ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.9,SEPTEMBER, 2023

DOAJ


DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS



Diterima: 2023-07-05 Revisi: 2023-08-14 Accepted: 01-09-2023

GAMBARAN KARAKTERISTIK DAN KEPATUHAN PENGOBATAN PASIEN TB DI PUSKESMAS SERIRIT I PADA TAHUN 2023

Gede Ari Mahendra Mardaningrat1, Made Aristia Utami2, Danik Yuliardiani3

  • 1.    Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

  • 2.    Fakultas Kedokteran, Universitas Warmadewa, Denpasar, Bali, Indonesia

  • 3.    Puskesmas Seririt I, Buleleng, Bali, Indonesia

e-mail: [email protected]

ABSTRAK

Penyakit tuberkulosis atau TB saat ini adalah masalah kesehatan masyarakat di antara penyakit menular di dunia. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan kepatuhan pengobatan dari pasien tuberkulosis di puskesmas Seririt I. Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif yang dilaksanakan di Puskesmas Seririt I sejak Januari 2023-Juli 2023. Penelitian ini menggunakan design crossectional di mana jumlah sampel digunakan sejumlah 25 orang yang diambil menggunakan teknik sampling yaitu total sampling. Pengumpulan data bersumber dari kartu pengambilan obat-obatan TB dan rekam medis pasien. Data penelitian dirangkum ke dalam microsoft excel dan data kemudian dianalisis menggunakan statistik deskriptif dengan bantuan SPSS versi 16.0. Hasil penelitian berupa data karakteristik pasien dengan infeksi tuberkulosis di Puskesmas Seririt I yang menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi tuberkulosis terbanyak pada kelompok laki-laki (80%), kelompok usia 50-60 tahun (40%), asal daerah Bubunan Buleleng 20%, TB dengan kasus baru (84%), TB tanpa adanya komorbid (80%), pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis (60%), lokasi infeksi TB paling banyak di paru (96%), pengobatan TB menggunakan kategori I reguler (84%) dan pauh berobat (96%). Kepatuhan pengobatan pasien TB sangat penting, dengan keteraturan pengobatan sehingga dapat tercapainya tingkat kesembuhan yang tinggi pada pasien TB dan juga menghindari adanya kekebalan dari bakteri penyebab infeksi TB terhadap obat-obatan TB.

Kata kunci : karakteristik., tuberkulosis., kepatuhan.

ABSTRACT

Tuberculosis or TB is currently a public health problem among infectious diseases in the world. This research was conducted with the aim of knowing the characteristics and treatment adherence of tuberculosis patients at the Seririt I Health Center. This research was a descriptive study conducted at the Seririt I Health Center from January 2023 to July 2023. This study used a cross-sectional design where the number of samples used was 25 people who were taken using a sampling technique, namely total sampling. Data collection was sourced from TB drug collection cards and patient medical records. The research data was summarized in Microsoft Excel and the data were then analyzed using descriptive statistics with the help of SPSS version 16.0. The results of the study were data on the characteristics of patients with tuberculosis infection at the Seririt I Health Center which showed that patients with tuberculosis infection were mostly in the male group (80%), age group 50-60 years (40%), origin from Bubunan area 20%, TB with new cases (84%), TB without comorbidities (80%), TB patients with bacteriological confirmation (60%), most TB infection sites in the lungs (96%), TB treatment using regular category I (84%) and older medicine (96%). Compliance with treatment of TB patients is very important, with regularity of treatment so that a high cure rate can be achieved in TB patients and also avoids the existence of immunity from the bacteria that causes TB infection to TB drugs.

Keywords : Characteristics., tuberculosis., adherence.

