ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA

Essence of Scientific Medical Journal (2023), Volume 21, Number 1:52-57

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472


TINJAUAN PUSTAKA

SULFORAPHANE: AGEN ANTIKANKER DAN KEMOPREVENTIF POTENSIAL SEBAGAI TERAPI ALTERNATIF PADA PASIEN LEUKEMIA MIELOBLASTIK AKUT

Akmal Jauhari Irfan1, Valencia Hana Wijaya1

ABSTRAK

Pendahuluan: Acute Myeloid Leukemia (AML) merupakan keganasan hematologi dengan ciri khas produksi berlebihan dari sel punca mieloblastik di sumsum tulang belakang. Meskipun merupakan keganasan yang langka, AML merupakan leukemia dengan prognosis buruk sehingga perlu penanganan yang lebih intensif. Terapi utama seperti terapi induksi dan transplantasi sel punca telah banyak berkembang tetapi memiliki kekurangan, yakni memerlukan biaya mahal serta memiliki risiko efek samping yang besar. Sulforaphane, zat herbal dari tanaman brokoli muda, merupakan agen yang potensial dalam mengatasi beberapa jenis kanker. Tujuan studi ini adalah untuk meninjau manfaat sulforaphane serta potensi antimitotik dan kemopreventif pada pasien kanker AML.

Pembahasan: Secara umum, sulforaphane memberikan efek antikanker dengan menginduksi apoptosis sel kanker, ferroptosis dan pembentukan imunitas antikanker, diferensiasi sel mieloblastik, dan kontrol proliferasi sel. Efek antikanker telah diteliti dengan adanya penurunan kadar miR-155 dan miR-181a sebagai penanda biologis AML diikuti penurunan viabilitas sel kanker AML. Efek kemopreventif sulforaphane bekerja dengan menghambat enzim metabolisme obat sitokrom P450 fase I dan menginduksi fase II melalui aktivasi transkripsi gen Nrf2, yang umumnya terlibat dalam proses antioksidatif.

Simpulan: Sulforaphane terbukti memiliki efek antikanker dan kemopreventif pada pasien AML. Namun, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas klinis dalam manajemen AML, farmakokinetik, efek samping, interaksi obat, dan dosis yang aman terhadap pasien AML.

Kata kunci: Sulforaphane, AML, Antikanker, Kemopreventif.

ABSTRACT

Introduction: Acute Myeloid Leukemia (AML) is a hematological malignancy characterized by the overproduction of myeloid stem cells in the bone marrow. Although it is a rare malignancy, AML is a type of leukemia with a poor prognosis that requires more intensive treatment. Primary therapies such as induction therapy and stem cell transplantation have developed a lot, but they have weaknesses, which are expensive and have a high risk of side effects. Sulforaphane, an herbal substance from young broccoli plants, is a potential agent in treating several types of cancer. This study aimed to review the benefits of sulforaphane as its anticancer and chemopreventive potential in AML cancer patients.

Discussion: In general, sulforaphane provides anticancer effects by inducing cancer cell apoptosis, ferroptosis along with the formation of anticancer immunity, myeloid cell differentiation, and control of cell proliferation. Anticancer effects have been studied by reducing miR-155 and miR-181a as AML biomarkers, followed by a decrease in the viability of AML cancer cells. The chemopreventive effect of sulforaphane works by inhibiting the cytochrome P450 drug metabolizing enzymes phase I and induces phase II through transcriptional activation of the Nrf2 gene, which is generally involved in antioxidative processes.

Conclusion: Sulforaphane has been shown to have anticancer and chemopreventive effects in AML patients. However, further research is needed regarding clinical effectiveness in AML management, pharmacokinetics, side effects, drug interactions, and safe doses in AML patients.

Keywords: Sulforaphane, AML, Anticancer, Chemopreventive

1Program Studi Sarjana Kedokteran, Fakultas Kedokteran, Universitas

Brawijaya, Malang, Indonesia


PENDAHULUAN

Salah satu penyakit yang banyak diderita individu seiring dengan pertambahan usia adalah kanker. Kanker memiliki beragam jenis yang tentunya akan sangat berbahaya jika diderita oleh individu dengan usia lanjut. Salah satu kanker yang dapat mengancam jiwa adalah leukemia. Leukemia merupakan kanker dengan peningkatan leukosit disebabkan produksinya yang berlebihan di sumsum tulang. Leukemia dikelompokkan

kembali berdasarkan durasinya yaitu akut dan kronis, serta berdasarkan tipenya yakni limfoblastik dan mieloblastik. Dari jenis-jenis leukemia yang ada, acute myeloid leukemia (AML) atau bisa disebut leukemia mieloblastik akut menjadi yang paling banyak diderita individu berusia lanjut.[1]

