KORELASI DERAJAT DAN ARAH DEVIASI SEPTUM NASI TERHADAP MORFOLOGI NASAL BONE MENGGUNAKAN MODALITAS CT SCAN
on
Jurnal medika udayana

JMU

I—><Λ λ Idirectoryof
I ∕ ∖ OPEN ACCESS
IJOURNALS
ISSN: 2597-8012 JURNAL MEDIKA UDAYANA, VOL. 12 NO.12,DESEMBER, 2023
Diterima: 2023-10-10 Revisi: 2023-11-08 Accepted: 25-11-2023
KORELASI DERAJAT DAN ARAH DEVIASI SEPTUM NASI TERHADAP MORFOLOGI NASAL BONE MENGGUNAKAN MODALITAS CT SCAN
Irma Yani Umar, Junus Baan, Dario A.Nelwan, Firdaus Hamid, Muhammad Fadjar Perkasa, Mirna Muis, Nur Amelia Bachtiar
1Departemen Radiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia 2Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia 3Departemen Ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Bedah Kepala Leher, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Makassar, Indonesia
ABSTRAK
Pendahuluan : Deviasi septum nasi merupakan variasi anatomis paling sering, yang ditemukan pada hampir 80% orang dewasa. Septum nasi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan os nasal dan morfologi fasial. Saat ini Computed Tomography (CT) scan disarankan sebagai metode pilihan untuk memberikan gambaran detail tentang morfologi septum dan os nasal. CT scan merupakan teknik non invasif yang dapat digunakan untuk mengukur derajat dan sudut deviasi septum nasi dan luas penampang di bagian rongga hidung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui korelasi derajat dan arah deviasi septum nasi terhadap morfologi nasal bone menggunakan modalitas CT scan
Metode: Desain penelitian cross-sectional dilakukan pada 85 pasien yang memenuhi syarat dan menjalani CT scan kepala. Arah deviasi septum dikategorikan kiri atau kanan, sedangkan derajat dikategorikan ringan (<9o), sedang (9-15°) dan berat (>15°). Morfologi os nasal yang dinilai mencakup ketebalan lateral nasal bone, intermediate nasal bone, sudut internasal, panjang nasal bone, jarak nasal bone ke crista maxillaris, lebar apertura piriformis. Penilaian morfologi os nasal dicatat dalam bentuk nilai median. Korelasi antara derajat dan arah deviasi septum nasi terhadap morfologi nasal bone dilakukan dengan pengujian korelasi Spearman.
Hasil : Paling banyak pasien menunjukan deviasi septum ke kiri, sebanyak 47 sampel (55,3%) sedangkan pasien dengan deviasi septum ke kanan sebanyak 38 sampel (44,7%). Paling banyak pasien menunjukkan derajat deviasi sedang, sebanyak 44 sampel. Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kanan dan kiri, dan ketebalan os nasal intermediat kanan dan kiri dengan arah deviasi septum nasi (P<0,001). Terdapat pula korelasi yang signifikan antara jarak os nasal dengan crista maxilaris dan lebar apertura piriformis dengan derajat deviasi septum nasi (p = 0,037; p = 0,005)
Kesimpulan : Penelitian ini menunjukkan bahwa arah dan derajat deviasi septum nasi dapat mempengaruhi morfologi os nasal. Os nasal lebih tebal pada sisi yang deviasi dibandingkan sisi kontralateralnya. Temuan ini dapat menjadi pertimbangan untuk klinisi terutama sebelum melakukan tindakan operatif untuk pasien dengan deviasi septum nasi.
Kata Kunci : Computerized tomography., Deviasi septum nasi., Morfologi nasal bone
ABSTRACT
Introduction: Deviation of nasal septum is the most frequent anatomical variation, which is found in nearly 80% of adults. Nasal septum can influence the growth of the nasal bones and facial morphology. Currently, Computed Tomography (CT) scanning is preferred to provide a detailed view of septal and nasal bones morphology. CT scan is a non-invasive technique that can be used to measure the degree and angle of deviation of the nasal septum and the cross-sectional area of the nasal cavity. This study aims to determine the correlation between the degree and direction of nasal septum deviation on the morphology of the nasal bone using CT scan. Methods: A cross-sectional study was performed in 85 eligible patients who underwent head CT scan. The direction of septal deviation is categorized as left or right, while degrees of septal deviation are categorized as mild (<9o), moderate (9-15°) and severe (>15°). The morphology of the nasal bones assessed included thickness of the lateral nasal bone, intermediate nasal bone, internasal angle, length of the nasal bone, distance of nasal bone to the maxillary crest, and width of the piriform aperture. Measurement of the nasal bones was recorded in median values. Correlation between the degree and direction of nasal septum deviation to nasal bone morphology was performed by Spearman's correlation test.
