ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2022), Volume 20, Number 2:81-86

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

TERAPI ANTIOKSIDAN SEBAGAI NEFROPROTEKTOR

Ni Putu Eka Frastika Sari,1 I Wayan Cahya Mahastya 1

ABSTRAK

Pendahuluan: Ginjal sangat penting sebagai organ ekskresi hasil metabolisme tubuh sangat rentan mengalami berbagai ganggguan akibat stres oksidatif.

Pembahasan: Kondisi ketidakseimbangan ini dapat memicu kerusakan glomerular atau epitel tubular yang berhubungan dengan perubahan proliferasi dan perbaikan seluler pada proses inflamasi, fibroblas, dan fibrosis sehingga menyebabkan hilangnya fungsi nefron dan ginjal. Hal ini akan berujung pada penyakit kronis, seperti Chronic Kidney Disease (CKD), sehingga harus dilakukan intervensi untuk mencegah stres oksidatif yang dapat merusak ginjal, terutama nefron. Oleh karena itu, diperlukannya senyawa antioksidan yang dapat menekan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) dan Reactive Nitrogen Species (RNS) terutama pada korteks dan medula renalis yang dapat memengaruhi aliran darah ginjal, retensi natrium/cairan terhadap inflamasi, dan fibrosis, serta proteinuria. Secara umum, antioksidan dalam tubuh dapat dibagi menjadi dua, yaitu antioksidan endogen dan eksogen. Antioksidan endogen terdiri dari enzimatik dan non enzimatik. Berdasarkan beberapa penelitian, senyawa fitokimia sebagai antioksidan memiliki banyak jenis senyawa yang dapat mencegah stres oksidatif dengan mekanisme kerja tertentu.

Simpulan: Beberapa senyawa tersebut adalah karotenoid (β-carotene dan likopen), flavonoid (asam fenolik, flavonoid, dan senyawa fenolik lainnya), dan senyawa antioksidan lain (alkaloid dan alisin).

Kata kunci: Antioksidan, Fitokimia, Nefroprotektif, dan Stres Oksidatif

ABSTRACT

Introduction: Kidneys are very important as an excretory organ resulting from metabolism and are very susceptible to various disturbances due to oxidative stress.

Discussion: This imbalance condition can trigger glomerular or tubular epithelial damage that is related with changes in cellular proliferation and repair in inflammatory processes, fibroblasts, and fibrosis, causing loss of nephron and kidney function. This condition will lead to chronic diseases, such as Chronic Kidney Disease (CKD), so interventions must be carried out to prevent oxidative stress that can damage the kidneys, especially nephrons. Therefore, antioxidant is important compounds that can suppress the production of Reactive Oxygen Species (ROS) and Reactive Nitrogen Species (RNS), especially in the renal cortex and medulla which can affect renal blood flow, sodium/fluid retention against inflammation, and fibrosis, and proteinuria. In general, antioxidants in the body can be divided into two, namely endogenous and exogenous antioxidants. Endogenous antioxidants consist of enzymatic and non- enzymatic. Based on several studies, phytochemical compounds as antioxidants have many types of compounds that can prevent oxidative stress with certain working mechanisms.

Conclusion: Some of these compounds are carotenoids (β-carotene and lycopene), flavonoids (phenolic acids, flavonoids, and other phenolic compounds), and other antioxidant compounds (alkaloids and allicin).

