ARTIKEL TINJAUAN PUSTAKA


Essence of Scientific Medical Journal (2020), Volume 18, Number 1:27-31

P-ISSN.1979-0147, E-ISSN. 2655-6472

TINJAUAN PUSTAKA

POTENSI MIRNA 499 SEBAGAI DETEKSI DINI INFARK MIOKARD AKUT

Ni Made Pramita Widya Suksmarini1, Putu Mela Dewi1, Hearty Indah Oktavian1

ABSTRAK

PENDAHULUAN: Infark miokard akut merupakan keadaan rusaknya kardiomiosit karena iskemia akibat dari penyumbatan pada arteri koroner. Infark miokard akut menjadi salah satu penyebab utama kematian di dunia. Biomarker yang efektif dan akurat dibutuhkan untuk mendiagnosis sehingga dapat menurunkan angka kematian dari infark miokard akut. PEMBAHASAN: MicroRNA (miRNA) adalah molekul RNA noncoding, yang terdiri dari 20-25 nukleotida. Salah satunya adalah miRNA-499 yang telah dikenal sebagai miRNA spesifik pada kerusakan otot jantung dan juga memiliki sensitivitas 78%, spesifisitas 82%, dan area under curve 91%. Selain itu, miRNA-499 dapat mendeteksi infark miokard akut dalam waktu kurang dari 1 jam. SIMPULAN: MiRNA-499 memiliki potensi sebagai biomarker untuk mendeteksi infark miokard akut.

Kata Kunci: Infark miokard akut, miRNA, miRNA-499

ABSTRACT

BACKGROUND: Acute myocardial infarction is a defective condition of cardiomyocytes due to ischemia resulting from blockage of the coronary arteries. Acute myocardial infarction is one of the leading causes of death in the world. An effective and accurate biomarker is needed to diagnose so as to reduce the number of deaths from acute myocardial infarction. DISCUSSION: MicroRNA (miRNA) is a noncoding RNA molecule, consisting of 20-25 nucleotides. One of them is miRNA-499 which has been known as specific miRNA on heart muscle damage and also has a sensitivity of 78%, specificity 82%, and area under curve 91%. Furthermore miRNA-499 can detect acute myocardial infarction in less than 1 hour. CONCLUSION: MiRNA-499 has potential as biomarker in the diagnosis of acute myocardial infarction.

Keywords: Acute myocardial infarction, miRNA, miRNA-499

1 Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali


PENDAHULUAN

Infark miokard akut merupakan keadaan rusaknya kardiomiosit (mengalami nekrosis) karena iskemia akibat dari penyumbatan pada arteri koroner. Kerusakan atau kematian sel miosit dapat diketahui dari protein yang dihasilkan dan dilepaskannya pada sirkulasi.[1] Infark miokard akut merupakan kasus kardiovaskuler dengan jumlah morbiditas dan mortalitas yang sangat tinggi di dunia.[2] Diagnosis yang cepat menjadi kebutuhan para klinisi untuk menentukan tindakan terapi yang diberikan. Sehingga penelitian tentang biomarker terbaru untuk infark miokard akut terus dilakukan. Salah satu biomarker konvensional untuk mendiagnosis infark miokard akut adalah troponin. Kadar troponin meningkat pada sirkulasi sekitar 3 jam setelah nyeri dada karena release time yang relatif lama dari troponin.[3] Peningkatan jumlah biomarker pada sirkulasi menunjukkan adanya kerusakan pada kardiomiosit. Tetapi mekanisme yang mendasari tidak dapat ditentukan dengan pasti.[1] Karena meningkatnya jumlah biomarker akibat iskemia juga terjadi akibat dari cardiac injury yang lain seperti miokarditis, sepsis, kardioversion atau ablasi. Maka dari itu, diperlukan biomarker terbaru yang memiliki tingkat sensitivitas dan spesifisitas tinggi dibanding troponin sehingga diagnosis cepat dan dapat memberikan penanganan dan prognosis yang lebih baik.

