INDEKS STRUKTUR KOMUNITAS DAN SAPROBITAS PLANKTON SERTA CHECKLIST KEBERADAAN NEKTON DI PERAIRAN DANAU BERATAN, BALI
on
Indeks Struktur Komunitas dan Saprobitas Plankton.., [Gede Surya Indrawan, dkk]
INDEKS STRUKTUR KOMUNITAS DAN SAPROBITAS PLANKTON SERTA CHECKLIST KEBERADAAN NEKTON DI PERAIRAN DANAU BERATAN, BALI
Gede Surya Indrawan1 ), I Made Sara Wijana2,3), I Made Saka Wijaya2,3), Abd. Rahman As-syakur1,3), I Putu Sugiana1,3), I Made Yunarta1)
-
1)Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Badung-Bali
-
2)Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Badung-Bali
-
3)Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, Universitas Udayana, Denpasar-Bali
*
Email: suryaindrawan@unud.ac.id
ABSTRACT
COMMUNITY STRUCTURE AND SAPROBITY INDEX OF FITOPLANKTON AND NEKTON PRESENCES CHECKLIST IN BERATAN LAKE, BALI
Beratan Lake was mainly popular for tourism and aquaculture activities that affecting water's environmental characteristics. The water healthiness indicator can be seen through the organism's existence, namely plankton to nekton biota that can be uses as an essential parameter in monitoring water conditions. This study aims to determine the plankton community structure index, saprobity index and the presence of nektons in the Beratan Lake. Plankton were sampled using the pouring method while the nekton sample was taken randomly through direct sampling with fishing nets and conducted interviews with the surrounding local community and fishermen. The results of the study found that the abundance of phytoplankton was dominated by Staurastrum with abundance level 1,836.92 ind/L. Meanwhile, the zooplankton was dominated by Rotifera with abundance level 8.17 ind/L. The diversity index, uniformity and dominance of phytoplankton are 1.31, 0.60 and 0.33 respectively, while the saprobity index is 1.08 which classifies the waters of Beratan Lake as being in a lightly polluted condition. There were 18 species of nektons in Beratan Lake were found, with one endemic species Rasbora balinensis and 13 foreign fish. There also an invasive species, namely zebrafish (Amatitlania nigrofasciata) was found in this Lake. From the results of the study, we hope that the government in cooperation with the surrounding community, can control the ecological conditions of the waters of Beratan Lake, especially the presence of invasive species which are increasing in number, as well as protect endemic species.
Keywords: Abundance; beratan lake; community structure; plankton; saprobity.
Danau Beratan merupakan salah satu danau terbesar di Bali yang berada di kawasan Bedugul, Desa Candikuning Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan
yang terletak pada ketinggian 1.231 meter dari atas permukaan laut/mdpl. Luas Danau Beratan yakni 3,85 km2 dengan panjang 7,5 km dan lebar 2,0 km. Danau Beratan merupakan danau kaldera yang memiliki sistem perairan tertutup
yang mencapai kedalaman sehingga 20 m (Hehanussa, 2011). Danau ini telah menjadi sumberdaya air yang menunjang kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat sekitar, serta sebagai tempat untuk aktivitas dari kunjungan wisatawan (Lestari, 2019).
Perairan danau memiliki peranan dalam penunjang kehidupan masyarakat ditentukan oleh kondisi tingkat produktivitas danau baik primer, sekunder maupun tersier. Dalam produktivitas primer, dapat dilihat dari kondisi kualitas perairan seperti komunitas plankton serta nekton yang merupakan komponen dasar yang menyusun sistem rantai makanan di perairan (Yazwar, 2008; Muhtadi, 2017). Selain faktor internal, faktor eksternal seperti aktivitas manusia di sekitar juga memiliki pengaruh terhadap kondisi perairan. Adanya gangguan dari produktivitas primer akan berpengaruh terhadap produktivitas sekunder yang dapat diketahui berdasarkan analisis dari kelimpahan zooplankton dan ikan-ikan herbivora. Sedangkan, terpengaruhnya produktivitas sekunder juga terdampak terhadap kondisi produktivitas teriser yang dilihat dari kelimpahan dan keanekaragaman komunitas ikan (Yulianto dkk, 2014). Keseimbangan antara produktivitas primer, sekunder dan tersier menjadi jaminan dari kondisi baik ataupun buruknya dari sistem ekologi khususnya pada perairan danau yang secara agregat menuju pada kapasitas atau daya dukung yang tinggi (Arthana dkk, 2009). Daya dukung yang tinggi yang ditunjang oleh produktivitas yang tinggi pula dengan tingkat kestabilan ekosistem yang mantap merupakan modal dasar dalam pengembangan perikanan danau secara mandiri.