Keywords: Antioxidants, Phytochemical, Nephroprotective, and Oxidative Stress

PENDAHULUAN

1Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali


Ginjal sebagai organ penting pada manusia yang berfungsi untuk mengeliminasi zat-zat berbahaya. Organ yang terletak di rongga retroperitoneal tersebut merupakan pusat homeostasis dan dalam beberapa mekanisme ginjal akan meregulasi tekanan darah, sodium, potassium, asam basa, mineral, hemoglobin, serta yang terpenting adalah membuang produk metabolisme urine.[1] Sebagai organ yang penting bagi tubuh, ginjal sangat rentan terkena penyakit. Ketika ginjal bermasalah, fungsi homeostatis tubuh pun akan bermasalah sehingga akan menyebabkan penderitanya memiliki gejala-gejala yang akan mengganggu kehidupannya karena pasien harus melakukan transplantasi ginjal atau dialysis seumur hidupnya. Adapun penyebab kerusakan pada ginjal antara lain diabetes, tekanan darah tinggi, pengobatan tertentu, infeksi, dan cedera.[2]

Penyakit ginjal kronik/ Chronic Kidney Disease (CKD) menyebabkan lebih banyak kematian dibanding dengan kanker payudara atau kanker

prostat.[3] Sebesar 90% dari pasien tidak terskrining dengan baik. Penyakit pada ginjal lebih sering terjadi pada perempuan (14%) daripada laki-laki (12%). Hampir 1 dari 3 pasien diabetes dan 1 dari 5 pasien hipertensi memiliki penyakit ginjal.[4] Permasalahn CKD meningkat dengan cepat di seluruh dunia. Berdasarkan data Global Burden Disease of Study, CKD menyumbang angka kematian sebesar 956.200 di dunia dan terus meningkat sebesar 13,4% dari tahun 1990.[5] Sebanyak 367,7 juta menderita CKD di Asia. Menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI), sebanyak 70.000 orang di Indonesia mengidap CKD dan terus meningkat sekitar 10% setiap tahun.[6]

Pengobatan terbaik dari CKD ketika penyakit diketahui lebih awal sehingga penyakit bisa lebih mudah untuk disembuhkan. Prinsip awal pengobatan adalah diet, exercise, obat-obatan, perubahan gaya hidup, dan mengobati faktor risiko seperti diabetes dan hipertensi. Namun, jika sudah terlanjur mengalami gagal ginjal, maka diperlukan dialysis dan transplantasi ginjal. Dialysis bisa dilakukan dalam dua bentuk yaitu hemodialysis (HD)

atau peritoneal dialysis (PD). Hemodialysis dikerjakan dengan cara memompa darah ke mesin dialisis untuk dibersihkan lalu dikembalikan ke dalam tubuh pasien kembali. Prosedur HD dilakukan 3 – 4 kali per minggu. Sedangkan, PD dilakukan dengan cara membersihkan darah di dalam tubuh melalui lapisan abdomen dengan cairan khusus. Transplantasi ginjal dilakukan dengan mendonorkan ginjal sehat ke pasien. Namun, perlu diingat bahwa sistem imun akan sangat berperan pada terapi ini. Maka diperlukan antirejection untuk menjaga ginjal yang ditransplantasi. Namun, meskipun pasien sangat memerlukan baik dialysis atau pun transplantasi ginjal, pada 2018 terdapat 38.8% insiden yang tidak mendapatkan penangan dari nephrologist.[4]

Kondisi CKD disebabkan oleh kerusakan pada glomerular atau epitel tubular yang berhubungan dengan perubahan proliferasi dan repair seluler pada proses inflamasi, fibroblas, dan fibrosis sehingga menyebabkan hilangnya fungsi nefron dan ginjal. Pada tahap ini, stress oksidaatif ditemukan sebagai salah satu penyebab proses tersebut terjadi dan sangat berperan dalam kerusakan ginjal sehingga hal ini memungkinkan untuk dijadikan intervensi terapi.[7] Dari permasalahan tersebut, banyak kerugian yang akan ditimbulkan dari permasalahan ginjal. Oleh karena itu, diperlukan alternatif baru untuk mencegah atau pun membantu pasien dalam mengatasi penyakit ginjal. Salah satu hal yang dapat dijadikan bahan alternatif adalah senyawa antioksidan dari fitokimia alami dari tumbuhan. Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk membuat suatu tinjauan pustaka dengan judul “Terapi Antioksidan sebagai Nefroprotektor”.

