5%) maupun atau pernah merokok (12,5%).

Tabel 2 Karakteristik Subjek Penelitian

Berdasarkan Faktor Risiko Depresi

Karakteristik Subjek Jumlah (orang)

Persentase (%)

Status

Dependen

12

50,0

fungsional

Independen

12

50,0

Status kognitif

Gangguan kognitif

19

79,2

Normal

5

20,8

Status

Terisolasi

3

12,5

dukungan social

Risiko tinggi terisolasi

3

12,5

Risiko rendah terisolasi

18

75,0

Pengalaman stres 2 tahun terakhir

Ya

Tidak

18

6

75,0

25,0

Penyakit

Ya

21

87,5

kronis

Tidak

3

12,5

Kepala

Ya

12

50,0

keluarga

Tidak

12

50,0

Kemampuan

Melek

18

75,0

membaca

huruf

Buta huruf

6

25,0

Mengonsumsi alkohol

Ya

11

45,8

Tidak

13

54,2

Merokok

Sedang menjadi perokok Pernah merokok Tidak pernah merokok

12

3

50,0

12,5

9

37,5

  • 5.3    Prevalensi Depresi

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa prevalensi depresi pada penduduk lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli tahun 2014 sebesar 54,2%. Presentasi depresi ringan sebesar 45,8% sementara depresi berat sebesar 8,3%. Dari data hasil

penelitian, skor GDS-15 bervariasi dari 0 hingga 15. Rerata skor GDS-15 secara keseluruhan adalah 6,14 dengan nilai standar deviasi 4 (median 6). Gambaran status dan derajat depresi menurut Geriatric Depression Scale Short Form (GDS-15) terlihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

Tabel 3 Status Depresi Subjek

Penelitian (n = 24)

Jumlah

Persentase (%)

Status Tidak

11

45,8

depresi depresi

Depresi

13

54,2

Tabel 5.4 Derajat Depresi Subjek

Penelitian (n = 24)

Jumlah

Persentase (%)

Derajat

Tidak

11

45,8

depresi

depresi

Depresi

11

45,8

ringan Depresi berat

2

8,3

  • 5.4    Status Depresi Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian

Pada penelitian ini telah terkumpul data berdasarkan karakteristik subjek penelitian yang meliputi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan perbulan, status pernikahan, kondisi kehidupan, status fungsional, status kognitif, status dukungan sosial, pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, penyakit kronis, kepala keluarga, buta huruf, mengonsumsi alkohol, dan merokok.

Tabel 5 Status Depresi Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian (n = 24)

Karakteristik Subjek

Status Depresi

Total

(%)

Tidak Depresi

(%)

Depresi

(%)

Jenis kelamin

Laki-laki

4

(30,7)

9

(69,3)

13

(100)

Perempuan

7

(63,6)

4

(36,4)

11

(100)

Usia

60 – 74 tahun

10

(71,4)

4

(28,6)

14

(100)

≥ 75 tahun

1

(10,0)

9

(90,0)

10

(100)

Tingkat

Rendah

9

(40,9)

13

(59,1)

22

(100)

pendidikan

Tinggi

2

(100)

0

(0)

2

(100)

Pekerjaan

Tidak bekerja

0

(0)

3

(100)

3

(100)

Bekerja

11

(52,4)

10

(47,6)

21

(100)

Tingkat

Rendah

2

(20,0)

8

(80,0)

10

(100)

penghasilan perbulan

Tinggi

9

(64,3)

5

(35,7)

14

(100)

Status

Tidak Menikah

2

(25,0)

6

(75,0)

8

(100)

pernikahan

Menikah

9

(56,2)

7

(43,8)

16

(100)

Kondisi

Tinggal sendiri

1

(25,0)

3

(75,0)

4

(100)

kehidupan

Tinggal bersama keluarga

10

(50,0)

10

(50,0)

20

(100)

Status

Dependen

4

(33,3)

8

(66,7)

12

(100)

fungsional

Independen

7

(58,3)

5

(41,7)

12

(100)

Status kognitif

Gangguan kognitif

10

(52,6)

9

(47,4)

19

(100)

Normal

1

(20,0)

4

(80,0)

5

(100)

Status dukungan

Terisolasi

0

(0)

3

(100)

3

(100)

sosial

Risiko tinggi terisolasi

1

(33,3)

2

(66,7)

3

(100)

Risiko rendah terisolasi

10

(55,6)

8

(44,4)

18

(100)

Pengalaman stres 2 tahun

Ya

8

(44,4)

10

(55,6)