KORELASI DERAJAT DAN ARAH DEVIASI SEPTUM NASI TERHADAP MORFOLOGI NASAL BONE… Irma Yani Umar, Junus Baan, Dario A.Nelwan, Firdaus Hamid, Muhammad Fadjar Perkasa, Mirna Muis, Nur Amelia Bachtiar
Results: Most of the patients showed left septal deviation, 47 samples (55.3%) while patients with right septal deviation were 38 samples (44.7%). Most patients showed moderate degrees of deviation, 44 samples (34.1%). There was a significant correlation between the thickness of right and left lateral nasal bones, and the thickness of right and left intermediate nasal bones with the direction of nasal septum deviation (P<,.001). There was also a significant correlation between the distance of nasal bones and the maxillary crest and the width of the piriformis aperture with degree of deviation of the nasal septum (p = 0.037; p = 0.005).
Conclusion: This study shows that the direction and degree of deviation of the nasal septum can affect the morphology of the nasal bones. The nasal bones are thicker on the deviated side than on the contralateral side. These findings can be a consideration for clinicians, especially before performing surgery for patients with nasal septal deviation.
Keywords: Computerized tomography., Deviation of nasal septum., Morphology of nasal bone
PENDAHULUAN
Septum nasi berlokasi pada aspek medial kavum nasal, yang dibagi menjadi aspek posterior terdiri dari vomer dan bagian perpendikular dari tulang ethmoid, dan bagian anterior yang terdiri dari kartilago kuadrangular. Deviasi septum nasi merupakan variasi anatomis paling sering, yang ditemukan pada hampir 80% orang dewasa.1,2 Septum nasi dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan os nasal dan morfologi fasial. Sejak tahap pertumbuhan awal, tulang maksila dan struktur nasal memiliki hubungan anatomis yang signifikan karena perkembangan embriologi yang erat. Pada masa pertumbuhan, septum nasi berperan sebagai plat pertumbuhan yang mempengaruhi tulang sekitar dan jaringan skeletal fasial. Oleh karena itu deviasi septum nasi mempengaruhi parameter morfologi fasial seperti jarak interalveolar dan rotasi maksila, menyebabkan perubahan pada dinding nasal lateral dan terkait dengan asimetris dari dasar nasal dan palatum.3-5 Keparahan deviasi septum juga mempengaruhi lebar lempeng cribiformis lateral lamina ipsilateral dan panjang dari konka media ipsilateral.6 Serifoglu et al menyatakan bahwa pasien dengan deviasi septum nasi memiliki ketebalan os nasal dan panjang os nasal ipsilateral yang lebih besar dibandingkan bagian kontralateralnya, namun tidak terkait dengan derajat dari deviasi septum. Hafezi et al juga menyatakan bahwa terdapat keterlambatan pertumbuhan tulang fasial yang signifikan pada sisi konkaf dari deviasi septum.1,7 Saat ini Computed tomography (CT) scan disarankan sebagai metode pilihan untuk memberikan gambaran detail tentang morfologi septum dan os nasal. CT scan merupakan teknik non invasif yang dapat digunakan untuk mengukur derajat dan sudut deviasi septum nasi dan luas penampang di bagian rongga hidung.8
BAHAN DAN METODE
Populasi dan sampel
Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etik Penelitian Biomedik pada Manusia, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar, dilakukan pengambilan data dengan desain cross sectional. Kami mengumpulkan data rekam medis pasien yang menjalani CT scan kepala di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Dokter Wahidin Sudirohusodo Makassar dari bulan Februari 2023 dan didapatkan 85 sampel (46 orang laki-laki, 39 orang
perempuan). Kriteria inklusi mencakup semua pasien berusia > 18 tahun dengan deviasi septum nasi yang terkonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan kepala sedangkan kriteria eksklusi adalah pasien dengan riwayat rhinoplasty, riwayat trauma fasial dan kepala, riwayat deformitas tulang berbentuk S, riwayat massa kavum nasal.