Acute Myeloid Leukemia (AML) atau leukemia mieloblastik akut merupakan keganasan dengan ciri khas produksi

berlebihan dari sel punca mieloblastik di sumsum tulang belakang. Kanker ini tergolong sebagai keganasan langka dengan prevalensi kasus hanya 1,2% di Amerika Serikat.[2] Meskipun merupakan keganasan yang langka, AML merupakan leukemia dengan prognosis buruk sehingga perlu penanganan yang lebih intensif. Hal ini dapat disebabkan karena perubahan genetik dari sel punca mieloblastik sehingga proliferasi selnya terus meningkat.[2] Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menjadi penyebab mutasi genetik pada pasien AML, seperti sindrom mielodisplastik, merokok, paparan radiasi, agen kemoterapi, mielofibrosis, dan anemia aplastik.[1]

Untuk meminimalisasi faktor risiko yang dapat menjadi penyebab mutasi genetik pada pasien, diperlukan perawatan yang umumnya mencakup terapi induksi dan terapi postremission. Terapi induksi merupakan terapi yang diberikan sebelum dilakukannya pembedahan dan tergolong sebagai yang paling sering digunakan.[2] Kemoterapi sitotoksik dan penggunaan agen hipometilasi merupakan terapi induksi dengan frekuensi tersering yang digunakan oleh pasien AML. Pemilihan terapi induksi ini pun bergantung pada status fungsional dan biologis dari pasien. Selain terapi induksi juga terdapat terapi post-remission. Terapi ini bertujuan untuk mencegah penyakit AML terulang kembali atau biasa disebut relapse. Terapi yang dipakai dapat berupa kemoterapi tambahan dengan cytarabine maupun dengan transplantasi sel punca hematopoietik alogenik. Akan tetapi, kekurangan dari terapi di atas adalah adanya peningkatan risiko mortalitas dan morbiditas walaupun risiko relapse cenderung berkurang, serta memerlukan biaya besar.[2]

Meskipun AML sudah memiliki terapi utama yang semakin efektif, akan lebih baik jika terapinya lebih bervariasi agar tersedia berbagai alternatif pengobatan bagi pasien. Variasi ini salah satunya dapat berupa inovasi senyawa obat yang didapatkan dari bahan herbal. Obat herbal dianggap merupakan hal yang potensial untuk dijadikan terapi di masa yang akan datang.

Pada dekade ini, sulforaphane menjadi salah satu senyawa obat herbal yang banyak diteliti karena diketahui memiliki khasiat antikanker. Sulforaphane merupakan senyawa yang mudah didapatkan dari sayuran, khususnya pada tanaman brokoli muda dan kubis.[3] Dalam sayuran tersebut, terdapat glukosinolat (khususnya glucoraphanin) sebagai prekursor dari sulforaphane. Ketika jaringan tanaman dirusak dikarenakan proses mengunyah, enzim myrosinase akan dilepas oleh jaringan dan menghidrolisis glucoraphanin menjadi sulforaphane. Akan tetapi, enzim ini mudah

terdegradasi akibat kenaikan suhu sehingga bioavailabilitas sulforaphane akan berkurang.[3] Oleh karena itu, akan lebih baik jika memakan sayuran yang mengandung sulforaphane dalam keadaan segar dan belum dimasak agar kandungan glukosinolatnya tetap tinggi.

Sulforaphane telah diteliti dan diketahui beberapa manfaatnya bagi manusia. Sulforaphane ternyata dapat mengurangi gejala autisme, menekan sitokin proinflamasi, dan antikanker terhadap beberapa jenis kanker.[3] Maka dari itu, penulis mengangkat topik mengenai potensi sulforaphane terhadap leukemia, spesifiknya terhadap AML, untuk dijadikan sebagai terapi penunjang.

