DETEKSI KEBERADAAN GEN hla SEBAGAI GEN PENYANDI ?-TOXIN HEMOLYSIN PADA ISOLAT METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) TERISOLASI DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RSUP PROF. DR. I.G.N.G. NGOERAH
on

ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.9,SEPTEMBER, 2023

DOAJ
DIRECTORY OF OPEN ACCESS JOURNALS
Diterima: 2023-07-05 Revisi: 2023-08-14 Accepted: 01-09-2023
DETEKSI KEBERADAAN GEN hla SEBAGAI GEN PENYANDI a-TOXINHEMOLYSINPADA
ISOLAT METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) TERISOLASI DI LABORATORIUM MIKROBIOLOGI KLINIK RSUP PROF. DR. I.G.N.G. NGOERAH
I Gusti Ayu Agung Putri Indria Saraswati1, Ni Nengah Dwi Fatmawati2, Agus Eka Darwinata3, Komang Januartha Putra Pinatih4
1Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia
e-mail: [email protected]
2Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia
e-mail: [email protected]
3Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia
e-mail: [email protected]
4Departemen Mikrobiologi Klinik, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali, Indonesia
e-mail: [email protected]
ABSTRAK
Latar Belakang : MDROs adalah mikrooganisme yang resisten terhadap beberapa antibiotic. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) termasuk ke dalam MDROs, dimana dapat menyebabkan beberapa penyakit pada manusia seperti misalnya keracunan makanan dan infeksi kulit. Alfa-hemolysin merupakan salah satu faktor virulensi yang dimiliki oleh bakteri S. aureus termasuk MRSA. Faktor virulensi ini banyak berkontribusi dalam patogenesis beberapa penyakit dan infeksi pada tubuh manusia, beberapa diantaranya adalah pneumonia, abses otak, sepsis, infeksi kornea, sepsis artritis, bakteremia, trombositopenia. Oleh karena itu, sangat penting untuk dilakukan deteksi secara genotif terhadap keberadaan faktor virulensi ini dengan mendeteksi gen hla sebagai penyandi protein a-hemolysin.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan gen hla sebagai gen penyandi a-hemolysin pada isolat MRSA di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, Denpasar, Bali.
Metode : Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang (cross-sectional) deskriptif. Sampel penelitian ini berjumlah 29 buah dan diambil dari stok gliserol MRSA di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, kemudian MRSA ditumbuhkan pada media agar darah. Selanjutnya, dilakukan isolasi DNA dengan menggunakan metode boiling. PCR dan elektroforesis dilakukan di Unit Laboratorium Biomedik Terpadu FK Unud divisi Bakteriologi dan Virologi. Setelah didapatkan hasil secara genotif, dilakukan inokulasi 2 sampel yang positif gen hla dan 2 sampel yang negative gen hla untuk konfirmasi secara fenotif keberadaan faktor virulensi a-hemolysin.
Hasil : Sebanyak 29 sampel yang diteliti, ditemukan sejumlah 7 sampel (24,14%) yang memiliki gen hla. Sejumlah 2 sampel (6,90%) berasal dari isolat darah, dan 5 sampel (14,24%) berasal dari isolat jaringan luka. Hasil inokulasi menunjukkan dari 4 sampel, sejumlah 3 sampel menunjukkan hasil positif β-hemolysis dan 1 sampel tidak terdapat zona hemolysis.
Simpulan : Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada isolat MRSA yang terisolasi dari spesimen klinis di RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah pada tahun 2021, terdeteksi gen penyandi a-toxin hemolysin (hla) dengan persentase sebesar 24,14%. Namun demikian terdapat perbedaan hasil antara deteksi genotif dan fenotif, mengindikasikan bahwa terdapat faktor virulensi lain yang dimiliki oleh MRSA untuk menimbulkan hemolisis.