PEMBAHASAN

Mekanisme Stres Oksidatif Pada Ginjal

Stres oksidatif merupakan suatu kondisi dimana terjadi ketidakseimbangan antara radikal bebas dan enzim antioksidan di dalam tubuh.[8] Radikal bebas seperti reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) terbentuk dari beberapa reaksi reduksi oksigen dengan mitokondria sebagai tempat produksi utama. Beberapa oksidasi molekul biologis tubuh seperti lipid, protein, dan DNA juga berperan dalam pembentukan ROS dan RNS. Selain itu, beberapa molekul melalui beberapa kerja enzim, seperti NADH, NADPH oksidase, xanthine oxidase, siklooksigenase, dan lipoksigenase juga menyumbang ROS dan RNS pada tubuh.[9] Stres oksidatif sangat berkaitan dengan penuaan dan beberapa penyakit seperti kanker, artritis, diabetes, penyakit neurodegeneratif, penyakit paru obstruktif, hingga penyakit ginjal kronis.[10,11]

Ginjal sebagai organ metabolik sangat rentan mengalami stres oksidatif baik karena deplesi antioksidan sehingga terjadi peningkatan produksi ROS. Studi mengatakan bahwa stres oksidatif ini dapat mempercepat progresi penyakit pada ginjal seperti CKD. Produksi ROS yang terjadi di korteks dan medula renalis dapat memengaruhi aliran darah ginjal, retensi natrium/cairan terhadap inflamasi, dan fibrosis, serta proteinuria. Beberapa penanda peningkatan konsentrasi ROS pada ginjal adalah superoksida pada mitokondria, LDL teroksidasi, homosistein, dan defisiensi superoxide dismutase (SOD) dan glutathione (GSH). Selain itu, peningkatan toksin uremik dengan perburukan

fungsi ginjal juga berkaitan dengan stres oksidatif pada CKD.[12] Baik morfologi maupun fungsi mitokondria pada pasien CKD akan terganggu terutama pasien CKD dengan nefropati diabetik.[13] Beberapa toksin uremik seperti F2-isoprostanes, malonyldialdehyde (MDA), dan asymmetric dimethylarginine (ADMA) akan memengaruhi progresivitas CKD. Enzim NADPH oxidase (NOX)-4 dan endothelium nitric oxide synthase (eNOS) akan meningkat karena adanya toksin ADMA akibat peningkatan ROS. Beberapa studi menjelaskan bahwa kerusakan beberapa enzim detoksifikasi radikal bebas seperti superoksida dismutase, katalase, peroksidase, dan sistem antioksidan GSH juga berpengaruh terhadap CKD.[12]

Mekanisme Kerja Antioksidan

Reaksi biokimia, peningkatan exposure terhadap lingkungan, dan peningkatan konsumsi xenobiotik akan meningkatkan pembentukan ROS dan RNS yang sangat berperan dalam stress oksidatif pada berbagai macam mekanisme konsidi patofisiologi. Pada kondisi ini, antioksidan mampu melakukan pertahanan terhadap radikal bebas dan menghambat kerusakan seluler.[14]

Di alam, antioksidan bisa terbentuk dari senyawa endogen maupun eksogen. Antioksidan endogen terdiri dari enzimatik dan non enzimatik. Contoh antioksidan endogen enzimatik adalah catalase (CAT), glutathione peroxidase (GSH-PX), SOD, vitamin E, alopurinol, omega 3, dan koenzim Q-10. Di sisi lain, bilirubin, asam urat, albumin, dan metallothioneins adalah antioksidan endogen nonenzimatik. Antioksidan enzimatik kerja dengan memecah dan menyingkirkan radikal bebas sedangkan nonenzimatik antioksidan berkerja dengan mengganggu reaksi dari rantai radikal bebas.[14,15] Beberapa mekanisme kerja dari antioksidan endogen sebagai nefroprotektor dapat dilihat pada Gambar 1. Proses inflamasi, peroksidasi lipid, dan ROS pada mitokondria turut memperburuk kerusakan. Vitamin E dan omega 3 akan mencegah peroksidasi lipid. Selain itu, omega 3 juga berperan dalam mengurangi proses inflamasi dan fibrosis. Enzim GSH-PX yang dibuat dari prekursornya akan menghambat ROS secara langsung. Alopurinol akan menghambat xanthine oxidase dan efek buruk dari uremia. Terakhir, Koenzim Q-10 akan meningkatkan transpor elektron pada mitokondria dan mengurasi ROS secara langsung.[15] Jika antioksidan endogen tidak bisa menyediakan perlindungan penuh melawan ROS, maka diperlukan peran dari antioksidan eksogen yang diperoleh dari makanan atau suplemen.[16]