Studi sebelumnya oleh Suwangsa (2006) dan Saputra dkk, (2009) di Perairan Danau Beratan menemukan 23
genus fitoplankton dan 4 genus zooplankton yang didominasi oleh Chlorophyta dan krustasea. Sementara itu, Ananda dkk, (2019) hanya menemukan 16 genus fitoplankton, yang mengindikasikan adanya penurunan jumlah genus fitoplankton seiring dengan pergerakan waktu. Untuk itu, pemantauan terkait kondisi komunitas plankton di Danau Beratan sangat penting dilakukan untuk melaporkan kondisi-kondisi terbaru terutama pada tingkat kesuburan perairan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas dan indeks saprobitas plankton di Danau Beratan. Keberadaan nekton juga dipantau sebagai data pendukung kondisi perairan terkini mengingat nekton merupakan indikator tersier dari kesuburan perairan. Hasil dari penelitian dapat memberikan informasi terkait kesehatan kondisi ekologi perairan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan di sekitar.
Pengambilan sampel dilakukan pada musim hujan di bulan Maret 2021 dengan asumsi adanya penambahan kapasitas air danau, sehingga mempengaruhi kelimpahan dari plankton maupun nekton. Lokasi pengambilan berada di pinggiran sempadan sebelah Timur Laut Danau Beratan, di Desa Candikuning, Tabanan (Koordinat -8.265617, 115.184104), dengan distribusi pengambilan sampel diambil pada jarak ± 20-meter antar titik sampling seperti pada Gambar 1. Sampel plankton diambil pada pagi menuju siang (7 WITA – 10 WITA) untuk menghindari aktivitas blooming yang terjadi di siang hari akibat penetrasi cahaya matahari yang tinggi. Sampel
plankton dan nekton yang telah diambil di bawa ke Laboratorium Ilmu Kelautan, Universitas Udayana untuk dilakukan
analisis mikroskopis pada fitoplankton dan identifikasi jenis pada nekton.

Gambar 1.
Titik pengambilan sampel yang dilakukan di delapan lokasi
Penelitian menggunakan alat dan bahan berupa plankton net dengan ukuran mata jaring 80 µm sebagai alat penyaring air untuk sampel plankton, jaring ikan untuk inventarisasi nekton, botol dan plastik sampel yang dilengkapi label sebagai tempat peletakan sampel, alat-alat identifikasi seperti mikroskop dilengkapi optilab, sedgewick-rafter counting cell dan buku identifikasi nekton, dan berbagai alat dan bahan pendukung seperti ember, larutan lugol, GPS (Global Positioning System) sebagai penanda lokasi dan kamera untuk dokumentasi.
Sampel plankton diambil dengan menggunakan metode pouring yaitu dengan mengambil sampel air pada kedalaman ± 1 m. Sampel air diambil
menggunakan wadah ember yang selanjutnya disaring pada plankton net berukuran 80 µm dengan ujung yang telah diikat botol sampel dalam keadaan tegak atau vertikal. Proses penyaringan sampel fitoplankton dilakukan sebanyak tiga kali ulangan dengan volume air tersaring sebanyak 10 L dari tiap ulangan. Sampel hasil disaring selanjutnya dimasukan kedalam botol 140 ml dan diteteskan formalin 4% dan lugol secukupnya sampai berubah menjadi oranye kekuningan guna mengawetkan sampel dan memberi pewarna pada fitoplankton untuk memudahkan proses identifikasi. Tiap-tiap botol sampel dilabelkan berdasarkan kode dari titik lokasi persampelan. Selanjutnya, sampel komunitas nekton diambil dengan jaring ikan dengan ukuran jaring ± 1 cm secara random sampling. Sampel nekton yang terambil dimasukkan kedalam plastik sampel untuk dilakukan proses identifikasi.
Selain menangkap secara langsung, pengumpulan sampel juga dilakukan melalui survei langsung terhadap masyarakat lokal dan nelayan sekitar.