Kata kunci : MRSA.,Polymerase Chain Reaction., a-hemolysin
ABSTRACT
Background: MDROs are microorganisms that are resistant to several antibiotics. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) is included in the MDROs, which can cause several diseases in humans such as food poisoning and skin infections. Alpha-hemolysin is one of the virulence factors possessed by S. aureus including MRSA. This virulence factor contributes a lot to the pathogenesis of several diseases and infections in the human body, some of which are pneumonia, brain abscess, sepsis, corneal infection, septic arthritis, bacteremia, thrombocytopenia. Therefore, it is very important to detect the presence of this virulence factor by detecting the hla gene that encodes a-hemolysin.
DETEKSI KEBERADAAN GEN hla SEBAGAI GEN PENYANDI α-TOXIN HEMOLYSIN PADA ISOLAT METHICILLIN-RESISTANT STAPHYLOCOCCUS AUREUS (MRSA) TERISOLASI.. I Gusti Ayu Agung Putri Indria Saraswati1, Ni Nengah Dwi Fatmawati2 Agus Eka Darwinata3 Komang Januartha Putra Pinatih4
Purpose: This study aims to determine the presence of hla as the encoding gene for α-hemolysin in MRSA isolates at the Clinical Microbiology Laboratory of Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah, Denpasar, Bali.
Methods: This research is a descriptive cross-sectional study. There were 29 samples for this study and were taken from the MRSA glycerol stock at the Clinical Microbiology Laboratory, Prof. Hospital. dr. I.G.N.G. Ngoerah, then MRSA was grown on blood agar medium. Next, DNA isolation was carried out using the boiling method. PCR and electrophoresis were carried out at the Integrated Biomedical Laboratory, Bacteriology and Virology division Facultyt of Medicine Udayana University. After the genotypic results were obtained, 2 samples that were positive for the hla gene and 2 samples that were negative for the hla gene were inoculated for phenotypic confirmation of the presence of virulence factor α-hemolysin.
Results: Of the 29 samples studied, 7 samples (24.14%) were found to have the hla gene. A total of 2 samples (6.90%) came from blood isolates, and 5 samples (14.24%) came from wound tissue isolates. The inoculation results showed that of the 4 samples, 3 samples showed positive β-hemolysis results and 1 sample had no hemolysis zone.
Conclusion: Based on research conducted on MRSA isolates isolated from clinical specimens at Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah in 2021, the gene encoding α-toxin hemolysin (hla) was detected with a percentage of 24.14%. However, there are differences in the results between genotypic and phenotypic detection, indicating that there are other virulence factors possessed by MRSA to cause hemolysis.
Keywords : MRSA., Polymerase Chain Reaction., a-hemolysin
PENDAHULUAN
Di zaman yang modern ini ketika teknologi telah berkembang pesat, dunia dihadapkan dengan permasalahan kesehatan yang mengkhawatirkan. Salah satunya adalah infeksi yang diakibatkan oleh multi drug resistant organisms (MDROs). MDROs adalah mikrooganisme yang resisten terhadap beberapa agen antibiotik. Penyakit yang disebabkan oleh MDROs merupakan salah satu ancaman dikarenakan sulitnya terapi dari infeksi ini dan penyebarannya yang cepat. Bahkan penyebarannya dapat terjadi akibat kontak langsung. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA) termasuk ke dalam MDROs dan studi mengatakan bahwa dengan mendeteksi dini keberadaan bakteri ini akan menurunkan angka penyebaran infeksi akibat bakteri ini1.
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif penyebab infeksi, berbentuk bulat dan susunannya tidak teratur menyerupai buah anggur. Bakteri ini termasuk bakteri aerob dan ada pada kulit serta lapisan mukosa manusia. S. aureus dapat menyebabkan beberapa penyakit pada manusia seperti misalnya keracunan makanan dan infeksi. Infeksi tersebut dapat berupa infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang berbahaya bagi nyawa penderita yang terinfeksi. Tidak hanya itu, apabila bakteri ini menyebar secara sistemik dan menyebabkan bakteremia maka hal ini dapat menyebabkan endokarditis, osteomyelitis, meningitis dan infeksi pada paru-paru2.
