POTENSI CURCUMIN DALAM EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (CURCUMMA DOMESTICA L.) SEBAGAI MODALITAS PENCEGAHAN PREEKLAMSIA PADA IBU HAMIL DENGAN RESISTANSI INSULIN
on

TINJAUAN PUSTAKA
POTENSI CURCUMIN DALAM EKSTRAK RIMPANG KUNYIT (CURCUMMA DOMESTICA L.) SEBAGAI MODALITAS PENCEGAHAN PREEKLAMSIA PADA IBU HAMIL DENGAN RESISTANSI INSULIN
I Made Bagus Cahya Wibawa1, Agus Indra Yudhistira Diva Putra1, Erick Kusuma Tandiono1 1Program Studi Sarjana Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Udayana, Bali
ABSTRAK
Pendahuluan: Preeklamsia merupakan gangguan pada kehamilan yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara signifikan yang diinduksi kehamilan (tekanan sistolik ≥140 mmHg, tekanan diastolik ≥90 mmHg) dan proteinuria. Kondisi ini berhubungan dengan kondisi hiperglikemia, dan beberapa studi menemukan bahwa hiperglikemia dapat meningkatkan risiko preeklamsia sebanyak tiga kali lebih tinggi.
Pembahasan: Terdapat korelasi antara resistensi insulin dan intoleransi glukosa dengan preeklamsia, yang didukung statistik bahwa 20% dan 15% ibu hamil dengan DM Tipe 1 dan 2 akan cenderung mengalami preeklamsia. Hal ini disebabkan karena kondisi kelebihan glukosa darah dapat menginduksi perubahan intraseluler pada sitotropoblas yang mengakibatkan abnormalitas plasenta dan berujung pada preeklamsia. Studi terkini menemukan bahwa penanganan hiperglikemia dapat mengurangi risiko preeklamsia sampai 54% (RR:0,46;95% CI:0,22-0,97). Ektrak rimpang kunyit mengandung curcumin yang terkenal akan aktivitas antidiabetik yang baik. Curcumin dapat mengurangi resistansi insulin dan intoleransi glukosa dengan menghambat produksi ROS untuk menjaga viabilitas sel islet, menekan produksi sitokin proinflamasi (TNF-α, IL-6, NFkB), stimulasi ekspresi transporter glukosa (GLUT-4) dan clearance glukosa, serta menekan kadar FFA.
Simpulan: Curcumin berpotensi untuk digunakan sebagai modalitas yang efektif mencegah preeklamsia pada ibu hamil dengan resistansi insulin dan intoleransi glukosa. Namun, sampai saat ini jumlah ekstrak rimpang kunyit atau konsentrasi curcumin yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan masih belum diketahui.
Kata kunci: Curcumin, Diabetes, Preeklamsia, Resistensi Insulin
ABSTRACT
Introduction: Preeclampsia is a pregnancy disorder characterized by significantly increased blood pressure (systolic pressure ≥140 mmHg, diastolic pressure ≥90 mmHg) induced by pregnancy and proteinuria. Preeclampsia is often associated with hyperglycemic state, and studies found that hyperglicemia increases the risk of preeclampsia up to three times higher.
Discussion: There are correlations between insulin resistance and glucose intolerance with preeclampsia, shown by the statistics that 20% and 15% of pregnant women with DM Type 1 and Type 2 respectively will develop preeclampsia. Excessive glucose level could induce intracellular changes in cytotrophoblasts that causes placental abnormalities and leads to preclampsia. Recent studies found that hyperglicemia treatment could reduce the risk of preeclampsia up to 54% (RR:0,46;95% CI:0,22-0,97). Turmeric extract contains curcumin that is known for its antidiabetic activity. Curcumin can reduce the insulin resistance and glucose intolerance by inhibition of ROS production to maintain the viability of islet cells, suppression of inflamatory cytokines (TNF-α, IL-6, NFkB) production, stimulation of glucose transporter (GLUT-4) expression and glucose clearance, and suppression of FFA level.
Conclusion: Curcumin is potential to be used as a new modality to prevent preeclampsia on women with insulin resistance and glucose intolerance, but the exact amount of turmeric extract or curcumin concentration needed to achieve the desired effect is still unknown.
