HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN, DEPRESI, DAN STRES DENGAN KUALITAS TIDUR MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DI INDONESIA SELAMA PANDEMI COVID-19
on
ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA
Essence of Scientific Medical Journal (2022), Volume 20, Number 2:87-96
P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472
TINJAUAN PUSTAKA
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN, DEPRESI, DAN STRES DENGAN KUALITAS TIDUR MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DI INDONESIA SELAMA PANDEMI COVID-19
Komang Wahyu Kurniawan1, Ni Made Indira Kusuma Putri1, Putu Bagus Dharma Permana1, Sakina2
ABSTRAK
Pendahuluan: Kualitas tidur merupakan wujud pemenuhan kepuasan individu yang menjalani suatu proses tidur. Pandemi COVID-19 mengharuskan pemberlakuan social distancing sebagai salah satu pengendalian dalam penyebaran virus. Social distancing dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis dan bahkan dapat memengaruhi kualitas tidur seseorang. Mahasiswa, khususnya di Fakultas Kedokteran, rentan mengalami tidur dengan kualitas yang buruk. Faktor kecemasan, depresi, dan stres diduga ikut terlibat dalam kualitas tidur di kalangan Mahasiswa Kedokteran. Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat depresi, kecemasan, dan stres berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk pada Mahasiswa Kedokteran di Indonesia selama pandemi COVID-19
Pembahasan: Lima studi menyimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur Mahasiswa Kedokteran selama pandemi COVID-19. Hal ini diduga karena gangguan tidur dan kecemasan samasama didasari oleh patogenesis hiperaktivitas yang disebabkan oleh gangguan sistem neurotransmiter, seperti kolinergik dan GABA. Dua studi meninjau hubungan antara kualitas tidur Mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan kejadian depresi selama masa pandemi COVID-19. Walaupun hubungan antara kualitas tidur dan depresi telah dibuktikan secara ekstensif, arah dari hubungan ini masih belum bisa ditetapkan. Mekanisme perubahan kualitas tidur pada depresi diduga melibatkan peran dari peningkatan mediator inflamasi seperti IL-6 dan TNF, jalur biokimia neurotransmitter, korelasi genetik, serta disregulasi pada irama sirkadian akibat single nucleotide polymorphism (SNP) dari clock genes. Tiga studi menemukan adanya hubungan antara kejadian stress pada Mahasiswa Kedokteran dengan kualitas tidur mereka selama pandemi COVID-19. Stres dan tidur memiliki keterkaitan dengan aktivasi aksis hipotalamo-hipofisis-adrenal (HPA) yang juga dipengaruhi oleh sistem imun.
Simpulan: Berdasarkan tinjauan pustaka yang dilakukan, ditemukan bahwa kualitas tidur berkaitan dengan kejadian stres, depresi, dan kecemasan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran di Indonesia selama pandemi COVID-19.
Kata kunci: Kecemasan, Depresi, Stres, Mahasiswa, COVID-19
ABSTRACT
Introduction: Sleep quality is a form of fulfilling the satisfaction of an individual who undergoes a sleep process. The COVID-19 pandemic requires the implementation of social distancing as one of the controls in the spread of the virus. However, it can have an impact on psychological well-being and can even affect a person's sleep quality. Students, especially in medical schools, are prone to experience poor quality sleep. Anxiety, depression, and stress factors are thought to be involved in sleep quality among medical students. This literature review aims to determine whether levels of depression, anxiety, and stress contribute to poor sleep quality in medical students in Indonesia during the COVID-19 pandemic.
1Program Studi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
2Departemen
Anatomi, Histologi, dan Farmakologi, Fakultas
Kedokteran, Universitas Airlangga, Surabaya, Indonesia
Discussion: Five studies concluded that there was a relationship between anxiety levels and sleep quality of medical students during the COVID-19 pandemic. This is presumably because sleep and anxiety disorders are both based on the pathogenesis of hyperactivity caused by disorders of the neurotransmitter system, such as cholinergics and GABA. Two studies examined the relationship between medical student sleep quality and the incidence of depression during the COVID-19 pandemic. Although the relationship between sleep quality and depression has been extensively demonstrated, the direction of this relationship has yet to be established. The mechanism of changes in sleep quality in depression is thought to involve an increase in inflammatory mediators such as IL-6 and TNF, neurotransmitter biochemical pathways, genetic correlation, and dysregulation in circadian rhythm due to single nucleotide polymorphism (SNP) of clock genes. Three studies found an association between the incidence of stress in medical students and the quality of their sleep during the COVID-19 pandemic. Stress and sleep are associated with activation of the hypothalamo-pituitary-adrenal (HPA) axis which is also influenced by the immune system.
Conclusion: Based on the literature review, it was found that sleep quality is related to the incidence of stress, depression, and anxiety in medical faculty students in Indonesia during the COVID-19 pandemic.
Keywords: Anxiety, COVID-19, Depression, Stress, Student
PENDAHULUAN
seseorang dengan Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).[2] Alat ukur tersebut telah diadaptasi secara umum ke bahasa Indonesia dan secara kontekstual mendasarkan kualitas tidur pada sejumlah komponen yang meliputi kualitas tidur secara subjektif, latensi tidur, durasi tidur, efisiensi tidur sehari-hari, gangguan tidur, penggunaan obat tidur,
Kualitas tidur merupakan wujud pemenuhan kepuasan individu yang menjalani suatu proses tidur.[1] Untuk menyediakan suatu ukuran standar yang valid, suatu sistem skoring dapat diimplementasikan untuk mengukur kualitas tidur