Setiap bakteri memiliki faktor virulensi yang menyebabkan bakteri dapat menginvasi jaringan tubuh manusia. Faktor virulensi adalah komponen molekuler yang menyebabkan bakteri mampu bertahan dan menginvasi sel tubuh inang sehingga menyebabkan infeksi dengan keparahan yang lebih tinggi.13 Seperti bakteri pada umumnya, S. aureus memiliki faktor virulensi yang menyebabkan bakteri ini dapat menginfeksi dan bahkan memperparah infeksi pada inangnya. Salah satu faktor virulensi yang dimiliki oleh S. aureus adalah a-toxin hemolysin yang bersifat sitotoksik dan berbahaya bagi manusia karena dapat menyebabkan lisis sel target3.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus merupakan salah satu spesies S. aureus bersifat patogen yang sering menyebabkan infeksi pada manusia karena resisten terhadap antibiotik golongan β-lactam. Bakteri ini menjadi salah satu penyebab infeksi yang diperoleh di rumah sakit dan sulit ditangani. Bakteri ini sangat penting terkait epidemiologi dan patogenesis infeksi dari S. aureus sehingga menyebabkan pengetahuan mengenai prevalensi dari mikrobial juga harus meningkat agar dapat memilih tindakan penanganan yang tepat14. Infeksi MRSA sulit untuk ditangani disebabkan oleh resistensi bakteri ini. Dalam studinya disebutkan pula terkait prevalensi yang meningkat pada rumah sakit maupun masyarakat. Adapun kategori penyakit infeksi MRSA meliputi health-care-associated MRSA (HA-MRSA), community-associated (CA-MRSA), dan livestock-associated MRSA (LA-MRSA)15,16.
Alfa-toxin hemolysin banyak berkontribusi dalam patogenesis beberapa penyakit dan infeksi pada tubuh manusia, beberapa diantaranya adalah pneumonia, abses otak, sepsis, infeksi kornea, sepsis artritis, bakteremia, trombositopenia. Pada sebagian besar penyakit dan infeksi tersebut, toksin ini bekerja dengan cara melisiskan sel target dengan membentuk pori-pori dan berikatan pada reseptor. Target sel a-toxin hemolysin meliputi sel eritrosit, monosit, neutrofil, sel-T, pneumosit, platelet, keratinosit dan sel-sel endotel. Berbeda dengan β-toxin hemolysin yang memiliki cara kerja berbeda dengan a-toxin hemolysin. Toksin ini melisiskan sel target dengan menghasilkan enzim sphingomyelinase yang menghidrolisis sphingomyelin yang banyak dimiliki oleh sel-sel lemak. Oleh karena itu sel target β-toxin hemolysin tidak sebanyak a-toxin hemolysin4.
Deteksi faktor virulensi hemolisis pada S. aureus dapat dilakukan secara fenotif dan genotif. Secara fenotif dapat dilakukan dengan metode kultur dan secara genotif dapat dilakukan dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Hasil dari kedua metode deteksi ini tidak berhubungan satu sama lain, dan bisa mendapatkan hasil yang berbeda. Deteksi secara fenotif dapat menilai zona
hemolisis pada plat agar dan menilai tipe hemolisis yang dihasilkan, sedangkan dengan metode genotif mendeteksi secara molekuler dengan hasil yang lebih sensitif dan akurat dengan waktu yang relatif lebih singkat5.
Satu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan 100 rekam medis pasien yang mengalami SAB (S. aureus Bacteremia) baik akibat MRSA maupun MSSA. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa keberadaan gen hla sangat mempegaruhi aktivitas hemolitik. Penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai hubungan keberadaan gen hla dan trombositopenia pada pasien, dimana ditemukan hasil bahwa aktivitas hemolitik lebih tinggi terjadi pada MRSA dan menyebabkan trombositopenia12.