PEMBAHASAN

Jalur Potensial untuk Penghambatan Proliferasi Sel Kanker AML

Mutasi gen yang paling sering terjadi pada pasien AML adalah mutasi FLT3 (FMS-like tyrosine kinase 3). Gen FLT3 merupakan reseptor yang memainkan peran penting dalam perluasan sel progenitor multipoten dalam sumsum tulang. Prevalensi mutasi gen FLT3 terjadi sekitar 30% dari semua kasus AML.[4] Dua variasi mutasi FLT3 adalah FLT3-ITD (internal tandem duplication) dan TKD (tyrosine kinase domain 2). FLT3-ITD memiliki prognosis buruk dengan prevalensi sebesar 23% dibandingkan dengan FLT3-TKD yang hanya sebesar 7% dari pasien AML.[5] Baik mutasi FLT3-ITD maupun FLT3-TKD akan meningkatkan aktivitas FLT3 kinase sehingga terjadi peningkatan proliferasi dan viabilitas sel punca mieloblastik. Normalnya, FLT3 baru akan teraktivasi jika terdapat ligan ekstraseluler dan mengaktifkan FLT3, kemudian akan meningkatkan kelangsungan hidup sel, proliferasi, dan diferensiasi melalui beberapa jalur pensinyalan, seperti RAS/mitogen-activated protein kinase (RAS/MAPK), Janus kinase/signal transducer and activator of transcription protein 5 (JAK/STAT5), dan phosphoinositide-3-kinase/Akt (PI3K/AKT).[5] Selain mutasi FLT3, terdapat mutasi gen penyebab AML lainnya, seperti gen Nucleophosmin 1 (NPM1), Tumor protein p53 (TP53), dan yang lainnya.[2] Oleh karena itu, diperlukan suatu zat kimia yang dapat menginhibisi proliferasi sel kanker sesuai pada jalur aktivasi proliferasi selnya.

Sulforaphane sebagai Kandidat Obat Herbal dalam Terapi Kanker

Sulforaphane merupakan senyawa isotiosianat yang berasal dari zat prekursor yaitu glukosinolat. Glukosinolat merupakan senyawa biologis aktif yang terdapat pada sayuran cruciferous.[6] Molekul glukosinolat

terdiri dari dua bagian yaitu gugus glikon yang umum dan rantai samping aglikon variabel yang berasal dari asam amino. Molekul yang terbanyak adalah 3-butenil dan 4-pentenil glukosinolat, dan bentuk terhidroksilasi yang sebagian besar ditemukan dalam kubis Cina dan tanaman lain dari Brassica rapa dan Brassica oleracea, serta 3-metiltiopropil, 3-metilsulfinilpropil, 2-propenil, dan 4-metilsulfinilbutil yang ditemukan di B. oleracea, seperti kubis, kembang kol, dan brokoli. Sebagian besar tanaman brokoli mengandung 2-10 mmol/gram dari 4-metilsulfinil glukosinolat pada bagian kuntum.[7] Glukosinolat bersifat inert secara metabolik sehingga perlu diaktivasi menjadi isotiosianat melalui degradasi enzimatik oleh myrosinase ketika proses memotong maupun mengunyah sayuran tersebut.[6] Sulforaphane juga dapat diaktivasi melalui konjugasi menjadi empat metabolit aktif, yaitu sulforaphane-cystein (SFN-CYS), sulforaphane sistein-glisin (SFN-Cys-Gly), sulforaphane-N-acetyl-cystein (SFN-NAC), dan sulforaphane-glutathione (SFN-GSH). Kini, sulforaphane telah tersedia dalam bentuk kapsul atau tablet sebagai glucoraphanin, turunan dari asam amino metionin.[8]

Sulforaphane telah diketahui memiliki efek antitumor sehingga dapat menjadi kandidat terapi alternatif dalam mencegah dan melawan sel kanker. Hal ini sejalan dengan studi Jasaputra et al. (2017) yang memperbanyak sel NK (natural killer) melalui pemberian ekstrak brokoli dengan konsentrasi berbeda. Setelah diobservasi selama kurang lebih 24 jam, terjadi peningkatan level ekspresi gen NKG2D (natural-killer group 2, member D) yang mengindikasikan peningkatan aktivitas sel-sel NK sehingga dapat melawan sel-sel kanker.[9] Studi oleh Li et al. (2018) menunjukkan bahwa sulforaphane dapat menginduksi apoptosis dan menghambat proliferasi sel kanker nasofaring melalui modifikasi mekanisme STAT3 secara in vitro.[10] Sulforaphane juga dapat menginduksi autofagi melalui penghambatan aktivasi PTEN (phosphatase and tensin homolog) yang dimediasi HDAC6 pada sel TNBC (triple-negative breast cancer).[11] Sulforaphane diketahui juga memiliki aktivitas anti-leukemia pada penyakit keganasan hematologis. Studi oleh Suppipat et al. (2012) pada sel kanker ALL (acute lymphoblastic leukemia) dengan sulforaphane menunjukkan adanya apoptosis dan penghambatan siklus sel G2/M, yang dikaitkan dengan aktivasi caspase (3, 8, dan 9), inaktivasi PARP, peningkatan regulasi gen p53-independen p21CIP1/WAF1, dan penghambatan jalur kompleks Cdc2/Cyclin B1. Tidak hanya itu, sulforaphane juga dapat menginhibisi jalur