serta gangguan keseharian pada siang hari.[3] Pandemi COVID-19 mengharuskan pemberlakuan social distancing sebagai salah satu pengendalian dalam penyebaran virus. Hal tersebut dapat berdampak pada kesejahteraan psikologis dan bahkan dapat memengaruhi kualitas tidur seseorang.[4] Pada penelitian yang dilakukan oleh Blume et al. (2020) menunjukkan adanya penurunan kualitas tidur yang disebabkan oleh situasi pandemi. Dalam hal ini, pandemi memiliki kemungkinan yang besar dalam memperberat beban individu secara subjektif dan menurunkan kesejahteraan mental dan fisik seseorang. Penurunan kualitas tidur ini tidak terlalu tajam akibat beberapa faktor seperti durasi tidur hari kerja dan hari libur yang harmonis, pengurangan jam kerja, dan peningkatan paparan sinar matahari serta olahraga.[5] Namun terdapat sedikit perbedaan pada penelitian Kocevska et al. (2020) yang membandingkan kualitas tidur seseorang sebelum dan selama pandemi.[6] Ada perburukan kualitas tidur pada seseorang dengan kualitas tidur yang cukup baik sebelum pandemi, namun terdapat 84% peningkatan kualitas tidur pada seseorang yang mengalami insomnia sebelum pandemi terjadi. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa afek negatif dan kekhawatiran dapat memprediksi kualitas tidur selama pandemi secara signifikan.[6]
Mahasiswa, khususnya di Fakultas Kedokteran, rentan mengalami tidur dengan kualitas yang buruk.[7] Tinjauan sistematis dan meta-analysis terhadap 57 studi menunjukkan bahwa di dunia, kualitas tidur yang buruk memiliki angka prevalensi sebesar 52.7% berdasarkan nilai Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI).[8] Studi yang dilakukan di Universitas Udayana, Indonesia menunjukkan bahwa 58.3% mahasiswa pada tahap preklinik dan 74.8% mahasiswa pada tahap klinik memiliki kualitas tidur yang buruk.[9] Penurunan kualitas tidur pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran dikaitkan dengan tingginya kejadian stres akibat beban akademik, rasa takut menghadapi ujian, serta jadwal aktivitas keseharian yang tidak teratur.[10] Padahal, kualitas tidur merupakan faktor utama yang tidak hanya menentukan kemampuan akademik seorang mahasiswa, tetapi juga memberikan efek jangka panjang pada fungsi kognitif, psikososial, dan kesehatan fisik.[11–13]
Faktor kecemasan, depresi, dan stres diduga berkontribusi bagi kualitas tidur di kalangan Mahasiswa Kedokteran. Secara global, prevalensi kecemasan pada Mahasiswa Kedokteran sebesar 33,8%, jauh lebih tinggi daripada populasi umum, dengan negara-negara di timur tengah dan benua asia memiliki prevalensi paling tinggi.[14] Sedangkan depresi hampir mencapai sepertiga dari seluruh Mahasiswa Kedokteran di seluruh dunia.[15] Prevalensi stres yang tinggi dan kualitas tidur yang buruk ditemukan di kalangan Mahasiswa Kedokteran dengan hubungan yang signifikan antara keduanya.[16] Kualitas tidur yang buruk berhubungan dengan tingkat depresi, kecemasan, dan stres yang lebih tinggi di kalangan Mahasiswa Kedokteran.[17] Tinjauan pustaka ini bertujuan untuk mengetahui apakah tingkat depresi, kecemasan, dan stres berkontribusi terhadap kualitas tidur yang buruk pada Mahasiswa Kedokteran di Indonesia selama pandemi COVID-19.
Pencarian pustaka dilakukan pada database daring Google Scholar dan PubMed menggunakan
kata kunci “mahasiswa”, “kedokteran”, “depresi”, “cemas”, “stres”, dan “COVID-19”. Susunan kata kunci dilakukan berdasarkan operasi boolean berbahasa Indonesia dan Inggris sehingga menghasilkan rangkaian ((“mahasiswa” OR “mahasiswi”) AND (“kedokteran” OR “fakultas kedokteran” OR “FK” OR “pendidikan dokter”) AND (“depresi” OR “gangguan depresif” OR “gejala depresif”) AND (“cemas” OR “kecemasan” OR “ansietas”) AND (“stres”) AND (“COVID-19” OR “SARS-Cov-2” OR “pandemi COVID-19”)). Rangkaian operasi boolean berbahasa Indonesia digunakan pada database Google Scholar dan ditranslasikan ke bahasa Inggris sebelum digunakan pada database Pubmed. Seleksi terhadap hasil pencarian kemudian dilakukan sehingga menghasilkan 9 studi orisinal yang memenuhi beberapa kriteria yaitu artikel full text berbahasa Indonesia atau berbahasa Inggris yang membahas hubungan antara kecemasan, depresi, dan/atau stres dengan kualitas tidur pada populasi Mahasiswa Kedokteran di Indonesia selama pandemi COVID-19.
PEMBAHASAN
Kecemasan
Mayoritas responden Mahasiswa Kedokteran pada empat studi di Indonesia selama pandemi COVID-19 diketahui mengalami kecemasan dibandingkan dengan responden yang tidak mengalami kecemasan, dengan persentase tertinggi berada pada tingkat kecemasan ringan. Lebih dari setengah jumlah responden penelitian Ursula dan koleganya (2021) mengalami kecemasan dengan rincian 39,9% responden dengan kecemasan ringan, 13,9% dengan kecemasan sedang, dan 4,8% responden dengan kecemasan berat.[22] Hasil serupa juga dipaparkan oleh penelitian Ghawa et al. (2021) yang menemukan sekitar 80% respondennya mengalami kecemasan dengan rincian 38,9% responden mengalami kecemasan ringan, 35,1% responden mengalami kecemasan sedang, dan sebanyak 6,1% responden mengalami kecemasan berat.[23] Mayoritas responden pada penelitian Salim et al. (2022) juga
Tabel 1. Karakteristik Pustaka yang Meninjau Hubungan antara Kecemasan, Depresi dan Stres terhadap Kualitas Tidur Mahasiswa Fakultas Kedokteran d i Indonesia
Penulis, Tahun |
Kualitas Tidur Judul Jumla Cut-off Periode Metod h skor Persenta Subyek Hasil Studi e Samp PSQI se el untuk Kualitas Kualitas Tidur Tidur Buruk Buruk |
Penelitian dengan Variabel Kecemasan, Depresi, dan Stres
Fauziyah dan Aretha, 2021 |
Hubungan Desem Cross Mahasiswa 81 > 5 48.1% Kualitas tidur Kecemasan, ber sectio semester 3 berkaitan dengan Depresi, dan 2020 nal FK kecemasan, Stres dengan Universitas depresi, dan Kualitas Tidur Muhammadiy stres. Depresi Mahasiswa ah Surakarta merupakan Fakultas variabel yang Kedokteran paling Selama mempengaruhi Pandemi kualitas tidur COVID-19 mahasiswa. |
Penelitian dengan Variabel Kecemasan
Simatupan g et al., 2022 |
Hubungan N/A Cross Mahasiswa 59 N/A 89.9% Kecemasan Kecemasan sectio Fakultas berkaitan dengan dengan nal Kedokteran kualitas tidur Kualitas Tidur Universitas mahasiswa. Mahasiswa Islam FK UISU Sumatera pada Masa Utara Pandemi COVID-19 |
