GAMBARAN ASPEK LINGKUNGAN DAN PERILAKU PENCEGAHAN PENULARAN TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BEBANDEM, KABUPATEN KARANGASEM

Reqgi First Trasia1, Putu Aryani2

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana1 Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas – Imu Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana2

Korespondensi penulis : [email protected]

ABSTRAK

Tuberkulosis merupakan infeksi yang disebabkan Mycobacterium tuberculosis, dan ditularkan melalui perantara udara. Di Puskesmas Bebandem, tahun 2011 dan 2012 tercatat terdapat 39 dan 27 kasus tuberkulosis paru dengan hasil tes bakteri tahan asam (BTA) positif, sedangkan sejak bulan Januari sampai Juni 2013 terdapat 26 kasus baru tuberkulosis, dimana 25 kasus adalah tuberkulosis paru dan 1 kasus tuberkulosis ekstrapulmoner.Terkait dengan permasalahan tersebut, telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui gambaran aspek lingkungan dan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bebandem.Penelitian ini merupakan studi deskriptif cross-sectionaldengan jumlah sampel sebanyak 18 responden, yaitu semua penderita TB paru di wilayah kerja Puskesmas Bebandem.Data diperoleh melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur.Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif yang disajikan menggunakan tabel dan narasi.Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar TB paru di wilayah kerja Puskesmas Bebandem berada pada kelompok usia produktif (66,7%) dengan tingkat pendidikan rendah (72,2%), tidak bekerja (55,6%), dengan status sosial menengah ke atas. Sebagian besar penderita TB paru yang menjadi sampel penelitian di Puskesmas Bebandem memiliki ventilasi yang tidak memenuhi syarat rumah sehat (50%), jendela rumah dengan pencahayaan kurang (66,7%), dan merupakan perokok pasif (55,6%). Akan tetapi, sebanyak 66,7% sampel telah menerapkan perilaku pencegahan penularan TB paru dengan benar. Berdasarkan beberapa temuan dalam penelitian tersebut, maka dipandang perlu untuk dilakukan kegiatan pendampingan dan penyuluhan mengenai pentingnya memiliki ventilasi dan jendela yang memenuhi syarat rumah sehat, serta menghindari paparan asap rokok.

Kata kunci: TB paru, lingkungan, perilaku, pencegahan.

ENVIRONMENTAL ASPECT AND PREVENTIVE BEHAVIOUR TOWARD TUBERCULOSIS TRANSMISSION AMONG PULMONARY TUBERCULOSIS PATIENTS IN BEBANDEM PRIMARY HEALTH CARE, KARANGASEM REGENCY

ABSTRACT

Tuberculosis is an infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and it is transmitted by air. In Bebandem Primary Health Care, there were 39 and 27 lung tuberculosis cases reported in 2011 and 2012. Meanwhile, from January until June 2013 there were 26 new tuberculosis cases, whereas 25 cases were pulmonary tuberculosis and 1 case was extrapulmonary tuberculosis.The aims of this study were to know the environmental aspects and preventive behavior toward tuberculosis transmission among pulmonary tuberculosis patients in Bebandem Primary Health Care. This study was a cross-sectional descriptive study with amount of sample was 18 respondents, whom all pulmonary tuberculosis patients in working area of Puskesmas Bebandem. Data was obtained by interviewing respondents using structured questionnaire. Collected data, then analyzed descriptively and presented in tables and narration.Based on study result, pulmonary tuberculosis characteristic in working area of Puskesmas Bebandem tend to higher on productive age respondents and low education level, unemployment, and mid to high socioeconomic status. Tuberculosis patients in working area of Puskesmas Bebandem saw tendency of higher on house with lack of ventilation, window with lack of sun light, and being a passive smoker. But, more than a half of patients have already done preventive behavior of pulmonary tuberculosis transmission.It is still required to give information to the patients on importance of having health house with good ventilation, and avoid smoke.

Keywords: pulmonary tuberculosis, environment, behavior, prevention.