Namun, di Indonesia belum banyak penelitian yang mendeteksi keberadaan toksin ini. Oleh karena itu, dibutuhkan penelitian untuk mendeteksi keberadaan toksin ini agar dapat mencegah perburukan pasien yang terinfeksi6.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini merupakan penelitian dengan desain potong lintang (cross-sectional) yang memiliki tujuan untuk memgetahui keberadaan gen hla pada beberapa isolat MRSA di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP. Prof. dr. I.G.N.G Ngoerah Denpasar. Sejumlah 29 sampel MRSA dari tahun Januari 2021-Desember 2022 diambil dengan teknik random sampling pada Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP. Prof. dr. I.G.N.G Ngoerah. Kriteria inklusi sampel adalah bakteri yang telah teridentifikasi sebagai MRSA melalui diambil metode Vitek-2 compact (BioMèrieux) yang diambil dari stok gliserol pada Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP. Prof. dr. I.G.N.G Ngoerah, Denpasar.
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode boiling. Pada tahap ini, koloni bakteri dilarutkan dalam tube yang telah berisi 200 µL larutan TBE buffer. Suspensi bakteri lalu dipanaskan dengan menggunakan heatblock pada suhu 100oC selama 10 menit. Kemudian, suspensi bakteri direndam pada air dingin selama 3 menit dan di sentrifugasi dengan kecepatan 10.000x selama 1 menit.
Tahap selanjutnya adalah tahap Uniplex PCR dengan menggunakan kit mix PCR GoTaq® Green Mastermix (Promega) untuk mendeteksi gen hla engan menggunakan primer forward 5’ CGT TTA GCC TGG CCT TC 3’ dan reverse 5’ CAT CAC GAA CTC GTT CG 3’. [7] Konsentrasi primer yang digunakan adalah masing-masing 0.8 µL. Amplifikasi dilakukan dengan mesin termalcycler (Biometra, USA).
Tahapan PCR dimulai dengan denaturasi pada suhu 95oC selama satu menit, annealing pada suhu 52oC selama satu menit, ekstensi pada 72-74oC selama satu menit, dan final extension pada 72-74oC selama 5 menit dan selama 35 cycle. Visualisasi amplikon dilakukan dengan elektroforesis menggunakan agarose 1,5% dan gel red (Biotium) dan dilakukan visualisasi dibawah sinar UV.
HASIL
Isolat MRSA yang dijadikan sampel berjumlah 29 isolat yang terdiri dari darah 11 isolat (37,93%), exit site 1 isolat (3,45%), urin 1 isolat (3,45%), LCS 1 isolat (3,45%), dasar luka 12 isolat (41,38%), dan sumber lainnya 3 isolat (10,34%).
Sebanyak 29 total sampel yang diteliti, ditemukan sejumlah 7 sampel yang positif terdapat gen hla dan sejumlah 22 sampel tidak mengandung gen hla. Dimana dari 7 isolat yang positif tersebut, sebanyak 2 isolat bersumber dari isolat darah (6,90%) dan 5 isolat berasal dari isolat dasar luka (17,24%).
Tabel 1. Hasil PCR Gen hla dari 29 Isolat MRSA.
Spesimen |
Positif Gen hla (%) |
Total Sampel(%) |
Darah |
2 (6,90%) |
11 (37,93%) |
Exit site |
0 (0%) |
1 (3,45%) |
Urin |
0 (0%) |
1 (3,45%) |
LCS |
0 (0%) |
1 (3,45%) |
Dasar luka |
5 (17,24%) |
12 (41,38%) |
Sumber lainnya |
0 (0%) |
3 (10,34%) |
Total |
7 (24,14%) |
29 (100%) |

Gambar 1. Hasil PCR dan Elektroforesis Gen hla Amplicon 535
600 bp
500 bp

bp.
Setelah diperoleh data secara genotif, untuk mengetahui perbedaan secara fenotif dan genotif antara strain yang memiliki gen hla dengan yang tidak memiliki strain hla dilakukan inokulasi dengan menggunakan masing-masing 2 sampel yang teridentifiaksi positif dan negatif dari hasil amplifikasi PCR. Inokulasi dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah.