Salim et al., 2022 |
The Juli Cross Mahasiswa 635 N/A 59.2% Terdapat Relationship 2020 sectio preklinik dan hubungan antara between hingga nal klinik FKIK kecemasan Anxiety and Mei Universitas dengan kualitas Sleep Quality 2021 Atma Jaya tidur pada among tahun mahasiswa Medical akademik preklinik dan klinik Students 2020/2021 FKIK UNIKA Atma during Jaya selama COVID-19 pandemi COVIDPandemic 19. |
Ghawa et al., 2021 |
Hubungan N/A Cross Mahasiswa 131 N/A 93.1% Terdapat Antara sectio Fakulatas hubungan yang Tingkat nal Kedokteran signifikan (p= Kecemasan Universitas 0,002) antara dengan Nusa tingkat Kualitas Tidur Cendana kecemasan Selama Masa angkatan dengan kualitas Pandemi 2017, 2018, tidur selama COVID-19 2019. masa pandemi pada COVID-19 pada Mahasiswa Mahasiswa Fakultas Fakultas Kedokteran Kedokteran Universitas Universitas Nusa Nusa Cendana. Cendana |
Ursula et |
Anxiety and |
Desem |
Cross |
Mahasiswa |
208 |
>5 |
70.2% |
Terdapat |
al., 2021 |
Sleep Quality among Medical Students in Indonesia during the COVID – 19 Pandemic |
ber 2020 hingga Februar i 2021 |
sectio nal |
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagar a |
hubungan antara kecemasan dengan kualitas tidur mahasiswa. Mahasiswa dengan kecemasan memiliki risiko 1,5x lebih besar untuk mengalami tidur berkualitas buruk. | |||
Penelitian dengan Variabel Depresi |
Tanusetiaw |
Relationship |
Oktober |
Cross |
Mahasiswa |
635 |
>5 |
59.2% |
Terdapat |
an et al., 2022 |
of Depression and Sleep Quality among North Jakarta Medical Students during the COVID-19 Pandemic |
2020 hingga Januari 2021 |
sectio nal |
preklinik dan klinik FKIK Universitas Atma Jaya tahun akademik 2020/2021 |
hubungan bermakna antara depresi dengan kualitas tidur mahasiswa preklinik dan klinik FKIK UAJ selama pandemi COVID-19. | |||
Penelitian dengan Variabel Stres | ||||||||
Sitepu et al., 2022 |
Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen |
N/A |
Cross sectio nal |
Mahasiswa Kedokteran angkatan 2017, 2018, 2019 dan 2020 Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen |
97 |
N/A |
84.5% |
Terdapat hubungan yang bermakna antara stres dengan kualitas tidur pada Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen. |
Fasya et al., 2021 |
Relationship of Stress and Sleep Disorders in Faculty of Medical Students of Malahayati University during COVID-19 Pandemic |
Januari 2021 |
Cross sectio nal |
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati |
60 |
N/A |
80% |
Terdapat hubungan antara stres dengan kualitas tidur mahasiswa. |
Nurrachma wati et al., 2022 |
Hubungan Aktivitas Fisik dan Stres terhadap Kualitas Tidur Selama Pandemi Covid-19 pada Mahasiswa Tingkat 2 Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta |
Januari 2022 |
Cross sectio nal |
Mahasiswa Kedokteran UPN Veteran Jakarta tingkat 2 |
96 |
N/A |
87,5% |
Tidak terdapat hubungan antara tingkat stres dan kualitas tidur. |
menunjukkan 62% respondennya mengalami kecemasan dengan rincian 37% memiliki kecemasan ringan, 16,9% mengalami kecemasan sedang, dan 8,2% memiliki kecemasan berat.[24] Penelitian oleh Simatupang et al. (2022) juga menemukan bahwa mayoritas responden memiliki kecemasan dengan rincian 32,2% merasakan kecemasan ringan, 27,1% merasakan kecemasan sedang, 16,9% merasakan kecemasan berat, dan sebanyak 1,7% merasakan kecemasan berat sekali.[25] Tingkat kecemasan pada penelitian Salim et al. (2022)[24] dan Ursula et al. (2021)[22] diukur menggunakan kuesioner Generalised Anxiety Disorder 7 (GAD-7), sedangkan penelitian Ghawa et al. (2021)[23] dan Simatupang et al. (2022)[25] diukur dengan Hamilton Anxiety Rating Scale. Hal ini berbeda pada penelitian Fauziyah dan Aretha (2021)[18] yang menggunakan kuesioner Depression, Anxiety, and Stress Scale (DASS-42) dengan hasil kurang dari sepertiga jumlah respondennya (32,1%) mengalami kecemasan tanpa ada rincian tingkatnya dan sebanyak 48,1% respondennya memiliki kualitas tidur yang buruk.
Beberapa faktor seperti sulitnya beradaptasi dengan sistem belajar jarak jauh[25], kurangnya interaksi selama pembelajaran, padatnya jadwal kuliah, jam kuliah yang terkadang tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya, jaringan internet bermasalah, dan lingkungan belajar yang kurang kondusif dapat menjadi pemicu kecemasan pada mahasiswa. Selain itu, Mahasiswa Kedokteran berisiko mengalami kecemasan pada masa pandemi karena mereka lebih sensitif terhadap tekanan dan gangguan rutinitas akibat COVID-19, tingkat pengetahuan mereka yang lebih tinggi tentang bahaya dan keparahan COVID-19, risiko pajanan virus yang lebih tinggi, kekhawatiran pengaruh pandemi terhadap ekonomi, keterlambatan akademik, dan kehidupan sehari-hari.[23] Sebuah meta analisis juga melaporkan bahwa tingkat kecemasan Mahasiswa Kedokteran lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi umum dan teman sebaya mereka.[26] Penyebab tingginya tingkat kecemasan tersebut diduga karena mayoritas Mahasiswa Kedokteran memiliki kepribadian neurotik dan perfeksionis, pendidikan yang menuntut secara akademik dan emosional, beban finansial, paparan terhadap situasi meninggalnya pasien, dan pelecehan mahasiswa.[14] Sementara itu, prevalensi kecemasan Mahasiswa Kedokteran selama COVID-19 lebih rendah daripada prevalensi sebelum pandemi, berkebalikan dengan tingkat kecemasan populasi umum yang dapat meningkat empat kali lipat.[26] Hal tersebut dapat dijelaskan oleh beberapa faktor seperti informasi tentang COVID-19 yang adekuat, resiliensi yang tinggi, sistem pembelajaran daring yang meringankan beban akademik serta mengurangi risiko terpapar COVID-19, lebih patuh menerapkan perilaku pencegahan penyakit, serta kesempatan Mahasiswa Kedokteran untuk tinggal di rumah bersama keluarga.[26]
