PEMETAAN ZONA AGROKLIMAT SCHMIDT FERGUSON MENGGUNAKAN DATA STASIUN PENGAMAT HUJAN DAN PRODUK DATA SATELIT IMERG DI PROVINSI BALI
on
Pemetaan Zona Agroklimat Schmidt Ferguson.., [Wahyu Widodo Putranto, dkk]
PEMETAAN ZONA AGROKLIMAT SCHMIDT FERGUSON MENGGUNAKAN DATA STASIUN PENGAMAT HUJAN DAN PRODUK DATA SATELIT IMERG DI PROVINSI BALI
Wahyu Widodo Putranto1*), I Wayan Nuarsa2), Ni Luh Kartini2), I Wayan Andi Yuda1), I Made Dwi Wiratmaja1)
1)Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Stasiun Klimatologi Jembrana – Bali 2)Fakultas Pertanian Universitas Udayana, Badung – Bali
*Email : wwputranto0612@gmail.com
ABSTRACT
MAPPING THE SCHMIDT FERGUSON AGROCLIMATE ZONE USING RAIN STATION DATA AND IMERG SATELLITE DATA PRODUCTS IN BALI PROVINCE
Schmidt Ferguson map based on rainfall data is utilized to maximize agricultural potential by knowing the spatial pattern of agro-climatic zones. This study aims to produce Schmidt Ferguson agro-climatic zone by corrected IMERG Satellite rainfall data by station base data in Bali Province. The length of monthly rainfall data from each source is six years (2015 – 2016). Initially, IMERG Final Precipitation data level 3 is validated to 73 rainfall observation stations over Bali. Statistical methods used for this purpose are correlation coefficient (r), Root Mean Square Error (RMSE) and paired t-test. The validation results show a good correlation value of 0.62 – 0.93, RMSE value of 63.33 – 208.86 mm, the results of the paired t-test there are significant. Hereinafter, IMERG data are corrected by simple linear regression equation y = 0.905x + 4.0979 with an R2 value of 0.5878. The Schmidt Ferguson agro-climatic zone mapping from rain observation station data resulted in 5 climate zones, namely climate zone B, C, D, E, and F and from IMERG product data, 4 climate zones, namely climate zone B, C, D, and E.
Keywords: Observation; IMERG;Data Validation; Schmidt Ferguson Agroclimate Zone
melakukan pengurangan resiko kegagalan pertanian berdasarkan kesesuaian iklim di setiap wilayah.
Menurut Binery (2016) untuk memaksimalkan potensi pertanian perlu memperhatikan kondisi iklim di suatu wilayah, salah satu caranya dengan mengetahui pola zona agroklimat. Namun kondisi beberapa tahun terakhir curah hujan cenderung berubah akibat perubahan iklim di beberapa wilayah, hal
ini yang perlu dimutakhirkan menggunakan data hujan terbaru.
Data curah hujan sebagai dasar pembuatan peta informasi zona agroklimat di Provinsi Bali masih terdapat kelemahan seperti belum ada stasiun pengamat hujan dan hilang atau kosongnya data pengamatan pada waktu tertentu. Salah satu alternatif dalam mengatasi kelemahan stasiun pengamat hujan di permukaan adalah dengan memanfaatkan produk satelit meteorologi yang salah satunya adalah Integrated Multi-Satellite Retrieval for GPM (IMERG). Data curah hujan dari
produk satelit IMERG memiliki kesesuaian yang sangat baik terhadap data pengukuran curah hujan di Provinsi Bali dengan skala waktu menitan hingga bulanan (Yuda et al., 2020).
Penelitian ini bertujuan untuk melakukan uji akurasi dan membuat persamaan konversi dari data satelit produk IMERG dengan stasiun pengamat hujan, dan membuat peta zona agroklimat Schmidt Ferguson Provinsi Bali periode tahun 2015 – 2020 dari kedua data tersebut.

Gambar 1.
