PERILAKU MEROKOK PADA SISWA LAKI-LAKI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SUKASADA II

Made Arya Wiryanatha1, Luh Seri Ani2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 2Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas/Ilmu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

ABSTRAK

Potensi pertumbuhan perokok baru di kalangan remaja perlu mendapatkan perhatian berbagai pihak khususnya di daerah yang telah menjalankan program pencegahan pertumbuhan perokok seperti di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II. Hasil survei awal pada siswa SMP didapatkan sebesar 14,3% siswa sebagai perokok aktif. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui prevalensi dari perokok dan karakteristik perokok pada siswa laki-laki sekolah menengah pertama. Penelitian ini merupakan studi deskritif cross sectional. Data diambil melalui teknik wawancara dari 75 siswa SMP yang dipilih secara purposif. Pada penelitian ini didapatkan hasil prevalensi perokok pada siswa adalah 22,7%. Rata-rata umur siswa yang merokok adalah 12,71 tahun dengan rerata jumlah rokok adalah 2,47 batang perhari. Siswa dengan persepsi merokok negatif, ada riwayat keluarga dan teman perokok serta mendapat paparan iklan rokok cenderung memiliki perilaku merokok. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kecenderungan siswa berperilaku merokok dapat dicegah dengan mengontrol lingkungan siswa tersebut melalui sosialisasi bahaya merokok baik di rumah, sekolah maupun lingkungan tempat tinggal siswa.

Kata kunci: Prevalensi perokok, remaja, cross sectional

SMOKING BEHAVIOR AMONG MALE JUNIOR HIGH SCHOOL STUDENTS IN THE WORKING AREA OF SUKASADA II PRIMARY HEALTH CENTER

ABSTRACT

The potential growth of new smokers among teenagers needs to get the attention of various parties, especially in the area of smoker growth prevention programs that have been run like a in Sukasada II Primary Health Center. The results of the initial survey on junior high school students got 14.3% of students as active smokers. Under these conditions, this study aimed to determine the prevalence of smokers and smokers characteristics in male junior high school students. This study was a descriptive cross sectional study. The data was taken through an interview technique of 75 junior high school students that were selected purposively. In this study, the prevalence of smoker results in students was 22.7%. The average age of students who smoked was 12.71 years with a mean number of cigarettes per day is 2.47 rods. Students with a negative perception of smoking, family history and friends and got cigarette advertisement exposure tend to have smoking behavior. It can be concluded that the tendency of students smoking behavior can be prevented by controlling the environment the students through the dangers of smoking socialization both in the student’s home, school and neighborhood.

Keywords: prevalence of smokers, teenagers, cross-sectional

PENDAHULUAN

Merokok merupakan salah satu perilaku berisiko timbulnya berbagai penyakit pada manusia. Akhir-akhir ini, proporsi perokok di Indonesia semakin meningkat dari segi jumlah dan menurun dari segi usia. Pada tahun 2011 dilaporkan sebanyak 61 juta (36%) orang Indonesia menjadi perokok dengan distribusi perokok masih dominan pada kelompok penduduk laki laki dibandingkan kelompok penduduk perempuan yaitu 93% berbanding 7%.1

Di Provinsi Bali, proporsi perokok dilaporkan sebesar 18% dan sebanyak 31% penduduk berusia diatas 15 tahun merupakan perokok.2 Survei Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik pada tahun 2004 tentang umur pertama kali mulai merokok menunjukan 63,7% dimulai pada umur 15-19 tahun dan tren menunjukan usia mulai merokok semakin tahun semakin muda.3 Survei yang berbeda menunjukan sekitar 41% remaja laki-laki berusia 13-15 tahun di Indonesia sudah memiliki kebiasaan merokok dimana kebiasaan merokok pada remaja putri mencapai angka 3,5%.1

Khusus di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II belum ada laporan tentang jumlah perokok. Akan tetapi berdasarkan hasil survei awal yang dilakukan peneliti pada siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Sukasada, mendapatkan bahwa

dari 21 siswa SMP terdapat sebanyak tiga orang (14,3%) merupakan perokok aktif dan seluruhnya (100%) merupakan siswa dengan jenis kelamin laki-laki pria.