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis atau yang lebih dikenal dengan TB saat ini adalah masalah kesehatan masyarakat di antara seluruh penyakit yang menular di seluruh dunia.1 Meski jumlah kasus menurun setiap tahunnya, namun laju penurunannya masih lebih

lambat dari target Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sustainable Development Goals menetapkan target kasus TB menurun 4–5% setiap tahun, namun, secara global, tingkat penurunan yang dicapai sekitar 2%.2 Salah satu penyebab penurunan tersebut adalah rendahnya tingkat identifikasi kasus

tuberkulosis, terutama di negara-negara dengan penghasilan rendah hingga menengah.(3)

Pada tahun 2015, Organisasi Kesehatan Dunia melaporkan kasus TB bau sebanyak 10,4 juta kasus dengan di antaranya menimbulkan kematian sebanyak 1,4 juta. Sekitar 500.000 kematian terjadi pada pasien dengan adanya infeksi virus dan ko-infeksi TB. Organisme penyebab Mycobacterium tuberculosis adalah basil tahan asam kompleks.(4)

Indonesia adalah negara dengan penderita TB tertinggi nomor 2 di dunia. Pada tahun 2016 terdapat 351.893 kasus tuberkulosis, jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan dengan jumlah dari seluruh kasus tuberkulosis yang dijumpai di tahun 2015 yang berjumlah sekitar 330.729 kasus TB. (5) Provinsi Jawa Timur, Jawa tengah, serta Jawa Barat merupakan provinsi dengan kasus infeksi tuberkulosis terbanyak di Indonesia. Total jumlah kasus infeksi tuberkulosis di tiga provinsi tersebut mencapai 44% dari total kasus baru infeksi tuberkulosis yang ada di Indonesia.(6)

Pada tahun 2018 telah terjadi peningkatan kasus infeksi tuberkulosis sebanyak 511.873 kasus di Indonesia, berdasarkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 294.757 kasus atau sekitar 57,58% dan perempuan berjumlah 217.166 kasus atau sekitar 42,42%.(7)

Pada tahun 2005 ditemukan kasus TB dengan BTA positif di Provinsi Bali dengan angka kejadian rata-rata berjumlah 38.488 per 100.000 penduduk, kemudian jumlahnya meningkat pada tahun 2006 dengan angka kejadian mencapai 42.306 per 100.000 penduduk. Jumlah ini sempat menurun pada tahun 2007 dengan angka kejadian rata-rata mencapai 41.351 per 100.000 penduduk. Angka kejadian infeksi tuberkulosis di Bali semakin meningkat dari waktu ke waktu. Di Kabupaten Buleleng ditemukan jumlah kasus dengan infeksi tuberkulosis pada tahun 2017 sebanyak 699 kasus dengan kasus baru infeksi tuberkulosis, dengan 302 kasus di antaranya ditemukan hasil pemeriksaan BTA (+). (8,9)

Kepatuhan pengobatan tuberkulosis merupakan indikator yang sangat penting untuk kesembuhan pasien dengan adanya infeksi tuberkulosis, di mana pasien harus minum obat TB secara terus menerus, Namun di Indonesia masih banyak terjadi kasus putus pengobatan. (10) Apabila penderita tuberkulosis mengonsumsi obat TB tidak terus-menerus atau bahkan tidak sampai selesai pengobatan, Maka akan menyebabkan terjadinya resistensi bakteri penyebab infeksi tuberkulosis terhadap Obat Anti TB (OAT). Hal ini akan mengakibatkan terjadinya TB MDR.(11)

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat penyakit TB harus mendapatkan perhatian yang serius. Perlu diketahui apakah penderita TB memiliki komorbid penyakit lain seperti HIV dan DM serta mengetahui keteraturan pengobatan penderita TB. Oleh karena itu penelitian ini dibuat untuk mengetahui karakteristik dan kepatuhan pengobatan pasien TB di Puskesmas Seririt I.

BAHAN DAN METODE

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Pengambilan data dilakukan dengan melihat kartu pengambilan obat-obatan TB dan rekam medis pasien.

Penelitian ini dilakukan di puskesmas Seririt I selama bulan Januari sampai Juli 2023.