MikroRNA (miRNA) merupakan molekul noncoding RNA, terdiri dari 20-25 nukleotida yang terlibat pada proses post- transkripsi gen.[1] miRNA berikatan pada 3’ untranslated region (UTR) messenger RNA (mRNA) menyebabkan miRNA berfungsi mengatur ekspresi gen pada post-transkripsi yang berinteraksi spesifik dengan mRNA untuk menginduksi terjadinya degradasi atau menghambat translasi. Berdasarkan database miRBase 20.0, lebih dari 2000 miRNA matur telah teridentifikasi dan sedikitnya sepertiga dari gen

pengkode protein pada manusia diregulasi oleh miRNA. MiRNA juga ikut serta dalam berbagai proses biologis seperti proliferasi, diferensiasi, apoptosis, nekrosis, autofagi, perkembangan dan penuaan.[2] Karakteristik dari miRNA adalah spesifisitasnya pada sel dan jaringan tertentu sehingga dapat dijadikan sebagai biomarker yang sensitif dan spesifik pada beragam penyakit. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa ekspresi yang tidak normal dari miRNA pada jaringan merupakan petunjuk adanya suatu penyakit seperti kanker, gangguan pada pembuluh darah, dan penyakit kardiovaskuler. Bahkan disebutkan bahwa miRNA yang ada pada serum dan plasma dalam keadaan stabil sehingga dapat digunakan sebagai biomarker. miRNA berperan sebagai mediator esensial intraseluler pada sel jantung normal dan deregulasi ekspresi yang dihasilkan berhubungan dengan penyakit kardiovaskuler. Otot jantung (miosit) akan melepaskan miRNA spesifik ke sirkulasi, seperti miRNA-1, miRNA-133, miRNA-208, miRNA-499. Molekul miRNA-499 dinyatakan sebagai biomarker terbaik untuk mendiagnosis pasien infark miokard akut karena menunjukkan konsentrasi paling tinggi dibandingkan 4 jenis miRNA.[2]

Berdasarkan hal tersebut, penulisan literature review ini bertujuan untuk membahas potensi miRNA-499 sebagai deteksi dini dari infark miokard akut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Patogenesis dan Patofisiologi Infark Miokard Akut

Infark miokard yang umumnya disebut sebagai serangan jantung adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas baik di negara maju maupun berkembang. Infark miokard akut merupakan cedera miokardium irreversibel akibat dari iskemia sehingga terjadi nekrosis pada

sebagian besar miokardium (umumnya lebih dari 1 cm). Istilah “akut” menunjukkan bahwa infark kurang dari 3-5 hari, ketika infiltrasi terutama oleh neutrofil.[4] Penyebab utama dari infark miokard akut adalah berkurangnya suplai darah ke otot jantung yang terjadi karena ruptur aterosklerosis.[5] Plak aterosklerosis yang telah ada sebelumnya akan berperan menjadi nidus terjadinya trombus, oklusi pembuluh darah, dan infark transmural pada bagian hilir miokardium. Sekitar 10% infark miokard merupakan kejadian infark transmural tanpa adanya penyakit vaskular aterosklerotik oklusif yang disebabkan oleh vasospasme arteri koronaria atau akibat embolisasi dari trombus mural (misalnya, pada fibrilasi atrium) atau vegetasi katup.

Infark miokard yang tipikal dimulai ketika suatu plak ateromatosa tiba-tiba terganggu oleh perdarahan di dalam plak atau oleh gaya mekanik yang menyebabkan kolagen subendotel dan isi plak nekrotik masuk ke dalam darah. Selanjutnya, trombosit akan melekat, berkelompok, dan menjadi aktif, serta melepaskan tromboksan A2, adenosin difosfat (ADP), dan serotonin yang menyebabkan agregasi trombosit lebih lanjut dan vasospasme. Adanya pengaktifan koagulasi oleh pajanan faktor jaringan dan mekanisme lain akan memperberat pertumbuhan trombus. Dalam jangka waktu beberapa menit, trombus dapat menyumbat lumen arteri koronaria secara total. Rangkaian peristiwa pada infark miokard tipikal ini memiliki implikasi terapeutik, dimana trombolisis dan angioplasti dapat membatasi perluasan nekrosis miokardium.[6]