Perilaku merokok yang dimulai sejak remaja menjadi sebuah ancaman bagi kesehatan. Hal ini dihubungkan dengan besarnya kemungkinan remaja mengalami adiksi pada sisa hidupnya.4 Remaja yang mengalami adiksi akan terpapar asap rokok lebih lama dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit yang ditimbulkan oleh asap rokok seperti kanker paru-paru, empisema, kanker tenggorokan, stroke, penyakit jantung iskemik, dan kanker mulut.5

Remaja memiliki potensi yang lebih besar untuk menjadi adiksi terhadap rokok. Umumnya remaja memiliki persepsi bahwa mereka dapat berhenti merokok, tidak akan kecanduan, atau akan terhindar dari efek buruk dari merokok.6 Pada sebuah studi berkelanjutan menunjukan bahwa perokok ringan usia remaja akan cenderung mengalami transisi menjadi perokok berat 7 pada dua tahun setelah lulus dari sekolah.7

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk menurunkan prevalensi perokok serta meningkatkan lingkungan bebas rokok di tempat umum.8 Hal yang sama juga sudah diimplementasikan oleh Puskesmas II Sukasada melalui program perilaku hidup

bersih dan sehat (PHBS). Beberapa hal yang telah dilakukan dalam upaya menekan berupa pelarangan merokok di dalam rumah dan menjadikan sekolah menjadi kawasan bebas asap rokok.9 Upaya lainnya yang telah dilakukan adalah pencegahan tumbuhnya perokok baru melalui program penyuluhan rutin tentang bahaya merokok di SMP terutama bagi siswa baru.9

Berdasarkan data yang ada terungkap bahwa alasan tersering bagi remaja untuk mulai merokok adalah rasa ingin tahu dan keinginan untuk mencoba.10 Alasan lainnya adalah keinginan untuk menunjukkan kekuatan, upaya pengakraban diri, dominasi dalam pergaulan, dan sebagai bentuk ekspresi pemikiran mereka bahwa mereka telah beranjak dewasa.4,10 Pada dasarnya merokok adalah perilaku yang dipelajari. Teman sebaya memiliki peran yang sangat besar dalam menentukan keputusan tentang merokok atau tidak.11 Disamping itu, orang tua turut memegang peranan penting dalam memberikan pengaruh terhadap status merokok anak 12 muda.12

Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perilaku merokok pada siswa SMP di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang menjadi landasan dalam

PHBS khususnya penurunan jumlah perokok pada remaja.

BAHAN DAN METODE

Desain penelitian ini berupa studi deskritif cross sectional dengan subyek penelitian adalah siswa SMP di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Sekolah Menegah Pertama Negeri 2 Sukasada dipilih dengan metode purposif oleh karena SMP Negeri II Sukasada memiliki jumlah siswa terbanyak dibandingkan dengan SMP lainnya di Wilayah kerja Puskesmas Sukasada II. Sebanyak 75 siswa kelas 2 berpartisipasi sebagai sampel dengan pertimbangan kemampuan siswa untuk terlibat dalam penelitian tersebut. Seluruh siswa yang terlibat dalam penelitian ini telah menyatakan kesediaannya melalui surat pernyataan bersedia ikut dalam penelitian. Masing masing siswa dilakukan wawancara terstruktur untuk mendapatkan data karakteristik dan perilaku merokok siswa. Perilaku merokok di ukur dengan pengakuan siswa mengonsumsi rokok dalam satu bulan terakhir. Selanjutnya data hasil wawancara dianalisis secara deskriptif.

mempertimbangkan kegiatan program


HASIL PENELITIAN

Karakteristik Responden

Dari pengambilan sampel diperoleh responden sebanyak 75 siswa yang merupakan siswa SMP laki-laki kelas II. Rata-rata umur responden 13,8 ± 0,66 tahun. Sebanyak 55 (73,3%) orang membawa uang lebih dari Rp. 5.000,- per hari sebagai uang jajan untuk bekal ke sekolah, seperti yang terlihat pada tabel 1.