Populasi penelitian ini adalah penderita TB paru dari bulan Januari 2023 sampai dengan bulan Juli 2023 di Puskesmas Seririt I. Pemilihan sampel penelitian dilakukan dengan metode total sampling,

di mana semua pasien TB di puskesmas Seririt I dimasukkan ke dalam penelitian. Maka dari itu semua populasi dijadikan menjadi sampel penelitian sebanyak 25 orang.

Data kemudian dikumpulkan dan dirangkum menggunakan aplikasi microsoft excel. Data yang telah dirangkum kemudian di analisis menggunakan aplikasi SPSS Versi 16 untuk dilakukan uji statistik.

HASIL

Tabel 1 menjelaskan terkait karakteristik pasien TB di puskesmas Seririt I, di dapatkan rata-rata usia pada pasien dengan infeksi tuberkulosis adalah 49 tahun dengan standar deviasi sekitar 16,276. Usia terendah pasien dengan infeksi tuberkulosis adalah 17 tahun dan untuk usia tertinggi yaitu 86 tahun. Jenis kelamin terbanyak pada pasien dengan infeksi tuberkulosis adalah laki-laki yaitu sebesar 80% sedangkan pada perempuan sebanyak 20%. Dilihat dari kelompok usia, pasien TB paling banyak berada di rentang usia 50-60 tahun sebanyak 60%, kemudian diikuti oleh kelompok usia produktif <40 tahun sebanyak 24%, kelompok usia lansia >60 tahun sebanyak 20% dan paling sedikit berada di rentang usia 40-50 tahun sebanyak 16%. Berdasarkan asal daerah, pasien TB paling banyak berasal dari daerah Bubunan Buleleng sebanyak 20%, kemudian diikuti daerah Kalianget, Pengastulan, Seririt Kabupaten Buleleng Bali masing-masing sebanyak 16% dan yang paling sedikit berasal dari daerah Lokapaksa, Ringdikit dan Tangguwisia Buleleng Bali masing-masing sebanyak 4%.

Tabel 1. Karakteristik Pasien TB di Puskesmas Seririt I

Karakteristik

Jumlah (n)

Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki

20

80

Perempuan

5

20

Usia

<40 tahun

6

24

40-50 tahun

4

16

50-60 tahun

10

40

>60 tahun

5

20

Asal Daerah

Banjar Asem

1

4

Bubunan

5

20

Kalianget

4

16

Lokapaksa

1

4

Patemon

2

8

Pengastulan

4

16

Ringdikit

1

4

Seririt

4

16

Sulanyah

2

8

Tangguwisia

1

4

Gambar 1. Jenis kasus TB di puskesmas Seririt I


Gambar 3. Tipe diagnosis pasien TB di puskesmas Seririt I


Gambar 3 menjelaskan terkait dengan tipe diagnosis TB, di mana sebanyak 60% pasien TB yang berada di puskesmas Seririt I terkonfirmasi dari pemeriksaan bakteriologis, sementara 40% lainnya terdiagnosis TB secara klinis.

Gambar 1 menjelaskan jenis pasien TB paru di puskesmas Seririt I dengan jumlah penderita TB sebanyak 25 orang, didapatkan prevalensi jenis kasus TB yaitu dengan kasus baru sebanyak 84%, kasus TB kambuh sebanyak 8%, kasus gagal pengobatan sebanyak 4% dan kasus putus pengobatan sebanyak 4%.

Gambar 2.  TB dengan komorbid DM dan HIV di puskesmas

Seririt I

Gambar 2 menjelaskan tentang prevalensi TB yang disertai dengan adanya komorbid, didapatkan hasil pasien TB tanpa adanya komorbid DM atau HIV sebanyak 80%, pasien TB dengan adanya komorbid DM sebanyak 16%, pasien TB dengan adanya komorbid HIV sebanyak 4% dan pasien TB dengan adanya komorbid HIV yang disertai dengan DM 0%.