Hilangnya aliran darah ke miokardium mengakibatkan terganggunya fungsi, biokimia, dan morfologi yang berat. Beberapa detik setelah obstruksi vaskular menyebabkan glikolisis aerobik terhenti, jumlah ATP menurun drastis, dan terjadi akumulasi metabolit yang berpotensi berbahaya seperti asam laktat di otot jantung. Konsekuensi fungsionalnya adalah kontraktilitas hilang dengan cepat dalam waktu sekitar satu menit setelah permulaan iskemia. Perubahan dini ini berpotensi reversible. Iskemia berat yang berlangsung sekitar 20 hingga 40 menit akan menyebabkan kerusakan irreversible dan kematian miosit sehingga mengakibatkan nekrosis koagulasi. Periode iskemia yang lama dapat menyebabkan jejas pembuluh darah dan trombosis mikrovaskular. Jika aliran darah miokardium dapat dikembalikan seperti semula sebelum jejas irreversible terjadi maka viabilitas sel dapat dipertahankan, inilah yang menjadi alasan pentingnya diagnosis infark miokard.[6] Jejas iskemik yang irreversible pada miosit pertama kali terjadi pada daerah subendokardium. Daerah tersebut rentan terhadap iskemia karena merupakan area terakhir yang mendapatkan aliran darah dari pembuluh-pembuluh epikardium. Selain itu, daerah subendokardium mengalami tekanan intramural yang relatif tinggi sehingga dapat menghambat aliran darah masuk. Jika iskemia berlangsung terus menerus maka kematian sel akan meluas ke daerah lain. Infark akan memuncak dalam waktu 3 hingga 6 jam dan jika tidak diberikan intervensi maka dapat berdampak pada seluruh ketebalan dinding atau infark transmural.

Studi epidemiologi telah melakukan penelitian terkait kontribusi faktor gaya hidup dalam perkembangan aterosklerosis dan infark miokard.

Studi INTERHEART pada pasien dengan jumlah lebih dari 15.000 menunjukkkan bahwa 90% infark miokard disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dimodifikasi seperti merokok, dislipidemia, hipertensi, obesitas perut, dan diabetes pada pria (94% pada wanita). [7]

Ukuran, lokasi, dan gambaran morfologi dari infark miokard dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti ukuran dan disribusi pembuluh darah yang terlibat, derajat perkembangan dan lamanya oklusi, kebutuhan metabolisme miokardium, dan banyaknya kolateral. Berdasarkan ukuran dari pembuluh darah yang terlibat, serta derajat sirkulasi kolateral, maka infark miokard dapat dibagi menjadi infark transmural, infark subendokardium, infark mikroskopik.

Infark transmural mengenai seluruh ketebalan ventrikel dan disebabkan oleh oklusi pembuluh epikardium melalui kombinasi aterosklerosis kronis dan trombosis akut. Infark miokard transmural menunjukkan gambaran elevasi segmen ST pada elektrokardiogram (EKG) dan dapat memberikan gambaran gelombang Q negatif disertai hilangnya amplitudo gelombang R. Infark ini juga disebut ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI). Infark subendokardium hanya mengenai sepertiga bagian dalam miokardium dan biasanya tidak menunjukkan elevasi segmen ST atau gelombang Q pada EKG. Infark mikroskopik terjadi pada oklusi pembuluh darah kecil dan tidak menunjukkan perubahan EKG diagnostik.