Suatu senyawa antioksidan memiliki karakteristik yang mampu melakukan pencegahan atau deteksi suatu rantai oksidasi dengan menstabilkan ROS sehingga membantu mengurangi kerusakan oksidatif dalam tubuh manusia.[17] Terdapat dua tipe antioksidan yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer berkerja dengan memutus rantai ROS, sedangkan antioksidan sekunder bekerja pada mekanisme preventif seperti menonaktifkan logam, menghambat lipid hidroperoksida dengan mengganggu produksi volatil yang tidak berguna, dan meregenerasi antioksidan primer.[18]


Antioksidan sebagai Nefroprotektor

Senyawa fitokimia sebagai antioksidan merupakan hasil metabolisme primer dan sekunder dari tanaman. Senyawa hasil metabolisme sekunder telah dikenal memiliki banyak peran untuk menangani berbagai penyakit.[19] Selanjutnya, senyawa-senyawa tersebut akan diklasifikasikan menjadi beberapa kelas berdasarkan struktur kimia dan fungsinya seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.[20]

Gambar 1. Mekanisme Kerja Antioksidan sebagai

Nefroprotektor.[15]

Flavonols

Asam Hidroksibenzoat


Asam Hidroksinamat


Kaemferol

Kuersetin


Asam Elagat Asam Galat


Asam Kafein Asam Ferulat Asam p-kumarat


Flavones


Karotenoid


Apigenin

Krisin

Luteolin


β-carotene Likopen


Asam FenoHk


Isoflavones


Fitokimia Antioksida


Lainnya


Alkaloids Allicin


Genistein


Fenolik


Flavonoid


Flavonols


Fenolik lain


Antrakuinon Koumarin Kurkumin Tanin Xantin


Katekin

Epikatekin

Epikatekin galat

Epigalokatekin galat


Flavanones


Hesperidin

Anthocvanins

Sianidin

Pelagornidin

Gambar 2. Klasifikasi Senyawa Fitokimia yang Berperan sebagai Antioksidan.

Karotenoid

Secara struktur dan fungsi, senyawa karotenoid merupakan kelas pigmen pada tumbuhan. Senyawa ini penting untuk menyusun organel fontosintetik pada tumbuhan dan ditemukan di membran bakteri fototropik dan sianobakteria. Walaupun tidak disintesis pada manusia dan hewan, karotenoid dapat ditemukan di darah dan jaringan.[21] Senyawa ini berperan sebagai perkusor retinol dan bersifat antioksidan karena dapat mengurangi ROS.[22] Sebagai antioksidan, karotenoid dibagi menjadi dua jenis, yaitu β-carotene dan likopen dengan struktur kimia pada Gambar 3.[23]

Lycopene

Gambar 3. Struktur Kimia β-carotene dan

Likopen.[23]