PENDAHULUAN

Upaya penanggulangan Tuberkulosis (TB) di Kabupaten Karangasem dengan strategi Direct Observed Therapy Short-course (DOTS) sudah dimulai sejak tahun 2010.Penemuan kasus baru BTA positif selama tiga tahun terakhir mengalami penurunan dibanding-kan tahun sebelumnya.Penemuan dan pengobatan penderita baru BTA (+) di Kabupaten Karangasem tahun 2012 sebanyak 152 orang (52,2%) dari perkiraan penderita baru BTA (+) tahun 2012 adalah 291 orang. Sedangkan secara nasional, target penemuan kasus TB baru adalah 70% dari estimasi kasus dalam tahun yang bersangkutan.1

Berdasarkan laporan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular (P3M) di Puskesmas Bebandem, terdapat 53 kasus tuberkulosis paru dengan Bakteri Tahan Asam (BTA) positif yang berobat jalan di puskesmas Bebandem pada tahun 2010.Terjadi penurunan jumlah kasus sebanyak 39 dan 27 kasus berturut-turut pada tahun 2011 dan 2012. Sejak bulan Januari sampai Juni 2013 terdapat 26 kasus baru tuberkulosis, dimana 25 kasus adalah tuberkulosis paru dan 1 kasus tuberkulosis ekstrapulmoner. Dalam enam bulan saja angka tersebut telah mendekati angka insiden TB paru BTA (+) yang ditemukan selama tahun 2012, sehingga

diperkirakan angka ini akan terus meningkat hingga akhir tahun 2013 insiden TB Paru BTA (+) akan kembali mengalami peningkatan.

Kasus-kasus baru TB Paru banyak ditemukan di dusun-dusun yang merupakan kantong-kantong tuberkulosis yang memiliki karakteristik padat penduduk dan sosial ekonomi rendah.Kepadatan penduduk berkaitan dengan kepadatan hunian dan lingkungan hunian yang tidak memenuhi syarat rumah sehat, sehingga dapat menjadi faktor risiko penularan TB. Di Kecamatan Bebandem, dengan luas wilayah 81,51 km2, kepadatan penduduk diperoleh 632,5 jiwa / km2 pada tahun 2012. Dimana jumlah tersebut tergolong cukup padat.1

Tingkat pendidikan dapat mencerminkan status sosial individu, sedangkan pendapatan berkaitan dengan status ekonomi individu. Di Kabupaten Karangasem, rasio beban tanggungan sebesar 58,08 yang artinya di setiap 100 orang penduduk terdapat 58 orang yang tidak produktif dan harus ditanggung. Jumlah Rumah Tangga miskin berdasarkan data Badan Pusat Statistik Kabupaten Karangasem tahun 2012 sebanyak 38.586 KK.1

Hingga sejauh ini, di wilayah kerja Puskesmas Bebandem belum dilakukan peninjauan lebih dalam mengenai keterlibatan aspek lingkungan terhadap kejadian TB.Begitu pula dengan perilaku pencegahan penularan TB pada pasien yang berobat jalan. Secara umum, dari hasil pengamatan awal penulis dan diskusi dengan pemegang program P3M, dapat diketahui bahwa masih banyak hunian rumah tangga yang terlampau padat, dimana masih cukup banyak rumah dengan ventilasi dan pencahayaan yang kurang di wilayah kerja Puskesmas

Bebandem. Berdasarkan hal ini, penulis telah melakukan penelitian mengenai gambaran aspek lingkungan dan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru di wilayah kerja Puskesmas Bebandem, Kabupaten Karangasem.

METODE

Penelitian dilakukan di Puskesmas Bebandem Kabupaten Karangasem pada bulan Juni hingga Juli 2013.dengan menggunakan rancangan penelitian des-kriptifcross sectional. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil serta gambaran lingkungan dan perilaku penderita tuberkulosis yang berobat jalan di Puskesmas Bebandem Kabupaten Karangasem pada bulan Januari hingga Juni 2013.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita tuberkulosis yang berobat jalan di Puskesmas Bebandem Kabupaten Karangasem.Jumlah keseluruhan penderita tuberkulosis paru dari bulan Januari sampai Juni 2013 adalah 25 orang.Namun, sebanyak 7 pasien telah meninggal dunia, sehingga populasi penelitian didapatkan sebanyak 18 orang.

Peneliti menetapkan besar sampel dalam penelitian dengan menggunakan metode total sampling sehingga sampel adalah seluruh pasien tuberculosis yang terdiagnosa BTA (+) pada bulan Januari-Juni 2013 yang berobat jalan di Puskesmas Bebandem Kabupaten Karangasem, yaitu sebanyak 18 orang.

Sampel penelitian tersebut langsung menjadi responden penelitian yang diwawancarai dengan menggunakan kuesioner terstruktur.

Variabel Penelitian

HASIL


Penelitian ini terdiri dari tiga variabel utama, yaitu karakteristik penderita TB paru, kondisi rumah, dan perilaku pencegahan penularan TB paru.

Karakteristik penderita TB paru, meliputi umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status ekonomi.