Diagnosis Infark Miokard Akut

Hingga saat ini alat yang masih digunakan untuk menegakkan diagnosis infark adalah elektrokardiogram, serum biomarker jantung, dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Elektrokardiogram merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mendiagnosis infark miokard akut, alat diagnosis kelainan kelistrikan jantung yang menggunakan sadapan ekstremitas dan prekordial yang digunakan untuk mendiagnosis kelainan kelistrikan jantung yang mengarah langsung pada kelainan struktural dan fungsional jantung. Namun perlu diketahui bahwa elektrokardiogram memiliki sensitifitas 55%, spesifitas 92%, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk menegakkan diagnosis serta kemungkinan menunjukkan hasil normal pada pasien infark miokard akut.[8,9]

Tabel 1. Profil Biomarker Jantung[10]

Biomarker

Meningkat (jam)

Puncak (jam)

mioglobin

1-4

6-7

CKMB

3-12

24

cTnI

3-12

24

cTnT

3-12

12-48

LDH

10

24-48

Pemeriksaan serum biomarker jantung adalah perhitungan kadar enzim dapat dilepaskan oleh sel-sel jantung yang mengalami kerusakan yang masuk ke dalam darah dengan kadar yang signifikan. Pemeriksaan ini memiliki sensitifitas dan spesitifitas yang tinggi. Namun peningkatan yang bermakna pada pemeriksaan jantung hanya dapat diukur pada 4-6 jam setelah serangan. Lamanya waktu puncak kadar biomarker dan onset peningkatan menjadi penghambat yang

menyebabkan lambatnya penegakan diagnosis. Padahal, sering sekali pasien datang dalam keadaan gawat darurat serta membutuhkan diagnosis yang tepat secara cepat.[8,9]

Potensi miRNA-499 sebagai Biomarker Infark Miokard Akut

MiRNA-499 merupakan anggota miRNA yang baru ditemukan dan dikodekan oleh keluarga gen miosit.[3] Selain miRNA-499, terdapat beberapa miRNA yang diduga berperan dalam patogenesis infark miokard, seperti miRNA-1, miRNA-133a, miRNA-208, dan miRNA-433-5p. Namun potensi yang dimiliki beberapa miRNA tersebut tidak berasal dari sel otot jantung melainkan berasal dari sel endotel, sehingga kenaikannya tidak spesifik menandakan kerusakan sel jantung.[11] MiRNA-499 telah dikenal sebagai miRNA spesifik pada kerusakan otot jantung. Pada penelitian yang dilakukan oleh Adachi et al. dengan menggunakan 14 pasien acute coronary syndrome (ACS), 15 pasien congestive heart failure (CHF) dan 10 pasien normal ditemukan bahwa kadar miRNA-499 meningkat secara signifikan pada pasien infark miokard akut serta tidak terdeteksi pada kelompok penyakit lainnya, sehingga miRNA-499 berpotensi menjadi biomarker untuk infark miokard akut.[12,13]

Hasil penelitian tersebut didukung juga oleh systematic review yang dibuat oleh Chen et al. yang menyatakan bahwa miRNA-499 merupakan miRNA yang spesifik terhadap otot jantung. Peningkatan miRNA ini diekspresikan oleh myosin otot jantung yang mengalami kerusakan. Selain itu dinyatakan bahwa miRNA-499 berpotensi untuk dijadikan sebagai biomarker jantung yang baru. Meta-analisis tersebut menyebutkan bahwa hasil deteksi miRNA-499 memiliki sensitivitas 78%, spesifisitas 82%, dan Area Under the Curve (AUC) 91%.[14] Beberapa penelitian lain menyatakan bahwa miRNA-499 meningkat 105 kali lipat pada pasien infark miokard akut dibandingkan dengan pasien normal sehingga hasil ini cukup signifikan serta dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam mendiagnosis infark miokard akut.[12]

Gambar 1. Perbandingan Nilai Kurva ROC, cTnT, dan miR-499 dalam mendiagnosis NSTEMI, CHF dan CTR[11]