Analisis sampel plankton dilakukan di Laboratorium Ilmu Kelautan Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Pengamatan plankton
dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 4x dan 10x. Identifikasi dan perhitungan plankton dilakukan dengan metode sapu bersih (menghitung secara keseluruhan plankton yang ditemukan). Setiap sampel air diidentifikasi sebanyak tiga kali ulangan untuk mendapatnya jumlah sel atau individu plankton yang lebih akurat. Jenis plankton yang ditemukan diidentifikasi berpandukan kepada Suthers dan David Rissik (2009) dan Dhang dkk, (2015). Untuk mendukung hasil identifikasi, diambil foto-foto dari tiap jenis plankton yang berbeda dan dicocokkan berdasarkan gambar yang ada. Identifikasi hanya dilakukan pada tingkat genus. Nekton yang didapatkan dan dari hasil wawancara diamati secara morfologi untuk selanjutnya didentifikasi dengan mengacu pada fishbage.org dan Kottelat dkk, (1993).
-
A. Kelimpahan Plankton
Berdasarkan APHA (1989), perhitungan kelimpahan Plankton dapat menggunakan rumus sebagai berikut:
Dimana:
N : Kelimpahan plankton jenis
(ind/l)
n : Jumlah plankton (ind)
Vd : Volume total air tersaring (L) Vt : Volume botol sampel (mL)
Vo : Volume Sedgewick-Rafter (mL)
Acg : Luas Sedgewick-Rafter (mm2)
Aa : Sedgewick-Rafter teramati
(mm2)
-
B. Indeks Keanekaragaman Plankton
Nilai keanekaragaman dihitung berdasarkan modifikasi indeks (Hidayat, 2013) sebagai berikut:
E=- ∑ Pi ln Pi (2)
Dimana:
H’ : Keanekaragaman jenis
Pi : Proporsi jenis ke-i (ni/N)
ni : Jumlah jenis ke-I (ind)
N : Jumlah total seluruh jenis (ind)
Kategori indeks keanekaragaman dapat digolongkan berdasarkan nilai berikut:
H’ < 1 : Keanekaragaman rendah
-
1 < H’< 3 : Keanekaragaman sedang
H’ > 3 : Keanekaragaman tinggi
-
C. Indeks Keseragaman Fitoplankton
Nilai keseragaman penyebaran jenis dalam komunitas dihitung menggunakan indeks keseragaman (Yuliana, 2012) sebagai berikut :
=
Hi
Himaks
(3)
Dimana:
E : Indeks keseragaman
H’ : Indeks keanekaragaman
H’maks : Nilai Indeks
keanekaragaman maksimal (Ln S, dimana S merupakan jumlah jenis ditemukan)
Kategori indeks keseragaman dapat digolongkan berdasarkan nilai berikut: E < 0,4 : Keseragaman rendah
0,4 < E < 0,6 : Keseragaman sedang
E > 0,6 : Keseragaman tinggi
-
D. Indeks Dominansi Plankton
Indeks dominansi simpson digunakan untuk mengetahui adanya pendominansian jenis tertentu di
perairan dengan persamaan sebagai berikut (Odum, 1993):
D = ∑?= 1g] 2 (4)
Dimana:
D : Indeks dominansi
ni : Jumlah individu jenis ke-i (ind)
N : Jumlah total fitoplankton (ind)
Kategori indeks dominansi dapat digolongkan berdasarkan nilai berikut: 0,00 < C ≤ 0,50 : Dominansi rendah 0,50 < C ≤ 0,75 : Dominansi sedang 0,75 < C ≤ 1,00 : Dominansi tinggi
-
E. Indeks Saprobitas
Untuk melihat apakah kondisi perairan dalam kondisi tercemar ringan hingga berat, dapat menggunakan persamaan indeks saprobitas dengan koefisien dan rumus menurut Dahuri, (1995) sebagai berikut:
X = (C + 3D - B - 3A) / (A + B + C + D) (5)
Dimana:
X : Indeks saprobitas
A, B, C, D : Jumlah jenis yang
berbeda sesuai dengan Tabel 1.
Kategori indeks saprobitas dapat
digolongkan berdasarkan nilai yang
tertera dalam Tabel 2.