Kondisi rumah, meliputi ventilasi, pencahayaan, dan jumlah anggota keluarga dalam satu rumah (kepadatan hunian).

Perilaku Pencegahan Penularan TB Paru, meliputi perilaku batuk, meludah/membuangdahak, merokok, tidurmen-jemur alat tidur, mencuci alas tidur, dan membuka jendela rumah.

Karakteristik Sosiodemografis Penderita TB

Delapan belas subjek memenuhi kriteria dan menyetujui secara sukarela untuk berpartisipasi dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Pengumpulan data diperoleh melalui wawancara dengan responden menggunakan kuesioner ter-struktur.Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2013. Dari 18 subjek yang diteliti, diperoleh karakteristik demografi meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi.

Tabel 1Karakteristik Sosiodemografi Subjek Penelitian

Karakteristik

Kategori

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Usia

Produktif (15-55)

12

66,7

Non Produktif (<15 atau >55)

6

33,3

Jenis Kelamin

Laki-laki

9

50

Perempuan

9

50

Tingkat Pendidikan

Tidak Sekolah

5

27,8

SD

8

44,4

SMP

0

0

SMA

1

5,6

Perguruan Tinggi

4

22,2

Pekerjaan

Tidak Bekerja

10

55,6

Petani

4

22,2

Wiraswasta

1

5,6

Lain-lain

3

16,7

Status Sosial Ekonomi

Keluarga Miskin

7

38,9

Menengah ke Atas

11

61,1

Dari tabel 1 dapat dilihat, sebagian besar responden berusia produktif dengan

tingkat pendidikan responden SD dan tidak bekerja.Didapatkan jumlah yang imbang

antara subjek laki-laki dan perempuan.Berdasarkan status sosial ekonomi, sebagian besar responden tergolong menengah ke atas.

Gambaran Aspek Lingkungan Penderita TB

Gambaran aspek lingkungan penderita TB memperlihatkan sebagian besar rumah responden memiliki ventilasi, namun tidak

memenuhi syarat rumah sehat.Sebagian besar rumah responden memiliki jendela, namun dengan pencahayaan kurang.Didapatkan hasil imbang antara kepadatan hunian yang memenuhi syarat rumah sehat dan atau kepadatan hunian yang tidak memenuhi syarat rumah sehat. Proporsi aspek lingkungan penderita TB secara detail dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2 Gambaran Aspek Lingkungan Penderita TB

Subvariabel

Katagori

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Ventilasi

Ada, memenuhi syarat rumah sehat

8

44,4

Ada, tidak memenuhi syarat rumah sehat

9

50

Tidak ada

1

5,6

Jendela

Ada, pencahayaan baik

5

27,8

Ada, pencahayaan kurang

12

66,7

Tidak ada

1

5,6

Kepadatan Hunian

Memenuhi syarat rumah sehat

9

50

Tidak memenuhi syarat rumah sehat

9

50

Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan TB

Gambaran perilaku pencegahan penularan TB paru oleh subjek penelitian memperlihatkan sebagian besar responden menyatakan menutup mulut dengan tisu, sapu tangan, masker, dll, saat batuk.Mayoritas responden menyatakan membuang dahak/ meludah di wadah khusus dan merupakan perokok pasif. Lebih dari separuh responden tidur sendiri dalam satu kamar,

menjemur alat tidur lebih dari atau sama dengan dua kali seminggu, dan membuka jendela rumah setiap hari. Didapatkan proporsi yang imbang antara perilaku responden yang mencuci alat tidur kurang dari dua kali sebulan dan responden yang mencuci alat tidur lebih dari atau sama dengan dua kali sebulan. Gambaran proporsi perilaku pencegahan penularan TB secara detail dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini.

Tabel 3 Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan TB

Subvariabel

Katagori

Jumlah (orang)

Persentase (%)