Gambar 2. Inokulasi isolat MRSA pada agar darah. Tanda panah menunjukkan zona β-hemolisis.
Hasil inokulasi menunjukkan bahwa pada 4 sampel yang digunakan, tidak didapatkan zona hemolisis tipe a-hemolisis. Tetapi, pada tiga buah sampel terlihat zona hemolisis tipe β-hemolisis dan pada satu buah sampel tidak didapatkan zona hemolisis baik tipe a-hemolisis ataupun β-hemolisis.
Gambar 3. Inokulasi Isolat MRSA pada agar darah yang tidak enunjukkan zona hemolisis.
PEMBAHASAN
Infeksi bakteri multi drug resistant organisms (MDROs) merupakan salah satu tantangan pada bidang kesehatan. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri S. aureus yang termasuk ke dalam MDROs. Methicillin-resistant Staphylococcus aureus adalah bakteri S. aureus yang resisten terhadap antibiotik golongan β-laktam yang mampu menyebabkan infeksi pada manusia. Prevalensi infeksi MRSA di Indonesia adalah
23.5% pada tahun 2006 dan terus mengalami peningkatan sejak saat itu8.
Infeksi yang dapat ditimbulkan oleh MRSA meliputi necrotizing fasciitis, meningitis, pneumonia, endokarditis, serta infeksi kulit dan jaringan lunak (IKJL). Methicillin-resistant Staphylococcus aureus mampu menyebabkan infeksi terhadap manusia dikarenakan memiliki faktor virulensi. Faktor virulensi adalah komponen molekuler yang mengakibatkan bakteri mampu bertahan pada sel inangnya. Salah satu faktor virulensi yang dimiliki oleh MRSA adalah a-hemolysin yang berfungsi untuk melisiskan sel target3.
Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan gen yang meenyandi faktor virulensi a-hemolysin pada MRSA. Gen tersebut adalah gen hla. Gen hla berfungsi untuk mengkode protein a-hemolysin yang mampu menyebabkan lisis dari sel target. Data dari penelitian ini diperoleh dari data Vitek 2 compact (bioMérieux) Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah. Isolat MRSA yang dijadikan sampel berjumlah 29 isolat yang terdiri dari darah 9 isolat (31,03%), exit site 2 isolat (6,90%), urin 1 isolat (3,45%), jaringan 1 isolat (3,45%), LCS 1 isolat (3,45%), dasar luka 5 isolat (17,24%), dan tidak diketahui 10 (34,48%) isolat.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan yang meliputi subkultur bakteri, isolasi DNA bakteri, PCR, dan elektroforesis5. Setelah dilakukan elektroforesis terhadap seluruh sampel, didapatkan hasil bahwa 7 dari 29 isolat (24,14%) positif mengandung gen hla yang ditandai dengan ditemukannya pita (band) yang teramplifikasi pada 535 bp. Penemuan ini berbeda dengan yang ditemukan oleh Khusnan dkk pada tahun 2018 dimana 18 dari 24 isolat ditemukan gen hla atau setara dengan 70,8%5. Temuan ini juga berbeda dengan penelitian di Jawa Tengah dan Jawa Barat yang disampaikan oleh Salasia dkk pada tahun 2011 dimana dari ditemukan 8 isolat positif gen hla dari total 11 isolat jaringan kulit manusia atau 73%.
Selain dilakukan deteksi secara genotif, pada penelitian ini juga dilakukan inokulasi pada blood agar di Laboratorium Mikrobiologi Klinik RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah dengan menggunakan empat buah sampel secara acak. Keempat sampel tersebut diambil dari masing-masing dua sampel positif mengandung gen hla dan dua sampel yang tidak mengandung gen hla dari hasil PCR. Hasil yang ditemukan adalah bahwa dari empat sampel, terdapat tiga sampel yang menunjukkan zona positif β-hemolisis yang
ditandai dengan adanya zona positif hemolisis yang bersih pada plat agar dan satu sampel yang tidak menunjukkan zona positif hemolisis sama sekali. Hal ini berkaitan dengan yang disampaikan oleh Khusnan dkk pada tahun 2018 dimana 11 dari 24 isolat ditemukan zona positif a-hemolysis secara fenotif. Sedangkan secara genotif dari 24 isolat tersebut isolat yang mengandung gen hla berjumlah 18 buah5.