Pada beberapa studi, disebutkan bahwa antioksidan seperti karotenoid dapat mengurangi dan

mencegah beberapa penyakit kronis yang dimediasi oleh ROS seperti kanker, penyakit kardiovaskular, hingga CKD.[12,21] Pasien CKD kerap kekurangan antioksidan yang dapat diperoleh dari makanan, salah satunya karotenoid. Hal ini disebabkan karena restriksi makanan pasien CKD, termasuk buah dan sayuran yang menjadi sumber antioksidan. Senyawa β-carotene sebagai antioksidan bekerja dengan cara mengurangi stres oksidatif yang disebabkan oleh hipoksia hipobarik. Selain itu,   β-carotene

menjalankan peran protektifnya dengan cara mengganggu kaskade apoptosis sel yang dirangsang oleh stres oksidatif.[24] Likopen merupakan antioksidan yang paling efektif diantara kelompok karotenoid dan dapat memproteksi kerusakan seluler.[25] Berdasarkan penelitian oleh Khan, et. al 2016, pemberian likopen sebagai

antioksidan ginjal pada tikus hiperlipidemia dapat mengurangi urea plasma dan kreatinin, angiotensin converting enzyme (ACE) dalam darah, kadar malonyldialdehyde pada jaringan ginjal, dan kadar C-reactive protein (CRP) secara signifikan. Selain itu, likopen akan meningkatkan kadar enzim antioksidan dan protein total sehingga inflamasi jaringan dan proliferasi sel dapat ditingkatkan.[26]

Fenolik

Senyawa fenolik merupakan kelompok zat kimia

yang jumlahnya sangat banyak dengan beragam aktivitas biologis yang berbeda mencakup lebih dari 8000 senyawa pada berbagai macam makanan manusia dan hewan. Senyawa fenolik bekerja dengan mengurangi dan menghambat radikal bebas dengan mekanisme transfer atom hidrogen dari gugus hidroksilnya. Mekanisme reaksi senyawa fenolik dengan radikal peroksil (ROO) melibatkan transfer kation hidrogen dari fenol ke radikal bebas sehingga membentuk keadaan transisi ikatan H-O dengan satu elektron.[17]

Pada suatu studi yang dilakukan oleh Gupta dkk. 2021, pemberian jangka panjang pemberian

polifenol terhadap kejadian CKD, ditemukan bahwa terdapat suatu protektif terjadinya CKD yang sebanding lurus dengan jumlah antioksidan yang diberikan. Hal tersebut menandakan bahwa, antioksidan fenolik mampu meningkatkan pertahanan tubuh dan selanjutnya dapat mengurnagi stres oksidatif.[27,28]

Senyawa fenolik termasuk komponen penting dalam mekanisme sinyaling dan pertahanan pada berbagai macam tumbuhan. Senyawa fenolik diklasifikasikan menjadi beberapa subkelompok seperti asam fenolik, flavonoid, dan fenolik lainnya. Asam fenolik terdiri dari hydroxycinnamic acids dan hydroxybenzoic. Kelompok flavonoid dibagi menjadi flavonols, flavones, isoflavones, flavanols, flavanones, dan anthocyanins. Kelompok felonik lainnya adalah kelompok yang heterogen berisi coumarins, curcumin, stilbenes, tannins, dan xanthones.[20] Struktur umum dari senyawa fenolik dapat dilihat pada Gambar 4.[29]

OH

Gambar 4. Struktur Umum Senyawa Fenol.[29]

Asam fenolik adalah senyawa fenolik yang mengandung satu gugus asam karboksilat dan biasanya ditemukan di biji, kulit buah, dan akar

tumbuhan. Mekanisme antioksidan

a.


asam fenolik


masih belum diketahui banyak, diperkirakan

mekanisme antioksidan disebabkan oleh donasi atom hidrogen karena reaktivasi dari bagain fenol. Selain itu, substituen pada cincin aromatik dapat memengaruhi stabilitas asam fenolik yang menentukan kapasitas dalam melawan radikal bebas.[30]

Flavonoid adalah senyawa yang paling sering dipelajari, hampir sampai 4000 struktur telah diketahui. Seluruh subgrup memiliki diphenylpropane yang bisa bertindak sebagai agen reduksi dan donor hidrogen. Selanjutnya, flavonoid diindikasikan mampu untuk mengatifkan enzim antioksidan, mendetoksidikasi radikal terhadap tokoferol, dan

menghambat oksidasi.