kelangsungan hidup sel kanker ALL yaitu jalur AKT dan mTOR di sebagian besar sel yang diuji.[12] Oleh karena itu, sulforaphane memiliki potensi besar untuk dijadikan sebagai antikanker khususnya pada penyakit keganasan hematologi.

Potensi Efek Antikanker dari Senyawa Sulforaphane terhadap Kanker AML

Sulforaphane diketahui memiliki sifat antiproliferatif pada sel kanker AML. Pada sebuah penelitian terhadap penyakit leukemia mieloblastik kronik, sulforaphane dapat menghambat aktivitas jalur pensinyalan JAK/STAT5 pada sel kanker CML sehingga diharapkan akan terjadi peningkatan respons sitotoksik pada sel kanker yang mengandung gen FLT3-ITD.[13] Jika sulforaphane dapat menekan proliferasi sel pada CML, seharusnya pada sel kanker AML juga memiliki kemampuan yang sama karena kedua kanker tersebut terkait dengan jenis sel yang sama, yaitu sel punca mieloblastik.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa sulforaphane dapat digunakan sebagai terapi antikanker. Studi Prata et al. (2018) menunjukkan terdapat efek sitotoksik pada sel kanker dengan dosis sulforaphane 10 μM atau setara dengan 200 gram asupan brokoli.[14] Selain itu, dalam penelitian Greco et al. (2022), sulforaphane pernah diujikan pada kultur sel AML U-937 (dengan gen FLT3 normal) dan MV4-11 (mutasi FLT3-ITD). Hasilnya, sulforaphane terbukti dapat menurunkan viabilitas kedua sel tersebut dengan bergantung pada dosis setelah 24 jam.[13] Apoptosis juga meningkat signifikan seiring kenaikan dosis. Ternyata, apoptosis selnya diperantarai oleh aktivasi pembelahan caspase-3 dan inaktivasi poly-(ADP-ribose)-polymerase-1 (PARP-1) pada kedua sel tersebut. Dengan demikian, sulforaphane memiliki kemampuan untuk menghambat siklus sel pada fase G2/M.[15] Kemudian, sulforaphane juga terbukti menyebabkan ferroptosis. Ferroptosis adalah jenis kematian sel non-apoptosis yang didorong oleh akumulasi zat besi yang berlebihan, peroksidasi lipid yang tidak terbatas, dan kerusakan membran plasma.[16] Sulforaphane bekerja dengan menurunkan glutathione (GSH) intraseluler dan meningkatkan peroksidasi lipid. Sel yang mati dengan cara ferroptosis akan menghasilkan imunitas adaptif yang berperan sebagai respon antikanker melalui pelepasan Damage Associated Molecular Pattern (DAMP), mematangkan dendritic cell (DC), dan menghasilkan sel T sitotoksik. Walaupun demikian, sel yang masih normal tidak terpengaruh apoptosis dan tidak terjadi nekrosis sehingga viabilitas sel normal tetap terjaga.[13,16] Mekanisme ferroptosis secara umum dirangkum dalam Gambar 1.