Lokasi Penelitian beserta titik Data Stasiun Pengamat Hujan dan titik tengah grid data IMERG
Pelaksanaan penelitian ini dimulai dari bulan Juni 2021 hingga Februari 2022. Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Bali yang terletak pada 08°3’40” - 08°50’48” LS dan 114°25’53” -
115°42’40” BT, memiliki kontur dataran yang bervariasi dan dikelilingi oleh laut,
umumnya pada bagian wilayah pesisir merupakan dataran rendah dan pantai sedangkan bagian wilayah tengah memiliki topografi yang lebih tinggi yaitu pegunungan dan perbukitan.
Perangkat yang dipakai dalam penelitian ini adalah perangkat pengolahan data yaitu komputer lengkap dengan software Microsoft Excel 2016 dan ArcGis 10.3. Bahan yang digunakan yaitu data curah hujan dengan periode bulanan pada 73 stasiun pengamat hujan di Provinsi Bali selama tahun 2015 – 2020 yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi Jembrana dan data curah hujan bulanan satelit produk IMERG level 3 dengan satuan mm/jam yang diunduh melalui website: https://gpm.nasa.gov/node/3328.
-
A. Proses Ekstraksi Data IMERG dan
Analisa Titik
Proses ekstraksi data IMERG terdapat beberapa tahapan yaitu mengunduh data IMERG dengan format .nc, menentukan wilayah domain penelitian yaitu Provinsi Bali, mengekstrak nilai curah hujan sesuai titik lokasi penelitian berdasarkan koordinat lokasi tersebut dan
mengkonversi data curah hujan dalam satuan millimeter per jam (mm/jam) ke dalam bentuk excel (.xls). Setelah data curah hujan IMERG terkonversi dalam satuan mm/jam, data tersebut diubah menjadi satuan milimeter per bulan dengan bantuan perhitungan di excel. Proses ekstraksi selesei setelah menghasilkan nilai curah hujan bulanan dari produk IMERG berdasarkan titik koordinat lokasi penelitian.
Analisa titik terdekat dilakukan dengan membandingkan titik data stasiun pengamat hujan dengan titik pusat data satelit IMERG pada titik observasi. Data satelit produk IMERG diekstraksi berdasarkan titik pusat piksel dan dibandingkan dengan stasiun pengamat hujan terdekat lalu disandingkan untuk melihat tingkat koreksi data tersebut. Proses ini diulangi dengan
menggabungkan beberapa titik data
referensi sehingga menjadi rata – rata spasial.
-
B. Proses Perhitungan Uji Akurasi Data Satelit Produk IMERG dan Stasiun Pengamat Hujan
Uji akurasi dilakukan dengan metode penerapan statistik yaitu menghitung nilai korelasi (r), RMSE (Root Mean Square Error) dan Uji t-test berpasangan (paired t-test).

(1)
Keterangan:
rYŶ: koefisien korelasi antara data stasiun pengamat hujan dan data produk IMERG Yi: data produk satelit IMERG pada periode ke-i dengan i = 1,2,…,n Ȳ: nilai rata – rata data produk IMERG Ŷi: data stasiun pengamat hujan pada periode ke-i dengan i = 1,2,…,n
Ŷ: nilai rata – rata data stasiun pengamat hujan
n: panjang periode

(2)
Keterangan:
Yi: data produk satelit IMERG pada periode ke-i dengan i = 1,2,…,n
Ŷi: data stasiun pengamat hujan pada periode ke-i dengan i = 1,2,…,n
(3)
Keterangan:
ts: nilai uji T
S1: nilai variansi kelompok 1
S2: nilai variansi kelompok 2
n1: banyaknya data pada kelompok 1
n2: banyaknya data pada kelompok 2
-
C. Proses Perhitungan Persamaan Konversi Data Satelit Produk IMERG dengan Data Stasiun Pengamat Hujan Perhitungan persamaan konversi
bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar konversi data curah hujan periode bulanan yang dihasilkan dari data satelit produk IMERG sehingga nilainya mendekati data curah hujan di permukaan. Uji persamaan konversi dianalisis dengan perhitungan statistik metode regresi linear sederhana berupa grafik scatter plot dengan sumbu X (peubah bebas) yaitu data IMERG dan sumbu Y (peubah tak bebas) yaitu data stasiun pengamat hujan. Hasil persamaan regresi yang dihasilkan yaitu :
Y = aX + b (4)
Keterangan:
-
a: koefisien arah atau koefisien beta
-
b: intersep
-
D. Penentuan Zona Agroklimat Schmidt Ferguson dan Interpolasi Titik
Penentuan zona agroklimat dengan metode Schmidt Ferguson menggunakan
nilai pembagian (Q) antara jumlah bulan kering yang dirata – rata dengan jumlah bulan basah yang dirata – rata. Terdapat 8 zona iklim di Indonesia berdasarkan metode ini (Tabel 1). Bulan kering ditentukan dengan curah hujan bulanan jika dalam satu bulan mempunyai nilai < 60 mm dan bulan basah ditentukan dengan curah hujan bulanan jika dalam satu bulan mempunyai nilai > 100 mm. Perhitungan penentuan bulan kering dan bulan basah pada suatu wilayah berdasarkan banyaknya jumlah data hujan bulanan yang tersedia dalam beberapa tahun.
