JMU

Jurnal medika udayana



ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.7,JULI, 2023

I—λ Idirectoryof I ∕ ∖ OPEN ACCESS IJOURNALS


Diterima: 12-03-2023 Revisi: 02-05-2023 Accepted: 25-06-2023

PERBEDAAN EFEKTIVITAS METFORMIN DAN GLIMEPIRID DALAM MENURUNKAN GLUKOSA DARAH PUASA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI RSD MANGUSADA BADUNG

Made Wahyu Dharma Dwiputra1, Made Dharmesti Wijaya2*, Ni Putu Diah Witari3

1. Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa

  • 2*. Departemen Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa

  • 3. Departemen Anatomi-Histologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah suatu penyakit yang mengganggu metabolisme tubuh, yang dicirikan dengan adanya kenaikan kadar glukosa darah akibat terganggunya produksi insulin, dan atau gangguan fungsi insulin. Jumlah penderita DMT2 di Indonesia diperkirakan akan mengalami peningkatan mencapai angka 21,3 juta jiwa pada tahun 2030. Dalam penatalaksanaan farmakologis awal DMT2 dapat diberikan monoterapi metformin atau glimepirid. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui perbedaan efektivitas metformin dan glimepirid dalam menurunkan glukosa darah puasa pasien DMT2 rawat jalan di Rumah Sakit Daerah (RSD) Mangusada Badung. Variabel pada penelitian ini adalah angka keefektivan dari metformin dan glimepirid serta kadar glukosa darah puasa. Penelitian ini menggunakan desain analitik observasional dengan studi cross-sectional. Sampel dalam penelitian ini adalah rekam medis penderita DMT2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSD Mangusada Badung dengan jumlah 96 orang menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik consecutive sampling. Penelitian ini menggunakan instrumen rekam medis pasien DMT2 sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Data dianalisis menggunakan uji statistik parametrik chi-square. Hasil penelitian menunjukan penggunaan monoterapi metformin efektif dalam menurunkan glukosa darah puasa pada 36 pasien (75%), sedangkan monoterapi glimepirid efektif pada 25 pasien (52,1%). Terdapat perbedaan bermakna efektivitas metformin dan glimepirid dalam menurunkan glukosa darah dengan nilai P<0,05. Kesimpulan dari penelitian ini adalah metformin lebih efektif dalam menurunkan glukosa darah puasa dibandingkan dengan glimepirid pada pasien DMT2 rawat jalan di RSD Mangusada Badung.

Kata kunci: diabetes melitus tipe 2, efektivitas, metformin, glimepirid

ABSTRACT

Type 2 diabetes mellitus (T2DM) is a metabolic disorder characterized by an increase in plasma glucose levels due to impaired insulin production and/or impaired insulin function. It is estimated that the number of people with T2DM in Indonesia will increase to 21.3 million people by 2030. In the initial pharmacological management of T2DM, metformin or glimepiride monotherapy can be given. This study aimed to determine the differences in the effectiveness of metformin and glimepiride in lowering fasting plasma glucose level in T2DM outpatients at Mangusada Regional Hospital, Badung. The variables in this study were the effectiveness of metformin and glimepiride, as well as fasting plasma glucose levels. An observational analytic design with a cross-sectional study was used. A total of 96 T2DM outpatients with metformin/ glimepiride monotherapy at the Internal Medicine Polyclinic of Mangusada Regional Hospital, Badung were selected using non-probability sampling method with consecutive sampling technique. This study used medical records instrument for T2DM patients according to the inclusion and exclusion criteria. Data were analyzed using chi-square parametric statistical test. The results showed that the use of metformin was effective in reducing fasting plasma glucose in 36 samples (75%) and glimepiride in 25 samples (52.1%). There were differences in the effectiveness of metformin and glimepiride in lowering plasma

glucose with P<0,05. It can be concluded that metformin was more effective in lowering fasting plasma glucose compared to glimepiride in T2DM outpatients at Mangusada Hospital, Badung.