Beberapa faktor diduga berperan sebagai faktor risiko terjadinya kecemasan pada Mahasiswa Kedokteran di Indonesia selama pandemi COVID-19. Responden perempuan (59,1%) lebih banyak yang mengalami kecemasan dibandingkan responden laki-laki. Hal ini sejalan dengan penelitian Salim et al. (2022)[24] yang menemukan persentase responden wanita yang mengalami kecemasan (66,28%) lebih tinggi daripada persentase
responden laki-laki (52,97%) dengan kecemasan. Namun, prevalensi kecemasan pada Mahasiswa Kedokteran berdasarkan jenis kelamin ternyata tidak berbeda signifikan secara statistik.[14] Berdasarkan tingkat pendidikan, persentase Mahasiswa Kedokteran preklinik tahun 2020 dengan kecemasan ternyata lebih tinggi (73.81%) daripada Mahasiswa Kedokteran pada tingkat lebih atas. Hal ini diduga karena Mahasiswa Kedokteran belajar mengembangkan keterampilan merawat diri serta keterampilan menyeimbangkan kehidupan profesional dan personal seiring waktu.[14] Sementara itu, tidak ada perbedaan yang berarti antara persentase Mahasiswa Kedokteran klinik tahun 2018 (53%) dan 2019 (52.88%). Jika dibandingkan berdasarkan tahap studinya, tidak ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara prevalensi kecemasan Mahasiswa Kedokteran tahap preklinik dan tahap klinik.[14]
Lima studi menyimpulkan bahwa terdapat hubungan tingkat kecemasan dengan kualitas tidur Mahasiswa Kedokteran selama pandemi COVID-19.[18,22–25] Fauziyah dan Aretha (2021) menemukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecemasan dengan kualitas tidur pada analisis multivariat dengan regresi logistik (OR 3,967; 95% CI [1,143- 13,722]; p=0,030).[18] Penelitian oleh Ursula menemukan bahwa terdapat sekitar 1,5 kali peningkatan risiko kualitas tidur buruk yang signifikan di antara mereka yang memiliki kecemasan dibandingkan dengan tidak (PR 1.53, 95% CI 1.23-1.90, p<0.001).[22] Hasil analisis bivariat oleh Ghawa et al. (2021) menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p=0,002) antara tingkat kecemasan dengan kualitas tidur Mahasiswa Fakultas Kedokteran Univeristas Nusa Cendana selama masa pandemi COVID-19.[23] Analisis bivariat oleh Salim et al. (2022) menunjukkan hubungan signifikan antara kecemasan dengan kualitas tidur pada mahasiswa preklinik dan klinik FKIK UNIKA Atma Jaya selama pandemi COVID-19 (p<0.05).[24] Uji korelasi Somers'd oleh Simatupang et al. (2022) menunjukkan adanya hubungan kecemasan dengan kualitas tidur Mahasiswa FK UISU pada masa pandemi COVID-19 dengan kekuatan lemah dan arah hubungan negatif (koefisien korelasi -0,259) yang berarti semakin tinggi tingkat kecemasan maka semakin rendah kualitas tidur dan sebaliknya (p=0,023).[25] Hubungan ini bersifat timbal balik karena kualitas tidur yang buruk juga berhubungan dengan tingkat kecemasan lebih tinggi di kalangan Mahasiswa Kedokteran (Al-Khani et al., 2019).[17] Temuan-temuan tersebut sejalan dengan penelitian Yue et al. (2021) yang menunjukkan kualitas tidur staf medis garda depan dengan kejadian kecemasan dan depresi ternyata lebih buruk daripada kualitas tidur staf medis dengan depresi saja.[27] Hal ini diduga karena gangguan tidur dan kecemasan sama-sama didasari oleh patogenesis hiperaktivitas yang disebabkan oleh gangguan sistem neurotransmiter, seperti kolinergik dan GABA. Neurotransmiter lain yang berhubungan dengan kecemasan yaitu epinefrin dari kelenjar adrenal akibat stressor yang memicu kecemasan tersebut.[23] Meningkatnya jumlah norepinefrin dalam darah akan mengaktivasi sistem saraf simpatik sehingga nantinya kecemasan akan menginduksi perubahan penurunan tahap 4 Non Rapid Eye Movement (NREM) dan Rapid Eye Movement (REM) tidur dan bangun.[25]
Depresi
Dua studi meninjau hubungan antara kualitas tidur Mahasiswa Fakultas Kedokteran dengan kejadian depresi selama masa pandemi COVID-19 [18,19]. Studi oleh Fauziyah dan Aretha (2021) menunjukkan bahwa dari 42 Mahasiswa Fakultas Kedokteran yang memiliki kualitas tidur buruk, 20 di antaranya mengalami depresi yang didefinisikan berdasarkan skor DASS 42 (skor >9).[18] Dalam studi tersebut, didapatkan hubungan signifikan antara depresi dengan kualitas tidur baik pada uji bivariat dengan chi-square (OR 21.053; 95% CI [4.45699.462]; p=0.000) dan uji multivariat dengan regresi logistik (OR 11.456; 95% CI [2.217-59.196]; p=0.004). Pada studi yang dilakukan oleh Tanusetiawan et al. (2022), ditemukan bahwa 91.03% mahasiswa preklinik dan 95.54% mahasiswa klinik yang memiliki depresi juga memiliki kualitas tidur yang buruk.[19] Uji beda Mann-Whitney U-Test menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara tingkat depresi dan kualitas tidur pada mahasiswa preklinik dan klinik. Berbeda dengan studi sebelumnya, studi ini mendefinisikan depresi berdasarkan kuesioner Patient Health Questionnaire-9 (PHQ-9) yang dikembangkan dari kriteria diagnosis depresi DSM-IV.[28]
Dalam konteks pandemi COVID-19, prevalensi dari depresi dan gejala depresif pada kelompok populasi Mahasiswa Kedokteran dilaporkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan periode sebelum pandemi.[29] Pada keadaan pandemi, Mahasiswa Kedokteran perlu beradaptasi dengan menerapkan pembelajaran jarak jauh dan membatasi aktivitas sosial/kemahasiswaan.[30] Laju pembelajaran yang relatif lebih cepat, tidak perlunya kehadiran secara langsung di ruang kelas, serta kesulitan dalam pembangunan hubungan sosial dengan sesama mahasiswa dilaporkan menjadi faktor yang memperparah persepsi depresi pada mahasiswa.[31] Selain itu, penyesuaian perkuliahan secara daring menuntut mahasiswa untuk secara berkepanjangan mengoperasikan perangkat komputer. Hal ini menyebabkan berkembangnya suatu istilah baru yaitu “Zoom fatigue” yang mengacu pada rasa jenuh akibat tingginya intensitas pembelajaran jarak jauh.[32] Studi berskala nasional yang dilakukan oleh Elbogen et al. (2022) menunjukkan bahwa gejala depresif berkaitan secara signifikan dengan fenomena zoom fatigue, bahkan setelah melakukan penyesuaian multivariat pada variabel demografi, psikososial, dan klinis.[33] Studi oleh Liu et al. (2021) menunjukkan bahwa persepsi depresi pada Mahasiswa Kedokteran selama masa pandemi COVID-19 berkaitan dengan salah satu manifestasi gangguan tidur, yaitu insomnia.[34]