Gambar 4. Lokasi TB pasien TB di puskesmas Seririt I

Gambar 4 menjelaskan terkait dengan lokasi TB yang dijumpai pada pasien, yaitu sebanyak 96% lokasi TB di paru, hanya sekitar 4% lokasi TB ekstra paru.

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum


93


doi:10.24843.MU.2023.V12.i9.P16


Gambar 5. Jenis pengobatan pasien TB di puskesmas Seririt I

Gambar 5 menjelaskan terkait dengan jenis pengobatan pasien TB paru, di mana sebanyak 84% pasien menggunakan pengobatan kategori I reguler dan sekitar 16 % pasien menggunakan pengobatan kategori I dosis harian.

Gambar 6. Kepatuhan pengobatan pasien TB di puskesmas Seririt I

Gambar 6 menjelaskan terkait dengan kepatuhan berobat dari pasien dengan infeksi tuberkulosis di puskesmas Seririt I. Berdasarkan diagram, pasien TB di puskesmas Seririt I sangat patuh dalam menjalani pengobatan TB di puskesmas. Hal ini dibuktikan sebanyak 96% pasien patuh terhadap pengobatan TB, hanya sekitar 4% pasien yang tidak patuh terhadap pengobatan.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian terhadap pasien dengan infeksi penyakit tuberkulosis yang dilakukan di puskesmas Seririt I, menyatakan bahwa infeksi tuberkulosis lebih banyak dijumpai pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan perempuan. Penelitian oleh Narasimhan menyatakan penderita TB lebih banyak dijumpai pada kelompok laki-laki dibandingkan dengan kelompok perempuan. (12) Penelitian lain yang dilakukan oleh Jamayanti pada tahun 2014, menyatakan bahwa kelompok laki-laki merupakan kelompok yang paling banyak menderita penyakit infeksi tuberkulosis dat pada kelompok perempuan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab di mana pada kelompok laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena infeksi tuberkulosis dibandingkan dengan kelompok perempuan, hal ini karena tingkat kekebalan tubuh pada kelompok perempuan lebih tinggi dari pada kelompok laki-laki. (13) Selain itu, penyebab lainnya adalah karena adanya perilaku buruk berupa kebiasaan merokok pada kelompok laki-laki, di mana kebiasaan merokok ini dapat menjadi penyebab terjadinya peningkatan risiko terinfeksi tuberkulosis menjadi 2 kali lebih tinggi.(14)

Penyakit penyerta pada pasien TB banyak ditemukan oleh karena adanya gaya hidup yang tidak sehat. Penelitian oleh Harries et al. menyatakan adanya infeksi HIV akan menyebabkan peningkatan terhadap risiko infeksi tuberkulosis sebesar 30 kali lipat dibandingkan dengan populasi normal dan pada pasien TB tanpa infeksi HIV. Selain infeksi HIV, penyakit diabetes mellitus juga memiliki peranan penting terhadap risiko TB.(15) Penelitian

Lonnroth et al. menyatakan penyakit diabetes mellitus berhubungan erat dengan penyakit infeksi tuberkulosis. Pada tahun 2012 diperkirakan jumlah kasus infeksi tuberkulosis yang berhubungan dengan diabetes mellitus sebanyak 1.042.000. Jumlah ini hampir sama dengan jumlah kejadian untuk kasus tuberkulosis terkait dengan infeksi HIV. (16) Hasil systematic review oleh Wijaya tahun 2015, menyatakan bahwa terjadinya peningkatan prevalensi penderita diabetes mellitus akan diikuti dengan adanya peningkatan prevalensi dari infeksi tuberkulosis dengan besar risiko 2 sampai 3 kali lebih tinggi. Hal ini diakibatkan karena pada penderita diabetes mellitus mengalami penurunan sistem kekebalan tubuh dan juga adanya gangguan dari fisiologis paru dalam proses pembersihan bakteri, sehingga bakteri TB dapat menyebar dengan mudah.(17)