18

(100)

terakhir

Tidak

3

(50,0)

3

(50,,0)

6

(100)

Penyakit kronis

Ya

10

(47,6)

11

(52,4)

21

(100)

Tidak

1

(33,3)

2

(66,7)

3

(100)

Kepala keluarga

Ya

4

(33,3)

8

(66,7)

12

(100)

Tidak

7

(58,3)

5

(41,7)

12

(100)

Kemampuan

Buta huruf

2

(33,3)

4

(66,7)

6

(100)

membaca

Melek huruf

9

(50,0)

9

(50,0)

18

(100)

Mengonsumsi alkohol

Ya

3

(27,3)

8

(72,7)

11

(100)

Tidak

8

(61,5)

5

(38,5)

13

(100)

Merokok

Sedang menjadi perokok

4

(33,3)

8

(66,7)

12

(100)

Pernah merokok

2

(66,7)

1

(33,3)

3

(100)

Tidak pernah merokok

5

(55,6)

4

(44,4)

9

(100)

Berdasarkan tabel di atas, kejadian

pendidikan

rendah

(59,1%), dependen

depresi cenderung dialami oleh

lansia

(66,7%), sedang menjadi perokok (66,7%),

yang berpenyakit kronis (52,4%), tingkat

mengonsumsi alkohol (72

,7%), tinggal

sendiri (75%),

tidak menikah

(75%),

Tabulasi

silang

dilakukan untuk

penghasilan rendah (80%),

terisolasi

mengetahui

kecenderungan kejadian

(100%) dan tidak bekerja (100%).

depresi pada subjek penelitian terhadap

beberapa faktor risiko

. Berdasarkan Tabel

Derajat Depresi Berdasarkan

6 dapat dilihat bahwa pada sebagian besar

Karakteristik Subjek Penelitian

subjek yang mengalami depresi cenderung

mengalami depresi ringan.

Tabel 6 Derajat Depresi Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian (n

24)

Status Depresi

Karakteristik Subjek

Depresi Ringan

Depresi

(%)       Berat

(%)

Total

(%)

Jenis kelamin

Laki-laki

9

(100)

0

(0)

9

(100)

Perempuan

2

(50,0)

2

(50,0)

4

(100)

Usia

60 –74 tahun

3

(75,0)

1

(25,0)

4

(100)

≥ 75 tahun

8

(88,9)

1

(11,1)

9

(100)

Tingkat

Rendah

11

(84,6)

2

(15,4)

13

(100)

pendidikan

Tinggi

0

(0)

0

(0)

0

(0)

Pekerjaan

Tidak bekerja

3

(100)

0

(0)

3

(100)

Bekerja

8

(80,0)

2

(20,0)

10

(100)

Tingkat

Rendah

6

(75,0)

2

(25,0)

8

(100)

penghasilan perbulan

Tinggi

5

(100)

0

(0)

5

(100)

Status pernikahan

Tidak menikah

4

(66,7)

2

(33,3)

6

(100)

Menikah

7

(100)

0

(0)

7

(100)

Kondisi

Tinggal sendiri

1

(33,3)

2

(66,7)

3

(100)

kehidupan

Tinggal bersama keluarga

10

(100)

0

(0)

10

(100)

Status fungsional

Dependen

6

(75,0)

2

(25,0)

8

(100)

Independen

5

(100)

0

(100)

5

(100)

Status kognitif

Gangguan kognitif

8

(88,9)

1

(11,1)

9

(100)

Normal

3

(75,0)

1

(25,0)

4

(100)

Status dukungan

Terisolasi

2

(66,7)

1

(22,3)

3

(100)

sosial

Risiko tinggi terisolasi

1

(50,0)

1

(50,0)

2

(100)

Risiko rendah terisolasi

8

(100)

0

(0)

8

(100)

Pengalaman stres

Ya

8

(80,0)

2

(20,0)

10

(100)

2 tahun terakhir

Tidak

3

(100)

0

(0)

3

(100)

Penyakit kronis

Ya

9

(81,8)

2

(18,2)

11

(100)

Tidak

2

(100)

0

(0)

2

(100)

Kepala keluarga

Ya

7

(87,5)

1

(12,5)

8

(100)

Tidak

4

(80,0)

1

(20,0)

5

(100)

Kemampuan

Buta huruf

3

(75,0)

1

(25,0)

4

(100)

membaca

Melek huruf

8

(88,9)

1

(11,1)

9

(100)

Mengonsumsi

Ya

8

(100)

0

(0)

8

(100)

alkohol

Tidak

3

(60,0)

2

(30,0)

5

(100)

Karakteristik Subjek

Status Depresi

Depresi           Depresi            Total (%)

Ringan           Berat

Sedang menjadi perokok

Merokok         Pernah merokok

Tidak pernah merokok

7  (87,5)             1   (12,5)         8  (100)

1   (100)             0  (0)             1   (100)

3   (75,0)             1   (25,0)         4  (100)

Berdasarkan tabel di atas, secara keseluruhan persentase depresi ringan yang dialami oleh subjek penelitian lebih besar dibandingkan dengan kejadian depresi berat.