Walaupun hubungan antara kualitas tidur dan depresi telah dibuktikan secara ekstensif, arah dari hubungan ini masih belum bisa ditetapkan. Suatu tinjauan sistematis menyatakan adanya hubungan dua-arah antara depresi dengan kualitas dari suatu tidur.[35] Akan tetapi, kualitas tidur berperan sebagai prediktor yang lebih konsisten untuk depresi dibandingkan dengan depresi yang menjadi prediktor kualitas tidur. Bukti longitudinal saat ini berhasil membuktikan bahwa kualitas tidur yang buruk berperan menjadi faktor prediktif dari depresi dan gejala depresif.[36–38] Penelitian oleh Siddiqui et al. (2020) membuktikan bahwa Mahasiswa Kedokteran dengan depresi memiliki risiko lima kali lebih tinggi untuk mengalami tidur dengan kualitas
buruk.[39] Dalam konteks depresi, adanya gangguan tidur merupakan gejala paling umum dikeluhkan pada pasien yang mengalami depresi.[40] Selain itu, bukti juga menunjukkan bahwa risiko dari kualitas tidur yang buruk meningkat seiring dengan peningkatan derajat keparahan dari depresi.[41]
Mekanisme perubahan kualitas tidur pada depresi diduga melibatkan peran dari peningkatan mediator inflamasi seperti IL-6 dan TNF[42], jalur biokimia neurotransmitter[43,44], korelasi genetik [45], serta disregulasi pada irama sirkadian akibat single nucleotide polymorphism (SNP) dari clock genes[46]. Pada rekaman ensefalografi, pasien dengan depresi dapat menunjukkan karakteristik penurunan efisiensi dan kontinuitas tidur, perubahan gelombang delta, disinhibisi dari tidur rapid eye movement (REM), serta penurunan tidur non-REM.[47–49] Meskipun demikian, perubahan pada tidur REM, yang meliputi penurunan latensi tidur REM dan peningkatan densitas tidur REM, ditemukan memiliki keterlibatan yang lebih spesifik pada perubahan elektroensefalografi di kejadian depresi.[50] Sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan pada tidur REM dimediasi oleh gangguan pada sistem neurotransmiter monoaminergik, kolinergik, dan serotoninergik.[51,52]
Terdapat sejumlah faktor yang diduga memiliki peran penting dalam manifestasi depresi pada mahasiswa dengan kualitas tidur yang buruk. Secara mendasar, bukti menunjukkan bahwa mahasiswa perempuan cenderung memiliki kualitas tidur yang lebih rendah dibandingkan dengan mahasiswa laki-laki. Menariknya, studi oleh Lovell et al. (2015) membuktikan bahwa kualitas tidur yang buruk berkaitan dengan depresi pada mahasiswa laki-laki, tetapi justru berkaitan dengan stres pada mahasiswa perempuan.[53] Studi kohort prospektif yang dijalankan oleh Carskadon et al. (2012) menunjukkan bahwa polimorfisme dari gen transporter serotonin (5-HTTPLR pada gen SCL6A4) mampu menentukan tingkat depresi yang lebih tinggi pada pola tidur nokturnal singkat yang persisten.[54] Mahasiswa tingkat akhir atau mahasiswa klinik cenderung memiliki kualitas tidur dan koping depresi yang lebih baik dibandingkan dengan mahasiswa tingkat awal atau preklinik. Mahasiswa preklinik yang masih berada di tahap awal jenjang pendidikan kedokteran diduga masih memerlukan penyesuaian dan adaptasi sehingga cenderung belum bisa menyeimbangkan waktu istirahat dengan belajar, menyebabkan kualitas tidur yang lebih buruk dan frekuensi depresi yang lebih tinggi.[15] Meskipun memiliki tingkat koping yang lebih tinggi, bukti menunjukkan bahwa kualitas tidur yang lebih buruk dan depresi dapat ditemukan pada mahasiswa klinik.[55] Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya durasi kerja, jumlah tugas yang perlu dikerjakan, serta beban finansial yang perlu ditanggung oleh seorang mahasiswa klinik; khususnya dalam konteks pandemi COVID-19. Terlepas dari penjelasan di atas, timing atau periode penelitian juga ditemukan berperan penting dalam mempengaruhi hasil dari pengukuran kualitas tidur dan depresi. Apabila penelitian dijalankan mendekati ujian atau pasca rotasi jaga, maka Mahasiswa Kedokteran akan lebih cenderung menunjukkan kualitas tidur yang buruk dan tingkat depresi yang lebih tinggi.[56]
Stres
Pada tiga studi, ditemukan adanya hubungan antara kejadian stress pada Mahasiswa Kedokteran dengan kualitas tidur mereka selama masa pandemi COVID-19 [18,20,57]. Studi yang dilakukan oleh Fasya et al. (2021) mendapatkan 33% responden mengalami stres ringan, 40% mengalami stres sedang, dan 5% mengalami stres berat, serta 80% dari total responden mengalami kualitas tidur yang buruk dengan hasil analisis korelasi variabel diperoleh p=0,000 dan hasil koefisien korelasi r=0,720.[57] Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta bahwa berdasarkan analisis bivariat terdapat 91,18% mahasiswa mengalami stress dan kualitas tidur yang buruk dengan nilai p=0,000 yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara stres dengan kualitas tidur.[18] Hasil penelitian Fauziyah dan Aretha (2021) setelah dilakukan uji statistik juga menghasilkan nilai odd ratio sebesar 59,048 dengan nilai CI antara 14,109 hingga 247,115 yang artinya responden yang mengalami stres memiliki risiko sebesar 59,048 kali lebih tinggi mendapatkan kualitas tidur yang buruk dibandingkan yang tidak mengalami stres.[18] Hubungan antara stres dengan kualitas tidur juga signifikan terjadi pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen dengan nilai 23,2% dari total responden dan hasil uji Fisher’s exact menunjukkan p value sebesar 0,037%.[20]
Berbeda dengan penelitian yang dilaksanakan oleh Nurrachmawati et al. (2022) pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran UPN Veteran, Jakarta selama masa pandemi COVID-19. Stres yang diukur dengan Perceived Stress Scale ini menunjukkan 100% responden stres ringan, 88,9% responden stres sedang, dan 81,8% responden stres berat mengalami kualitas tidur yang buruk pada analisis bivariatnya dengan p value dari hasil uji chi-square sebesar 0,58 yang artinya tidak terdapat hubungan antara stres pada kualitas tidur.[21]