Keywords: Curcumin, Diabetes, Preeclampsia, Insulin Resistance
PENDAHULUAN
Kematian ibu pada saat ini masih merupakan masalah dalam bidang kesehatan karena diperkirakan di dunia setiap menit perempuan meninggal karena komplikasi yang terkait dengan kehamilan dan persalinan. Tercatat 1400 perempuan meninggal setiap harinya atau lebih kurang 500.000 perempuan meninggal setiap tahun karena kehamilan dan persalinan. United Nations International Children’s Emergency Found menyatakan bahwa setiap tahun hampir 10.000 ibu hamil meninggal karena masalah kehamilan dan persalinan. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2013 Angka Kematian Ibu (AKI) di dunia 210 per 100.000 kelahiran hidup, AKI di negara berkembang 230 per 100.000 kelahiran hidup dan AKI di negara maju 16 per 100.000 kelahiran hidup.
Pada tahun 2013 AKI di Indonesia mencapai 126 per 100.000 kelahiran hidup. Bila dibandingkan dengan Malaysia dan Singapura, angka tersebut lebih besar dimana AKI Malaysia 29 per 100.000 kelahiran hidup dan Singapura 8 per 100.000 kelahiran hidup. Salah satu penyebab AKI terbesar di dunia adalah preeklamsia, dimana 14% kematian ibu disebabkan oleh preeklamsia.[1]
Preeklamsia adalah suatu keadaan hipertensi yang timbul kurang lebih pada 20 minggu kehamilan dengan keadaan adanya protein pada urine (300 mg) dengan keadaan tekanan darah lebih atau sama dengan 140/90 mmHg dengan kriteria diagnosis sekurang-kurangnya 2 kali dalam kurun waktu 4 jam dalam 1 hari.[2] Pasien ibu hamil yang biasanya memiliki
ESSENTIAL
∖Eueπce of Scientific ∕ ∖ Medical Journal/
riwayat hipertensi tentu akan berpotensi terjadi hipertensi gestasional yang mengarah 2 hingga 5 kali lipat terjadi preeklamsia. Hipertensi akan membuat keadaan vasokontriksi akut pada pembuluh darah yang berkaitan dengan pendistribusian cairan dari bagian perifer ke vena pulmonal.[2] Adanya preeklamsia meningkatkan risiko terjadinya bayi lahir prematur karena beberapa indikasi medis mengharuskan kehamilan untuk diterminasi untuk menjaga keselamatan ibu hamil dan bayi itu sendiri. Disamping itu, dokter terkadang sulit mengetahui perkembangan preeklamsia kedepannya, karena dalam mendiagnosis preeklamsia secara langsung dilapangan gejala dan tanda yang ada tumpang tindih dengan kondisi medis lain yang dapat terjadi pada kehamilan, seperti penyakit hati, penyakit ginjal kronik, hipertensi kronis dan idiopathic thrombocytopenic purpura, Selain itu, kriteria diagnostik klinis standar, seperti hipertensi atau proteinuria, tidak cukup akurat untuk memprediksi hasil buruk yang terkait dengan penyakit ini. Ibu hamil yang biasanya sehat dapat dikatakan preeklamsia bila dalam keadaan hamil kondisi tekanan darah mengalami hipertensi dan sekurang-kurangnya memiliki dua faktor risiko yang berasal dari genetik dan bawaan tubuh seperti diabetes melitus.[3]
Preeklamsia dalam kehamilan ditandai dengan konsentrasi glukosa (gula darah) puasa yang lebih rendah dibandingkan dengan ibu hamil normal akibat hati langsung menstimulasi terjadinya glukoneogenesis sehingga meningkatkan sekresi glukosa yang berakibat terjadinya hiperglikemia. Selain itu, ibu hamil preeklamsia juga akan mengalami perubahan komposisi asam lemak bebas pada usia kehamilan 1020 minggu. Asam lemak bebas juga memiliki peran melepaskan insulin pada organ targetnya yakni sel-β pankreas, sehingga bila terjadi perubahan pada organ target itulah penyebab utama terjadinya intoleransi glukosa.[4] Dengan kata lain, intoleransi glukosa itu disebabkan oleh berkurangnya sensitivitas insulin (sel-β pankreas) akibat gangguan kemampuan sekresi insulin sebagai respon glukosa.[5]