Untuk menentukan akurasi sebuah alat diagnosis maka diperlukan kurva ROC untuk menilai AUC. Semakin tinggi AUC yang dihasilkan maka

semakin tinggi tingkat akurasinya dalam mendiagnosis. Berdasarkan Gambar 1 tersebut, dapat dijelaskan bahwa nilai miRNA-499 lebih baik dalam mendeteksi CHF dibandingkan dengan cTnT, yakni 0,88 berbanding 0,78. Namun dalam membedakan pasien CHF dan Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), cTnT lebih baik dibandingkan miRNA-499, yakni 0,93 berbanding 0,88. Sehingga dapat disimpulkan bahwa miRNA-499 memiliki AUC yang sama dengan cTnT dalam mendiagnosis CHF dan membedakan CHF dengan NSTEMI.[11,15]

Penelitian Oliveri et al. menyatakan bahwa miRNA-499 dapat membedakan infark miokard akut dengan heart failure. Ini dibuktikan dengan hasil penelitian 92 pasien dengan NSTEMI mengalami peningkatan kadar miRNA-499 serum 80 kali lipat dibandingkan dengan 99 pasien kontrol dan 81 pasien heart failure tanpa infark miokard akut. Dengan demikian menunjukkan bahwa miRNA-499 memiliki potensi dalam membedakan heart failure dengan infark miokard akut. Sedangkan pada cTnT memiliki nilai positif palsu yang tinggi untuk mengukur nonACS dengan heart failure. Sehingga miRNA-499 memilki potensi yang lebih baik dalam membedakan heart failure dengan infark miokard akut.[11]

Gambar 2. Durasi Peningkatan Kadar miR- 499 dari Onset ACS[16]

Dalam keadaan darurat dibutuhkan alat diagnosis yang cepat dan tepat. Jika dibandingkan dengan biomarker yang sudah dipaparkan pada Tabel 1 yang membutuhkan waktu 4-6 jam, miRNA-499 lebih baik digunakan untuk menegakkan diagnosis dalam keadaan darurat karena miRNA-499 dapat diperiksa dalam kurun waktu kurang dari 1 jam (Gambar 2).[16]

Penelitian Chen et al. mengenai korelasi peningkatan kadar biomarker CK-MB dan cTnT dengan miRNA-499 menyatakan bahwa peningkatan miRNA-499 sejajar dengan CK-MB dan cTnT. Dengan kata lain, kerusakan jantung yang dideteksi oleh CK-MB dan cTnT dapat juga dideteksi oleh miRNA-499.[16]

Selain memiliki potensi sebagai biomarker baru untuk mendeteksi infark miokard akut, miRNA-499 memiliki potensi untuk menentukan tingkat keparahan dari infark miokard akut. Hal ini dibuktikan melalui hasil penelitian yang menunjukkan bahwa miRNA-499 berkorelasi positif dengan skor Gensini yang digunakan untuk mengevalusi tingkat keparahan infark miokard akut (r=0,52, P<0,01). Selain itu, tingkat miRNA-499 pada saat awal serangan infark miokard akut secara signifikan lebih tinggi dibandingkan 24 jam setelah mendapatkan intervensi koroner perkutan (PCI) (Gambar 3).[16]

Gambar 3. Perbandingan miR-499 sebelum dan sesudah mendapatkan PCI.[16]

Regulasi miRNA-499 pada Infark Miokard Akut

Studi terkini menyatakan bahwa miRNA-499 dapat digunakan sebagai biomarker klinis praktis untuk infark miokard akut. Jumlah miRNA-499 meningkat secara signifikan pada 6 dan 12 jam setelah terjadinya infark miokard.[12] Jumlah miRNA-499 meningkat secara signifikan dalam 3 jam setelah nyeri dada.[17] Studi lainnya menyatakan bahwa jumlah miRNA-499 dalam plasma meningkat dalam 12 jam setelah muncul gejala dan kemudian kembali ke jumlah normal. miRNA-499 diperkirakan dilepaskan ke sirkulasi dari miokardium yang mengalami nekrosis pada tahap awal infark miokard akut yang kemudian berubah seiring peningkatan dari infark miokard akut.[16]