Tabel 1. Hubungan Kelompok Plankton dengan Indikator Pencemar
Kode Kelompok |
Indikator |
A Ciliata B Euglenophyta Chlorococcales dan Diatom Peridineae, Chrysop-hyceae Conyugaceae |
Polysaprobik α– Mesosaprobik β-Mesosaprobik Oligosaprobik |
Tabel 2. Hubungan Antara koefisien Saprobitas Perairan dengan Tingkat Pencemaran
Perairan (Dahuri, 1995) | ||
Tingkat pencemar |
Fase |
Indeks saprobitas |
Sangat berat Cukup berat Sedang Ringan Sangat ringan |
Poly Saprobik Poly/α-meso saprobik α-meso/poly saprobik α-meso saprobik α/β-meso saprobik β/α-meso saprobik β-meso saprobik β-meso/oligo saprobik Oligo/β-meso saprobik Oligo/saprobik |
1 hingga 1,5 1,5 hingga 2 2 hingga 3 |
Hasil pengukuran menunjukkan pada perairan Danau Beratan ditemukan 11 jenis plankton yang terbagi atas |
sembilan jenis fitoplankton dan dua jenis zooplankton. Sebanyak lima kelas fitoplankton yaitu Bacillariophyta, Chlorophyta, Crysophyta, Cyanophyta, Pyrophyta dan dua kelas zooplankton yaitu Seisonedea dan Maxilopoda telah ditemukan di perairan Danau Beratan |
(Gambar 3). Jenis plankton yang melimpah adalah dari kelas Cholorophyta dan Cryshophyta. Kelas Cholorophyta mempunyai distribusi & habitat yang luas baik pada perairan tawar dan laut (Siswanto, 2020). Selain itu, kelas ini juga menjadi produsen primer yang dimanfaatkan oleh zooplankton dan larva ikan untuk sumber makanan (Ginting dkk, 2015). Sementara itu, kelas Chryshophyta juga menunjukkan nilai kelimpahan tinggi
yang dimana mengindikasikan ketersediaan nutrien yang melimpah (Sachlan, 1982; Suwangsa, 2015). Plankton filum Chrysophyta, biasanya dijumpai di perairan air tawar seperti danau, sungai dan kolam (Purwanti dkk, 2011), yang dianggap penting karena berperan sebagai sumber makanan utama bagi organisme tingkat yang lebih tinggi, sehingga dapat mempengaruhi kelimpahan sumber makanan dalam rantai makanan (Sugianti dkk, 2015).

Gambar 2.
Kelimpahan jenis fitoplankton di Perairan Danau Beratan

Gambar 3.
Kelimpahan jenis zooplankton di Perairan Danau Beratan
Secara keseluruhan, kelimpahan fitoplankton mencapai 4.197,67 sel/L dan 15,17 ind/L pada zooplankton. Jenis yang paling banyak ditemukan pada fitoplankton yakni Straurastrum sebanyak 1.836,92 sel/L dan terendah jenis Cystodinium sebesar 6,42 sel/L. Sedangkan kelimpahan jenis zooplankton paling banyak ditemukan adalah Rotifera sebanyak 8,17 ind/L dan terendah Cepepoda 7,00 ind/L. Adanya variasi kelimpahan fitoplankton disebabkan oleh variasi cuaca serta keberadaan aktivitas di sekitar perairan yang berpotensi merubah kondisi parameter kualitas air. Fitoplankton cenderung bergerak secara pasif karena terbawa arus pada kolom perairan, yang menjadi penyebab dari adanya variasi distribusi plankton (Mujiyanto dan Sugianti, 2011). Pengambilan sampel plankton dilakukan pagi menuju siang hari, hal ini diduga mempengaruhi jumlah fitoplankton pada permukaan perairan danau beratan. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung kehidupan dari fitoplankton cenderung menunjukkan nilai kelimpahan dan keanekaragaman yang rendah, dimana dapat mengindikasikan kurang suburnya kondisi suatu perairan, sehingga keberadaan fitoplankton menjadi salah satu parameter biologi untuk mengevaluasi kualitas dan tingkat kesuburan perairan (bioindikator) (Wijaya & Hariyati, 2012). Bila dibandingkan sampling yang dilakukan pada musim kemarau oleh Suwangsa (2006) dan Saputra dkk, (2009) jumlah kelimpahan fitoplankton yang ditemukan cenderung lebih sedikit yakni 734 sel/L dan 460 sel/L berturut-turut. Hal ini
membuktikan bahwa fitoplankton lebih melimpah pada musim hujan yang didukung juga oleh Ananda dkk, (2019) dengan jumlah kelimpahan fitoplankton mencapai 2502 sel/L namun dengan jumlah genus yang lebih sedikit.
Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton yakni 1,31 yang mengindikasikan tingkat keanekaragaman sedang, sementara Indeks keanekaragaman pada zooplankton termasuk dalam kategori rendah dengan nilai 0,69. Tingkat keanekaragaman plankton ditunjang dari kelimpahan jenis plankton itu sendiri dimana plankton cenderung suka hidup berkumpul pada kondisi tertentu seperti adanya lokasi pelimpahan nutrien dan penetrasi cahaya yang tinggi (Nontji, 2008). Nilai indeks keanekaragaman yang sedang hingga rendah menunjukkan bahwa kondisi perairan dalam kondisi sedang hingga buruk. Selanjutnya pada indeks keseragaman (E) fitoplankton sebesar 0,60 yang artinya mempunyai keseragaman sedang, sedangkan nilai keseragaman zooplankton sebesar 0,99 yang artinya sangat tinggi. Keseragaman zooplankton tinggi diduga disebabkan oleh jumlah spesies ditemukan hanya dua jenis di perairan danau Beratan. Pada nilai indeks dominansi (D) fitoplankton memiliki nilai dominansi sebesar 0,33 sedangkan zooplankton 0,50. Rendahnya tingkat keanekaragaman dan tingginya tingkat keseragaman yang ditemukan pada zooplankton disebabkan karena sedikitnya jenis zooplankton yang ditemukan dibandingkan dengan fitoplankton.
Tabel 3. Indeks Keanekaragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (D) pada plankton di Perairan Danau Beratan
Kategori H’ |
E D |
Fitoplankton 1,31 Zooplankton 0,69 |
0,60 0,33 0,99 0,50 |
3.2 Indeks Saprobitas Berdasarkan jenis plankton yang ditemukan sebanyak dua jenis fitoplankton termasuk dalam kelompok Euglenophyta dengan kode B dan menjadi indikator pencemar α– Mesosaprobik. Enam jenis lain yang tergolong β-Mesosaprobik dengan kode |
C juga ditemukan pada kelompok Diatom dan satu jenis plankton dengan indikator pencemar Oligosaprobik kode D dari kelompok Chrysop-hyceae juga ditemukan pada jenis Tetraspora. Banyaknya individu plankton dari tiap indikator pencemar dapat dilihat pada Tabel 4. |
Tabel 4. Jumlah Individu Plankton dari Tiap Indikator Pencemar
Kelompok (Kode) |
Jenis |
Jumlah (ind/L) |
Euglenophyta (B) |
Cylindrospermum, Cystodinium Uronema, Straurastrum, Glenodinium, |
27 |
Diatom (C) |
Nitzschia, Navicula, Zygnema |
6865 |
Chrysop-hyceae (D) |
Tetraspora |
304 |
Berdasarkan jumlah dari tiap indikator pencemar didapat perhitungan indeks saprobitas sebagai berikut:
X = (6865 + 3304 – 27 – 3*0) / (0 + 27 + 6865 + 304) = 1,08
Berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai koefisien nilai saprobitas yaitu 1,08. Dari nilai tersebut dapat diketahui bahwa Perairan Danau Beratan termasuk dalam kategori tercemar ringan dalam fase β-meso/oligo saprobik. Indeks saprobitas di Danau Beratan lebih buruk dibandingkan dengan di Situ Bulakan, Tangerang yang tergolong mesosaprobik dengan nilai 0,14 (Maresi dkk, 2015), namun bila dibandingkan dengan wilayah danau lainnya di Danau Sipin, Jambi yang memiliki nilai indeks saprobitas -1,625 (Seragih dkk, 2018), kondisi Perairan Danau Beratan jauh lebih bagus. Perairan sungai lebih mudah menyebarkan berbagai macam polutan karena memiliki sirkulasi arus yang lebih deras, sehingga sungai jarang memiliki kondisi perairan yang tercemar berat.