Resistansi insulin ini yang memiliki kaitan terhadap sekresi hormon leptin yang cenderung tinggi.6 Selain itu, dalam beberapa sumber pustaka mengatakan bahwa resistansi insulin berperan vital dalam keberadaan patogenesis penyakit preeklamsia yakni dengan adanya disfungsi endotel akibat adanya ischemia pada sirkulasi maternal diduga sebagai penyebab utama dari preeklamsia awal ditambah adanya faktor pengaruh hipertensi kronis, diabetes, dan hiperlipidemia dapat menjadi faktor predisposisi atas kerusakan endotel maternal yang lebih lanjut yang disesuaikan dengan obesitas dan usia > 34 tahun dan meningkat 30% persetiap pertambahan usia 1 tahun dengan kondisi ibu yang hamil.[6] Bila resistansi insulin terus terjadi akan membuat cadangan glukosa yang masuk kedalam sel tidak akan mencukupi.[7]
Resistansi Insulin juga berpengaruh terhadap jaringan adiposa lemak dan jaringan hati karena glukosa yang dikeluarkan oleh hati tidak sebanding dengan konsentrasi insulin yang ada sedangkan, pada penelitian lain juga menemukan bahwa HPL (Human Plancetal Lactogen) dan Kortisol tidak memiliki pengaruh terhadap terjadinya resistansi insulin pada preeklamsia.6 Bila terus dibiarkan maka janin yang dikandung dapat memiliki potensi resistansi insulin
bawaan dari orang tuanya dan berkembang dikemudian hari.[2]
Tingginya mortalitas dan morbiditas akibat preeklamsia pada ibu hamil membuat banyak peneliti tertarik untuk mencari modalitas terapi yang efektif dalam mencegah preeklamsia, dan salah satu modalitas yang paling banyak diteliti adalah curcumin, Menurut sebuah penelitian, curcumin memiliki potensi menurunkan malondialdehida radikal bebas (MDA) yang menginduksi preeklamsia dan pengobatan kurkumin dalam berbagai dosis dapat menurunkan kadar sitokin pro-inflamasi yang signifikan pada preeklampsia yang diinduksi plasma. Dalam penelitian lain juga didapatkan kelompok orang yang diobati dengan kurkumin didapatkan penurunan tekanan darah dan protein urin.[8]
Untuk itu penulis ingin membahas potensi yang dimiliki rimpang kunyit (Curcumma domestica L.) sebagai sarana inovasi yang membantu pencegahan preeklamsia alternatif di ranah medis dengan memanfaatkan tumbuhan yang mudah ditemukan dengan konsep back to nature.
PEMBAHASAN
Hubungan Resistansi Insulin dan Intoleransi Glukosa terhadap Preeklamsia
Keadaan resistansi insulin diduga berperan dalam patofisiologi preeklamsia.9 Dibandingkan dengan ibu hamil dengan kehamilan normotensif, ibu hamil yang mengalami preeklamsia ditemukan memiliki resitensi insulin yang lebih tinggi sebelum kehamilan,[10] pada trimester pertama dan kedua,[11] serta beberapa tahun setelah kehamilan.]12] Hal ini didukung juga dengan fakta bahwa kebanyakan faktor risiko preeklamsia yang berkaitan dengan keadaan resistansi insulin, seperti obesitas, hamil dalam usia lanjut, ras non-kulit putih, hipertensi kronis, intoleransi glukosa, diabetes, dan diabetes gestasional.