Hal ini bisa diakibatkan oleh adanya mutasi gen. Mutasi gen merupakan perubahan senyawa kimia pada DNA yang dapat menyebabkan kerusakan gen pada bakteri. Kerusakan gen pada bakteri bisa disebabkan karena adanya proses transkripsi atau perubahan urutan asam amino dari protein. Salah satu cara a-hemolysin menyerang sel tubuh adalah dengan aktivitas hemolitik. Aktivitas hemolitik tersebut akan mengaktifkan host NLRP3. Apabila terjadi mutasi pada gen hla, maka MRSA akan kehilangan kemampuannya untuk menginvasi sel inang dengan aktivitas hemolisis dan aktivitas sitolitik. Selain itu, mutase juga mengakibatkan MRSA kehilangan kemampuannya untuk menginduksi NLRP3-inflammasome signaling. Mutasi ini juga menghambat kemampuan MRSA untuk mengaktivasi inflammatory signaling yang menjadi sumber utama faktor virulensi toxin hemolysin.10
Dengan demikian, deteksi secara fenotif saja tidak bisa memberikan penjelasan mengenai keberadaan keseluruhan protein hemolysin. Oleh karena itu, tetap diperlukan deteksi secara genotif untuk mengetahui keberadaan gen penyandi protein hemolysin pada bakteri MRSA. Kesimpulan ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Khusnan dkk dan de Los Santos dkk5,11.
Untuk memastikan bahwa gen yang terdeteksi adalah benar gen hla, dilakukan sequencing dan hasil sequencing menunjukkan bahwa gen yang terdeteksi adalah benar gen hla.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada isolat MRSA yang terisolasi dari spesimen klinis di RSUP Prof. dr. I.G.N.G. Ngoerah pada tahun 2021, terdeteksi gen penyandi a-toxin hemolysin (hla) dengan persentase sebesar 24,14%. Namun demikian terdapat perbedaan hasil antara deteksi genotif dan fenotif, mengindikasikan bahwa terdapat faktor virulensi lain yang dimiliki oleh MRSA untuk menimbulkan hemolisis.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada analis Wahyu Hidayati, S.KM dan Ida Ayu Kade Ratna Sukmadewi, S.Si sebagai Penyedia Laboratorium Mikrobiologi Klinik yang telah memberikan bimbingan teknis selama pelaksanaan penelitian
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Simmons, B. P., & Larson, E. L. Multiple drug resistant organisms in healthcare: the failure of contact
precautions. Journal of Infection
Prevention,2015;16(4):178–181.
https://doi.org/10.1177/1757177415570104
-
2. Carroll, K. C., Butel, J. S., Morse, S. A., & Mietzner, T. A. Jawetz, Melnick & Adelberg’s Medical Microbiology 27th Edition. In McGraw-Hill Education. 2016 https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
-
3. Bien, J., Sokolova, O., & Bozko, P. Characterization of Virulence Factors of Staphylococcus aureus: Novel Function of Known Virulence Factors That Are Implicated in Activation of Airway Epithelial Proinflammatory Response . Journal of
Pathogens,2011:1–13.
https://doi.org/10.4061/2011/601905
-
4. Vandenesch, F., Lina, G., & Henry, T. Staphylococcus aureus hemolysins, bi-component leukocidins, and cytolytic peptides: a redundant arsenal of membranedamaging virulence factors? In Frontiers in cellular and infection microbiology,2012;2:12
https://doi.org/10.3389/fcimb.2012.00012
-
5. Khusnan, Kusmanto, D., & Purnomo, A. Deteksi
Hemaglutinin, Hemolisin dan Koagulase Secara Fenotipik dan Genotipik pada Staph aureus Isolat Asal Broiler. Sain Veteriner,2018;36(1):103–114.