Sebanyak 18 spesies ikan yang telah ditemukan di sekitar perairan Danau Beratan. Penemuan spesies-spesies ini didasarkan pada spesies ikan yang ditangkap dan juga dari hasil wawancara terhadap masyarakat nelayan. Jenis-jenis ikan yang ditangkap bervariasi dari yang dapat dimanfaatkan sebagai konsumsi dan tidak dapat dikonsumsi. Beberapa jenis ikan yang sering dikonsumsi menurut masyarakat danau beratan antara lain: ikan mujair (Oreochromis mossambicus), nila (Oreochromis niloticus) dan gurami (Osphronemus gouramy). Pada musim kemarau, jumlah jenis ikan yang ditemukan di Danau Beratan tidak berbeda jauh dengan jumlah yang ditemukan saat ini yakni 17 jenis, namun dengan lima jenis ikan yang berbeda yakni Pterygoplichthys sp.,
Ophiocephalus striatus, Oreochromis mossambicus, Trichopodus pectoralis dan Colossoma macropomum (Sentosa dkk, 2013). Beberapa jenis ikan tersebut mempunyai potensi sebagai ikan budidaya, dan dapat meningkatkan
pendapatan sektor ekonomi masyarakat sekitar. Sekitar danau beratan masyarakat memanfaatkan sumberdaya perikanan dengan cara memancing dan budidaya perikanan.
Tabel 5. Jenis-jenis ikan (nekton) di Danau Beratan (DD: data belum tersedia, LC:
sedikit perhatian, VU: rentan)
Nama Lokal |
Spesies |
Status Keberadaan |
Status Konservasi IUCN |
Ikan zebra cichlid |
Amatitlania nigrofasciata |
Ikan asing |
DD |
Betok |
Anabas testudineus |
Ikan lokal |
LC |
Ikan tawes |
Barbodes gonionotus |
Ikan lokal |
LC |
Ikan Lele |
Clarias sp. |
Ikan lokal |
- |
Ikan Mas |
Ctenopharyngodon idella |
Ikan asing |
- |
Karper |
Cyprinus carpio |
Ikan asing |
VU |
Sapu-sapu |
Pterygoplichthys sp. |
Ikan asing |
- |
Ikan Gabus |
Ophiocephalus striatus |
Ikan lokal |
LC |
Ikan Mujair |
Oreochromis mossambicus |
Ikan asing |
VU |
Ikan Nila |
Oreochromis niloticus |
Ikan asing |
LC |
Gurami |
Osphronemus goramy |
Ikan lokal |
LC |
Nilem |
Osteochilus hasselti |
Ikan lokal |
LC |
Pudah |
Puntius binotatus |
Ikan lokal |
LC |
Nyalian |
Rasbora sp. |
Ikan lokal |
- |
Nyalian Bali |
Rasbora baliensis |
Endemik lokal |
LC |
Sepat siam |
Trichopodus pectoralis |
Ikan asing |
- |
Nyalian Cendol |
Xiphophorus hellerii |
Ikan asing |
LC |
Bawal |
Colossoma macropomum |
Ikan asing |
- |
Hasil menunjukkan ditemukannya satu spesis ikan endemik Bali Rasbora baliensis menurut Kottelat dkk, (1993) di perairan Danau Beratan. Ikan endemik Bali sangat jarang ditemukan karena biasanya hidup di perairan dengan karakteristik khasnya masing-masing (Ondara, 1981). Maka dari itu, perlunya ada konservasi dan penjagaan kelestarian dari ikan ini. Perairan Danau Beratan merupakan perairan yang bersifat tertutup sehingga perkembangan ikan endemik Rasbora baliensis hanya berkisar pada lingkungan perairan ini. Selain itu, Ada beberapa jenis ikan yang dimanfaatkan sebagai ikan hias di Danau Beratan antara lain dari genus Amphilophus spp., Amatitlania nigrofasciata, Osteochilus hasselti,
Puntius binotatus, Rasbora spp., dan Xiphophorus hellerii (Sentosa dan Wijaya, 2016).
Menurut masyarakat sekitar terdapat satu jenis ikan yang sebagai hama yaitu ikan zebra (Amatitlania nigrofasciata). Jumlah populasi ikan tersebut tinggi dan menjadi hama dan menganggu budidaya perikanan. Keberadaan ikan zebra di Danau Beratan, merupakan ikan yang bersifat “invasif dan sangat kompetitif”. Ikan ini memiliki faktor kondisi fisik yang baik dengan tingkat laju pertumbuhan tahunan yang tinggi, serta bersifat generalis dalam memanfaatkan sumber daya makan. Sehingga ikan ini sangat berpotensi menjadi ikan invasif yang mengancam keberlangsungan ikan lainnya (Santosa dan Wijaya, 2016).