Gambar 1. Induksi Kematian Sel melalui Ferroptosis Menghasilkan Sel T CD8+ Sitotoksik.[16]

Sulforaphane juga dapat menginduksi apoptosis sel dengan mengatur ekspresi microRNA. Terdapat beberapa bukti bahwa microRNA dapat dijadikan sebagai penanda biologis penyakit AML karena umumnya terjadi peningkatan micro-RNA pada pasien AML. Salah satu contohnya adalah microRNA-155 (miR-155). MiR-155 bekerja dengan menghambat diferensiasi sel mieloblastik sehingga pada pasien AML, biasanya terdapat konsentrasi miR-155 yang tinggi.[17] Penelitian oleh Koolivand et al. (2018) menunjukkan bahwa sulforaphane dapat menurunkan konsentrasi miR-155. Sulforaphane dapat menginduksi apoptosis pada sel AML dengan jumlah kematian sel yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan dosis sulforaphane.[17] Selain miR-155, sulforaphane juga mengurangi tingkat MicroRNA-181a (miR-181a) di dalam sel. MiR-181a berperan dalam menghambat diferensiasi granulosit dan makrofag melalui protein kinase C delta, calcium/calmodulin dependent protein kinase kinase 1 (CAMKK1), dan CTD small phosphatase-like (CTDSPL) mRNA.[15] Pada penelitian Koolivand et al. (2022), ternyata miR-181a juga ikut menurun bergantung pada dosis sulforaphane, seperti pada penelitian sebelumnya.[15] Hal ini kemungkinan karena sulforaphane memiliki aktivitas anti-miR-181a dengan mengaktivasi jalur seperti gen homolog Kirsten rat sarcoma 2 viral oncogene (KRAS), Neuroblastoma rat sarcoma 2 (NRAS) proto-oncogene, GTPase (NRAS), dan mitogen-activated protein kinase 1 (MAPK1).[18] Jadi, dapat disimpulkan bahwa inhibisi microRNA penting agar aktivitas mitosis dan perkembangan sel AML dapat ditekan sehingga diferensiasi sel mieloblastik dapat berjalan normal. Mekanisme sulforaphane terhadap sel kanker AML telah dirangkum dalam Gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme Kerja Sulforaphane terhadap Sel Kanker AML.

Efek Kemopreventif dari Sulforaphane

Kemoprevensi adalah penggunaan senyawa tidak toksik baik dibuat di alam, secara kimiawi, maupun kombinasinya yang dapat menghambat karsinogenesis di berbagai tahap. Agen kemopreventif dapat berfungsi sebagai agen penghambat, yang bekerja sebelum atau selama inisiasi karsinogenesis oleh karsinogen, atau sebagai agen supresi yang bekerja setelah mencapai tahap promosi dan perkembangan tingkat lanjut.[19]

Dari beberapa studi yang ada, sulforaphane diketahui memiliki efek kemopreventif. Sulforaphane ternyata dapat menghambat enzim sitokrom P450 (CYP450) fase I dan menginduksi fase II, yang umumnya terlibat dalam proses detoksifikasi zat karsinogenik. Pada fase I, biasanya akan menghasilkan metabolit reaktif pada zat prokarsinogenik yang tentu akan berbahaya bagi sel, sedangkan fase II yang terinduksi melalui aktivasi jalur Nuclear factor erythroid 2-related factor 2-Antioxidant Response Element (Nrf2-ARE) dan Kelch-like ECH-associated protein 1 (Keap1), lalu menghasilkan enzim antioksidatif yang menginaktivasi metabolit toksik sehingga dapat dieliminasi tubuh.[20,21] Sulforaphane juga dapat menghambat aktivitas NF-kB dalam meregulasi transkripsi gen proinflamasi.[20] Sulforaphane juga dapat mengurangi tingkat reactive oxygen species (ROS) dalam sel. Penelitian oleh Prata et al. (2018) menunjukkan bahwa sulforaphane dapat menurunkan ekspresi Aquaporin 8 (AQP8) sehingga transport ROS berupa hidrogen peroksida ke dalam sel berkurang.[14] Jadi, dapat disimpulkan bahwa sulforaphane tidak hanya dapat dijadikan sebagai antikanker, tetapi juga dapat digunakan untuk mencegah karsinogenesis.

Gambar 3. (A) Mekanisme Kemopreventif Sulforaphane dengan Menginduksi Sitokrom P450 Fase II, (B) Sulforaphane Menginduksi Jalur Nrf2-ARE dan Keap1 Menghasilkan Enzim Fase II.[21]