  • 4.    PEMBAHASAN

Karakteristik Sosiodemografi Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross-sectional, dimana semua data diambil dalam suatu waktu. Sampel dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60 tahun keatas yang terpilih dari Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. Sampel sebanyak 24 orang dipilih secara acak berdasarkan teknik simple random sampling. Wawancara dilakukan di Balai Banjar Tanjungan Desa Selulung saat dilakukan kegiatan pelayanan kesehatan sehari dengan menggunakan bahasa Bali dan Bahasa Indonesia, setelah mendapat informed consent.

Kuesioner yang digunakan terdiri dari dua bagian. Bagian pertama memuat pertanyaan tentang karakteristik

sosiodemografi responden sedangkan bagian kedua memuat pertanyaan tentang Geriatric Depression Scale Short Form, Barthel Index of Activity Daily Living, Abbreviated Mental Test, The Luben Social Network Scale, dan faktor komorbid lainnya. Adanya penyakit kronis ditetapkan berdasarkan hasil wawancara dengan responden mengenai riwayat penyakitnya, baik sedang dalam masa follow up maupun masa pengobatan oleh fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Penyakit kronis yang dimaksud meliputi osteoarthritis, asam urat, hipertensi, tekanan darah rendah, maag, asma, bronkitis kronik, dan varises.

Karakteristik sosiodemografi subjek yang diuji dalam penelitian ini, antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, tingkat penghasilan, status pernikahan, dan kondisi kehidupan. Dari data yang diperoleh, jumlah responden perempuan sebanyak 52,4%, persentase ini sedikit lebih tinggi dibandingkan responden laki-laki sebesar 47,8%. Hal ini sesuai dengan proporsi lansia di populasi penelitian dimana jumlah populasi lansia perempuan lebih banyak dibandingkan populasi lansia laki-laki. Selain itu, hal ini sesuai dengan fakta di Indonesia bahwa usia harapan

hidup perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki sehingga pada usia 60 tahun keatas, populasi lansia perempuan relatif lebih banyak dibandingkan populasi lansia laki-laki.8,9 Usia responden berkisar antara 63–80 tahun. Berdasarkan kelompok usia, kelompok usia 60–74 tahun persentasenya lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan kelompok usia ≥75 tahun. Data ini sesuai dengan usia harapan hidup orang Indonesia yang masih berada di bawah angka 74 tahun (laki-laki: 67,51 tahun; perempuan: 71,74 tahun) sehingga sesuai dengan kondisi subjek penelitian.10

Hampir seluruh responden memiliki tingkat pendidikan rendah dengan persentase sebesar 91,7%, yang meliputi tidak sekolah, tidak tamat SD/sederajat, dan tamat SD/sederajat. Satu orang menamatkan SMP/sederajat dan satu orang lagi menamatkan SMA/sederajat. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya akses bagi kaum pribumi pada saat itu untuk memperoleh pendidikan serta tingkat ekonomi masyarakat masih kurang sehingga sekolah bagi anak-anak bukan prioritas utama. Pada saat itu, Sekolah Dasar disetarakan dengan Sekolah Rakyat yang ditempuh selama tiga tahun. Tingkat pendidikan responden yang tergolong rendah ini kemungkinan akan mempersulit dalam memberikan intervensi berupa pendidikan kesehatan karena tingkat pemahaman yang masih kurang.

Jika dilihat dari segi pekerjaan, sebagian besar responden bekerja dengan persentase sebesar 87,5%. Sebagian sudah

memiliki tingkat pendapatan lebih dari 500 ribu sebanyak 58,3%. Sementara itu, sebagian besar responden berstatus menikah dengan persentase sebesar 66,7%. Hal ini sesuai dengan kondisi kehidupan responden yang masih tinggal bersama keluarga, baik bersama suami/istri, anak, maupun dengan anggota keluarga lainnya (83,3%). Sementara itu, sebanyak 16,7% responden hidup tanpa didampingi angota keluarga, baik pasangan hidupnya telah meninggal dunia maupun ditinggal merantau oleh anak-anaknya ke kota lain untuk bekerja atau ikut suami bekerja.

Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Faktor Risiko Depresi Berdasarkan status fungsional responden dalam melakukan aktivitas sehari-hari, proporsi lansia yang independen (masih mampu menjalankan aktivitas sehari dan tanpa dibantu oleh orang lain) dan responden masih memerlukan bantuan orang lain dalam menjalankan satu atau lebih aktivitas sehari-hari (makan, mandi, mengurus diri, berpakaian, kontrol buang air besar, kontrol buang air kecil, menggunakan toilet, bangun dari tempat tidur, berpindah tempat, menaiki tangga) relatif sama.

Berdasarkan status kognitif, sebagian besar responden mengalami gangguan kognitif dengan persentase sebesar 79,2%. Hal ini kemungkinan disebabkan rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar responden sehingga berkaitan dengan rendahnya daya ingat dan orientasi responden terhadap tempat

dan waktu pada saat dilakukan wawancara. Namun, apabila diobservasi secara umum, tingkat kognitif berdasarkan orientasi dan tempat dan waktu yang dikenalnya masih tergolong baik.

Berdasarkan status dukungan sosial yang diterima oleh responden, sebagian besar responden cenderung memiliki risiko rendah terisolasi dengan persentase sebesar 75%. Hal ini kemungkinan disebabkan masih tingginya dukungan dukungan sosial yang diberikan oleh keluarga, teman, dan tetangga responden. Selain itu, tradisi masyarakat Bali yang masih kental mengusung konsep kebersamaan dalam bermasyarakat.

Jika diklasifikasikan berdasarkan pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, sebanyak 75% mengaku memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, meliputi orang yang disayangi meninggal dunia (8 orang), memiliki masalah keuangan serius/utang (5 orang), pengalaman hidup yang tidak menyenangkan (2 orang), dan pengalaman hidup yang menegangkan atau menakutkan (3 orang).

Berdasarkan penyakit kronis, mayoritas responden memiliki penyakit kronis dengan persentase sebesar 87,5%. Riwayat penyakit kronis yang diderita oleh responden, antara lain osteoarthritis (9 orang), asam urat (4 orang), hipertensi (13 orang), bronkitis kronik (2 orang), maag (3 orang), asma (3 orang), lain-lain (5 orang). Tingginya presentase lansia yang sesuai dengan proses degenerasi yang dialami oleh semua orang sehingga banyak

penyakit komorbid yang diderita oleh kaum lansia.

Berdasarkan kemampuan membaca, jumlah responden yang buta huruf sebanyak 6 orang (25%), Hal ini kemungkinan disebabkan pada saat masih anak-anak, belum ada program pemerintah yang mewajibkan responden untuk sekolah.

Jika diklasifikasikan menurut gaya hidup responden, meliputi perilaku mengonsumsi alkohol dan merokok, mayoritas responden tidak mengonsumsi alkohol (54,2%) dan pernah merokok (62,5%). Hal ini kemungkinan disebabkan hampir seluruh responden berpenghasilan rendah perbulan sehingga penghasilan yang diterima lebih dipriorotaskan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dibandingkan untuk minum alkohol maupun membeli rokok.

Prevalensi Depresi

Prevalensi depresi pada lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli. adalah 54,2%. Prevalensi ini lebih tinggi dengan prevalensi depresi pada lansia yang dipublikasikan dalam penelitian Chapela pada tahun 2009, yakni 43%. Penelitian Chapela dilaksanakan di negara Meksiko dan melibatkan 360.287 sampel yang tinggal di 34.591 daerah berbeda dan tersebar di 32 negara bagian pada Maret-April 2006.11 Bahkan prevalensi depresi pada lansia di Turki mencapai 50% berdasarkan penelitian Nahciva pada tahun 2005.12 Prevalensi ini tidak berbeda jauh

dibandingkan prevalensi depresi menurut hasil penelitian Vishal tahun 2010 di Surat City India (39,04%).13

Jika dikategorikan berdasarkan derajat depresi, persentase depresi ringan sebesar 45,8% sedangkan persentase depresi berat sebesar 8,3%. Hal ini sesuai dengan penelitian bahwa lansia lebih rentan menderita gangguan psikologi. Lebih jauh lagi, depresi merupakan gangguan jiwa yang paling umum dialami oleh lansia.11 Faktanya, lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli masih menghadapi masalah psikologi, sosial, dan kesehatan. Sebanyak 8,3 % responden mengalami depresi berat memerlukan pengobatan institusional dan konsultasi psikiatri dari dokter spesialis kejiwaan.