Ikan zebra yang mendominasi perairan, berkembang biak dengan sangat cepat, relatif ganas terhadap ikan lain, dan memakan telur-telur ikan lainnya (Lee dkk, 2011), terutama ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan mas, mujair, nila, nilem, dan nyalian. Hal ini tentu menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem perairan di Danau Beratan bahkan berpotensi menimbulkan keresahan pada nelayan-nelayan sekitar. Sementara itu, belum ada laporan terkait jenis-jenis ikan lainnya yang bersifat invasif selain pada ikan zebra. Namun, beberapa jenis Ikan ditemukan digolongkan dalam kategori ikan asing karena cukup jarang ditemukan di perairan danau yakni Amatitlania nigrofasciata, Ctenopharyngodon idella, Cyprinus carpio, Pterygoplichthys sp., Oreochromis mossambicus, Oreochromis niloticus, Trichopodus pectoralis, Xiphophorus hellerii dan Colossoma macropomum.
-
4. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa struktur komunitas plankton di Danau Beratan tergolong stabil dengan kelimpahan fitoplankton sebanyak 4.197,67 ind/L dan 15,17 ind/L pada zooplankton. Indeks struktur komunitas fitoplankton tergolong dalam kondisi sedang untuk indeks keanekaragaman dan keseragaman serta dalam kondisi rendah untuk indeks dominansi. Dari nilai koefisien saprobitas dapat disimpulkan kondisi perairan Danau Beratan termasuk dalam kondisi tercemar ringan. Keberadaan nekton (ikan) di Perairan Danau Beratan ditemukan sebanyak 18 spesies dengan satu spesies ikan endemik yang dilindungi Rasbora baliensis, dan 9 jenis ikan asing yaitu Amatitlania nigrofasciata, Ctenopharyngodon idella,
Cyprinus carpio, Pterygoplichthys sp., Oreochromis mossambicus,
Oreochromis niloticus, Trichopodus pectoralis, Xiphophorus hellerii, dan Colossoma macropomum.
Dari hasil penelitian dapat diberikan saran agar pemerintah dengan ikut serta partisipasi dari masyarakat sekitar yang memanfaatkan Danau Beratan sebagai sumber penghidupan agar dapat menjaga keseimbangan ekosistem yang ada. Beberapa hal yang dapat dilakukan yakni perlindungan terhadap spesies endemik ikan Rasbora baliensis dan melakukan pengontrolan terhadap spesies invasif yakni ikan Zebra (Amatitlania nigrofasciata) dengan membantu memusnahkannya, karena tidak ada pemangsa dari ikan tersebut, sehingga jumlahnya dapat terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA
Ananda, Y., Restu, I.W. and Ekawaty, R., 2019. Status Tropik dan
Struktur Komunitas Fitoplankton di Danau Beratan, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Jurnal Metamorfosa, 6(1): 58-66.
APHA. 2005. Standard Method for The Examination of Water and Wastewater. 21th Edition. New York : American Public Health Association Inc. 1368 hal.
Arthana, I.W., Suarna, I.W. and Adnyana, I.W.S., 2009. Kondisi Ekosistem Danau-Danau di
Provinsi Bali. Prosiding
Konferensi Nasional Danau
Indonesia, pp.268-283.
Dahuri, R. 1995. Metode dan Pengukuran Kualitas Air Aspek Biologi. Institut Pertanian Bogor.
Ginting, I.Y.B., Restu, I.W. and
Pebriani, D.A.A., 2015. Kualitas Air dan Struktur Komunitas Plankton di Perairan Pantai Lovina Kabupaten Buleleng Provinsi Bali. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 5(1): 109-118.
Hehanussa, P.E. and Haryani, G.S., 2011. Klasifikasi morfogenesis danau di Indonesia untuk mitigasi dampak perubahan iklim.
Konferensi Nasional Danau
Indonesia I. Sanur-Denpasar-Bali. 13-15 Agustus 2009.
Hidayat. 2013. Keanekaragaman Plankton di Waduk Keuliling Kecamatan Kuta Cot Glie Kabupaten Aceh Besar. Jurnal Biotik. Vol. 1 No. 2, 67-136.
Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari & S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater fishes of Western Indonesia and Sulawesi (ikan air tawar Indonesia Bagian Barat dan Sulawesi). Periplus Editions Ltd. Indonesia. 293 pp.
Lee, G., Grant J.W.A., dan Comolli P. 2011. Dominant convict cichlids (Amatitlania nigrofasciata) grow faster than subordinates when fed an equal ration. Behaviour, 148(8):877-887.