Penelitian untuk melihat adanya hubungan antara stres dengan kualitas tidur pada Mahasiswa Kedokteran juga dilakukan di King Abdulaziz University (KAU), Jeddah, Saudi Arabia oleh Safhi et al. (2020).[16] Penelitian secara cross-sectional ini mendapatkan hasil 65% mahasiswa mengalami stres dengan prevalensi kualitas tidur yang buruk (total skor PSQI 5) adalah 76,4% dan p value <0.001 yang berarti bahwa peningkatan tingkat stres merupakan prediktor signifikan terhadap kualitas tidur yang buruk.[16] Umumnya, dikarenakan tuntutan lingkungan akademik, Mahasiswa Kedokteran cenderung mengurangi jam tidur mereka untuk memperpanjang waktu yang tersedia untuk belajar. Akibatnya, mahasiswa menjadi stres dan kurang tidur terutama pada minggu-minggu sebelum pelaksanaan ujian.[58] Stres juga ditemukan pada mahasiswa yang melakukan pembelajaran daring selama pandemi COVID-19. Hal ini terbukti pada penelitian yang dilakukan oleh Wahyu dan Simanullang (2020) dengan total hasil sebanyak 23 responden (48,3%) mengalami stres ringan, 20 responden mengalami stres sedang (42,6%), dan 4 responden (8,5%) mengalami stres berat selama pembelajaran daring pada pandemi COVID-19.[59]
Tidur merupakan salah satu komponen homeostasis manusia. Secara fisiologis, tubuh manusia akan mengalami perubahan dalam
menanggapi stresor demi mempertahankan homeostasis tubuh. Apabila pertahanan tidak berhasil, maka gangguan tidur mungkin terjadi.[60] Stres dan tidur memiliki keterkaitan dengan aktivasi aksis hipotalamo-hipofisis-adrenal (HPA). Stres akut yang disertai dengan penurunan slow wave, indikator dari non-REM (NREM) atau deep sleep, serta adanya kejadian REM memiliki efek pada ritme sirkadian.[58] Normalnya, aktivitas HPA dalam mensekresikan kortisol akan menurun saat manusia mulai memasuki fase tidur dan mulai meningkat kembali pada akhir siklus sirkadian. Namun, kondisi stres pada tubuh akan meningkatkan sistem sympatho-adreno-medullary (SAM) dan HPA yang akan memengaruhi hiperaktivitas kardiovaskular, katekolamin, kortisol, adrenocorticotropic hormone (ACTH), dan corticotropine releasing hormone (CRH). Sekresi yang berlebihan akan mempengaruhi tidur dalam mempertahankan kesadaran dan bahkan memberikan pengaruh ke struktur saraf seperti hipokampus yang mengakibatkan defisit memori.[60]
Sistem imun juga memiliki pengaruh terhadap hubungan antara stres dengan tidur. Hubungan yang paling penting antara sistem kekebalan tubuh dan tidur dibentuk oleh sitokin yang bertindak sebagai molekul sinyal dari sistem kekebalan tubuh. Pada penelitian Krueger et al. (2007) yang dilakukan pada tikus, mencit, kelinci, manusia, monyet, kucing, dan domba, durasi kekuatan gelombang delta NREMS dan EEG meningkat selama NREMS saat TNF atau IL1 diinjeksikan melalui sistemik atau ke sentral.[61] Saat IL-1β atau TNF disuntikkan, aktivitas NREM akan meningkat dan sebaliknya apabila tidak terdapat zat-zat tersebut dalam tubuh, tidur akan terganggu. IL-1β juga terlibat dengan rantai umpan balik pengatur kekebalan, yang mengaktifkan sumbu HPA, dan mungkin merupakan salah satu jalur yang terlibat dalam hubungan antara stres dan tidur. Tingkat IL-1β pada darah akan berubah tergantung siklus kewaspadaan tidur seseorang, sedangkan TNF terkait aktivitas slow wave pada otak. Pada keadaan stres akut, terjadi pengaktifan sistem kekebalan tubuh terkait natural killer (NK) yang dimediasi oleh katekolamin. Sementara itu, stres kronis akan menurunkan sel B dan T, serta menurunkan aktivitas sel NK. Hambatan fungsi sel NK memiliki korelasi kuat dengan derajat hilangnya kontinuitas tidur.[60]
SIMPULAN
Berdasarkan hasil tinjauan sembilan pustaka dengan subjek Mahasiswa Kedokteran yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, lima studi menyimpulkan bahwa tingkat kecemasan berhubungan dengan kualitas tidur, dua studi menemukan adanya hubungan antara depresi dengan kualitas tidur, dan tiga studi menemukan adanya hubungan antara kejadian stress dengan kualitas tidur selama pandemi COVID-19, Gangguan tidur dan kecemasan sama-sama didasari oleh patogenesis gangguan sistem neurotransmiter. Pada seseorang dengan depresi, mekanisme perubahan kualitas tidurnya diduga melibatkan peran dari peningkatan mediator inflamasi, jalur biokimia neurotransmitter, korelasi genetik, serta disregulasi pada irama sirkadian akibat single nucleotide polymorphism (SNP) dari clock genes. Stres dan tidur memiliki keterkaitan dengan aktivasi aksis
hipotalamo-hipofisis-adrenal (HPA). Selain itu, sistem imun juga memiliki pengaruh terhadap hubungan antara stres dengan tidur. Tinjauan pustaka ini memiliki kerterbatasan karena kurangnya penelitian mengenai kecemasan, depresi, stres, dan hubungannya dengan kualitas tidur Mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Nelson KL, Davis JE, Corbett CF. Sleep quality: An evolutionary concept analysis. Nurs Forum 2022;57(1):144–51.
-
2. Buysse DJ, Reynolds CF 3rd, Monk TH, Berman SR, Kupfer DJ. The Pittsburgh Sleep Quality Index: a new instrument for psychiatric practice and research. Psychiatry Res
1989;28(2):193–213.
-
3. Made N, Sukmawati H, Gede I, Putra SW. Reabilitas kuesioner pittsburgh sleep quality index (PSQI) versi bahasa indonesia dalam mengukur kualitas tidur lansia. Univ Wamadewa [Internet] 2019;3(2):30–8.
Available from:
https://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/wi caksana
-
4. Pinto J, van Zeller M, Amorim P, Pimentel A, Dantas P, Eusébio E, et al. Sleep quality in times of Covid-19 pandemic. Sleep Med 2020;74:81–5.
-
5. Blume C, Schmidt MH, Cajochen C. Effects of the COVID-19 lockdown on human sleep and rest-activity rhythms. Curr.
Biol.2020;30(14):R795–7.
-
6. Kocevska D, Blanken TF, Van Someren EJW, Rösler L. Sleep quality during the COVID-19 pandemic: not one size fits all. Sleep Med 2020;76:86–8.
-
7. Azad MC, Fraser K, Rumana N, Abdullah AF, Shahana N, Hanly PJ, et al. Sleep disturbances among medical students: a global perspective. J Clin sleep Med JCSM Off Publ Am Acad Sleep Med 2015;11(1):69– 74.
-
8. Rao W-W, Li W, Qi H, Hong L, Chen C, Li C-Y, et al. Sleep quality in medical students: a comprehensive meta-analysis of observational studies. Sleep Breath 2020;24(3):1151–65.