Keamanan dan Dosis Sulforaphane

Sulforaphane dianggap relatif aman untuk dikonsumsi dalam bentuk alami, yakni dari brokoli terutama yang masih berkecambah. Studi systematic review oleh McGuinness dan Kim (2020) terhadap pasien autism spectrum disorder menunjukkan bahwa sulforaphane dianggap aman walaupun terdapat beberapa efek samping yang dilaporkan, yaitu insomnia, perut kembung, sembelit, penambahan berat badan, muntah, diare, peningkatan agresi, dan alergi musiman.[22] Selain itu, sebuah journal review menunjukkan bahwa tidak ada efek merugikan yang signifikan yang dibuktikan dari tes hematologi, kimia, fungsi hati, dan tiroid dari terapi sulforaphane terhadap orang sehat dengan dosis 25 µmol dan 100 µmol glucoraphanin, tiga kali sehari selama 7 hari berturut-turut.[8] Umumnya, sulforaphane dosis rendah masih aman untuk tubuh.[23] Sulforaphane cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh tubuh, dengan tingkat ekskresi 70%-90% dari dosis yang diberikan.[8] Meskipun demikian, terdapat interaksi obat yang mungkin terjadi karena konsumsi sulforaphane. Sulforaphane diketahui memiliki interaksi langsung terhadap enzim CYP450, seperti CYP450 3A4/5 dan 2D6. Terdapat interaksi obat disebabkan sulforaphane, terutama pada furosemide, verapamil, dan ketoprofen. Sulforaphane dapat memengaruhi efektivitas, bahkan menimbulkan efek resistensi pada obat tersebut karena interaksinya bersifat antagonis dengan mengubah aktivitas metabolisme obat dan transpornya.[3] Di sisi lain, sulforaphane juga dapat dikombinasikan dengan kemoterapi. Pada pasien dengan kemoterapi doksorubisin, sulforaphane memberikan proteksi dengan menekan efek kardiotoksisitas dari doksorubisin melalui aktivitas mitokondrial, aktivasi Nrf2, dan mencegah penurunan antioksidan.[24]

Kesimpulannya, sulforaphane secara umum aman untuk dikonsumsi, tetapi perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai keamanan, interaksi obat, dan dosis tetap sulforaphane khususnya pada pasien AML.

SIMPULAN

Sulforaphane merupakan salah satu zat kimia aktif yang dapat digunakan sebagai terapi alternatif pada kanker AML. Sulforaphane terbukti memiliki efek antikanker dan kemopreventif pada pasien AML. Walaupun demikian, diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai efektivitas perbaikan klinis pada manajemen pasien AML, farmakokinetik, efek samping, interaksi obat, dan dosis yang aman dari zat kimia ini terhadap pasien AML. Harapannya, senyawa ini dapat dilakukan uji klinis lebih lanjut sehingga dapat menjadi pilihan tambahan terapi alternatif yang terstandar dan aman bagi pasien AML.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.      Vakiti A, Mewawalla P. Acute Myeloid

Leukemia [Internet]. 2019 [cited 2022 Aug       13];Available       from:

https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/ NBK507875/

  • 2.      Pelcovits A, Niroula R. Acute Myeloid

Leukemia: A Review. R I Med J (2013) [Internet] 2020;103(3):38–40. Available                      from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/ 32236160

  • 3.     Vanduchova A, Anzenbacher P,

Anzenbacherova E. Isothiocyanate from Broccoli, Sulforaphane, and Its Properties.    J     Med     Food

2019;22(2):121–6.

  • 4.     Daver N, Schlenk RF, Russell NH,

Levis MJ. Targeting FLT3 mutations in AML: review of current knowledge and      evidence.      Leukemia

2019;33(2):299–312.

  • 5.      Ambinder AJ, Levis M. Potential

targeting of FLT3 acute myeloid leukemia.           Haematologica

2021;106(3):671–81.

  • 6.      Ruhee RT, Suzuki K. The integrative

role of sulforaphane in preventing inflammation, oxidative stress and fatigue:  A review of a potential

protective            phytochemical.

Antioxidants 2020;9(6):1–13.

  • 7.     Juge N, Mithen RF, Traka M.

Molecular basis for chemoprevention by sulforaphane: A comprehensive review. Cell Mol Life Sci 2007;64(9):1105–27.

  • 8.     Yagishita Y, Fahey JW, Dinkova-

Kostova AT, Kensler TW. Broccoli or

sulforaphane: Is it the source or dose that matters? Molecules 2019;24(19).

  • 9.      Jasaputra DK, Tjhia KK, Afifah E,

Kusuma HSW. Peningkatan Ekspresi Gen NKG2D Sel-sel NK oleh Brokoli untuk Mencegah Kanker. Glob Med Heal Commun 2017;5(2):117.