Keywords: type 2 diabetes mellitus, efectiveness, metformin, glimepirid

PENDAHULUAN

Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) adalah suatu kategori dari penyakit yang menyebabkan gangguan pada metabolisme dapat dilihat dengan adanya keainkan kadar glukosa yang ada dalam darah disebabkan oleh terganggunya produksi dari insulin, dan atau gangguan fungsi insulin.1 Berdasarkan data World Health Organization (WHO), jumlah penderita DMT2 di Indonesia diperkirakan akan meningkat secara signifikan hingga 21,3 juta jiwa pada tahun 2030.2 Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan bahwa Provinsi Bali berada di urutan ke-14 dari 34 provinsi di Indonesia dengan prevalensi DMT2 terbanyak.3 Badung menjadi kabupaten dengan jumlah penderita DMT2 usia >15 tahun tertinggi kedua di Provinsi Bali setelah Kota Denpasar.4

Penatalaksanaan DMT2 dilakukan dengan menerapkan edukasi, terapi nutrisi medis (TNM), latihan fisik, dan terapi farmakologis.5 Terapi farmakologis dapat berupa terapi insulin dan obat antidiabetik oral (ADO). Terdapat beberapa golongan obat ADO yang menjadi terapi pilihan pasien DMT2, yaitu golongan biguanid dan sulfonilurea.1

Metformin merupakan obat lini pertama ADO golongan biguanid.6Metformin memiliki pengalaman pemakaian yang luas, efikasi tinggi, risiko hipoglikemia minimal, tidak menyebabkan penambahan berat badan, dapat menurunkan kadar HbA1C, dan kejadian kardiovaskular.7 Glimepirid merupakan obat golongan sulfonilurea generasi ketiga yang dapat memberikan luaran yang cukup aman dan efektif dalam penatalaksanaan DMT2. Glimepirid dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan dosis obat terendah dibandingkan dengan golongan sulfonilurea lainnya, namun memiliki efek toksisitas berupa hipoglikemia dan penambahan berat badan.8

Hasil penelitian riset informasi kesehatan tahun 2021 didapatkan efektivitas penggunaan metformin dan glimepirid dalam menurunkan glukosa darah pasien rawat jalan DMT2 adalah sebanding atau tidak memiliki perbedaan efektivitas yang bermakna di antara keduanya.9 Studi meta-analisis efikasi komparatif glimepirid dan metformin dalam monoterapi DMT2 juga menemukan bahwa metformin tidak secara signifikan lebih baik daripada glimepirid, terutama dalam mengendalikan glukosa darah puasa (GDP) dan HbA1c.10 Namun, berdasarkan hasil penelitian perbandingan efektivitas ADO pada pasien DMT2 tahun 2020 didapatkan metformin merupakan terapi terefektif dalam menurunkan glukosa darah.11

Berdasarkan pemaparan di atas, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan efektivitas metformin dan glimepirid dalam menurunkan kadar glukosa darah puasa. Penelitian akan dilaksanakan di Rumah Sakit Daerah (RSD) Mangusada Badung dengan jumlah kasus DMT2 pada pasien rawat jalan yang tergolong cukup tinggi.

DIABETES MELITUS TIPE 2

Diabetes melitus tipe 2 adalah keadaan dari penyakit yang digolongkan serius, jangka panjang atau kronis, yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah akibat tubuh tidak mampu membuat produksi hormon insulin dengan cukupatau tidak dapat digunakannya hormon insulin yang telah dibuat secara efektif.11 Pada penderita DMT2 respon tubuh terhadap hormon insulin berkurang, hal ini dapat didefinisikan sebagai keadaan resistensi hormon insulin.12

Gejala yang dapat dicurigai pada seseorang yang mengalami DMT2 adalah penurunan berat badan, polidipsia, poliuria, dan polifagia. Ditambah gejala lainnya seperti penurunan ketajaman penglihatan, gatal, parestesia, disfungsi kemampuan ereksi pada laki-laki, pruritus vulva pada perempuan, dan badan lemah.1 Kriteria penegakan diagnosis DMT2 berdasarkan American Diabetes Association (ADA) tertera pada Tabel 1.13

Tabel 1. Kriteria Diagnosis Melitus

Kriteria  Deskripsi

  • 1     Glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L).