JumlahRata-RataBiilanKerirLg JumlahRata-RataBiilanBasah
(5)
Pengolahan data curah hujan secara spasial dilakukan dengan cara interpolasi titik menggunakan perangkat lunak ArcGis 10.3. Interpolasi merupakan cara yang dipakai dalam memperkirakan nilai yang tidak terdeteksi pada suatu titik dengan titik di sekitarnya (As-Syakur, 2009). Metode interpolasi yang digunakan adalah metode bobot jarak atau Inverse Distance Weight (IDW).
Tabel 1. |
Zona Iklim Metode Schmidt Ferguson Berdasarkan Kondisi Iklim | |
Zona |
Nilai Q |
Kondisi Iklim |
A |
0 ≤ Q < 0.14 |
Sangat Basah (Very Wet) |
B |
0.14 ≤ Q < 0.33 |
Basah (Wet) |
C |
0.33 ≤ Q < 0.60 |
Agak Basah (Fairly Wet) |
D |
0.60 ≤ Q < 1.00 |
Sedang (Fair) |
E |
1.00 ≤ Q < 1.67 |
Agak Kering (Fairly Dry) |
F |
1.67 ≤ Q < 3.00 |
Kering (Dry) |
G |
3.00 ≤ Q < 7.00 |
Sangat Kering (Very Dry) |
H |
Q > 7.00 |
Luar Biasa Kering (Extremely Dry) |
Berdasarkan data pengamatan curah hujan bulanan dari data satelit IMERG dan stasiun pengamat hujan dilakukan proses uji akurasi kedua data tersebut untuk melihat seberapa besar akurat data
IMERG mampu menggambarkan kondisi curah hujan di permukaan. Proses hubungan antar kedua data tersebut dianalisis dengan nilai korelasi (r) dan RMSE, dan untuk mengetahui signifikansi
perbedaan kedua data tersebut dilakukan uji t-test berpasangan (paired t-test).
Nilai korelasi (r) series data curah hujan bulanan di 73 lokasi penelitian menghasilkan nilai yang baik antara 0.62 – 0.93 dengan nilai korelasi rata – rata sebesar 0.8. Menurut Sugiyono (2013) dengan hasil korelasi 0.8 telah terjadi hubungan yang kuat antara data curah hujan di permukaan dengan data satelit IMERG. Nilai korelasi tertinggi sebesar
0.93 di daerah Kuta dan nilai korelasi yang terendah sebesar 0.62 di daerah Suraberata.
Nilai RMSE dari perbandingan kedua data curah hujan bulanan tersebut sebesar 63.33 mm hingga 208.86 mm, dengan nilai rerata sebesar 108.44 mm. Nilai RMSE terendah sebesar 63.33 mm dihasilkan dari perhitungan di wilayah Kuta dan nilai RMSE tertinggi sebesar 208.86 mm di wilayah Pecatu.

Gambar 2.