Penggunaan obat-obatan tuberkulosis yang bersamaan dengan obat-obatan untuk penyakit penyerta lainnya dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan pengobatan ataupun sebaliknya yaitu meningkatkan efektivitas dari pengobatan. (18) Puskesmas Seririt I menggunakan obat tuberkulosis yaitu FDC yang disediakan oleh pemerintah. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pengobatan terhadap pasien dengan infeksi tuberkulosis. Obat TB FDC kategori I digunakan untuk pasien yang terinfeksi tuberkulosis dengan kasus baru. Sementara obat FDC kategori I dosis harian digunakan untuk pasien yang terinfeksi tuberkulosis dengan kasus kambuh, gagal pengobatan atau drop out.(19)

Menurut WHO kepatuhan pengobatan infeksi tuberkulosis pada pasien adalah hal yang baik sebagai bentuk upaya dalam peningkatan kualitas pelayanan terhadap program TB secara keseluruhan. Sekitar 90% dari pasien dengan infeksi tuberkulosis harus mencapai tingkat kepatuhan dan keberhasilan dalam menjalani pengobatan tuberkulosis.(20) Berdasarkan hal tersebut, tingkat kepatuhan pengobatan pasien dengan infeksi tuberkulosis di Puskesmas Seririt I sebesar 96%. Jumlah ini sudah melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh WHO yaitu sebesar 90% Hal ini membuktikan bahwa puskesmas Seririt I sudah melakukan upaya-upaya yang baik dalam upaya untuk melakukan penanganan dan pengobatan TB yang memenuhi standar WHO. Sehingga pada kasus ketidakpatuhan dalam pengobatan TB perlu ditingkatkan lagi pendampingan program yang maksimal, perlu dilakukan penelusuran hal-hal apa yang masih menjadi faktor penghambat pasien dalam menjalani pengobatan tuberkulosis di puskesmas. Sehingga tidak terjadi kasus-kasus kegagalan dalam pengobatan tuberkulosis ataupun resistensi terhadap obat-obatan tuberkulosis. (21)

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di puskesmas Seririt I, diperoleh karakteristik pasien tuberkulosis di Puskesmas Seririt I yang menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi tuberkulosis terbanyak berada pada kelompok laki-laki (80%), kelompok usia 50-60 tahun (40%), asal daerah Bubunan 20%, TB dengan kasus baru (84%), TB tanpa adanya komorbid (80%), pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis (60%), lokasi infeksi TB paling banyak di paru (96%), pengobatan TB menggunakan kategori I reguler (84%) dan pauh berobat (96%).

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Natarajan A, Beena PM, Devnikar AV, Mali S. A systemic review on tuberculosis. Indian Journal of Tuberculosis. 2020 Jul 1;67(3):295-311.

  • 2.    Harding E. WHO global progress report on tuberculosis elimination. The Lancet Respiratory Medicine. 2020 Jan 1;8(1):19.

  • 3.    Tengku Khalid TNF, Wan Mohammad WMZ, Nik Husain NR, Ab Samat R. Development and validation of the tuberculosis risk score for smokers (TBRSS). Int J Environ Res Public Health. 2022;19(12).

  • 4.    Ankrah AO, Glaudemans AWJM, Maes A, Van de Wiele C, Dierckx RAJO, Vorster M, et al. Tuberculosis. Semin Nucl Med. 2018;48(2):108–30.

  • 5.    Dewi AA, Andrika P, Artana IB. Gambaran Karakteristik Pasien Tuberculosis Di Poliklinik Paru Rsup Sanglah Denpasar. Jurnal Medika Udayana. 2020;9(6):9.

  • 6.    Janan M. Faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan peningkatan prevalensi kejadian TB MDR di Kabupaten Brebes Tahun 2011-2017. J Kebijak Kesehat Indones JKKI [Internet]. 2019;8(2):64–70. Available                                     from:

https://www.onesearch.id/Record/IOS5541.article-36833

  • 7.    Herdiman H, Rahman D, Lindayani L. Gambaran kepatuhan minum pada pasien tb di wilayah Puskesmas Kecamatan Cimaung. J Keperawatan Komprehensif (Comprehensive Nurs Journal). 2020;6(1):59–63.