Kemampuan antioksidan flavonoid pada flavonoid karena gugus hidroksifenol pada struktur cincinnya.[31,32] Senyawa fenolik lainnya memiliki kapasitas untuk melawan stres oksidatif dengan berbagai macam mekanisme dan aksi sesuai spesifikasi strukturnya.[20]

Antioksidan Lainnya

Antioksidan lain yang juga berperan penting adalah alkaloid dan alisin. Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen yang bersifat organik dan banyak ditemukan di alam.[33] Aktivitas antioksidan dari alkoloid ini dapat melindungi ginjal dengan cara meningkatkan aktivitas SOD, menurunkan regenerasi ROS, dan mengurangi MDA.[34] Banyak anggota dari senyawa alkaloid, seperti berberine memegang peranan penting untuk proteksi ginjal dari beberapa penyakit seperti retinopati diabetik dan renal ischemia-reperfusion injury (Gambar 5).[33]

Alisin merupakan senyawa organosufur yang banyak ditemukan pada genus Allium, seperti bawang putih. Senyawa ini dibentuk dari dua tahap dengan senyawa aliin sebagai prekursor dan mengalami hidrolisis saat bawang putih dimasak atau dikunyah.[20,35] Gambar 5 menunjukkan proses pembentukan dan struktur kimia dari alisin.[35]

Alisin dapat mencegah penyakit kronis dengan

cara mengurangi stres oksidatif melalui induksi gluthatione sehingga ROS dan radikal bebas lainnya dapat dikurangi.[36] Selain itu, aktivitas antioksidan alisin juga berlangsung melalui jalur Nrf2.[37]

Gambar 5. (a) Struktur Kimia Berberine. (Alkaloid) dan (b) Proses Pembentukan Senyawa Alisin.


SIMPULAN

Kerusakan pada ginjal, terutama korteks dan medula renalis yang dapat memengaruhi fungsi ginjal biasanya disebabkan oleh stres oksidatif

[35]

akibat produksi ROS dan RNS berlebihan. Senyawa antioksidan dari fitokimia sangat berperan penting untuk mencegah terjadinya stres oksidatif ini. Beberapa senyawa fitokimia sebagai antioksidan dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu karotenoid, fenolik, dan antioksidan lain. Masing-masing kelompok tersebut memiliki contoh senyawa

dengan mekanisme kerja yang berbeda sehingga dapat menekan stres oksidatif pada ginjal khususnya sebagai nefroprotektor.

SARAN

Hingga saat ini, antioksidan berperan penting untuk mencegah penyakit akibat stes oksidatif. Tidak hanya pada ginjal tetapi juga pada organ tubuh lainnya. Oleh karena itu, diperlukannya penelitian lebih lanjut mengenai antioksidan baik endogen maupun eksogen. Selain itu, diperlukan juga pengembangan mengenai intervensi terapi antioksidan yang melibatkan teknologi untuk memaksimalkan efektivitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.     Rayner H, Milford D, Thomas M.

Understanding kidney diseases. Underst Kidney Dis 2016;(December 2017):1-300.

  • 2.      Dewita G. Effectiveness of pericarp

mangosteen extract as nefroprotector. J Major 2015;4(2):12-7.

  • 3.     Murphy SL, Xu J, Kochanek KD, Arias E,

Tejada-Vera B. Deaths: Final data for 2018. National    Vital    Statistics    Reports.

2020;69(13).

  • 4.     National Kidney Foundation. Kidney

Disease: the Basics. Natl Kidney Found 2019;3-5.

  • 5.     Naghavi M, Wang H, Lozano R, Davis A,

Liang X, Zhou M, et al. Global, regional, and national age-sex specific all-cause and cause-specific mortality for 240 causes of death, 1990-2013: A systematic analysis for the Global Burden of Disease Study 2013. Lancet 2015;385(9963):117-71.