Puasa didefinisikan sebagai tidak ada asupan kalori selama minimal 8 jam

  • 2     Glukosa darah ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L) 2 jam

setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)

  • 3     HbA1c ≥6,5% (48 mmol/mol). Pengujian harus

dilakukan di laboratorium menggunakan standar untuk pengujian Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan metode yang bersertifikat     National      Glycohemoglobin

Standardization Program (NGSP)

  • 4      Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau

krisis hiperglikemia, glukosa darah acak ≥200 mg/dL (11,1 mmol/L).

BAHAN DAN METODE

Desain yang digunakan dalam melakukan penletian menggunakan analitik observasional disertai oleh studi crosssectional. Jenis penelitian ini dimaksudkan untuk melihat perbedaan efektivitas metformin dan glimepirid dalam menurunkan GDP pasien DMT2.

Populasi dalam penelitian ini me DMrupakan pasien dengan Riwayat DMT2 yang melakukan rawat jalan atau tidak diopname di Poliklinik Penyakit Dalam RSD Mangusada Badung. Sedangkan sampel pada penelitian ini adalah pasien DMT2 rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam RSD Mangusada Badung tahun 2015-2021.

Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini paling sedikit adalah 96 orang yang dihitung menggunakan rumus Lemeshow. Kriteria inklusi meliputi pasien DMT2 rawat jalan dengan usia ≥15 tahun, memiliki data rekam medis yang lengkap,

serta mendapatkan monoterapi ADO metformin 3 x 500 mg atau glimepirid 1 x 2 mg dimulai dari awal bulan (baseline) hingga bulan ke-3 tanpa adanya perubahan jenis obat yang digunakan.

Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode non-probability sampling dengan teknik consecutive sampling. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu data rekam medis pasien DMT2 rawat jalan RSD Mangusada Badung periode Januari-Desember tahun 2015-2021.

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini dibantu dengan program IBM SPSS Statistics Version 25. Dengan tahapan pengujian uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov Smirnov dan analisis bivariat dengan menggunakan uji statistik parametrik chi-square (p=0,05). Penelitian ini telah mendapatkan kelayakan etik dari Komite Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) RSD Mangusada Badung (Keterangan Kelaikan Etik No. 800/7436/RSDM/2022) dan KEPK Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa (Keterangan Kelaikan Etik No. 76/Unwar/FKIK/EC-KEPK/VIII/2022).

HASIL

Hasil analisis karakteristik pasien (Tabel 2) menunjukkan bahwa usia pasien terbanyak berada pada rentang 65-74 tahun (35,4%). Dilihat dari jenis kelamin, didapatkan laki-laki berjumlah 59 orang (61,5%), lebih banyak dibandingkan perempuan yang berjumlah 37 orang (38,5%). Secara keseluruhan, pasien pada penelitian ini memiliki riwayat penyakit keluarga DMT2 dengan jumlah 52 orang (54,2%). Berdasarkan data Indeks Masa Tubuh (IMT) didapatkan pasien terbanyak dengan IMT kategori obesitas I dengan IMT 25-29,9 berjumlah 39 orang (40,6%).

Tabel 2. Karakteristik Umum Sampel Penelitian

Karakteristik               Jumlah Pasien Persen

(n)             (%)

Usia

15-24 tahun

0

0

25-34 tahun

0

0

35-44 tahun

4

4,2

45-54 tahun

20

20,8

55-64 tahun

32

33,3

65-74 tahun

34

35,4

>74 tahun

6

6,3

Jenis Kelamin

Laki-laki

59

61,5

Perempuan

37

38,5

Riwayat DMT2 pada Keluarga

Ada

52

54,2

Tidak ada

44

45,8

Indeks Massa Tubuh (IMT)

<18 (Kurang)

0

0

18-22,9 (Normal)

19

19,8

23-24,9 (Berlebih)

23

24

25-29,9 (Obesitas I)

39

40,6

≥30 (Obesitas II)

15

15,6

Efektivitas ADO metformin dan glimepirid pemantauannya dilakukan dengan memantau dari penurunan rata-rata kadar GDP sampai mencapai target glikemik (80130 mg/dL) dengan pemberian terapi selama 3 bulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa pada bulan pertama, metformin memberikan rata-rata kadar GDP lebih kecil sebesar 141,45 mg/dL dibandingkan dengan glimepirid dengan rata-rata GDP sebesar 146,60 mg/dL (Gambar 1). Pada bulan kedua, rata-rata GDP metformin juga lebih kecil sebesar 131,37 mg/dL dibandingkan rata-rata GDP glimepirid sebesar 136,87 mg/dL. Dilihat pada bulan ketiga, didapatkan kembali rata-rata GDP metformin lebih kecil sebesar 124,06 mg/dL dibandingkan dengan GDP glimepirid sebesar 129,79 mg/dL.