Diabetes gestasional sendiri disebabkan oleh adanya resistansi insulin dan intoleransi glukosa pada ibu hamil. Diabetes gestasional dan preeklamsia merupakan penyakit obstetrik yang cukup sering terjadi dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, ditemukan bahwa penderita diabetes gestasional akan mengalami peningkatan risiko dua sampai empat kali lipat untuk menderita preeklamsia. Selain diabetes gestasional, kondisi diabetes sebelum kehamilan juga menjadi faktor risiko yang signifikan dalam preeklamsia. Ditemukan bahwa 15-20% penderita Diabetes Mellitus (DM) Tipe 1 akan mengalami preeklamsia pada saat hamil,[12-14] dan 10-14% dari kehamilan pada penderita DM Tipe 2 akan mengalami preeklamsia.[14,15] Akan tetapi, sampai saat ini belum jelas apakah ada jalur etiologi umum yang mendasari DMG dan preeklamsia. Ketika dibandingkan dengan ibu hamil dengan kehamilan yang sehat, sebuah penelitian telah mengidentifikasi banyak maladaptasi pada kehamilan yang ada di preeklampsia maupun DMG, diantaranya disfungsi endotel, ketidakseimbangan angiogenenik (meningkatnya sFlt-1 dan/atau menurunnya PGF), peningkatan stres oksidatif (status antioksidan total rendah, radikal bebas meningkat), dan dislipidemia (misalnya peningkatan trigliserida). Beberapa peneliti juga berpendapat bahwa keadaan resistansi insulin progresif yang berujung pada hiperglikemi dan menyebabkan adanya kerusakan
endotel serta peradangan, yang ditandai dengan perubahan biomarker seperti dijelaskan di atas.[9]
Gambar 1 menjelaskan mekanisme patofisiologi yang melibatkan keadaan hiperglikemia yang disebabkan oleh resistansi insulin dan intoleransi glukosa. Kadar glukosa yang tinggi dapat menstimulasi satu atau lebih mekanisme remodeling pembuluh darah selama implantasi dan perkembangan plasenta. Kadar glukosa yang meningkat pada kehamilan dapat mengganggu aliran perkembangan vaskular yang akan menyebabkan gangguan pembuluh darah plasenta. Cytotrophoblasts sendiri berperan dalam mengatur remodeling plasenta selama kehamilan, dan kelebihan glukosa pada kehamilan diabetes dapat memicu perubahan intraseluler di beberapa jalur sinyal stres yang mengakibatkan disfungsi sel cytotrophoblast dan
abnormalitas plasenta, sehingga menyebabkan terjadinya preeklamsia.[16]
Salah satu cara untuk menilai apakah keadaan hiperglikemia dan preeklampsia memiliki etiologi yang sama adalah dengan menentukan apakah intervensi untuk mengobati hiperglikemi juga mengurangi risiko preeklampsia. Sebuah penelitian Randomized Control Trial (RCT) dari pemberian perawatan (konseling gizi, terapi diet, dan insulin jika diperlukan) dibandingkan dengan tidak ada pengobatan pada hampir 1000 ibu hamil dengan DMG ringan menemukan bahwa pengobatan dikaitkan dengan 54% penurunan risiko preeklamsia (RR (Relative Risk): 0,46; 95% CI (Confidence Interval): 0,22-0,97).[16] Data ini tentunya menjadi bukti bahwa pengobatan terhadap resistansi insulin dan intoleransi glukosa dapat menjadi modalitas pencegahan preeklamsia yang signifikan.
Excessive Glucose + Pregnancy
4 Urokinase Plasminogen Activator (uPA),
4 Plasminogen Activator Inhibitor ! (PAI-I)

φ Stress Signaling and ♦ IL-6

φ sFlt, f sENG, 4 VEGF1 4 PIGF
4 CTB Function (Migration & Invasion)
Stress Signaling f p38 MAPK and f PPARy t NF kB
Oxidative Stress Apoptotic Signaling
Abnormal Placentation with Reduced Remodeling of Spiral Artery
Placental Hypoxia
Anti-angiogenic Milieu and Inflammation
Endothelial Dysfunction
Utero-placental Dysfunction and Preeclampsia
Gambar 1. Pengaruh Hiperglikemia pada Patofisiologi Preeklamsia.[16]
(MMP-9: Matrix Metallopeptidase 9; MAPK: Mitogen Activated Protein Kinase; PPARᵧ: Peroxisome Proliferator-Activated Receptor; NF-kB: Nuclear Faktor kappa B; IL-6:Interleukin 6; sFlt: Soluble fms-like tyrosine kinase;
sENG: Soluble endoglin; VEGF:Vascular Endothelial Growth Factor; PlGF: Placental Growth Factor)
Potensi Kunyit dalam Terapi Resistansi Insulin dan Intoleransi Glukosa pada Ibu Hamil
Kunyit (Curcumma domestica) merupakan jenis tanaman temu-temuan yang termsuk dalam famili Zingiberaceae. Tanaman ini berasal dari Asia Tenggara, diduga berasal dari Indo-Malaysia. Bagian utama dari kunyit adalah rimpang kunyit, yang berwarna kecokelatan dan bagian dalamnya berwarna kuning, kaya akan pigmen dan resin.[17] Curcumma mengandung protein (6,3%), minyak (13,1%), mineral (3,5%), karbohidrat (69,4%), dan lemak (5,1%). Minyak esensial (5,8%) yang didistilasi dari rimpangnya mengandung a-phellandrene (1%), sabinene (0,6%), cineol (1%), borneol (0,5%), zingiberene (25%), dan sesquiterpines (53%). Curcumin (diferuloylmethane) (3–4%) pada kunyit dan terdiri atas curcumin I (94%), curcumin II (6%), dan curcumin III (0,3%). Demethoxycurcumin dan bisdemethoxycurcumin
merupakan derivat yang dapat diisolasi dari curcumin.[18] Senyawa ini memberi fluoresensi warna kuning, jingga sampai jingga kemerahan yang kuat pada rimpang kunyit.