Grafik Time Series Curah Hujan Bulanan Data IMERG dengan Stasiun Pengamat Hujan di WILAYAH KUTA
Uji t-tes berpasangan dilakukan dengan membandingkan data curah hujan bulanan kedua data dengan jumlah data sebanyak 5220 (n = 5220). Data IMERG sebagai variabel 1 dan data stasiun pengamat hujan sebagai variabel 2. Hasil
signifikansi dari uji t-tes berpasangan terlihat pada tabel 2 menunjukkan t Stat lebih besar dari t Tabel yang dapat diartikan bahwa terjadi signifikansi yang berbeda antara data IMERG dan data stasiun pengamat hujan.
Tabel 2. Hasil Uji T-Tes Berpasangan Data IMERG dengan Stasiun Pengamat Hujan
Uji t-test |
Produk IMERG Stasiun Pengamat Hujan |
Mean Variance Observations Pearson Correlation Hypothesized Mean Difference df t Stat P(T<=t) one-tail t Critical one-tail P(T<=t) two-tail t Critical two-tail |
162,9 166,5 13890,9 25649,2 5220 5220 0,8 0,0 5219 -2,4838 0,0 1,6 0,013 1,9604 |
Berdasarkan hasil pengolahan data secara regresi linear dengan menggunakan grafik scatterplot curah hujan bulanan dari kedua data tersebut terlihat pada Gambar 3 dihasilkan nilai persamaan y = 0.905x + 4.0979 dan nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0.5878.
Nilai koefisien x kurang dari 1 menandakan data IMERG menghasilkan nilai curah hujan yang lebih tinggi dibandingkan data stasiun pengamat hujan. Nilai R2 sebesar 0.5878 memiliki arti perubahan variabel Y (data IMERG) yang disumbangkan dari variabel X (data stasiun pengamat hujan) hanya sebesar 58.78% sisanya disumbangkan dari variabel / faktor lain yang tidak dianalisis.

Gambar 3.
Grafik Scatterplot Data Curah Hujan
-
3.3. Pemetaan Zona Agroklimat Schmidt Ferguson Berdasarkan Data Stasiun Pengamat Hujan dan Data IMERG
Berdasarkan penentuan zona
agroklimat metode Schmidt Ferguson periode tahun 2015 – 2020 di wilayah Provinsi Bali menggunakan data stasiun pengamat hujan di 73 lokasi penelitian menghasilkan 5 zona iklim yaitu zona iklim B, C, D, E dan F. Tipe zona B (Basah) dengan luasan 15.687,12 ha berada pada wilayah Baturiti dan Jatiluwih (Tabanan), Petang (Badung), Ubud (Gianyar), Bangli dan Sidemen (Karangasem). Tipe zona C (Agak Basah) dengan luasan 253.242,62 ha sangat mendominasi zona iklim di wilayah
Bulanan Periode Tahun 2015 – 2020
Provinsi Bali, adapun wilayah yang berada pada zona C yaitu Tibubeneng, Abiansemal, Kapal dan Mengwi (Badung), Sidembunut (Bangli), Munduk, Tegalasih, dan Wanagiri (Buleleng), Kerta, Tampaksiring dan Payangan (Gianyar), Kabupaten Jembrana, Amlapura dan Ulakan (Karangasem), Semarapura (Klungkung), Bajera, Pupuan, Bongan, Candikuning, Marga, Megati, Kerambitan, Pajahan, dan Tegalinggah (Tabanan). Tipe zona D (sedang) dengan luasan 196.938,77 ha berada pada wilayah Satera, Penelokan dan Pengotan (Bangli), Sumberklampok, Tista, dan Tukadmungga (Buleleng), Peguyangan (Denpasar), Sukawati (Gianyar), Cekik dan Melaya (Jembrana), Abang, Jasri dan Kahang – Kahang (Karangasem), Batukandik
(Klungkung), Suraberata dan Tanahlot (Tabanan). Tipe zona E (Agak Kering) dengan luasan 89.759,23 ha berada pada wilayah Kuta dan Pecatu (Badung), Toyabungkah (Bangli), Banyupoh, Bengkala, Bondalem, Celukan Bawang, Gerokgak, Kubutambahan, Patas, Sumberkima dan Tejakula (Buleleng), Denpasar Barat (Denpasar), Tianyar dan
Seraya Tengah (Karangasem) dan Prapat (Klungkung). Tipe zona F (Kering) dengan luasan 3.575,85 ha berada pada wilayah Sawan dan Sambirenteng (Buleleng). Secara spasial pemetaan zona agroklimat Schmidt Ferguson menggunakan data stasiun pengamat hujan terlihat pada Gambar 4.