  • 6.     PERNEFRI. Simposium Peningkatan

Pelayanan Hemodialisis, Penyakit Ginjal dan Aplikasi Indonesian Renal Registry Joglosemar 2012. 2013.

  • 7.      Irazabal M V., Torres VE. Reactive Oxygen

Species and Redox Signaling in Chronic Kidney Disease. Cells 2020;9(6):1-17.

  • 8.      Leverve X. Oxidative, stress and

antioxidants?     Cah     Nutr     Diet

2009;44(5):219-24.

  • 9.     Teleanu RI, Chircov C, Grumezescu AM,

Volceanov A, Teleanu DM. Antioxidant therapies for neuroprotection-a review. J Clin Med 2019;8(10).

  • 10.    Smallwood MJ, Nissim A, Knight AR,

Whiteman  M,  Haigh R, Winyard PG.

Oxidative stress in autoimmune rheumatic diseases. Free Radic Biol Med [Internet] 2018;125:3-14.       Available       from:

https://doi.org/10.1016/j.freeradbiomed.201 8.05.086

  • 11.     Russo G, Curcio F, Bulli G, Aran L, Della-

morte D, Testa G, et al. Oxidative Stress, Aging, and Diseases. Clin Interv Aging 2012;757-72.

  • 12.    Daenen K, Andries A, Mekahli D, Van

Schepdael A, Jouret F, Bammens B.

Oxidative stress in chronic kidney disease. Pediatr Nephrol 2019;34(6):975-91.

  • 13.    Galvan DL, Green NH, Danesh FR. The

hallmarks of mitochondrial dysfunction in chronic kidney disease. Kidney Int [Internet] 2017;92(5):1051-7.     Available     from:

https://doi.org/10.1016/j.kint.2017.05.034

  • 14.     Nimse SB, Pal D. Free radicals, natural

antioxidants,    and    their    reaction

mechanisms. RSC Adv 2015;5(35):27986-8006.

  • 15.    Small DM, Coombes JS, Bennett N,

Johnson DW, Gobe GC. Oxidative stress, anti-oxidant therapies and chronic kidney disease. Nephrology 2012;17(4):311-21.

  • 16.    Ahmad S, Arshad MA, Ijaz S, Khurshid U,

Rashid F, Azam R. Review on methods used to determine Antioxidant activity Review on methods used to determine Antioxidant activity. 2014;(May).

  • 17.    Francenia Santos-Sánchez N, Salas-

Coronado R,  Villanueva-Cañongo  C,

Hernández-Carlos     B.     Antioxidant

Compounds and Their Antioxidant Mechanism. Antioxidants 2019;(March).

  • 18.    Hunyadi A. The mechanism(s) of action of

antioxidants: From scavenging reactive

oxygen/nitrogen species to redox signaling and the generation of bioactive secondary metabolites.      Med      Res      Rev

2019;39(6):2505-33.

  • 19.    Koche D, Shirsat R, Kawale M. an

Overerview of Major Classes of Phytochemicals: Their Types and Role in Disease    Prevention.    Hislopia    J

2016;9(August):1-11.

  • 20.    Vo TTT, Chu PM, Tuan VP, Te JSL, Lee IT.

The promising role of antioxidant phytochemicals in the prevention and

treatment of periodontal disease via the

inhibition of oxidative stress pathways:

Updated      insights.      Antioxidants

2020;9(12):1-28.

  • 21.     Fiedor J, Burda K. Potential role of

carotenoids as antioxidants in human health and disease. Nutrients 2014;6(2):466-88.