-
6. Burnside, K., Lembo, A., de los Reyes, M., Iliuk, A., BinhTran, N. T., Connelly, J. E., Lin, W. J., Schmidt, B. Z., Richardson, A. R., Fang, F. C., Tao, W. A., & Rajagopal, L. Regulation of hemolysin expression and virulence of staphylococcus aureus by a serine/threonine kinase and phosphatase. PLoS ONE,2010;5(6).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0011071
-
7. Booth, M. C., Pence, L. M., Mahasreshti, P., Callegan, M. C., & Gilmore, M. S. Clonal associations among Staphylococcus aureus isolates from various sites of infection. Infection and Immunity,2001;69(1):345–352. https://doi.org/10.1128/IAI.69.1.345-352.2001
-
8. Asri, R. C., Rasyid, R., & Edison, E. Identifikasi
MRSA pada Diafragma Stetoskop di Ruang Rawat Inap dan HCU Bagian Penyakit Dalam. Jurnal Kesehatan Andalas, 2017;6(2):239.
https://doi.org/10.25077/jka.v6i2.685
-
9. Salasia, S. I. O., Tato, S., Sugiyono, N., Ariyanti, D., & Prabawati, F. Genotypic characterization of Staphylococcus aureus isolated from bovines, humans, and food in Indonesia. Journal of Veterinary Science, 2011;12(4):353–361.
https://doi.org/10.4142/jvs.2011.12.4.353
-
10. Craven, R. R., Gao, X., Allen, I. C., Gris, D., Wardenburg, J. B., McElvania-TeKippe, E., Ting, J. P., & Duncan, J. A. Staphylococcus aureus α-hemolysin activates the NLRP3-inflammasome in human and mouse monocytic cells. PLoS ONE,2009;4(10).
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0007446
-
11. de Los Santos, R., Fernández, M., Carro, S., & Zunino, P. Characterisation of Staphylococcus aureus isolated from cases of bovine subclinical mastitis in two Uruguayan dairy farms. Archivos de Medicina Veterinaria,2014;46(2):315–320.
https://doi.org/10.4067/S0301-732X2014000200018
-
12. Alhurayri, F., Porter, E., Douglas-Louis, R., Minejima, E., Wardenburg, J. B., & Wong-Beringer, A. Increased Risk of Thrombocytopenia and Death in Patients with Bacteremia Caused by High Alpha Toxin-Producing Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus.
Toxins,2021;13(10): 726.
https://doi.org/10.3390/toxins13100726
-
13. Sharma, A. K., Dhasmana, N., Dubey, N., Kumar, N., Gangwal, A., Gupta, M., & Singh, Y. Bacterial
Virulence Factors: Secreted for Survival. In Indian Journal of Microbiology,2017;57(1)
https://doi.org/10.1007/s12088-016-0625-1
-
14. El Aila, N. A., al Laham, N. A., & Ayesh, B. M. Nasal carriage of methicillin resistant Staphylococcus aureus among health care workers at Al Shifa hospital in Gaza Strip. BMC Infectious Diseases,2017;17(1):1–7. https://doi.org/10.1186/s12879-016-2139-1
-
15. Lee, A. S., de Lencastre, H., Garau, J., Kluytmans, J., Malhotra-Kumar, S., Peschel, A., & Harbarth, S.
Methicillin-resistant Staphylococcus aureus. Nature Reviews Disease Primers, 2018:1–23.
https://doi.org/10.1038/nrdp.2018.33
-
16. Mizuno, Y., Shirahashi, K., Yamamoto, H., Matsumoto, M., Miyamoto, Y., Komuro, H., Doi, K., & Iwata, H. Preoperative screening for nasal carriage of methicillin-resistant Staphylococcus aureus in patients undergoing general thoracic surgery. Journal of Rural
Medicine,2019;14(1):73–77.
https://doi.org/10.2185/jrm.2987
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i9.P18
106
Discussion and feedback