Penyelidikan miRNA-499 pada infark miokard akut menjadi semakin ekstensif. Salah satunya adalah upaya untuk mengidentifikasi mekanisme yang lebih merinci terkait dengan sumber jaringan dan pelepasan miRNA-499 ke dalam sirkulasi.[18] Beberapa mekanisme pengemasan miRNA ekstraseluler untuk pengangkutannya telah teridentifikasi, antara lain miRNA dilindungi dalam sebuah mikrovesikel, vesikel yang keluar dari eksosom, badan apoptosis atau terkait dengan protein pengikat RNA (Ago2), dan juga dengan kompleks lipoprotein (HDL). Selain itu telah ditemukan beberapa kemungkinan mekanisme dalam pengambilan miRNA ke jaringan penerima. Pengangkutan miRNA dalam vesikel eksosom menunjukkan keunggulan dibandingkan mekanisme lain karena memiliki ukuran yang kecil, bersifat stabil dan mudah melewati membran sel. MiRNA yang tersirkulasi dalam darah berperan mengirimkan sinyal untuk proliferasi dan apoptosis sel. Studi lanjutan mengungkapkan mekanisme miRNA diangkut dalam eksosom atau badan multivesikuler untuk disekresi, di mana yang lainnya disimpan di dalam sel.[19]

Analisis Manfaat

MiRNA-499 merupakan anggota miRNA yang baru ditemukan dan dikodekan oleh keluarga gen miosit. Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa miRNA-499 memainkan peranan yang penting dalam diagnosis infark miokard akut. Ekspresi miRNA-499 meningkat secara signifikan pada kelompok pasien nyeri dada dengan infark miokard akut dibandingkan dengan kelompok pasien nyeri dada tanpa infark miokard akut dan kelompok kontrol sehat.[3]

MiRNA-499 meningkat secara signifikan dalam plasma 1 jam setelah onset nyeri dada pada pasien infark miokard akut, dan terus meningkat bahkan dalam 9 jam setelah onset nyeri dada. Sementara CK-MB dan cTnI terdeteksi 2 jam setelah onset nyeri dada. Hal tersebut menunjukkan bahwa ekspresi miRNA-499 dapat digunakan untuk mendeteksi infark miokard akut lebih awal serta mendukung bukti bahwa miRNA-499 dapat menjadi biomarker infark miokard akut yang sangat awal.[20] Selain itu, miRNA bahkan mampu menemukan pasien yang tidak terdiagnosis oleh troponin dan CK-MB. Hal ini menunjukkan bahwa miRNA-499 dapat berfungsi sebagai pengganti potensial dari biomarker infark miokard akut saat ini.[20]

Ekspresi miRNA-499 pada pasien infark miokard akut dengan kerusakan dua atau tiga pembuluh arteri koroner lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan penyakit arteri koroner satu pembuluh dan tingkat miRNA-499 juga lebih tinggi secara signifikan pada saat awal pasien memasuki ruang gawat darurat dibandingkan 24 jam setelah PCI pada pasien infark miokard akut. Hal tersebut menunjukkan bahwa miRNA berkolerasi positif dengan skor Gensini yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat keparahan stenosis koroner.[3,16]

SIMPULAN

MiRNA-499 memiliki sensitivitas 78%, spesifisitas 82%, dan AUC 91% serta dapat mendeteksi infark miokard akut dalam kurun waktu kurang dari 1 jam. Hal tersebut menunjukkan bahwa miRNA-499 berpotensi sebagai deteksi dini infark miokard akut.

DAFTAR PUSTAKA

  • 1.    Salic K, Windt LJD. Micrornas as biomakers for myocardial infarction. Curr Atheroscler Rep. 2012;14:193-200.

  • 2.    Xiao J, Shen B, Li J, Lv D, Zhao Y, Wang F, et al. Serum microrna-499 and microrna208a as biomarkers of acute myocardial infarction. Int J Clin Exp Med. 2014;7(1):136-141.

  • 3.    Xin Y, Yang C, Han Z. Circulating mirna-499 as a potential biomarker for acute myocardial infarction. Ann Transl Med. 2016 March 10;4(7):135.