Perilaku batuk

Tidak menutup mulut saat batuk

3

16,7

Menutup mulut dengan tangan

4

22,2

Menutup mulut dengan tisu, sapu tangan, masker, dll

11

61,1

Perilaku membuang dahak / meludah

Meludah di pekarangan

6

33,3

Meludah di kamar mandi

2

11,1

Meludah di wadah khusus

10

55,6

Perilaku merokok

Tidak ada keluarga yang merokok

5

27,8

Perokok pasif

10

55,6

Perokok aktif

3

16,7

Perilaku tidur

Tidur sendiri

10

55,6

Tidur bersama dalam satu kamar

8

44,4

Perilaku menjemur alat tidur

Tidak pernah menjemur alat tidur

3

16,7

Menjemur alat tidur kurang dari dua kali seminggu

5

27,8

Menjemur alat tidur lebih dari sama dengan dua kali seminggu

10

55,6

Perilaku mencuci alat tidur

Mencuci alat tidur kurang dari dua kali sebulan

9

50

Mencuci alat tidur lebih dari sama dengan dua kali sebulan

9

50

Perilaku membuka jendela rumah

Membuka jendela rumah setiap hari

12

66,7

Membuka jendela rumah tidak setiap hari

6

33,3

DISKUSI

Karakteristik Sosiodemografi Penderita TB

Karakteristik sosiodemografi responden yang diteliti dalam penelitian ini antara lain usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan status sosial ekonomi. Berdasarkan karakteristik tersebut, didapatkan bahwa umur responden terbanyak adalah usia produktif sebesar 66,7%. Hal ini sesuai dengan survey Kementrian Kesehatan (2010) yang menunjukkan bahwa di Indonesia 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.2 Hal ini dapat dijelaskan karena kelompok usia produktif mempunyai mobilitas yang lebih tinggi dari pada kelompok usia tidak produktif sehingga kemungkinan untuk terpapar kuman Mycobacterium tuberculosis menjadi lebih besar.3 Selain itu, reaktifan endogen (kuman TB yang dormant di dalam tubuh menjadi aktif kembali) cenderung terjadi pada usia produktif.4

Berdasarkan tingkat pendidikan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terbanyak adalah Sekolah Dasar sebanyak 8 responden (44,4%). Berdasarkan penelitian Tobing (2009), ditunjukkan bahwa penderita TB paru terbanyak pada pendidikan dasar maupun kurang.5 Tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap pengetahuannya, seperti pengetahuan mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pe-ngetahuan mengenai penyakit TB paru.6 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya akses bagi kaum pribumi untuk memperoleh pendidikan dan tingkat ekonomi masyarakat masih kurang, sehingga sekolah bukan merupakan prioritas utama. Tingkat pendidikan responden yang

tergolong rendah kemungkinan akan mempersulit pemberian intervensi berupa pendidikan kesehatan karena tingkat pemahaman yang kurang.7 Seseorang dengan pengetahuan yang cukup akan mencoba untuk melakukan perilaku hidup bersih dan sehat.

Berdasarkan pekerjaan, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak bekerja sebanyak 10 orang (55,6%). Namun, mayoritas responden memiliki status sosial ekonomi menengah ke atas, sebanyak 11 orang (61,1%).

Gambaran Aspek Lingkungan Penderita TB

Berdasarkan kondisi ventilasi, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki ventilasi rumah, namun tidak memenuhi syarat rumah sehat, sebanyak 9 rumah (50%). Menurut teori yang menyatakan bahwa ventilasi mempengaruhi kelembaban udara, pada rumah dengan ventilasi yang kurang, kelembaban akan cenderung tinggi, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri-bakteri pathogen, seperti kuman TB.6

Berdasarkan kondisi jendela, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian rumah responden memiliki jendela, namun dengan pencahayaan yang kurang, sebanyak 12 rumah (66,7%). Menurut teori yang menyatakan bahwa kurangnya cahaya yang masuk ke dalam ruangan, terutama cahaya matahari merupakan media yang baik untuk hidup dan berkembangnya bibit-bibit penyakit.Caha-ya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, seperti Mycobacterium tuberculo-sis.6

Berdasarkan kepadatan hunian, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

proporsi kepadatan hunian yang memenuhi rumah sehat dengan yang tidak memenuhi rumah sehat berimbang (50%).Oleh karena itu dapat diasumsikan pada wilayah kerja Puskesmas Bebandem, penularan TB tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa kepadatan hunian mempengaruhi penularan suatu penyakit. Semakin padat suatu hunian, maka perpindahan penyakit, khususnya penyakit yang menular melalui udara akan bertransmisi dengan cepat, seperti penyakit tuberculosis.6

Gambaran Perilaku Pencegahan Penularan TB

Berdasarkan perilaku batuk, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden menutup mulutnya dengan tisu, sapu tangan, masker, dll, saat batuk, sebanyak 11 orang (61,1%). Mayoritas responden membuang dahak / meludah di wadah khusus, sebanyak 10 orang (55,6%), tidur sendiri dalam satu kamar sebanyak 10 orang (55,6%), menjemur alat tidur lebih dari atau sama dengan dua kali seminggu sebanyak 10 orang (55,6%), membuka jendela rumah setiap hari sebanyak 12 orang (66,7%). Hal ini menunjukkan kesadaran penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Bebandem dalam mencegah penularan pada orang di sekitarnya cukup baik.