Zat Curcumin sendiri saat ini menarik perhatian banyak peneliti karena telah teruji memiliki aktivitas antidiabetik yang cukup baik, dan diyakini dapat menjadi agen terapeutik yang potensial dalam penanganan Diabetes Mellitus. Curcumin sebagai antidiabetes terbukti dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus yang diinduksi aloksan. Curcumin pada dosis rendah dapat mencegah terjadinya katarak yang disebabkan galaktosa dan menurunkan glikasi berat pada penderita diabetes mellitus.[18] Ekstrak kunyit juga dapat menekan peningkatan kadar glukosa darah pada Kk-Ay tikus dengan diabetes mellitus tipe 2. Selain itu, tingkat keamanan yang baik dan harga yang terjangkau membuat kunyit menjadi modalitas yang menjanjikan dalam penanganan resistansi insulin.[19]
Mekanisme Kerja Curcumin dalam Menurunkan Resistansi Insulin dan Intoleransi Glukosa
Sebuah penelitian mengenai model eksperimen diabetes telah digunakan untuk mengeksplorasi efek Curcumin pada glikemia. Pada tikus diabetes yang diinduksi aloksan, tikus yang diinduksi streptozotocin (STZ), dan tikus yang diinduksi STZ-nicotinamide, semuanya menyerupai DM Tipe 1, pemberian Curcumin secara oral dalam berbagai dosis terbukti dapat mencegah penurunan berat badan, mengurangi kadar glukosa darah kadar hemoglobin A1c (HbA1c) terglikasi, serta meningkatkan sensitivitas insulin dan hipoinsulinemia. Selain itu, pemberian secara oral juga terbukti memperbaiki homeostasis glukosa dan resistansi insulin pada tikus dengan DM Tipe 2 yang diinduksi diet lemak tinggi.[20]
Efek Curcumin pada sel pankreas dan sensitivitas insulin telah dipelajari secara ekstensif. Curcumin dapat meningkatkan viabilitas islet of Langerhans dengan menghambat produksi Reactive Oxygen Species (ROS). Ini mungkin dimediasi oleh inhibisi aktivasi poli ADP-ribose polymerase-1 dan normalisasi sitokin proinflamasi (tumor necrosis factor α (TNFα), interleukin 1β (IL-1β), dan interferon-γ) dan menginduksi translokasi Nuclear Factor kappa B (NFkB) melalui pencegahan fosforilation inhibitor kappa B α, tanpa mempengaruhi fungsi islet normal, yang menyebabkan peningkatan level Glucose Transporter-4 pankreatik dan pembersihan glukosa (glucose clearance).[21]
Sebagai konsekuensi dari dua efek ini, infiltrasi dan penghancuran sel limfosit sel pankreas menurun. Disamping itu, Curcumin meningkatkan pembukaan dan aktivasi saluran anion dan mendepolarisasi
ESSENTIAL
∖Esience of ScientiFle ∕ XMedkaI Journal/
potensial membran sel-β pankreas, yang menghasilkan aktivitas elektronik dan pelepasan insulin. Curcumin juga terlibat dalam penyimpangan misfolding human islet amyloid polypeptide dan pembentukan deposit amiloid pankreas. Tindakan stimulasi Curcumin pada sel-β pankreas ini dapat berkontribusi pada penurunan kadar gula darah pada diabetes.[21]
Curcumin cenderung mempengaruhi enzim yang meregulasi glukosa hepatik dengan meningkatkan aktivitas glukokinase serta menghambat glukoneogenesis hati melalui penekanan glucose 6-phosphatase dan fosfoenolpiruvat karboksikinase. Efek positif lain dari kurkumin pada diabetes adalah pengurangan asam lemak bebas yang tersirkulasi (FFAs).[21]
Lipotoksisitas yang diinduksi oleh FFA merupakan kontributor penting dari resistansi insulin. Mekanisme ini telah ditemukan untuk memburuk fungsi sel β pankreas dan merusak jalur signaling insulin melalui aktivasi NF-kb. Produk akhir dari jalur NF-kb, IL-6 tersebut, mengganggu transkripsi reseptor insulin (seperti insulin receptor substrate-1) dan transporter glukosa (seperti GLUT-4), sehingga merusak sensitivitas insulin. Yang terakhir, kurkumin dapat menginduksi aktivasi peroxisome proliferator-activated receptor-gamma.21 Adapun semua mekanisme di atas disajikan dalam diagram pada Gambar 2.