Perilaku Merokok Siswa

Dari hasil wawancara didapatkan jumlah perokok aktif pada siswa SMP adalah sebesar 17 siswa (22,7%) dan sebaliknya sebesar 58 siswa (77,3%) bukan perokok. Secara umum persepsi siswa tentang merokok cukup baik dimana sebagian besar siswa menganggap merokok itu tidak bermanfaat. Tabel 2 menggambarkan adanya proporsi siswa yang memiliki riwayat keluarga, riwayat merokok teman

Tabel 1. Distribusi frekuensi karakteristik responden

Variabel

Jumlah

%

Umur (tahun)

13

23

30,

14

43

57,3

15

9

12

Uang Jajan (Rp)

< 5.000

20

26,7

> 5.000

55

73,3

Tabel 2. Distribusi frekuensi perilaku merokok siswa SMP di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II

Variabel

Jumlah

%

Perilaku Merokok

Perokok

17

22,7

Bukan Perokok

58

77,3

Persepsi tentang merokok

Merokok bermanfaat

16

21,3

Merokok tidak bermanfaat

59

78,7

Riwayat keluarga Ada

58

77,3

Tidak

17

22,7

Riwayat merokok teman Ada

70

93,3

Tidak ada

5

6,7

Paparan iklan rokok Terpapar

69

92

Tidak terpapar

6

8

Tabel 3. Kecenderungan perilaku merokok remaja berdasarkan umur, uang jajan, persepsi tentang merokok, dan riwayat keluarga merokok pada SMP di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II

No

Variabel

Perilaku Merokok

χ2

p

Perokok

Bukan perokok

Jumlah

%

Jumlah

%

1

Umur (tahun)

13

6

26,1

17

73,9

0.228

0.892

14

9

20,9

34

79,1

15

2

22,2

7

77,8

2

Uang Jajan (Rp)

< 5.000

0

0

20

100

7.994

0.005

> 5.000

17

30,9

38

69,1

3

Persepsi tentang merokok Merokok itu tidak

11

18,6

48

81,4

2.553

0.110

bermanfaat

Merokok itu bermanfaat

6

37,5

10

62,5

4

Riwayat Keluarga

Ada

15

25,9

43

74,1

1.491

0.222

Tidak ada

2

11,8

15

88,2

5

Riwayat teman perokok

Ada

17

43

53

75,7

1.570

0.21

Tidak ada

0

0

5

100

6

Paparan iklan rokok

Terpapar

17

21,7

52

78,3

1.912

0.167

Tidak terpapar

0

0

6

100

dan paparan iklan rokok masing masing sebesar 77,3%, 93,3%, dan 92%.

Dari seluruh siswa yang merokok (n=17), rata-rata usia siswa memutuskan untuk

merokok yaitu pada usia 12,71 ± 1,312 tahun dengan usia terendah pada umur 10 tahun. Rata-rata konsumsi rokok harian

sebesar 2,47 ± 1,831 batang dengan jumlah konsumsi tertinggi sebanyak 12 batang per hari. Rata-rata waktu yang dihabiskan oleh siswa untuk menghabiskan sebatang rokok adalah 9 ± 7,8 menit. Sebagian besar siswa mendapatkan rokok dengan cara membeli sendiri di warung (58%) dan sisanya

meminta kepada teman (29,4%) atau diberikan oleh saudaranya (11,7%).

Tabel 3 menunjukan kecenderungan perilaku merokok pada siswa. Data ini menunjukan bahwa siswa yang memiliki persepsi merokok negatif atau menganggap merokok itu bermanfaat cenderung berperilaku merokok dengan proporsi sebesar 37.5%. Begitu pula dengan siswa yang memiliki riwayat keluarga dan teman perokok serta terpapar iklan cenderung berperilaku merokok masing-masing sebesar 25,9%, 43% dan 21,7%.

DISKUSI


meningkatkan risiko untuk menjadi

Prevalensi merokok siswa pada penelitian ini didapatkan sebesar adalah 22,7% dengan rata-rata umur perokok pada responden saat ini adalah 13,76 tahun. Jumlah ini lebih rendah dengan survey nasional yang dilakukan Global adult tobacco survey pada tahun 2011 yang menemukan bahwa 41% remaja 13-15 tahun merupakan perokok.1 Perbedaan hasil ini dapat dikarenakan perbedaan karakteristik sampel yang digunakan. Penelitian ini hanya menggunakan sampel remaja yang berada di dalam sekolah dan tidak mengikusertakan remaja yang tidak bersekolah.