Gambar 1. Perbandingan Penurunan Rata-rata Kadar GDP Selama 3 Bulan Terapi

Data pada Tabel 3 menunjukan penggunaan ADO Metformin efektif dalam menurunkan kadar GDP 75% pasien dan tidak efektif terhadap 25% pasien. Sedangkan penggunaan ADO Glimepirid dengan kategori efektif sebanyak 52,1% dan yang tidak efektif sebanyak 47,9%. Berdasarkan data tersebut, perbedaan persentase efektivitas metformin lebih tinggi dibandingkan persentase efektivitas glimepirid dalam menurunkan kadar GDP pasien DMT2 dalam 3 bulan terapi. Data tersebut menunjukan bahwa nilai p adalah 0,033 yang berarti bahwa nilai p<0,05. Hal tersebut secara statistik menunjukan bahwa terdapat perbedaan efektivitas bermakna metformin dan glimepirid dalam menurunkan glukosa darah pada penderita DMT2 rawat jalan di RSD Mangusada Badung.

Tabel 3. Efektivitas ADO Metformin dan Glimepirid dalam Menurunkan Kadar GDP pada Pasien DMT2

ADO

Efektif

Tidak efektif

p valu

e

Jumla h pasie n (n)

Persenta se (%)

Jumla h pasie n (n)

Persenta se (%)

Metform in

36

75

12

25

0,03

Glimepir id

25

52,1

23

47,9

3

Total

61

63,5

35

36,5

PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, didapatkan usia pasien terbanyak berada pada rentang 65-74 tahun yaitu sebesar 35,4%. Hal tersebut dikarenakan seseorang yang memasuki usia 50 tahun ke atas akan rentan mengalami atrofi pada sel β pankreas.14 Produksi insulin akan menurun meskipun sel β pankreas yang tersisa masih aktif. Seiring bertambahnya usia terutama melebihi dari 50 tahun, fungsi fisiologis tubuh cenderung akan menurun dan sel β pankreas mengalami abnormalitas, sehingga sekresi insulin tidak mencukupi yang mengakibatkan seseorang dengan usia lanjut rentan mengalami DMT2.9

Hasil penelitian menunjukan bahwa pasien yang mengalami DMT2 dengan jenis kelamin laki-laki sebesar 61,5%, lebih banyak dibandingkan dengan perempuan yaitu sebesar 38,5%. Hal tersebut kemungkinan dikarenakan pasien laki-laki cenderung memiliki pola hidup yang tidak sehat seperti merokok. Merokok dapat mempengaruhi terjadinya DMT2. Hal tersebut dapat dikarenakan kebiasaan merokok akan menyebabkan penurunan sensitivitas insulin sehingga meningkatkan risiko terjadinya DMT2.15

Pada hasil penelitian ini sebagian besar pasien memiliki riwayat penyakit keluarga DMT2 yaitu sebesar 54,2% dibandingkan dengan sampel yang tidak memiliki riwayat penyakit keluarga DMT2 sebesar 45,8%. Hasil tersebut kemungkinan disebabkan oleh faktor genetik dan kromosom yang memiliki peran dalam terjadinya DMT2. Banyak gen spesifik dan beberapa lokus region kromosom yang terlibat dalam mekanisme pengontrolan sekresi dan kerja insulin sehingga mempengaruhi terjadinya peningkatan risiko kejadian DMT2.14