Berdasarkan uji yang dilakukan literatur yang ada dengan menggunakan mencit yang sedang hamil, terjadi hambatan pertumbuhan dan perkembangan tulang pada bayi yang dilahirkan. Tetapi ini tidak terjadi pada mencit yang diberikan dosis di bawah 1.365 mg/kgBB dan diberikan diberikan dosis tersebut setelah usia embrio 6-7 minggu.[22]

Gambar 2. Mekanisme Kerja Curcumin dalam Menurunkan Resistansi Insulin.16
(ICAM-1: Intercellular Adhesion Molecule-1; VCAM-1: Vascular Cell Adhesion Molecule-1; DAG: Diacylglycerol; PKC: Protein Kinase C; ROS: Reactive Oxygen Species; NF-kB: Nuclear Factor kappa B; TNF-α: Tumor Necrosis
Factor; MCP-1: Monocyte Chemoattractant-1; IL-6: Interleukin 6; IL-1β: Interleukin-1β; FA: Fatty Acid)

SIMPULAN
Dalam tinjauan pustaka ini, peneliti ingin meningkatkan penggunaan bahan herbal dengan memanfaatkan rimpang kunyit. Zat aktif yang terkandung dalam rimpang kunyit yakni curcumin merupakan agen yang cukup berpotensi sebagai inovasi pencegahan preeklamsia. Dengan
menghambat produksi ROS, curcumin meningkatkan viabilitas islet pankreas, yang pada akhirnya meningkatkan pembukaan dan aktivasi saluran anion dan mendepolarisasi potensial membran β-sel pankreas, menghasilkan aktivitas elektronik dan pelepasan insulin. Selain itu, curcumin terlibat dalam penyimpangan misfolding human islet amyloid polypeptide dan pembentukan deposit amiloid pankreas. Tindakan stimulasi curcumin pada sel-β pankreas ini dapat berkontribusi pada penurunan kadar gula darah pada diabetes.
Namun, pada tinjauan pustaka ini, belum diketahui secara pasti efektivitas dari curcumin dalam menurunkan risiko preeklamsia, dan belum diketahui berapa konsentrasi ekstrak rimpang kunyit yang dibutuhkan untuk menimbulkan efek penurunan risiko preeklamsia. Jadi diperlukan adanya penelitian lebih lanjut, sehingga ekstrak kunyit benar-benar bisa dimanfaatkan sebagai modalitas pencegahan preeklamsia.
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Trends in maternal mortality: 1990 to 2015: estimates by WHO, UNICEF, UNFPA, World Bank Group and the United Nations Population Division. Geneva: World Health Organization; 2015.
-
2. MP, Dachlan EG, Dekker G. Pulmonary edema in preeclampsia: an Indonesian case–control study. J Matern Neonatal Med. 2017.
-
3. Gilbert JS, Ryan MJ, LaMarca BB, Sedeek M, Murphy SR, Granger JP. Pathophysiology of Hypertension During Preeclampsia: Linking
Placental Ischemia With Endothelial Dysfunction. American Journal Physiology Heart Circulation Physiology. 2008;294(1):541–50.