  • 22.    Melendez-MarUnez AJ, Mandi c AI, Bantis F,

Bohm V, Borge GIA, Brncic M, et al. A comprehensive review on carotenoids in foods and feeds: status quo, applications, patents, and research needs. Crit Rev Food Sci Nutr [Internet] 2022;62(8):1999-2049. Available                             from:

https://doi.org/10.1080/10408398.2020.186 7959

  • 23.    Maoka T. Carotenoids as natural functional

pigments. J Nat Med [Internet] 2020;74(1). Available                             from:

https://doi.org/10.1007/s11418-019-01364-x

  • 24.     Akkara PJ, Sabina EP. Pre-treatment with

Beta Carotene Gives Protection Against Nephrotoxicity Induced by Bromobenzene via Modulation of Antioxidant System, Pro-inflammatory Cytokines and Pro-apoptotic Factors. Appl Biochem Biotechnol

2020;190(2):616–33.

  • 25.    Taheri Z, Ghafari M, Amiri M. Lycopene and

kidney; future potential application. J nephropharmacology           [Internet]

2015;4(2):49–51.      Available      from:

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28197 476%0Ahttp://www.pubmedcentral.nih.gov/ articlerender.fcgi?artid=PMC5297483

  • 26.    Khan NI, Noori S, Mahboob T. Efficacy of

lycopene on modulation of renal antioxidant enzymes, ACE and ACE gene expression in hyperlipidaemic rats. JRAAS - J Renin-Angiotensin-Aldosterone Syst 2016;17(3).

  • 27.     Sahni N, Gupta KL. Dietary antioxidents and

oxidative stress in predialysis chronic kidney disease patients. J Nephropathol 2012;1(3):134–42.

  • 28.    Mirmiran P, Yuzbashian E, Rahbarinejad P,

Asghari G, Azizi F. Dietary intakes of total polyphenol and its subclasses in association with the incidence of chronic kidney diseases: a prospective populationbased cohort study. BMC Nephrol 2021;22(1):1–7.

  • 29.    Sobiesiak M. Chemical Structure of Phenols

and Its Consequence for Sorption Processes. Phenolic Compd - Nat Sources, Importance Appl 2017;(March).

  • 30.     Kumar N, Goel N. Phenolic acids: Natural

versatile molecules with promising therapeutic applications. Biotechnol Reports 2019;24:e00370.

  • 31.    Carocho M, Ferreira ICFR. A review on

antioxidants, prooxidants and related controversy:  natural and     synthetic

compounds, screening and analysis methodologies and future perspectives. Food Chem Toxicol an Int J Publ Br Ind

Biol Res Assoc 2013;51:15–25.

  • 32.    Martillanes S, Rocha-Pimienta J, Delgado-

Adámez J. Agrifood By-Products as a

Source of Phytochemical Compounds.

Descr Food Sci 2018;

  • 33.     Rui Y, Li S, Luan F, Li D, Liu R, Zeng N.

Several Alkaloids in Chinese Herbal Medicine Exert Protection in Acute Kidney Injury: Focus on Mechanism and Target Analysis. Oxid Med Cell Longev 2022;2022:1–16.

  • 34.     Rafieian-Kopaei M. Medicinal plants for

renal injury prevention. J Ren Inj Prev [Internet] 2013;2(2):63–5. Available from: http://www.pubmedcentral.nih.gov/articleren der.fcgi?artid=4206011&tool=pmcentrez&re ndertype=abstract

  • 35.    Wallock-Richards D, Doherty CJ, Doherty L,

Clarke DJ, Place M, Govan JRW, et al. Garlic revisited: Antimicrobial activity of allicin-containing garlic extracts against Burkholderia cepacia complex. PLoS One 2014;9(12).

  • 36.    Zhang YJ, Gan RY, Li S, Zhou Y, Li AN, Xu

DP, et al. Antioxidant phytochemicals for the prevention and treatment of chronic diseases. Molecules 2015;20(12):21138– 56.

  • 37.     Provinciali M, Pierpaoli E, Piacenza F,

Giacconi R, Costarelli L, Basso A, et al. Nutritional    Modulators of Cellular

Senescence In Vitro [Internet]. Elsevier Inc.; 2016.            Available           from:

http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-12-801816-3.00022-4

86

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index