Status Depresi Berdasarkan Karakteristik Sosiodemografi Subjek Prevalensi depresi lebih tinggi pada lansia yang memiliki kondisi hidup yang buruk. Beberapa penelitian menunjukkan hubungan antara depresi dan kondisi lansia yang kurang menguntungkan. Hubungan ini bisa dijabarkan melalui beberapa komponen sosioekonomi, antara lain tingkat penghasilan, kesulitan ekonomi, pekerjaan, dan tingkat pendidikan.11

Berdasarkan usia, proporsi lansia kelompok usia 60–74 tahun yang mengalami depresi adalah sebesar 28,6% sedangkan proporsi lansia pada kelompok umur 75 tahun keatas yang mengalami depresi jauh lebih tinggi, yakni sebesar 90%. Seiring dengan pertambahan usia,

maka terjadi peningkatkan morbiditas, penurunan status fungsional, serta adanya pajanan berbagai faktor risiko dan pengalaman hidup yang sangat mempengaruhi status kejiwaan lansia sehingga membuat lansia lebih rentan mengalami     depresi.13,14,15.     Sebuah

penelitian yang dilaksanakan di Eropa, depresi cenderung dialami oleh lansia dalam kelompok usia 70–79 tahun dan kelompok usia 80 tahun ke atas.16 Berdasarkan tingkat pendidikan, kejadian depresi lebih cenderung ditemukan pada lansia yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah (59,3%). Sonnenberg pada tahun 2000 melaporkan bahwa tingkat pendidikan rendah berkaitan dengan kejadian depresi, baik pada laki-laki dan perempuan.17 Sebuah penelitian menunjukkan bahwa kurangnya kesempatan untuk bersekolah dan tidak adanya fasilitas pendidikan di daerah pedesaan berkontribusi pada kejadian depresi.18

Berdasarkan pekerjaan, depresi dialami oleh lansia yang tidak bekerja. Sebagian lansia yang mengalami depresi tidak bekerja.18 Perubahan fisik akibat penuaan mempengaruhi kemampuan mereka dalam pekerjaan yang memerlukan kekuatan dan energi. Hal ini juga berkaitan dengan temuan bahwa depresi cenderung ditemukan pada lansia yang berpenghasilan rendah (43,9%). Temuan ini serupa dengan penelitian Djernes pada tahun 200614 dan Mojtabai pada tahun 200415. Sementara itu, Sonnenberg menyatakan bahwa depresi cenderung

ditemukan pada lansia laki-laki berpenghasilan rendah.17 Namun, Chapela tidak menemukan hubungan antara rendahnya tingkat penghasilan dan kejadian depresi.11

Menikah merupakan faktor protektif terhadap depresi pada lansia 18. 75% lansia yang tidak menikah mengalami gejala depresi. Hali ini sesuai dengan hasil penelitian Vishal yang menyatakan bahwa prevalensi depresi lebih tinggi secara signifikan pada lansia yang melajang, duda/janda, atau bercerai/hidup berpisah.13 Penelitian cross-sectional di Brazil menunjukkan bahwa lansia menghadapi risiko lebih tinggi mengalami depresi ketika kehilangan pasangan hidup atau bercerai19. Beberapa penelitian komunitas lain juga menemukan bahwa menikah menurunkan risiko depresi pada lansia20. Namun, penelitian lain menyatakan tidak ada hubungan antara status pernikahan dengan kejadian depresi11.

Berdasarkan status fungsional, proporsi depresi lebih besar ditemukan pada lansia yang dependen (66,7%), kecenderungan ini hampir dua kali lipat. Penelitian Aguero-Torres juga menemukan bahwa berhubungan secara signifikan dengan kejadian depresi pada lansia.21 Hal ini didukung oleh Salimah yang melaporkan risiko depresi hingga sebelas kali lipat pada lansia yang memiliki gangguan fungsional.22 Gangguan fungsional yang disebabkan oleh adanya keterbatasan fisik berhubungan dengan depresi pada kedua jenis kelamin11. Penelitian lain juga

melaporkan hubungan antara penyakit kronis dan gangguan fungsional dengan depresi pada kedua jenis kelamin.14 Di sisi lain, gangguan fungsional yang mempengaruhi kemandirian lansia dapat menurunkan kualitas hidup lansia.11