Berdasarkan durasi dan jumlah konsumsi tersebut dapat dikategorikan sebagai perokok ringan berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO).13 Selain itu diketahui bahwa umur mulai memutuskan merokok terendah diperoleh pada umur 10 tahun dengan rata-rata umur 12,71 tahun. Hal ini menunjukan bahwa siswa sudah mulai merokok pada usia sekolah dasar akhir dan menjelang masuk ke sekolah menengah pertama. Rendahnya umur untuk memulai rokok ini didukung oleh sebuah studi yang menunjukkan bahwa sepertiga pelajar di Indonesia mulai merokok pada usia kurang dari 10 tahun.14 Kondisi ini menjadi suatu ancaman karena rendahnya umur untuk memulai merokok akan

perokok dalam jangka waktu yang lebih lama.4,10 Selain itu sebagian besar perokok ringan pada usia sekolah memiliki kecenderungan untuk mengalami transisi menjadi perokok berat pada dua tahun setelah lulus dari sekolah.7 Rendahnya umur mulai merokok memiliki efek yang lebih buruk bagi kesehatan karena ada hubungan yang bermakna antara perokok aktif saat anak-anak dan remaja dengan kejadian kerusakan fungsi paru-paru, asma, dan aterosklerosis.15

Kondisi ini juga memperlihatkan bahwa di daerah ini rokok sudah mulai dikosumsi oleh kalangan siswa sekolah dasar. Oleh karena itu program atau upaya untuk menekan jumlah perokok harus mulai dilakukan pada siswa usia sekolah dasar. Selain itu diperlukan upaya pendekatan yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa dalam menekan pertumbuhan perokok baru karena remaja tidak terlalu serius menanggapi bahaya dari merokok.7

Hampir seluruh siswa memiliki riwayat keluarga dan teman yang merupakan perokok. Kondisi ini menjadi tantangan dalam upaya pencegahan pertumbuhan perokok baru. Dari data tabulasi silang terlihat bahwa terdapat kecenderungan pada siswa yang riwayat keluarga dan teman yang merupakan perokok memiliki kebiasaan untuk menjadi perokok. Hal ini

didukung pada sebuah penelitian dimana teman dan keluarga di sekitar siswa yang menjadi perokok mengambil peran yang cukup besar dalam mempengaruhi keputusan untuk merokok.11

Persepsi terhadap rokok juga menentukan keputusan seseorang untuk merokok atau tidak. Terdapat kencenderungan siswa yang memiliki persepsi negatif tentang rokok untuk menjadi perokok. Di sisi lain, terdapat 64,7% siswa yang merokok memiliki persepsi yang positif terhadap rokok. Walaupun sebagian besar siswa yang merokok menganggap merokok tidak bermanfaat, mereka tetap memutuskan untuk melanjutkan kebiasaan merokok. Hal ini dapat terjadi akibat terjadinya adiksi ataupun alasan untuk diterima di pergaulan.4

Keterjangkauan siswa untuk mendapatkan rokok siswa dapat dikatakan mudah. Sebagian besar siswa yang merokok sudah mampu membeli sendiri rokoknya di warung oleh karena akses yang mudah terhadap pedagang yang memberikan keleluasaan kepada anak-anak untuk membeli rokok sendiri. Akses yang mudah untuk membeli rokok sangat mendukung tumbuhnya perokok baru dan membantu mempertahankan kebiasaan merokok.

membeli rokok. Besar uang yang dihabiskan untuk merokok sebanding dengan uang jajan yang diberikan oleh orang tua mereka. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh siswa yang merokok mendapatkan uang jajan lebih dari Rp. 5.000,-. Peneliti lain mendapatkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara meningkatnya harga rokok dengan berkurangnya inisiasi, prevalensi, dan intensistas merokok pada remaja.15 Rendahnya pengawasan orang tua dan buruknya pelaksanaan regulasi tentang pelarangan penjualan produk tembakau kepada konsumen di bawah umur akan menambah kemudahan siswa untuk mendapatkan rokok.16

Perilaku merokok juga akan bertambah dengan adanya paparan iklan rokok di berbagai media, dimana iklan rokok semakin beragam, dan semakin sering bisa disaksikan di berbagai tempat. Hal ini di yakini akan menambah keinginan siswa untuk merokok, meniru kesan yang disampaikan oleh pemeran dalam iklan tersebut. Oleh karena itu upaya untuk mengontrol lingkungan di sekitar siswa dan keterjangkauan siswa terhadap rokok memegang peran penting dalam upaya pencegahan pertumbuhan perokok baru.

Keterjangkauan siswa terhadap rokok juga didukung dengan adanya dana untuk


KESIMPULAN

Prevalensi merokok pada siswa SMP di wilayah kerja Puskesmas Sukasada II masih lebih rendah dari hasil survei tingkat nasional. Rata-rata siswa mulai merokok pada usia akhir sekolah dasar dan sebagian besar berada dalam kategori perokok ringan.