Pengambilan data
Alat yang digunakan adalah pesawat CT Multi-slice GE (General Electric) tipe High Speed dual slice. Gambar diambil dalam posisi supinasi dengan pengambilan potongan aksial, dan dilakukan rekonstruksi multiplanar koronal dan sagittal. Arah deviasi septum dilihat pada pemeriksaan CT scan kepala potongan koronal dan dikelompokkan menjadi sisi kanan dan sisi kiri. Derajat deviasi septum didapatkan dengan pengukuran sudut antara garis tengah ke puncak deviasi septum hidung maksimal pada pemeriksaan CT scan kepala potongan koronal dan dikelompokkan menjadi derajat ringan (<9°), derajat sedang (9-15°), derajat berat (>15°). Morfologi os nasal yang dinilai mencakup ketebalan lateral nasal bone, intermediate nasal bone, sudut internasal, panjang nasal bone, jarak nasal bone ke crista maxillaris, lebar apertura piriformis. Ketebalan lateral nasal bone adalah pengukuran ketebalan os nasal pada CT scan kepala potongan aksial setinggi sutura nasomaxillary. Ketebalan intermediate nasal bone adalah pengukuran ketebalan os nasal pada CT scan kepala potongan aksial pada titik tengah antara sutura nasomaxillary dan rhinion. Sudut intenasal adalah pengukuran sudut pada lokasi titik nasion pada CT scan kepala potongan koronal. Panjang nasal bone adalah pengukuran panjang dari sutura frontonasal ke titik ujung os nasal pada CT scan kepala potongan sagital. Jarak nasal bone ke crista maxillaris adalah pengukuran dari titik tengah os nasal ke crista maxillaris diukur pada CT scan kepala potongan sagital. Lebar apertura piriformis adalah lebar transversal antara processus frontalis os maxilla kiri dan kanan diukur pada potongan koronal. Penilaian morfologi nasal bone dicatat dalam bentuk nilai median Analisa statistik
Pengolahan data akan menggunakan uji korelasi Spearman. Pengolahan data akan menggunakan software Statistical Programme Social Science (SPSS) versi 22.0 .
HASIL
Karakteristik umum
Tabel 1: Distribusi sampel berdasarkan karakteristik umum
Karakteristik |
N = 85 |
% |
Jenis kelamin | ||
Laki-laki |
46 |
54,1 |
Perempuan |
39 |
45,9 |
Kategori usia |
44,46 ± 15,499 | |
17-25 tahun (remaja akhir) |
12 |
14,1 |
26-35 tahun (dewasa awal) |
14 |
16,5 |
36-45 tahun (dewasa akhir) |
16 |
18,8 |
46-55 tahun (lansia awal) |
20 |
23,5 |
56-65 tahun (lansia akhir) |
17 |
20,0 |
> 65 tahun (manula) |
6 |
7,1 |
Tabel 1 menunjukkan distribusi sampel berdasarkan karakteristik umum pada 85 pasien. Didapatkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki, sebanyak 46 sampel (54,1%). Kategori usia dibagi menurut pembagian dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pada penelitian ini, didapatkan usia yang paling banyak adalah
kategori usia 46-55 tahun (lansia awal) sebanyak 20 sampel (23,5%) diikuti dengan usia 56-65 tahun (lansia akhir) sebanyak 17 sampel (20,0%) dan yang paling sedikit > 65 tahun sebanyak 6 sampel (7,1%). Nilai rerata usia yang didapat adalah 44,46 +/- 15,499 dengan usia paling muda 18 tahun dan usia paling tua adalah 82 tahun
Tabel 2. Distribusi sampel berdasarkan arah dan derajat deviasi
Variabel |
N = 85 % |
Arah deviasi septum Kanan Kiri |
38 44,7 47 55,3 |
Derajat deviasi Ringan Sedang Berat |
10,94 ± 3,787 29 34,1 44 51,8 12 14,1 |
Pada penelitian, didapatkan paling banyak pasien menunjukan deviasi septum ke kiri, sebanyak 47 sampel (55,3%). Didapatkan paling banyak pasien menunjukkan
derajat deviasi sedang, sebanyak 44 sampel (34,1%). Nilai rerata derajat deviasi yang didapat sebesar 10,94 +/- 3,787.