Pada penelitian ini, pasien terbanyak yang mengalami DMT2 berada pada rentang IMT dengan kategori obesitas, yaitu IMT 25-29,9 dengan kategori obesitas I sebanyak 40,6% dan IMT>30 dengan kategori obesitas II sebanyak 15,6%. Seorang laki-laki maupun perempuan dengan obesitas berisiko mengalami DMT2.6 Semakin banyak lemak visceral yang dimiliki seseorang (dapat dilihat dari ukuran lingkar pinggang), maka risikonya untuk mengalami DMT2 juga akan lebih besar. Hal tersebut dikarenakan timbunan lemak dapat mengakibatkan terjadinya resistensi insulin sehingga insulin tidak lagi bekerja dengan baik dan kadar glukosa dapat meningkat yang memicu terjadinya DMT2.14

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa rata-rata kadar GDP bulan ke-1 terapi pada penggunaan ADO metformin sebesar 141,45 mg/dL, bulan ke-2 terapi sebesar 131,37 mg/dL, dan bulan ke-3 terapi sebesar 124,06 mg/dL. Selain itu, efektivitas metformin dalam mencapai target glikemik (80-130 mg/dL) adalah sebesar 75%. Berdasarkan penelitian Spaulonci dkk (2013), metformin efektif dalam mengurangi kadar GDP pada pasien dengan DMT2, serta mengurangi risiko komplikasi yang terkait dengan kadar glukosa darah yang tinggi.16 Hal tersebut karena metformin memiliki efektivitas penurunan glukosa darah yang relatif baik, efek samping hipoglikemia yang rendah, tidak menyebabkan peningkatan maupun penurunan berat badan, memperbaiki luaran kardiovaskular, dan harga yang relatif murah.1

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa rata-rata kadar GDP bulan ke-1 terapi dengan penggunaan ADO glimepirid

sebesar 146,60 mg/dL, bulan ke-2 terapi sebesar 136,87 mg/dL, dan pada bulan ke-3 sebesar 129,79 mg/dL. Efektivitas glimepirid dalam mencapai target glikemik sebesar 52,1%. Berdasarkan penelitian Trerattanavong dan Tadi (2021), efektivitas glimepirid menunjukkan bahwa terdapat hubungan linear antara serum glimepirid dan pelepasan insulin baik dalam kondisi euglikemik dan hiperglikemik. Hal tersebut menunjukan glimepirid efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah pasien.17 Glimepirid merupakan ADO golongan sulfonilurea terbanyak kedua yang digunakan, yang bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin pada sel β pankreas. Pemberian glimepirid diindikasikan pada pasien yang memiliki penurunan berat badan, serta menurunkan komplikasi mikrovaskular.1

Pada penelitian ini diperoleh hasil pasien dengan penggunaan ADO metformin yang efektif dalam menurunkan GDP sebanyak 75% dan yang tidak efektif sebanyak 25%. Sedangkan pasien dengan penggunaan ADO glimepirid yang efektif sebanyak 52,1% dan yang tidak efektif sebanyak 47,9%. Hal tersebut dapat dilihat dari keekfektifaj kerja dari setiap obat. Pada penggunaan monoterapi DMT2, metformin merupakan ADO yang banyak diberikan pada pasien yang memiliki berat badan berlebih yang bekerja dengan cara menurunkan glukogenesis dan meningkatkan glukosa di jaringan.18

Hasil penelitian menunjukkan bahwa total persentase penggunaan monoterapi ADO metformin dan glimepirid dalam menurunkan kadar GDP pasien DMT2 dengan kategori efektif adalah sebesar 63,5% dan kategori tidak efektif sebesar 36,5%. Hal tersebut dikarenakan pemberian ADO metformin dan glimepirid pada pasien DMT2 di RSD Mangusada Badung sudah tepat indikasi. Efektivitas pengunaan obat dapat dipengaruhi oleh ketepatan indikasi pemberian obat serta kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat. Tepat indikasi merujuk pada pemberian dosis obat serta diagnosis penyakit yang sudah sesuai dan sudah terbukti akan manfaat yang diberikan.19 Ketidakpatuhan berobat pasien DMT2 dapat mengakibatkan rendahnya efektivitas ADO dalam menurunkan glukosa darah serta dapat meningkatkan risiko terjadinya komplikasi.20