Berdasarkan perilaku mencuci alat tidur, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah (proporsi) responden yang mencuci alat tidur kurang dari dua kali dalam sebulan dengan responden yang mencuci alat tidur lebih dari atau sama dengan dua kali dalam sebulan adalah berimbang (50%).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Nachita (2005) tentang analisis hubungan perilaku masyarakat terhadap penularan penyakit TB paru di

Jombang menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara perilaku dengan kejadian TB paru. Menurut Woro (2005), pemutusan rantai penularan TB melalui udara dapat dihindari jika penderita memiliki kesadaran yang tercermin pada perilaku sehatnya, seperti menutup mulut saat batuk dan membuang dahak pada tempat khusus yang kemudian disterilkan.8

Berdasarkan perilaku merokok, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah perokok pasif, sebanyak 10 orang (55,6%). Menurut hasil penelitian Niorn (2004) yang menyatakan bahwa perokok pasif meningkatkan risiko tuberkulosis paru sebanyak 3,13 kali dibandingkan dengan yang tidak terpapar asap rokok.9

Secara umum, perilaku pencegahan penularan TB yang dilakukan oleh responden sudah cukup baik.Berdasarkan pengamatan peneliti, hal ini tak lepas dari peran para staf pemegang program yang aktif mengedukasi responden mengenai apa-apa saja yang seharusnya dilakukan oleh penderita TB paru untuk mencegah penularan pada masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.

Salah satu dari lima belas teori perilaku sehat, Precede-Proceed model, menyatakan bahwa edukasi yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan dalam sebuah program dapat mengubah perilaku sehat individu, dalam hal ini berupa kepatuhan, pola konsumsi, aksi pencegahan, dan perlindungan diri.8

SIMPULAN

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar penderita TB di wilayah kerja Puskesmas Bebandem, Kabupaten Karangasem, ber-

ada pada rentang usia 15-55 tahun, tingkat pendidikan rendah, tidak bekerja, dan status sosial ekonomi menengah ke atas. Mereka memiliki rumah dengan kondisi ventilasi yang tidak memenuhi syarat rumah sehat, jendela dengan pencahayaan kurang, merupakan perokok pasif.Meski demikian, mereka telah menerapkan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis paru.Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti menyarankan perlunya peran aktif Puskesmas dalam memberikan penyuluhan terkait pentingnya memiliki ventilasi dan jendela yang memenuhi syarat rumah sehat, serta menghindari paparan asap rokok.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh jajaran staf Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas – Ilmu Kedokteran Pencegahan – Fakultas Kedokteran – Universitas Udayana, Puskesmas Bebandem Kabupaten Karangasem, dan seluruh responden yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini, sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Dinas Kesehatan Kabupaten Karangasem. 2013. Profil Kesehatan Kabupaten Karangasem Tahun 2012. Karangasem

  • 2.    Kementerian Kesehatan RI. 2010. Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2 Cetakan Ketiga. Kemente-

rian Kesehatan Republik Indonesia 2010. Jakarta.

  • 3.    Niko. 2011. Hubungan Perilaku dengan Kondisi Sanitasi Rumah dengan Kejadian TB Paru di Kota Solok Tahun 2011. Tesis Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.

  • 4.    Chandra Wibowo, Maria CH Winarti, dkk. 2004. Kasus Kontak Tuberkulosis Paru di Klinik Paru Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Majalah Kedokteran Indonesia.

  • 5.    Tobing, Tonny L. 2009. Pengaruh Perilaku Penderita TB Paru dan Kondisi Rumah Tergadap Pencegahan Potensi Penularan TB Paru Pada Keluarga di Kabupaten Tapanuli Utara. Tesis Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

  • 6.    Helda Suarni. 2009. Faktor Risiko TB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia.

  • 7.    Notoatmodjo, S. 2002. Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Yogyakarta, Andi offset.

  • 8.    Woro, Oktia. 2005. Tuberkulosis (TB) dan Faktor-faktor yang Berkaitan. Jurnal Epidemiologi Indonesia, vol. 7 ed. 1

  • 9.    Niorn Ariothai, Amornrath Podhpasakorn A, et al. 2004. Cigarrete smoking and it’s relation to pulmonary Tuberculosis in adult. Departemen of Epidemiology, Faculty of Public Health, Mahidol University, Bangkok. Vol 35(1) pg 219:27