Berdasarkan status kognitif, tren depresi cenderung ditemukan pada kelompok lansia yang mengalami gangguan kognitif, yakni sebesar 47,4%. Pada penelitian Sherina, depresi berhubungan secara signifikan dengan 23 adanya gangguan kognitif pada lansia.23 Temuan ini didukung oleh Garre-Olmo yang menyatakan bahwa gangguan kognitif memperbesar risiko lansia terkena depresi.24 Pada studi Sydney Older Person, lansia dengan gangguan kognitif memiliki risiko lebih besar mengalami depresi. Sementara itu, kombinasi antara gangguan kognitif dan gangguan fungsional meningkatkan odd ratio pada mortalitas dan morbiditas penderita 5 hingga 12 kali lipat25.

Berdasarkan status dukungan sosial, depresi cenderung dialami oleh lansia yang terisolasi. Semua (100%) lansia yang mengalami depresi berada pada status terisolasi. Sementara itu, sebanyak 64,0% lansia yang tidak mengalami depresi berada dalam kondisi risiko rendah terisolasi. Hal ini sesuai dengan penelitian Chapela dan Sonnenberg bahwa semakin besar dukungan sosial semakin kecil risiko depresi pada lansia.11,13 Sementara itu, dukungan sosial yang rendah meningkatkan risiko depresi hingga

delapan kali lipat (OR 7.949, 95% CI 2.5824.41)21. Saat ini, urbanisasi telah merebak di kalangan rumah tangga desa. Industrialisasi, urbanisasi, pendidikan tinggi, dan paparan terhadap Western lifestyle telah membawa perubahan norma-norma masyarakat dan gaya hidup13. Mason tahun 1992 menyatakan bahwa urbanisasi telah mengikis kemauan keluarga untuk peduli terhadap lansia dan menurunkan co-residence orang dewasa (anak) terhadap lansia (orang tua).26 Berdasarkan pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, depresi cenderung dialami oleh lansia yang memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir 55,6%.

Berdasarkan penyakit kronis, hampir separuh lansia yang mengalami depresi memiliki penyakit kronis (52,4%). Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa terdapat korelasi postif antara hipertensi dan depresi pada lansia yang mendiami 27 daerah pedesaan di Afrika Selatan.27 Penelitian Salimah menunjukkan bahwa pada lansia yang memiliki penyakit kronis yang multipel cenderung mengalami depresi.21 Sebuah penelitian menyatakan bahwa penyakit kronis berhubungan dengan depresi hanya pada laki-laki tetapi tidak berhubungan pada wanita.11 Perbedaan ini bisa dijelaskan dengan perbedaan peran gender antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki dituntut sebagai penanggung jawab keuangan keluarga, adanya penyakit kronis dapat mengganggu peran tersebut sehingga mengarah pada kejadian depresi. Sementara itu, perempuan hanya dituntut melakukan

pekerjaan rumah tangga dan merawat anggota keluarga, tugas yang tidak terlalu dipengaruhi oleh adanya penyakit kronis.11 Vishal menyatakan bahwa penuaan bukanlah suatu penyakit tetapi sangat rentan menderita penyakit kronis, seperti osteoarthritis dan bronkitis kronik.13 Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa diantara lansia miskin Meksiko, penyakit kronis merupakan salah satu tanda dari penuaan27.

Berdasarkan status sebagai kepala keluarga, depresi cenderung dialami oleh lansia yang masih menjadi kepala keluarga, yakni sebesar 66,7%. Menurut Chapela, menjadi kepala keluarga berhubungan dengan kejadian depresi pada lansia perempuan sedangkan pada lansia laki-laki justru terjadi tren sebaliknya.11 Sesuai dengan tradisi masyarakat Indonesia, laki-laki dituntut untuk menjadi kepala keluarga. Ketika perempuan diposisikan sebagai kepala keluarga, maka kondisi ini tidak sesuai dengan peran gendernya sehingga bisa mengarah pada kejadian depresi.