-
9. Bianca N, Ketut Budiarsa IGN, Purwa Samatra DPG. GAMBARAN KUALITAS TIDUR MAHASISWA PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA PADA TAHAP PREKLINIK DAN KLINIK. E-Jurnal Med Udayana; Vol 10 No 2 Vol 10 No 02(2021) E-Jurnal Med Udayana [Internet] 2021;Available from:
https://ojs.unud.ac.id/index.php/eum/article/vie w/71251
-
10. Sundas N, Ghimire S, Bhusal S, Pandey R, Rana K, Dixit H. Sleep Quality among Medical Students of a Tertiary Care Hospital: A
Kedokteran di Indonesia selama pandemi. Penelitian dengan topik tersebut diperlukan di masing-masing institusi pendidikan kedokteran untuk memperkaya informasi sehingga dapat dihasilkan kesimpulan yang lebih akurat
Descriptive Cross-sectional Study. JNMA J Nepal Med Assoc 2020;58(222):76–9.
-
11. Leman M, Lubis LD, Daulay M, Adella CA, Megawati ER. Hubungan Kualitas Tidur Dengan Fungsi Kognitif Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. JIMKI J Ilm Mhs Kedokt Indones 2021;9(2):27–35.
-
12. Alhusseini NK, Ramadan M, Almasry Y, Atout M, Hamsho K, Mahmoud M, et al. Effects of Sleep Quality on Academic Performance and Psychological Distress Among Medical Students in Saudi Arabia. Heal Scope 2022;11(2):3–6.
-
13. Paudel K, Adhikari TB, Khanal P, Bhatta R, Paudel R, Bhusal S, et al. Sleep quality and its correlates among undergraduate medical students in Nepal: A cross-sectional study. PLOS Glob Public Heal [Internet] 2022;2(2):e0000012. Available from:
https://doi.org/10.1371/journal.pgph.0000012
-
14. Quek TT-C, Tam WW-S, Tran BX, Zhang M, Zhang Z, Ho CS-H, et al. The Global
Prevalence of Anxiety Among Medical
Students: A Meta-Analysis. Int J Environ Res Public Health 2019;16(15).
-
15. Puthran R, Zhang MWB, Tam WW, Ho RC. Prevalence of depression amongst medical students: a meta-analysis. Med Educ
2016;50(4):456–68.
-
16. Safhi MA, Alafif RA, Alamoudi NM, Alamoudi MM, Alghamdi WA, Albishri SF, et al. The association of stress with sleep quality among medical students at King Abdulaziz University. J Fam Med Prim care 2020;9(3):1662–7.
-
17. Al-Khani AM, Sarhandi MI, Zaghloul MS, Ewid M, Saquib N. A cross-sectional survey on sleep quality, mental health, and academic performance among medical students in Saudi Arabia. BMC Res Notes 2019;12(1):665.
-
18. Fauziyah N, Aretha K. Hubungan kecemasan, depresi dan stres dengan kualitas tidur mahasiswa Fakultas Kedokteran selama pandemi COVID-19. Herb-Medicine J Terbit Berk Ilm Herbal, Kedokt dan Kesehat 2021;4(2):42–50.
-
19. Tanusetiawan A, Surilena S, Widjaja N, Agus D. Relationship of Depression and Sleep Quality among North Jakarta Medical Students during the COVID-19 Pandemic. J Kedokt Brawijaya 2022;
-
20. Sitepu J, Hutahaean R, Jirwanto H. Hubungan Stres dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa/i Fakultas Kedokteran Universitas HKBP Nommensen. Nommensen J Med [Internet]
2022;8(1 SE-Articles). Available from: https://jurnal.uhn.ac.id/index.php/medicine/arti cle/view/614
-
21. Nurrachmawati DA, Nugrohowati N,
Simanjuntak K. Hubungan Aktivitas Fisik dan Stres terhadap Kualitas Tidur Selama Pandemi Covid-19 Pada Mahasiswa Tingkat 2 Fakultas Kedokteran UPN Veteran Jakarta. J EnviScience 2022;6(1):55–64.
-
22. Ursula F, Sunjaya AP, Chris A. 41. Anxiety and Sleep Quality Among Medical Students in Indonesia During the COVID – 19 Pandemic. Adv Heal Sci Res 2021;41(Ticmih):78–82.
-
23. Ghawa E, Lidia K, Buntoro I. Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Dengan Kualitas Tidur Selama Masa Pandemi Covid-19 Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Nusa Cendana. Cendana Med J [Internet] 2021;9(2 SE-Articles). Available from: https://ejurnal.undana.ac.id/index.php/CMJ/arti cle/view/5974
-
24. Salim Y, Widjaja NT, Tjhay F, Article O, Sciences H. The relationship between anxiety and sleep quality among medical students during Covid-19 pandemic. JKKI J Kedokt dan Kesehat Indones 2022;7:168–77.
-
25. Simatupang NRY, Lestari IC, Susanti M, Sari S. HUBUNGAN KECEMASAN DENGAN KUALITAS TIDUR MAHASISWA FK UISU PADA MASA PANDEMI COVID-19. J Kedokt STM (Sains dan Teknol Med [Internet] 2022;5(2 SE-Artikel Penelitian):72–9. Available from:
https://jurnal.fk.uisu.ac.id/index.php/stm/article/ view/262
-
26. Lasheras I, Gracia-García P, Lipnicki DM, Bueno-Notivol J, López-Antón R, de la Cámara C, et al. Prevalence of Anxiety in Medical Students during the COVID-19 Pandemic: A Rapid Systematic Review with Meta-Analysis. Int J Environ Res Public Health 2020;17(18).
-
27. Yue L, Zhao R, Xiao Q, Zhuo Y, Yu J, Meng X. The effect of mental health on sleep quality of front-line medical staff during the COVID-19 outbreak in China: A cross-sectional study. PLoS One [Internet] 2021;16(6):e0253753. Available from:
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0253753
-
28. van der Linden S, Roozenbeek J, Compton J. Inoculating against fake news about COVID-19. Front Psychol 2020;11(October):1–7.
-
29. Halperin SJ, Henderson MN, Prenner S,
Grauer JN. Prevalence of Anxiety and
Depression Among Medical Students During the Covid-19 Pandemic: A Cross-Sectional Study. J Med Educ Curric Dev 2021;8:2382120521991150.
-
30. Pelucio L, Simões P, Dourado MCN, Quagliato LA, Nardi AE. Depression and anxiety among online learning students during the COVID-19
pandemic: a cross-sectional survey in Rio de Janeiro, Brazil. BMC Psychol [Internet] 2022;10(1):192. Available from:
https://doi.org/10.1186/s40359-022-00897-3
-
31. Mohammed HM, Soliman SM, Abdelrahman AA, Ibrahim AK. Depressive symptoms and its correlates among medical students in Upper Egypt. Middle East Curr Psychiatry [Internet] 2022;29(1):66. Available from:
https://doi.org/10.1186/s43045-022-00231-y
-
32. Nesher Shoshan H, Wehrt W. Understanding “Zoom fatigue”: A mixed-method approach. Appl Psychol [Internet] 2022;71(3):827–52. Available from:
https://doi.org/10.1111/apps.12360
-
33. Elbogen EB, Lanier M, Griffin SC, Blakey SM, Gluff JA, Wagner HR, et al. A National Study of Zoom Fatigue and Mental Health During the COVID-19 Pandemic: Implications for Future Remote Work. Cyberpsychol Behav Soc Netw 2022;25(7):409–15.