Berdasarkan penelitian maka disarankan untuk melakukan pencegahan pertumbuhan perokok baru sejak usia sekolah dasar. Upaya pencegahan diharapkan mampu membentuk persepsi siswa agar lebih bisa menerima bahaya merokok dibandingkan dengan kesenangan merokok seperti yang disampaikan oleh iklan rokok serta mengurangi keterjangkauan siswa terhadap rokok.

Pelibatan keluarga dalam program PHBS, khususnya perilaku merokok perlu dilaksanakan agar siswa mendapat pengawasan dari keluarganya sehingga akses terhadap rokok bisa dikurangi. Penelitian lebih lanjut juga perlu dilakukan untuk melihat angka pertumbuhan perokok serta untuk melihat tingkat adiksi dari siswa terhadap rokok.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    WHO. Global adult tobacco survey: Indonesia Report. 2011. Available from apps.nccd.cdc.gov/GTSSData/ Ancillar y/DataReports.aspx?CAID=3. Akses: Februari 2014

  • 2.    Pusat Data & Informasi Kementrian Kesehatan RI. Data/informasi Kesehatan Provinsi Bali. Bali: Kemenkes RI. 2012

  • 3.    Gaban F. 2009. Resep Canggih Meracun Kaum Belia. Kemunafikan dan Mitos di Balik Kedigdayaan Industri Rokok. Jakarta: KPA. 2009

  • 4.    Khurzhid F. Causes of Smoking Habit Among The Teenagers. Interdisplinary Journal of Contemporary Research in Bussiness 3(9): p.848-855. 2012

  • 5.    The ASPECT Consortium. Tobacco or Health in The European Union: Past Present and Future. 255: 28-31. 2004

  • 6.    Von Ah D, Ebert S, Ngamvitroj A, Park N, & Kang DH. Factor Related to Cigarette Smoking Initiation and Use among College Students. Tobacco Induced Disease Vol.3 (1): p27-40.2005

  • 7.    Johnston LD, O’Malley PM, Bachman JG, & Schulenberg JE. Monitoring the Future national survey results on drug use, 1975–2012: Volume I, Secondary school students. Ann Arbor: Institute for Social Research, The University of Michigan. 2013

  • 8.    Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar: RISKESDAS 2010. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. 2010

  • 9.    Puskesmas Sukasada II. Laporan Kegiatan PHBS Puskesmas Sukasad II tahun 2013. Buleleng: Puskesmas Suksada II. 2013

  • 10.    Al-Kubaisy W, Abdulah NN, Al-Nuaimy H, Kahn SM,Halawany G, & Kurdy S. Factor Associated with Smoking Behaviour Among University

Student in Syria. Procedia-Social and Behavioral Sciences 38: p59-65. 2012

  • 11.    Kuznar-Kaminska B, Brajer B. Batura-Gabryel H., and Jaminski J. Tobacco Smoking Behavior among high school student in poland. Journal Of Physiology And Pharmacology 59, Supplemen 6: p393–399. 2009

  • 12.    Wen CP, Tsai SP, Cheng TY, Hsu CC, Chen T, & Lin HS. Role of Parents and Peers in Influensing the Smoking Status of High School Students in Taiwan. Tobacco Control 14: p10-15. 2005

  • 13.    Boulos DNK, Loffredo CA, Setouhy ME, Abdel-Aziz F, Israel E, & Mohammed MK. Nondaily, light daily, and moderate-to-heavy cigarette smokers in a rural area of Egypt: A Population Based Survey. Nicotine & Tobacco Research Vol 11 (2):134-138. 2009

  • 14.    Aditama T, Pradono J, Rahman K, Warren C, Jones NR, Asma S, Lee J. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) in Indonesia. Preventive Medicine 47:p11-14. 2008

  • 15.    U.S. Department of Health and Human Services. Preventing Tobacco Use Among Youth and Young Adults: A Report of the Surgeon General. Atlanta, GA: U.S. Department of Health and Human Services, Centers for Disease Control and Prevention, National Center for Chronic Disease Prevention and Health Promotion, Office on Smoking and Health. 2012.

  • 16.    WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008: The MPOWER package. Geneva: World Health Organization. 2008