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa karakteristik pasien DMT2 yang menjalani rawat jalan di RSD Mangusada Badung adalah kelompok usia terbanyak berada pada rentang 65-74 tahun (35,4%), sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (61,5%), memiliki riwayat penyakit keluarga DMT2 (54,2%), dan memiliki IMT pada kategori Obesitas I (40,6%). Kedua ADO yaitu metformin dan glimepirid efektif dalam menurunkan GDP pasien DMT2 rawat jalan di RSD Mangusada Badung. Selain itu, terdapat perbedaan bermakna efektivitas metformin dan glimepirid dalam menurunkan GDP pasien DMT2 rawat jalan di RSD Mangusada (p=0,033).

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI).

2021. Pedoman Pengelolaan Dan Pencegahan Diabetes

Melitus Tipe 2 Dewasa Di Indonesia-2021 Perkeni I Penerbit Pb. Perkeni.

  • 2.    World Health Organization (WHO). 2021. Diabetes. World Health Organization.

  • 3.    Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2018. Laporan Provinsi Bali Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian RI tahun 2018. Riset Kesehatan Dasar.

  • 4.    Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2019. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Dinas Kesehatan Provinsi Bali, Denpasar.

  • 5.    Medis P, Hartanti P, Pudjibudojo JK, Retno LA, Rahayu P. 2013. Pencegahan dan Penanganan Diabetes Mellitus.

  • 6.    Decroli E. 2019. Diabetes Melitus Tipe 2. Pusat Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

  • 7.    Dipiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, Dipiro CV. 2017. Pharmacotherapy Handbook Tenth Edition, The McGraw-Hill Companies, Inc, United States.

  • 8.    Katzung, Bertram G. 2015. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC, Jakarta.

  • 9.    Azizah L, Defirson. 2021. Perbandingan efektivitas obat antidiabetik oral pada pasien diabetes mellitus tipe 2 rawat jalan di Rumah Sakit “X” Kota Jambi. Riset Informasi Kesehatan, 10(2).

  • 10.    Zhu H, dkk. 2013. Comparative efficacy of glimepiride and metformin in monotherapy of type 2 diabetes mellitus: meta-analysis of randomized controlled trials.

  • 11.    International Diabetes Federation (IDF). 2021. IDF Diabetes Atlas 10th edition.

  • 12.    Centers for Disease Control and Prevention (CDC). 2021. Diabetes Fast Facts. Centers for Disease Control and Prevention.

  • 13.    American diabetes association (ADA). 2017. Standards of medical care in diabetes.The Journal Of Clinical And Applied Research And Educataion.Volume: 40.

  • 14.    Holt RIG, Hanley NA. 2012. Essential Endocrinology and Diabetes, Includes Desktop Edition 6th Edition. Willey-BlackWell.

  • 15.    Utomo AA, Aulia RA, Rahmah S, Amalia R. 2020. Faktor Risiko Diabetes Mellitus Tipe 2: A Systematic Review. Studi, P. S., Masyarakat, K., Ilmu Kesehatan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jl Limo Raya No, F., & Limo, K.

  • 16.    Spaulonci, C.P., Bernardes, L.S., Trindade, T.C., Zugaib, M. and Francisco, R.P.V., 2013. Randomized trial of metformin vs insulin in the management of gestational diabetes. American journal of obstetrics and gynecology, 209(1), pp.34-e1.

  • 17.    Trerattanavong KTP. 2021. Glimepiride - StatPearls -NCBI Bookshelf.

  • 18.    Abraham Simatupang. 2019. Monografi. Farmakologi klinik obat-obat Diabetes Mellitus Tipe 2.

  • 19.    Keban SA, Ramdhani UA. 2017. Hubungan rasionalitas pengobatan dan self-care dengan pengendalian glukosa darah pada pasien rawat jalan di Rumah Sakit Bina

Husada Cibinong. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia, 14(1), pp.66-72.

  • 20.    Srikartika VM, Cahya AD, Hardiati RSW. 2016. Analisis faktor yang memengaruhi kepatuhan penggunaan obat pasien diabetes melitus tipe 2. Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi, 6(3), pp.205-212.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum

doi:10.24843.MU.2023.V12.i7.P15

105