-
34. Liu Z, Liu R, Zhang Y, Zhang R, Liang L, Wang Y, et al. Association between perceived stress and depression among medical students during the outbreak of COVID-19: The mediating role of insomnia. J Affect Disord 2021;292:89–94.
-
35. Dinis J, Bragança M. Quality of Sleep and Depression in College Students: A Systematic Review. Sleep Sci (Sao Paulo, Brazil) 2018;11(4):290–301.
-
36. Wong ML, Lau EYY, Wan JHY, Cheung SF, Hui CH, Mok DSY. The interplay between sleep and mood in predicting academic functioning, physical health and psychological health: a longitudinal study. J Psychosom Res 2013;74(4):271–7.
-
37. Wallace DD, Boynton MH, Lytle LA. Multilevel analysis exploring the links between stress, depression, and sleep problems among two-year college students. J Am Coll Health 2017;65(3):187–96.
-
38. Gomes GC, Passos MHP Dos, Silva HA, Oliveira VMA de, Novaes WA, Pitangui ACR, et al. SLEEP QUALITY AND ITS ASSOCIATION WITH PSYCHOLOGICAL SYMPTOMS IN ADOLESCENT ATHLETES. Rev Paul Pediatr orgao Of da Soc Pediatr Sao Paulo 2017;35(3):316–21.
-
39. Siddiqui MI, Zowgar AM, Quality S, Among D, Medical U. Sleep Quality and Depression among Undergraduate Medical and Allied Medical Sciences Students : A Cross-Sectional Study At Umm Al-Qura University ( Uqu ) -. Int J Sleep Disord 2020;3(1):007-016.
-
40. Fang H, Tu S, Sheng J, Shao A. Depression in sleep disturbance: A review on a bidirectional relationship, mechanisms and treatment. J Cell Mol Med 2019;23(4):2324–32.
-
41. Lemma S, Gelaye B, Berhane Y, Worku A, Williams MA. Sleep quality and its
psychological correlates among university students in Ethiopia: a cross-sectional study. BMC Psychiatry 2012;12:237.
-
42. Gimeno D, Kivimäki M, Brunner EJ, Elovainio M, De Vogli R, Steptoe A, et al. Associations of C-reactive protein and interleukin-6 with cognitive symptoms of depression: 12-year follow-up of the Whitehall II study. Psychol Med 2009;39(3):413–23.
-
43. Wilson S, Argyropoulos S. Antidepressants and sleep: a qualitative review of the literature. Drugs 2005;65(7):927–47.
-
44. Wang Y-Q, Tu Z-C, Xu X-Y, Li R, Qu W-M, Urade Y, et al. Acute administration of fluoxetine normalizes rapid eye movement sleep abnormality, but not depressive
behaviors in olfactory bulbectomized rats. J Neurochem 2012;120(2):314–24.
-
45. Gregory AM, Rijsdijk F V, Dahl RE, McGuffin P, Eley TC. Associations between sleep problems, anxiety, and depression in twins at 8 years of age. Pediatrics 2006;118(3):1124– 32.
-
46. Monteleone P, Martiadis V, Maj M. Circadian rhythms and treatment implications in depression. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry 2011;35(7):1569–74.
-
47. Olbrich S, Arns M. EEG biomarkers in major depressive disorder: discriminative power and prediction of treatment response. Int Rev Psychiatry 2013;25(5):604–18.
-
48. Wichniak A, Wierzbicka A, Jernajczyk W. Sleep as a biomarker for depression. Int Rev Psychiatry 2013;25(5):632–45.
-
49. Steiger A, Kimura M. Wake and sleep EEG provide biomarkers in depression. J Psychiatr Res 2010;44(4):242–52.
-
50. Wang Y-Q, Li R, Zhang M-Q, Zhang Z, Qu W-M, Huang Z-L. The Neurobiological Mechanisms and Treatments of REM Sleep Disturbances in Depression. Curr
Neuropharmacol 2015;13(4):543–53.
-
51. Kang S-G, Lee H-J, Kim L, Winkelman JW. Sleep and Sleep Disorders in Depression BT -Understanding Depression: Volume 2. Clinical Manifestations, Diagnosis and Treatment [Internet]. In: Kim Y-K, editor. . Singapore: Springer Singapore; 2018. page 113– 21.Available from: https://doi.org/10.1007/978-981-10-6577-4_8
-
52. Fraigne JJ, Torontali ZA, Snow MB, Peever JH. REM Sleep at its Core - Circuits, Neurotransmitters, and Pathophysiology. Front Neurol 2015;6:123.
-
53. Lovell B, Elder GJ, Wetherell MA. Sleep disturbances and physical health problems in caregivers of children with ASD. Res Dev Disabil 2021;113:103932.
-
54. Carskadon MA, Sharkey KM, Knopik VS, McGeary JE. Short sleep as an environmental exposure: a preliminary study associating 5-
HTTLPR genotype to self-reported sleep duration and depressed mood in first-year university students. Sleep 2012;35(6):791–6.
-
55. Barahona-Correa JE, Aristizabal-Mayor JD, Lasalvia P, Ruiz ÁJ, Hidalgo-Martínez P.
Sleep disturbances, academic performance, depressive symptoms and substance use
among medical students in Bogota, Colombia. Sleep Sci (Sao Paulo, Brazil) 2018;11(4):260– 8.
-
56. Xie J, Li X, Luo H, He L, Bai Y, Zheng F, et al. Depressive Symptoms, Sleep Quality and Diet During the 2019 Novel Coronavirus Epidemic in China: A Survey of Medical Students. Front public Heal 2020;8:588578.
-
57. Fasya H, Setiawati OR, Husna I, Pramesti W. Relationship of Stress and Sleep Disorders in Faculty of Medical Students of Malahayati University during COVID-19 Pandemic. Muhammadiyah Med J 2021;2(1):15.
-
58. Almojali AI, Almalki SA, Alothman AS, Masuadi EM, Alaqeel MK. The prevalence and association of stress with sleep quality among medical students. J Epidemiol Glob Health 2017;7(3):169–74.
-
59. Wahyu A, Simanullang RH. Student Stress Due to Online Learning During the Covid-19 Pandemic. J Aisyah J Ilmu Kesehatan; Vol 5, No 2 December 2020DO -
1030604/jika.v5i2346 [Internet] 2020;Available from:
https://aisyah.journalpress.id/index.php/jika/arti cle/view/5225
-
60. Han KS, Kim L, Shim I. Stress and sleep disorder. Exp Neurobiol 2012;21(4):141–50.
-
61. Krueger JM, Rector DM, Churchill L. SLEEP AND CYTOKINES. Sleep Med Clin 2007;2(2):161–9.
96
Discussion and feedback