Gambar 4.
Peta Zona Agroklimat Schmidt Ferguson Dari Data Stasiun Pengamat Hujan
Berdasarkan hasil penentuan zona agroklimat Schmidt Ferguson menggunakan data IMERG periode tahun 2015 – 2020 di wilayah Provinsi Bali di 73 lokasi penelitian menghasilkan 4 zona iklim yaitu B, C, D dan E. Tipe zona B (Basah) dengan luasan 5.387,94 ha berada pada wilayah Kubutambahan bagian selatan (Buleleng), Toyabungkah dan Penelokan (Bangli). Tipe zona C (Agak Kering) dengan luasan 486.780,39 ha juga sangat mendominasi di wilayah Provinsi
Bali dengan sebaran wilayah di seluruh kabupaten/kota. Tipe zona D (Sedang) dengan luasan 50.403,78 ha berada pada wilayah Kuta (Badung), Amlapura, Kahang – Kahang, dan Seraya Tengah (Karangasem). Tipe zona E (Agak Kering) dengan luasan 16.673,62 ha berada pada wilayah Pecatu (Badung) dan Batukandik (Klungkung). Secara spasial pemetaan zona agroklimat Schmidt Ferguson menggunakan data IMERG terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5.
Peta Zona Agroklimat Schmidt Ferguson Dari Data IMERG
Wilayah Bali bagian utara menghasilkan zona yang agak kering hingga kering karena curah hujan wilayah tersebut umumnya berada pada kategori yang rendah dibandingkan di wilayah Bali bagian tengah dan Bali bagian barat. Oleh karena itu dalam penentuan bulan basah dan bulan kering di wilayah Bali bagian utara terdapat beberapa wilayah yang bulan keringnya sangat mendominasi. Kondisi yang sama dengan wilayah Bali bagian utara juga terjadi di wilayah Bali bagian selatan dan Nusa Penida.
Beberapa manfaat dalam menggunakan peta zona agroklimat Schmidt Ferguson di sektor pertanian yaitu dapat mengetahui wilayah mana saja yang memiliki peluang yang cocok untuk menanam tanaman pangan dan hortikultura berdasarkan kondisi iklim di Provinsi Bali. Informasi pewilayahan zona agroklimat dapat memberikan informasi terkait wilayah yang berpeluang mengalami bencana kekeringan sehingga diperlukan sistem pengairan yang baik seperti pengelolaan irigasi dan pembuatan penampung air dengan skala besar. Pertanian dengan memperhatikan kondisi iklim di suatu wilayah diharapkan mampu
mengurangi potensi bencana kerusakan tanaman sehingga usaha produksi pertanian tidak mengalami penurunan.
Analisis zona agroklimat Schmidt Ferguson Provinsi Bali periode tahun 2015 – 2020 dari kedua data curah hujan bulanan dan keterkaitannya dengan kondisi iklim serta jumlah bulan kering dan bulan basah adalah sebagai berikut: - Zona agroklimat Schmidt Ferguson tipe iklim zona B merupakan wilayah beriklim basah dengan jumlah bulan kering sebanyak 13 bulan dan jumlah bulan basah sebanyak 49 – 51 bulan.
-
- Zona agroklimat Schmidt Ferguson tipe iklim zona C merupakan wilayah beriklim agak basah dengan jumlah bulan kering sebanyak 20 bulan dan jumlah bulan basah sebanyak 45 – 46 bulan.
-
- Zona agroklimat Schmidt Ferguson tipe iklim zona D merupakan wilayah beriklim sedang dengan jumlah bulan kering sebanyak 27 – 28 bulan dan jumlah bulan basah sebanyak 37 – 39 bulan.