  • 10.     Li X, Zhao Z, Li M, Liu M, Bahena A,

Zhang Y, et al. Sulforaphane promotes apoptosis, and inhibits proliferation and self-renewal of nasopharyngeal cancer cells by targeting STAT signal through miRNA-124-3p.            Biomed

Pharmacother             [Internet]

2018;103:473–81.  Available from:

https://www.sciencedirect.com/scien ce/article/pii/S075333221735299X

  • 11.    Yang F, Wang F, Liu Y, Wang S, Li X,

Huang Y, et al. Sulforaphane induces autophagy by inhibition of HDAC6-mediated PTEN activation in triple negative breast cancer cells. Life Sci [Internet] 2018;213:149–57. Available from: https://www.sciencedirect.com/scien ce/article/pii/S0024320518306593

  • 12.    Suppipat K, Park CS, Shen Y, Zhu X,

Lacorazza HD. Sulforaphane Induces Cell Cycle Arrest and Apoptosis in Acute Lymphoblastic Leukemia Cells. PLoS         One         [Internet]

2012;7(12):e51251. Available from: https://doi.org/10.1371/journal.pone. 0051251

  • 13.    Greco G, Schnekenburger M,

Catanzaro E, Turrini E, Ferrini F, Sestili P, et al. Discovery of sulforaphane as an inducer of ferroptosis in U-937 leukemia cells: Expanding its anticancer potential. Cancers (Basel) 2022;14(1):1–16.

  • 14.     Prata C, Facchini C, Leoncini E, Lenzi

M, Maraldi T, Angeloni C, et al. Sulforaphane  modulates  AQP8-

linked redox signalling in leukemia cells. Oxid Med Cell Longev 2018;2018.

  • 15.    Koolivand M, Ansari M, Moein S, Afsa

M, Malekzadeh K. The  Inhibitory

Effect of Sulforaphane  on The

Proliferation of   Acute   Myeloid

Leukemia   Cell   Lines   through

Controlling miR-181a. Cell J 2022;24(1):44–50.

  • 16.    Tang D, Kepp O, Kroemer G.

Ferroptosis becomes immunogenic: implications      for      anticancer

treatments.       Oncoimmunology

[Internet] 2021;10(1). Available from: https://doi.org/10.1080/2162402X.20 20.1862949

  • 17.     Koolivand M, Ansari M, Piroozian F,

Moein S, MalekZadeh K. Alleviating

the progression of acute myeloid leukemia (AML) by sulforaphane through controlling miR-155 levels. Mol      Biol      Rep     [Internet]

2018;45(6):2491–9. Available from: http://dx.doi.org/10.1007/s11033-018-4416-0

  • 18.    Huang X, Schwind S, Santhanam R,

Eisfeld AK, Chiang C ling, Lankenau M, et al. Targeting the RAS/MAPK pathway with miR-181a in acute myeloid    leukemia.    Oncotarget

2016;7(37):59273–86.

  • 19.    George VC, Dellaire G, Rupasinghe

HPV. Plant flavonoids in cancer chemoprevention: role in genome

stability. J Nutr Biochem [Internet] 2017;45:1–14. Available from: https://www.sciencedirect.com/scien ce/article/pii/S0955286316302236

  • 20.    Jiang X, Liu Y, Ma L, Ji R, Qu Y, Xin

Y, et al. Chemopreventive activity of sulforaphane. Drug Des Devel Ther 2018;12:2905–13.

  • 21.     Elbarbry F, Elrody N. Potential health

benefits of sulforaphane: A RE of the experimental,      clinical      and

epidemiological evidences and underlying mechanisms. J Med Plants Res 2011;5(4):473–84.

  • 22.    McGuinness G, Kim Y. Sulforaphane

treatment for autism spectrum disorder: A systematic review. EXCLI J 2020;19(2016):892–903.

  • 23.     Rafiei H, Ashrafizadeh M, Ahmadi Z.

MicroRNAs as novel targets of sulforaphane in cancer therapy: The beginning of a new tale? Phyther Res 2020;34(4):721–8.

  • 24.    Kamal MM, Akter S, Lin CN, Nazzal

S. Sulforaphane as an anticancer molecule:  mechanisms of action,

synergistic effects, enhancement of drug safety, and delivery systems. Arch    Pharm    Res    [Internet]

2020;43(4):371–84. Available from: https://doi.org/10.1007/s12272-020-01225-2.

57

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index