Berdasarkan kemampuan membaca, kejadian depresi cenderung terjadi pada lansia yang buta huruf dibandingkan dengan lansia yang melek huruf (bisa membaca). Hal ini kemungkinan disebabkan tingginya ekspektasi hidupa lansia yang melek huruf sehingga lebih mudah menderita depresi. Temuan ini berbeda dengan hasil penelitian Vishal yang menyatakan bahwa lansia buta huruf memiliki risiko lebih kecil mengalami depresi dibandingkan

lansia yang melek huruf.13 Melek huruf dikaitkan dengan kejadian depresi hanya pada laki-laki11.   Namun, melek huruf

justru tidak berhubungan dengan kejadian depresi pada perempuan miskin di 28

Lebanon.28

Berdasarkan gaya hidup, depresi lebih banyak diderita oelh kelompok lansia yang mengonsumsi alkohol (72,7%) dan sedang menjadi perokok (66,7%). Penelitian Salimah melaporkan tidak ada hubungan signifikan antara perilaku mengonsumsi alkohol dan merokok dengan depresi.21 Hal ini disebabkan oleh definisi independen variabel masih terbatas pada paparan secara kualitatif. Seharusnya juga harus berkonsentrasi pada tipe, durasi, dan usia saat perilaku merokok dimulai. Sementara itu, studi lain menunjukkan bahwa merokok dapat meningkatkan risiko mengalami depresi28. Penelitian sebelumnya juga menunjukkan bahwa mengonsumsi alkohol berkaitan dengan depresi pada lansia 29. Secara keseluruhan, kejadian depresi cenderung dialami oleh lansia yang dependen (63,6%), sedang menjadi perokok (53,3%), memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir (53,8%), dan terisolasi (52,9%).

Derajat Depresi Berdasarkan Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kasus gangguan mental yang memerlukan pengobatan institusional sekitar 67 per 1000 populasi (Vishal, 2010). Pada penelitian ini, kecenderungan depresi berat

paling banyak dialami oleh lansia yang berpenyakit kronis (52,4%), tingkat pendidikan rendah (59,1%), dependen (66,7%), sedang menjadi perokok (66,7%), mengonsumsi alkohol (72,7%), tinggal sendiri (75%), tidak menikah (75%), penghasilan rendah (80%), terisolasi (100%) dan tidak bekerja (100%).

  • 5.    SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Dari hasil penelitian tentang prevalensi dan faktor risiko depresi pada lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli tahun 2014 dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  • 1.    Prevalensi depresi pada lansia di Desa Selulung, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli adalah sebesar 54,2%. Dengan derajat depresi yang dialami adalah depresi derajat ringan 45,8%

  • 2.    Prevalensi depresi cenderung lebih tinggi pada lansia laki-laki, kelompok usia 75 tahun ke atas, berpendidikan rendah, tidak bekerja, berpenghasilan perbulan rendah, menikah, tinggal sendiri, dependen, mengalami gangguan kognitif, terisolasi, memiliki pengalaman stres dalam dua tahun terakhir, memiliki penyakit kronis, menjadi kepala keluarga, buta huruf, mengonsumsi alkohol, sedang menjadi perokok

Saran

  • 1.    Mengingat tingginya prevalensi depresi pada lansia serta rendahnya

angka kunjungan penderita depresi ke puskesmas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai penyebab rendahnya angka     kunjungan

masyarakat ke Puskesmas untuk manajemen kejadian depresi yang lebih baik.

  • 2.    Melakukan intervensi terhadap faktor risiko depresi, terutama faktor risiko yang dapat dimodifikasi, seperti tinggal sendiri dan terisolasi dengan mengembangkan suatu program lansia yang mengutamakan komunikasi dan pertemuan antarlansia. Program tersebut dapat berupa senam lansia, pemberdaayaan lansia melalui perkumpulan kreatifitas lansia, misalnya program pembuatan sapu lidi oleh lansia.

  • 3.    Mengedukasi keluarga lansia dengan faktor risiko depresi yang tinggi mengenai pengertian depresi, perjalanan penyakit depresi, dan pengobatan depresi sehingga dapat menekan angka bunuh diri pada lansia.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    American Psychiatric Association. (1994). “Diagnostic & Statistical Manual of Mental Disorders, 4th edition.”. American Psychiatric Assoc, Washington DC, 124-320.

  • 2.    Depkes dan Kesejahteraan Sosial RI. (2001). “Pedoman Pembinaan Kesehatan Jiwa Usia Lanjut Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta.

  • 3.    Baldwin RC, Chiu E, Katona CLE, Graham N. (2002). “Guidelines on depression in older people. Practising the evidence. Great Britain.

  • 4.    Chen R, Wei L, Hu Z, et al. (2005). “Depression in older people in rural China”. Arch Intern Med 165: 2019– 2025.

  • 5.    Sumirta IN. (2010). “Depresi pada lansia”.                      Available:

http://ramakrisnahare.blogspot.

com/2011/03/depresi-pada-lansia.html (Accessed: 19 April 2012).