Lestari, S.W., 2019. Pesona Pura Ulun Danu Beratan Di Bali. Domestic Case Study 2018. Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo
Yogyakarta.
Maresi, S.R.P., Priyanti, P. and Yunita, E., 2015. Fitoplankton sebagai
bioindikator saprobitas perairan di Situ Bulakan Kota Tangerang. Al-Kauniyah: Jurnal Biologi, 8 (2): 113–122.
Mujiyanto, D.W. and Sugianti, Y., 2011. Hubungan Antara Kelimpahan Fitoplankton dengan Konsentrasi
N: P pada Daerah Keramba Jaring Apung (KJA) di Waduk Ir. H. Djuanda. Jurnal Limnotek, 18(1), pp.15-25.
Muhtadi, A., 2017. Produktivitas Primer Perairan. Researchgate. Net, 14(1).
Odum, E. P. 1993. Dasar-dasar ekologi. Ed. Ke-3. Terj. dari Fundamentals of ecology oleh T. Samingan & B. Srigandono. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta: 697 hlm.
Purwanti, S., Hariyati, R. and Wiryani, E., 2011. Komunitas plankton
pada saat pasang dan surut di perairan muara Sungai Demaan Kabupaten Jepara. Anatomi Fisiologi, 19(2), pp.65-73.
Sachlan, M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan
Perikanan Universitas
Diponegoro. Semarang.
Saputra, A., Nirmala, K., Prihadi, T.H., Haryadi, J. and Purnamawati, P., 2017. Studi Kesuburan Perairan dan Danau Beratan untuk Budidaya Perikanan: Aspek
Komposisi dan Kelimpahan Plankton. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Hal 553559.
Sentosa, A.A., Wijaya, D., Rahman, A. 2015. Keberadaan Ikan Hias Eksotik di Danau Beratan, Bali. Prosiding simposium nasional ikan hias. Hal 62-70.
Sentosa, A.A. and Wijaya, D., 2016. Potensi invasif ikan zebra Cichlid (Amatitlania nigrofasciata
Günther, 1867) di Danau Beratan, Bali ditinjau dari aspek biologinya. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 5(2), pp.113121.
Sentosa, A.A., Wijaya, D. and Tjahjo, D.W.H., 2013, October. Kajian
risiko keberadaan ikanikan introduksi di Danau Beratan Bali. In Kartamihardja, ES, Rahardjo, MF, Krismono, Suhara, O., &
Purnomo, K (eds), Forum Nasional Pemulihan dan
Konservasi Sumber Daya Ikan IV. Jatinangor (Vol. 8).
Siswanto, D.P., 2020. Penyebaran dan Peran Mikroalga Chlorophyta di Perairan Indonesia. Disertasi. Universitas Brawijaya. 231 hal.
Sugianti, Y., Anwar, M.R. and Krismono, K., 2015. Karakteristik komunitas dan kelimpahan
fitoplankton di Danau Talaga, Sulawesi Tengah. Limnotek:
perairan darat tropis di Indonesia, 22(1).
Suthers, I., Rissik, D. and Richardson, A. eds., 2019. Plankton: A guide to their ecology and monitoring for water quality. CSIRO publishing.
Suwangsa, I.H., 2006. Keanekaragaman plankton di perairan danau
Beratan Bali. Skripsi. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. 81 hal.
Wijaya, D., D.W.H. Tjahjo, A.A. Sentosa, A. Rahman, D.I. Kusumaningtyas, Sukamto & Waino. 2011. Kajian risiko introduksi ikan di Danau Batur dan Beratan, Provinsi Bali. Balai Penelitian Pemulihan dan
Konservasi Sumber Daya Ikan, Purwakarta. 83 pp.
Yazwar. 2008. Keanekaragaman Plankton dan Keterkaitannya dengan Kualitas Air di Parapat Danau Toba. Tesis. Sekolah Pacsa Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. 84 hal.
Yulianto, D., Muskananfola, M.R. and Purnomo, P.W., 2014. Tingkat
Produktivitas Primer dan
Kelimpahan Fitoplankton
berdasarkan waktu yang Berbeda di Perairan Pulau Panjang, Jepara. Management of Aquatic
Resources Journal
(MAQUARES), 3(4): 195-20.
243
ECOTROPHIC • 16(2): 232-243 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395
Discussion and feedback