Tabel 3. Distribusi sampel berdasarkan morfologi os nasal
Morfologi os nasal |
Nilai median |
Min-max |
Tebal os nasal lateral kanan (cm) |
0,15 |
0,1 – 0,2 |
Tebal os nasal lateral kiri (cm) |
0,15 |
0,08 – 0,2 |
Tebal os nasal intermediate kanan (cm) |
0,14 |
0,08 – 0,7 |
Tebal os nasal intermediate kiri (cm) |
0,14 |
0,08 – 0,2 |
Sudut internasal (o) |
57 |
41-75 |
Panjang os nasal (cm) |
1,95 |
1,07 – 2,6 |
Jarak os nasal – crista maxillaris (cm) |
3,64 |
2,6 – 4,7 |
Lebar apertura piriformis (cm) |
2,39 |
1,6 – 2,9 |
Didapatkan nilai median ketebalan os nasal lateral kanan 0,15 cm dan ketebalan os nasal lateral kiri 0,15 cm. Nilai median ketebalan os nasal intermediate kanan 0,14 cm dan ketebalan os nasal intermediate kiri 0,14 cm. Nilai median
sudut internasal 57o, nilai median panjang os nasal 1,95 cm, jarak os nasal dengan crista maxilaris 3,64 cm dan nilai median lebar apertura piriformis 2,39 cm.
Korelasi arah dan deviasi septum dengan morfologi os nasal
Tabel 4. Distribusi dan korelasi arah deviasi septum dengan morfologi os nasal
Deviasi kanan (min-max) |
Deviasi kiri (min-max) |
r |
p | |
Tebal os nasal lateral kanan (cm) |
0,17 (0,11-0,21) |
0,14 (0,10-0,18) |
0,594 |
<0,001 |
Tebal os nasal lateral kiri (cm) |
0,14 (0,08-0,18) |
0,16 (0,13-0,2) |
0,533 |
<0,001 |
Tebal os nasal intermediate kanan (cm) |
0,15 (0,1-0,19) |
0,14 (0,08-0,7) |
0,459 |
<0,001 |
Tebal os nasal intermediate kiri (cm) |
0,13 (0,08-0,16) |
0,15 (0,1-0,19) |
0,501 |
<0,001 |
Sudut internasal (o) |
58 (41-69) |
57 (45-75) |
0,027 |
0,809 |
Panjang os nasal (cm) |
1,91 (1,33-2,58) |
1,93 (1,07-2,60) |
0,014 |
0,895 |
Jarak os nasal – crista maxillaris (cm) |
3,63 (2,56-4,72) |
3,65 (2,58-4,6) |
0,066 |
0,245 |
Lebar apertura piriformis (cm) |
2,36 (1,65-2,75) |
2,39 (1,58-2,86) |
0,026 |
0,116 |
Berdasarkan tabel 4, nilai median ketebalan os nasal lateral kanan lebih tinggi apabila arah deviasi ke sisi kanan/ ipsilateral (0,17 cm) dibandingkan sisi kiri/ kontralateral (0,14 cm). Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kanan dengan arah deviasi septum (P <0,001) dengan koefisien korelasi 0,594 sehingga digolongkan korelasi sedang. Nilai median ketebalan os nasal lateral kiri lebih tinggi apabila arah deviasi ke sisi kiri/ ipsilateral (0,16 cm) dibandingkan sisi kanan/ kontralateral (0,14 cm). Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kiri dengan arah deviasi septum (P <0,001) dengan koefisien korelasi 0,533 sehingga digolongkan korelasi sedang.