  • 6.    Yunming L, Changsheng C, Haibo T, Wenjun C, Shanhong F, Yan M et al. (2012). “Prevalence and risk factors for depression in older people in Xian China: a community-based study”. Int J Geriatr Psychiatry 2012; 27: 31–39.

  • 7.    Dubovsky S. (2009). “Geriatric Depression: Recurrences Are Common” Journal Watch Psychiatry

  • 8.    Saab BR, El Roueiheb Z, Chaaya M, Sibai AM. (2005). “Determinants of depression among poor elderly women: findings from refugee and nonrefugee communities in the outskirts of Beirut, Lebanon”. Eur J Psychol. 2005;1(3).

  • 9.    Salamero M, Marcos T. (1992). “Factor study of the Geriatric Depression Scale”. Acta Psychiatr Scand 86: 283– 286.

  • 10.    Shahar S, Earland J, Abdul Rahman S. (2001). “Social and health profiles of rural elderly malays”. Singapore Medical Journal 2001; 42: 208-13.

  • 11.    Green RC, Cupples LA, Kurz A, et al. (2003). “Depression as a risk factor for

Alzheimer disease: the MIRAGE Study”. Arch Neurol 60: 753–759.

  • 12.    Nahcivan NO, Demirezen E. (2005). “Depressive symptomatology among Turkish older adults with low incomes in a rural community sample”. J Clin Nurs. 2005;14:1232–40.

  • 13.    Vishal J, Bansal RK, Swati P, Bimal T. (2010). “A study of depression among aged in Surat City” Nat Jour Com Med 1;47-9

  • 14.    Djernes JK. (2006). “Prevalence and predictors of depression in populations of elderly: a review”. Acta Psychiatr Scand 113(5): 372-387.

  • 15.    Mojtabai R, Olfson M. (2004). “Major depression in community-dwelling middle-aged and older adults: prevalence and 2- and 4-year followup symptoms”. Psychol Med. 34:623–34.

  • 16.    Luis CA, Loewenstein DA, Acevedo A, Barker WW, Duara R. (2003). “Mild cognitive impairment”. Neurology 61: 438-444.

  • 17.    Sonnenberg CM, Beekman ATF, Deeg DJH, Van Tilburg W. (2000). “Sex differences in late-life depression”. Acta Psychiatr Scand 101: 286–92.

  • 18.    Winrow AM, Holmes JD. (2005). “Old age medical patients screening positive for Depression”. Ir Psych Med Journal 22(4): 124 -27.

  • 19.    World Health Organization. The World Health Report 2005: Reducing Risks, Promoting Healthy Life. Geneva, Switzerland:      World Health

Organization; 2002.

  • 20.    World Health Organization. (2012). “Depression”. Genewa

  • 21.    Wurff FB, Beekman AT, Dijkshoorn H, Spijker JA, Smits CH, Stek ML. (2004). “Prevalence and risk-factors for depression in elderly Turkish and Moroccan migrants in the Netherlands”. Journal of Affective Disorders 83;33– 41

  • 22.    Salimah O, Rahmah MA, Rosdinom R, Shamsul A. (2008). “A Case Control Study on Factors That Influence Depression Among the Elderly in Kuala Lumpur Hospital and Universiti Kebangsaan Malaysia Hospital”. Med J Malaysia 6; 395-400.

  • 23.    Sherina MS, Rampal L, Aini M, Norhidayanti H. (2005). “The prevalence of depression among elderly in an urban area of Selangor, Malaysia”. The International Medical Journal 4 57-62.

  • 24.    Garre-Olmo J, Lopez-Pousa S, Vilalta-Franch J, et al. (2002). “Evolution of Depressive Symptoms in Alzheimer” Gen Psychiat 12:89-94.

  • 25.    Cole MG, Dendukuri N. (2003). “Risk factors for depression among elderly community subjects: a systematic review and meta-analysis”. Am J Psychiatry 160: 1147–1156.

  • 26.    Mason KO. (1992). “Family change and support of the elderly in Asia: what do we know?” Asia Pac Popul J 7(3):13-32.

  • 27.    Kleinman AM. Cohem A. (2004). “Mental Illness”. Microsoft Encarta online Encyclopedia.

  • 28.    Kaplan HI, Sadock BJ. Substance Related Disorder. Dalam: Synopsis of Psychiatry. Ed 8. Baltimore: Williams & Wilkins, 1998;375-391

  • 29.    Dorsey SM, Rodriguez HD, Brathwaite D. (2002). “Are things really so different? A research finding of satisfaction, illness and depression in rural South African elderly”. ABNF J. 13:41-4.