  • 8.    Putra MM, Astriani NMDY, Purwantara KGT, Mernadi M, Dewi PIS. Relationship between family support and self motivation with compliance in taking medication in patients with tuberculosis. J Nurs Sci Updat. 2020;8(2):108–12.

  • 9.    Rahmasari SS, Weta IW. Perubahan tingkat pengetahuan pasca penyuluhan penyakit menular tuberculosis (TB) terhadap masyarakat di Desa Tojan, Klungkung, Puskesmas Klungkung I, Bali, Indonesia. Intisari Sains Medis. 2020 Feb 29;11(1):13-6.

  • 10.    Widyastini NP. Literature Review Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Stress Pasien Tuberculosis.

  • 11.    Sadeghi K, Poorolajal J, Doosti-Irani A. Prevalence of modifiable risk factors of tuberculosis and their population attributable fraction in Iran: A crosssectional study. PLoS One [Internet]. 2022;17(8 August):1–12.            Available            from:

http://dx.doi.org/10.1371/journal.pone.0271511

  • 12.    Narasimhan, P., Wood, J., MacIntyre, CR., Mathai, D. Review article risk factors for tuberculosis. Pulm Med. 2013;2013:1–11.

  • 13.    Ismah Z, Novita E. Studi karakteristik pasien tuberkulosis di Puskesmas Seberang Ulu 1 Palembang. Unnes J Public Heal. 2017;6(4):218–24.

  • 14.    Gulo A, Warouw SP, Brahmana NE. Analisis faktor risiko kejadian penyakit tuberkulosis paru di wilayah kerja UPT Puskesmas Padang Bulan Kota Medan tahun 2020. Journal of Healthcare Technology and Medicine. 2021;7(1):128-37.

  • 15.    Harries AD, Zachariah R, Corbett EL, Lawn SD, Santos-Filho ET, Chimzizi R, et al. The HIV-associated tuberculosis epidemic-when will we act? Lancet [Internet]. 2010;375(9729):1906–19. Available from: http://dx.doi.org/10.1016/S0140-6736(10)60409-6

  • 16.    Lönnroth K, Roglic G, Harries AD. Improving tuberculosis prevention and care through addressing the global diabetes epidemic: From evidence to policy and practice. Lancet Diabetes Endocrinol. 2014;2(9):730–9.

  • 17.    Wijaya I. Continuing medical education tuberkulosis paru pada penderita diabetes melitus. Cdk-229. 2015;42(6):412–7.

  • 18.    Arif WONH, Wahyudin E, Djaharuddin I. Karakteristik pasien tuberkulosis paru di Puskesmas Kota Baubau Sulawesi Tenggara. Maj Farm Dan Farmakol [Internet]. 2022;26(1):44–7. Available from: https://journal.unhas.ac.id/index.php/mff/article/view/1 4759

  • 19.    Dartois VA, Rubin EJ. Anti-tuberculosis treatment strategies and drug development: challenges and priorities. Nature Reviews Microbiology. 2022 Nov;20(11):685-701.

  • 20    Sterling TR, Njie G, Zenner D, Cohn DL, Reves R, Ahmed A, Menzies D, Horsburgh Jr CR, Crane CM, Burgos M, LoBue P. Guidelines for the treatment of latent tuberculosis infection: recommendations from the National Tuberculosis Controllers Association and CDC, 2020. American Journal of Transplantation. 2020 Apr 1;20(4):1196-206.

  • 21.    WHO. Global tubercolosis report 2018 [Internet]. Vol. 63, World Health Organization. 2018. 476 p. Available from: https://apps.who.int/iris/handle/10665/274453

http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i9.P16

95