Nilai median ketebalan os nasal intermediate kanan lebih tinggi apabila arah deviasi ke sisi kanan/
ipsilateral (0,15 cm) dibandingkan sisi kiri/ kontralateral (0,14 cm). Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal intermediate kanan dengan arah deviasi septum (P <0,001) dengan koefisien korelasi 0,459 sehingga digolongkan korelasi sedang. Nilai median ketebalan os nasal intermediate kiri lebih tinggi apabila arah deviasi ke sisi kiri/ ipsilateral (0,15 cm) dibandingkan sisi kanan/ kontralateral (0,13 cm). Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kanan dengan arah deviasi septum (P <0,001) dengan koefisien korelasi 0,594 sehingga digolongkan korelasi sedang. Tidak terdapat korelasi yang signifikan antara sudut internasal, panjang os nasal, jarak os nasal dengan crista maxillaris, lebar apertura piriformis dengan arah deviasi septum
Tabel 5. Distribusi dan korelasi derajat deviasi septum dengan morfologi os nasal
Ringan (min-max) |
Sedang (min-max) |
Berat (minmax) |
r |
p | |
Tebal os nasal lateral kanan (cm) |
0,15 (0,11-0,21) |
0,15 (0,11-0,2) |
0,16 (0,1-0,18) |
0,002 |
0,988 |
Tebal os nasal lateral kiri (cm) |
0,15 (0,08-0,2) |
0,15 (0,09-0,2) |
0,16 (0,14-0,2) |
0,029 |
0,796 |
Tebal os nasal intermediate kanan (cm) |
0,14 (0,08-0,2) |
0,15 (0,09-0,7) |
0,14 (0,110,17) |
0,027 |
0,805 |
Tebal os nasal intermediate kiri (cm) |
0,14 (0,09-0,18) |
0,14 (0,08-0,2) |
0,15 (0,120,18) |
0,004 |
0,968 |
Sudut internasal (o) |
56 (45-66) |
59 (41-75) |
56 (47-69) |
0,115 |
0,293 |
Panjang os nasal (cm) |
1,82 (1,07-2,5) |
1,96 (1,33-2,52) |
2,03 1,57-2,6) |
0,195 |
0,074 |
Jarak os nasal – crista maxillaris (cm) |
3,80 (2,58-4,72) |
3,55 (2,56-4,6) |
3,58 (3,12-4,5) |
-0,227 |
0,037 |
Lebar apertura piriformis (cm) |
2,47 (1,65-2,86) |
2,36 (1,58-2,72) |
2,28 (1,99-2,8) |
-0,303 |
0,005 |
Berdasarkan tabel 5, tidak terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kanan dan kiri, ketebalan os nasal intermediate kanan dan kiri, sudut internasal, panjang os nasal dengan derajat deviasi septum. Nilai median jarak os nasal dengan crista maxillaris pada deviasi septum derajat ringan sebesar 3,8 cm, pada deviasi septum derajat sedang sebesar 3,55 cm dan pada deviasi septum derajat berat sebesar 3,58 cm. Terdapat korelasi yang signifikan antara jarak os nasal dengan crista maxillaris dengan derajat deviasi septum (p = 0,037) dengan koefisien korelasi -0,227 sehingga digolongkan korelasi lemah. Nilai median lebar apertura piriformis pada deviasi septum derajat ringan sebesar 2,47 cm, pada deviasi septum derajat sedang sebesar 2,36 cm dan pada deviasi septum derajat berat sebesar 2,28 cm. Terdapat korelasi yang signifikan antara lebar apertura piriformis dengan derajat deviasi septum (p = 0,005) dengan koefisien korelasi -0,303 sehingga digolongkan korelasi lemah.
DISKUSI
Deviasi septum nasi didefinisikan sebagai deviasi kontur septum ke satu sisi dari kavum nasal. Dapat dideskripsikan sebagai deviasi septum nasi ke sisi kanan, sisi kiri, atau bentuk S. Deviasi septum nasi dapat melibatkan tulang, cartilago atau keduanya.9 Banyak pasien dengan deviasi septum nasal menunjukkan asimetris pada morfologi os nasal sehingga pemahaman mengenai hubungan deviasi septum dengan morfologi os nasal diperlukan sebelum melakukan tindakan operatif seperti rhinoplasty atau septoplasty.10
Dari keseluruhan 85 sampel yang memenuhi kriteria inklusi pada penelitian kami, didapatkan jenis kelamin yang paling banyak adalah laki-laki. Temuan ini sesuai dengan penelitian oleh Ozkurt et al yang menyatakan deviasi septum dominan pada laki-laki, dengan prevalensi 65%.11Namun penelitian lain oleh Yildirim & Okur dan Smith et al menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik terkait jenis kelamin dengan insidensi deviasi septum nasi. Salah satu alasan insidensi laki-laki lebih tinggi mungkin disebabkan oleh aktivitas fisik dan risiko trauma yang lebih tinggi pada laki-laki yang dapat menyebabkan deviasi septum.12,13