-
4. Abhari FR, Andarieh MG, Farokhfar A, Ahmady S. Estimating rate of insulin resistance in patients with preeclampsia using HOMA-IR Index and comparison with nonpreeclampsia pregnant women. Biomed Res Int. 2014;1(1):1-6
-
5. Leeman L, Dresang LT, Fontaine P. Hypertensive disorders of pregnancy. American Family Physician. 2016;93(2):121–127.
-
6. Melamed N, Ray JG, Hladunewich M, Cox B, Kingdom JC. Gestational Hypertension and Preeclampsia: Are They the Same Disease? J Obstet Gynaecol Canada. 2014;36(7):642–647.
-
7. Gathiram P, Moodley J. Pre-eclampsia: its
pathogenesis and pathophysiolgy. Cardiovasc J Afr [Internet]. 2016;27(2):71–8.
-
8. Yeni C, Mose J, Ruslami R, Maskoen A, Fauziah P. EP16.05: Effect of curcumin in decreasing MDA level in pre-eclampsia-induced human umbilical vein endothelial cell (HUVEC). Ultrasound in
Obstetrics & Gynecology. 2017;50:333-333.
-
9. O’Gorman N, Wright D, Syngelaki A, Akolekar R, Wright A, Poon LC, et al. Competing risks model in screening for preeclampsia by maternal factors and biomarkers at 11-13 weeks’ gestation. American Journal of Obstetrics and Gynecology. 2015.
-
10. Weissgerber TL, Mudd LM. Preeclampsia and Diabetes. Current Diabetes Reports. 2015;15(3):1– 16.
-
11. Valdes E, Sepulveda-Martinez A, Manukian B, Parra-Cordero M. Assessment of pregestational insulin resistance as a risk factor of preeclampsia. Gynecol Obstet
Invest. 2014;77(2):111–6. doi:
10.1159/000357944.
-
12. Hauth JC, Clifton RG, Roberts JM, Myatt L, Spong CY, Leveno KJ, et al. Maternal insulin resistance and preeclampsia. Am J Obstet
Gynecology. 2011;204(4):327 e1–6. doi:
10.1016/j.ajog.2011.02.024.
-
13. Alsnes IV, Janszky I, Forman MR, Vatten LJ, Okland I. A population-based study of associations between preeclampsia and later cardiovascular risk factors. Am J Obstet Gynecol. 2014 doi: 10.1016/j.ajog.2014.06.026.
-
14. Persson M, Norman M, Hanson U. Obstetric and perinatal outcomes in type 1 diabetic pregnancies: A large, population-based study. Diabetes Care. 2009;32(11):2005–9. doi:dc09-0656 [pii]
10.2337/dc09-0656.
-
15. Knight KM, Thornburg LL, Pressman EK. Pregnancy outcomes in type 2 diabetic patients as compared with type 1 diabetic patients and nondiabetic controls. J Reprod Med. 2012;57(9-10):397–404.
-
16. Groen B, Links TP, van den Berg PP, Hellinga M, Moerman S, Visser GH, et al. Similar adverse pregnancy outcome in native and nonnative dutch women with pregestational type 2 diabetes: a multicentre retrospective study. ISRN obstetrics and gynecology. 2013;2013:3614-3635. doi: 10.1155/2013/361435.
-
17. Uddin MN, Beeram MR, Kuehl TJ. Diabetes Mellitus and Preeclampsia. 2013. Med J Obstet Gynecol 1(3): 1016.
-
18. Sukandar E, Sudjana P, Adnyana I, Setiawan A, Yuniarni U. Recent Study of Turmeric in Combination with Garlic as Antidiabetic Agent. Procedia Chemistry. 2014;13:44-56.
-
19. Landon MB, Spong CY, Thom E, Carpenter MW, Ramin SM, Casey B, et al. A multicenter,
randomized trial of treatment for mild gestational diabetes. N Engl J Med. 2009;361(14):1339–48. doi: 10.1056/NEJMoa0902430.
-
20. Khasiat Kunyit sebagai Obat Tradisional dan Lainnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. 2013;19(2):5-9.
-
21. Zhang D, Fu M, Gao S-H, Liu J-L. Curcumin and Diabetes: A Systematic Review. Evidence-based Complementary and Alternative Medicine: eCAM. 2013;2013:636053. doi:10.1155/2013/636053.
-
22. Blaslov, Kristina. Curcumin-a polyphenol with molecular targets for diabetes control?. 2017. Endocrine Oncology and Metabolism;3:43-48. doi:10.21040/eom/2017.3.2.2.
42
Essence of Scientific Medical Journal
Discussion and feedback