  • 4.    Burke AP. Pathology of acute myocardial infarction.    2015. Available from    :

http://emedicine.medscape.com/ (Accessed 30 Agustus 2017).

  • 5.    Panjaitan HPB, Billy M, Kevin J. Cardiostem: inovasi amniotic fluid stem cell termodifikasi gen vegf (vascular endothellial growth factor)

dengan carrier chitosan hydrogel sebagai terapi regeneratif infark miokard. Essence of Scientific Medical Journal. 2015;12(1):9.

  • 6.    Kumar V, Abbas AK, Aster JC. Robbins basic pathology. 9th ed. Philadelphia, PA: Elsevier Saunders; 2013. 3779p.

  • 7.    White HD, Chew DP. Acute myocardial infarction. Lancet. 2008;372:570-84.

  • 8.    Tanto C, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita selekta kedokteran:  essential of

medicine. Edisi   ke-4.   Jakarta:   Media

Aesculapis; 2014.

  • 9.    Takhshid MA, Kojuri J, Tabei SMB, Tavasouli AR, Heidary S, Tabandeh M. Early diagnosis of acute coronary syndrome with sensitive troponin i and ischemic modified albumin.

Iranian  Cardiovascular  Research  Journal.

2010;4(4):144-151.

  • 10.    Fichtlscherer S, Zeiher AM, Dimmeler S. Circulating micrornas biomarkers or mediators of cardivascular disease?. Arterioscler Thromb Vasc Biol. 2011;31:2383-2390.

  • 11.    Oliveri F, Antonicelli R, Lorenzi M, D’Alessandra Y, Lazzarani R, Santini G, et al. Dignostic potential of circulating miRNA499-5p in elderly patients with acute non st-elevation myocardial infarction. International Journal of Cardiology. 2013;167:531-536.

  • 12.    Adachi T, Nakanishi M, Otsuka Y, Nishimura K, Hirokawa G, Goto Y, et al. Plasma microrna 499 as a biomarker of acute miocardial infraction. Clin Chem. 2010;56:1183-1183.

  • 13.    Bahari F, Barus D, Suhardi D, Prakoso R. Cardiotube:  alat deteksi micrna-208 dan

microrna-499 dengan teknik sandwich elisa terbarukan sebagai    modalitas diagnosis

PJK di layanan primer. Essence of Scientific Medical Journal. 2016;14:27-35.

  • 14.    Cheng C, Wang Q, You W, Chen M, Xia J. Mirnas as biomarkers of myocardial infraction: a metaanalysis. PloS One. 2014;9:e88566.

  • 15.    Gidlof O, Smith JG, Miyazu K, Gilje P, Spencer A, Blomquist S, et al. Circulating cardioencriched microRNAs are associated with long-term prognosis following myocardial infraction.    BMC    Cardiovasc    Disord.

2013;13:25.

  • 16.    Chen X, Zhang L, Su T, Li H, Huang Q, Wu D, et al. Kinetics of plasma microrna-499 expression in acute myocardial infarction. J Thorac Dis. 2015;7(5):890-896.

  • 17.    Devaux Y, Vausort M, Goretti E, Nazarov PV, Azuaje F, Gilson G, et al. Use of circulating micrornas to diagnose acute myocardial infarction. Clin Chem. 2012;58:559-67.

  • 18.    Płocka MO, Gurda D, Wyszomirska AF, Smolarek I, Wyszko E. Circulating micrornas in cardiovascular diseases. Acta Biochimica

Polonica. 2016;63(4):725–729.

  • 19.    Min P-K, Chan SY. The biology of circulating microrna in cardiovascular disease. Eur J Clin Invest. 2015;45:860–874.

  • 20.    Zhang L, Chen X, Su T, Li H, Huang Q, Wu D, et al. Circulating mirna-499 are novel and sensitive biomarker of acute myocardial infarction. J Thorac Dis. 2015;7(3):303-8.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/essential/index

31