Pada penelitian kami, tidak ditemukan adanya tren terkait peningkatan usia dengan deviasi septum nasi. Temuan ini berbeda dengan beberapa penelitian sebelumnya oleh Yildirim et al dan Min et al yang menemukan peningkatan prevalensi deviasi septum nasi pada kelompok usia yang lebih tua dibandingkan kelompok usia muda. Yildrim et al menyatakan bahwa faktor yang dapat menyebabkan hal ini adalah faktor eksternal seperti trauma.12 Namun pada penelitian ini, pasien dengan riwayat trauma telah dieksklusi sehingga dapat menyebabkan perbedaan dalam insidensi terkait usia. Deviasi septum nasi sendiri dapat disebabkan oleh adanya trauma saat lahir, faktor herediter, gangguan semasa perkembangan, sehingga dapat terdeteksi pada kelompok usia muda.9
Pada penelitian ini dapatkan paling banyak pasien menunjukan deviasi septum ke kiri. Temuan ini sesuai dengan Tiwari et al yang mendapatkan bahwa deviasi septum nasal ke kiri lebih tinggi (94 sampel) dibandingkan ke kanan (65 sampel).14 Namun Kumar et al menyatakan
hal sebaliknya dimana pada penelitian mereka, didapatkan deviasi septum ke kanan lebih tinggi (52,4%) dibandingkan kiri (47,6%).15 Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara prevalensi deviasi septum ke kanan maupun ke kiri. Pada penelitian ini, didapatkan paling banyak pasien menunjukkan derajat deviasi sedang, sebanyak 44 sampel (34,1%) diikuti dengan derajat deviasi ringan sebanyak 29 sampel (34,1%) dan derajat deviasi berat sebanyak 12 sampel (14,1%). Temuan ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Serifoglu et al dimana pada 203 pasien didapatkan yang terbanyak adalah deviasi septum berat dan paling sedikit adalah deviasi septum ringan.1 Hal ini dapat disebabkan karena pada penelitian kami, sampel yang diambil terutama pada kategori usia muda yang tidak memiliki keluhan terkait obstruksi hidung.
Terdapat korelasi yang signifikan antara ketebalan os nasal lateral kanan dan kiri, dan ketebalan os nasal intermediat kanan dan kiri dengan arah deviasi septum nasi (P<0,001) dengan tingkat korelasi sedang. Temuan ini sesuai dengan penelitian Serifoglu et al, ketebalan os nasal ipsilateral lebih besar dibandingkan sisi kontralateral. Diduga hal ini disebabkan karena septum nasi dan os nasal memiliki keterkaitan embriologis. Pada tahap perkembangan, septum nasal berperan sebagai plat pertumbuhan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tulang sekitarnya. Hafezi et al juga menyatakan adanya keterlambatan pertumbuhan tulang fasial pada sisi kontralateral dari deviasi septum.1,7 Pada penelitian kami tidak ditemukan korelasi yang signifikan antara sudut internasal, panjang os nasal, jarak os nasal dengan crista maxillaris dan lebar apertura piriformis dengan arah deviasi septum. Temuan ini sesuai dengan penelitian oleh Serifoglu et al dan Hartman et al yang menyatakan bahwa arah deviasi septum nasal berkorelasi dengan asimetris fokal pada ketebalan os nasal, namun tidak berkorelasi dengan perhitungan morfologi os nasal lainnya.1,5
Terdapat korelasi yang signifikan antara jarak os nasal dengan crista maxillaris dengan derajat deviasi septum (p = 0,037; korelasi lemah). Arah korelasi negatif yang menandakan semakin berat derajat deviasi septum, semakin pendek jarak os nasal-crista maxillaris. Terdapat korelasi yang signifikan antara lebar apertura piriformis dengan derajat deviasi septum (p = 0,005; korelasi lemah). Arah korelasi negatif yang menandakan semakin berat derajat deviasi septum, semakin pendek lebar apertura piriformis. Hingga saat ini belum ada penelitian yang membahas secara langsung korelasi antara deviasi septum dengan ukuran apertura piriform maupun jarak os nasal dengan crista maxillaris, namun diduga bahwa temuan ini terkait juga dengan perkembangan embriologis dan os nasal. Selain itu, ukuran dan morfologi os nasal juga dapat dipengaruhi oleh ras.
Adapun keterbatasan penelitian ini adalah penelitian dilakukan pada orang dewasa, sehingga tidak dapat dengan jelas menentukan apakah deviasi septum nasal ini secara langsung berpengaruh terhadap proses perkembangan os nasal. Selain itu pada penelitian ini juga tidak mempertimbangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi morfologi os nasal seperti ras.