-
- Zona agroklimat Schmidt Ferguson tipe iklim zona E merupakan wilayah beriklim agak kering dengan jumlah
bulan kering sebanyak 36 – 39 bulan dan jumlah bulan basah sebanyak 27 – 30 bulan.
-
- Zona agroklimat Schmidt Ferguson tipe iklim zona F merupakan wilayah beriklim kering dengan jumlah bulan kering sebanyak 42 bulan dan jumlah bulan basah sebanyak 21 bulan.
Pemetaan zona agroklimat Schmidt Ferguson Provinsi Bali menggunakan data stasiun pengamat hujan periode tahun 2015 – 2020
menghasilkan 5 zona tipe iklim yaitu zona B, C, D, E dan F atau berada pada kategori kondisi iklim yang basah hingga kering, sedangkan dengan menggunakan data satelit produk IMERG menghasilkan 4 zona tipe iklim yaitu B, C, D dan E atau berada pada kategori kondisi iklim yang basah hingga agak kering. Zona iklim yang dihasilkan oleh data stasiun pengamat hujan menghasilkan zona yang lebih kering dibandingkan dengan data satelit produk IMERG. Hal ini karena data IMERG menghasilkan nilai curah hujan bulanan yang agak tinggi dibandingkan dengan data stasiun pengamat hujan, seperti terlihat dari scatterplot curah hujan bulanan dan zona agroklimat Schmidt Ferguson dari kedua data.
Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa uji akurasi data IMERG dengan data stasiun pengamat hujan menghasilkan nilai korelasi rata – rata yang baik sebesar 0.8 dan nilai RMSE sebesar 108.44 mm. Perhitungan persamaan konversi dengan metode regresi linear kedua data menghasilkan nilai persamaan y = 0,905x + 4,0979 dan nilai R2 sebesar 0,5878.
Pemetaan zona agroklimat Schmidt Ferguson menggunakan data stasiun pengamat hujan periode tahun 2015 – 2020 di Provinsi Bali menghasilkan 5
zona tipe iklim yaitu zona B,C,D,E dan F, sedangkan dengan menggunakan data IMERG menghasilkan 4 zona tipe iklim yaitu zona B,C,D dan E.
Hasil uji akurasi data curah hujan dengan skala waktu bulanan dari data satelit produk IMERG dan data stasiun pengamat hujan memungkinkan untuk menggantikan data curah hujan di permukaan, namun perlu dilakukan evaluasi lanjutan mengenai koreksi serta akurasi data curah hujan satelit produk IMERG agar memperoleh keakuratan data yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
As-syakur, A.R. 2009. Evaluasi Zona
Agroklimat Dari Klasifikasi Schmidt-Ferguson Menggunakan Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Jurnal Pijar MIPA. III (1): 17 – 22.
Badan Pusat Statistik. 2020. Provinsi Bali Dalam Angka 2020. Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. Denpasar.
Binery, R. 2016. Analisis Zona Agroklimat Oldeman Berdasarkan Hasil Campuran Data Observasi Permukaan Dan Data Satelit TRMM Periode Tahun 2001 – 2015 Di
Provinsi Kalimantan Tengah. Jurnal Sekolah Tinggi Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika.
Tangerang Selatan : STMKG.
Lu, G.Y. 2008. An Adaptive Inverse Distance Weighting Spatial
Interpolation Technique. Computers and Geosciences. 34 (9): 1044-1056.
Sugiono. 2013. Statistika Untuk Penelitian. Bandung: CV.Alfabeta.
Tjasyono, B. 2004. Klimatologi. Edisi 2.
Bandung: Penerbit ITB.
Yuda, I.W.A., Prasetia, R., As-syakur, A.R., Osawa, T., Nagai, M. 2020. An assessment of IMERG rainfall products over Bali at multiple time scale. E3S Web Of Conferences 153. https://doi.org/10.1051/e3sconf /20201530
253
ECOTROPHIC • 16(2): 244-253 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395
Discussion and feedback