SIMPULAN
Penelitian ini menunjukkan bahwa arah dan derajat deviasi septum nasi dapat mempengaruhi morfologi os nasal. Os nasal lebih tebal pada sisi yang deviasi dibandingkan sisi kontralateralnya. Temuan ini dapat menjadi pertimbangan untuk klinisi terutama sebelum melakukan tindakan operatif untuk pasien dengan deviasi septum nasi.
REFERENSI
-
1. Serifoglu, I., Oz, İ.İ., Damar, M., Buyukuysal, M.C., Tosun, A. and Tokgöz, Ö., 2017.
Relationship between the degree and direction of nasal septum deviation and nasal bone
morphology. Head & Face Medicine, 13(1), pp.1
-
6.
-
2. Wang, J., Dou, X., Liu, D., Song, P., Qian, X., Wang, S. and Gao, X., 2016. Assessment of the effect of deviated nasal septum on the structure of nasal cavity. European Archives of Oto-Rhino-Laryngology, 273(6), pp.1477-1480.
-
3. Ballanti, F., Baldini, A., Ranieri, S., Nota, A. and Cozza, P., 2016. Is there a correlation between nasal septum deviation and maxillary transversal deficiency? A retrospective study on prepubertal subjects. International journal of pediatric otorhinolaryngology, 83, pp.109-112.
-
4. Poorey, V.K. and Gupta, N., 2014. Endoscopic and computed tomographic evaluation of influence of nasal septal deviation on lateral wall of nose and its relation to sinus diseases. Indian Journal of Otolaryngology and Head & Neck Surgery, 66(3), pp.330-335.
-
5. Hartman, C., Holton, N., Miller, S., Yokley, T., Marshall, S., Srinivasan, S. and Southard, T., 2016. Nasal septal deviation and facial skeletal asymmetries. The Anatomical Record, 299(3),
pp.295-306.
-
6. Damar, M., Dinç, A.E., Eliçora, S.S., Biskin, S., Ugur, M.B., Öz, I.I. and Serifoglu, I., 2016. Does the degree of septal deviation affect cribriform plate dimensions and middle turbinate length?. Journal of Craniofacial Surgery, 27(1), pp.51-55.
Yavari, P., 2010. Asymmetric facial growth and deviated nose: a new concept. Annals of plastic surgery, 64(1), pp.47-51.
-
8. Kim, T. K., & Jeong, J. Y. 2020. Deviated nose: Physiological and pathological changes of the nasal cavity. Archives of plastic surgery, 47(6), 505.
-
9. Cellina, M., Gibelli, D., Cappella, A., Martinenghi, C., Belloni, E., & Oliva, G. (2020). Nasal cavities and the nasal septum: anatomical variants and assessment of features with computed tomography. The Neuroradiology Journal, 33(4), 340- 347.
-
10. Koo, S.K., Park, G.H., Koh, T.K., Lee, H.B. and Ji, C.L., 2020. Relationships of direction and degree of nasal septum deviation with nasal floor morphology. Journal of Clinical Otolaryngology Head and Neck Surgery, 31(2), pp.181-187.
-
11. Ozkurt, F.E., Akdag, M., Keskin, I., Iskenderoglu, A.Y. and Tacar, O., 2014. Relation between the nasal septal deviation and chronic rhinosinusitis. Int J Basic Clin Stud, 3(1), pp.25-30.
-
12. Yildirim, I. and Okur, E., 2003. The prevalence of nasal septal deviation in children from Kahramanmaras, Turkey. International journal of pediatric otorhinolaryngology, 67(11), pp.12031206.
-
13. Smith, K.D., Edwards, P.C., Saini, T.S. and Norton, N.S., 2010. The prevalence of concha bullosa and nasal septal deviation and their relationship to maxillary sinusitis by volumetric tomography. International journal of dentistry, 2010.
-
14. Tiwari, N., Budhathoki, D., Shrestha, I. and Gopal, K.C., 2018. Prevalence of deviated nasal septum among nepalese preclinical students at Kathmandu Medical College Teaching Hospital, Nepal. Journal of Universal College of Medical Sciences, 6(2), pp.60-63.
-
15. Kumar, L., Belaldavar, B.P. and Bannur, H., 2017. Influence of deviated nasal septum on nasal epithelium: an analysis. Head and neck pathology, 11, pp.501-505.2017
http://ojs.unud.ac.id/index.php/eum
doi:10.24843.MU.2023.V12.i12.P08
72
Discussion and feedback