ECOTROPHIC • VOLUME 16 NOMOR 1 TAHUN 2022

p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

ANALISIS DAYA DUKUNG MONKEY FOREST UBUD SEBAGAI DAYA TARIK WISATA BERKELANJUTAN

Niken Prameswari Putri1*), I Nyoman Rai1), A.A.P Agung Suryawan 2) 1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana 2)Pusat Unggulan Pariwisata, dan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana

*email: [email protected]

ABSTRACT

ANALYSIS OF MONKEY FOREST UBUD CARRYING CAPACITY AS A SUSTAINABLE TOURISM ATTRACTION

Monkey Forest Ubud is located in the Padang Tegal Village, Ubud District. The area of the tourism forest is about 12.5 ha. Tourism activities at Monkey Forest Ubud tend to be mass tourism activities. This study aims to measure the position of the effective carrying capacity of Monkey Forest Ubud based on biotic and abiotic variables, perceptions of tourism actors (tourists and management) towards tourism activities, condition of facilities and infrastructure and management of Monkey Forest Ubud, as well as alternative strategies for the realization of environmental sustainability and tourism. The method used to analyze the carrying capacity of the environment according to Cifuentes, drafting alternative sustainable management strategies for Monkey Forest Ubud with QSPM analysis. The results of the carrying capacity analysis show the ECC of 257 people/day. The average tourist visit in 2010-2019 reached 1,784 people/day, exceeding the ECC value indicates a threat to the biotic and abiotic factors that affect it. Alternative strategies resulting from the QSPM analysis for the realization of sustainable tourism with a score of 4.88 are alternative tourism in the form of

educational tours in the Yadnya forest and event procurement in non-forest areas, the second strategy with a score of 4.86 is to maximize the digital marketing function, namely buying tickets online with providing daily visit quotas for tourist restrictions, the third strategy with a score of 4.66 is to increase ticket prices by 50% from normal tickets.The existence of the Ubud Monkey Forest has a positive impact on the social and economic aspects of the Padang Tegal Village community, but environmental sustainability needs to be considered, one of which is the restriction of tourist visits.

Keywords: carrying capacity, sustainable Matrix

  • 1.    PENDAHULUAN

Bali dengan keunikan budaya dan keindahan alamnya menjadi salah satu daerah tujuan wisata utama di Indonesia. Eksistensinya       sebagai       pusat

perkembangan pariwisata di Indonesia telah lama diakui hingga kancah internasional. Setiap tahunnya Bali menjadi tuan rumah konferensi bertaraf

tourism, Quantitative Strategy Planning

internasional antara lain Ocean Conference 2018 dan Miss Universe Reunion 2019. Kegiatan-kegiatan tersebut berkontribusi terhadap pengembangan pariwisata di Bali. Menurut data BPS Provinsi Bali, rata-rata peningkatan persentase kunjungan wisatawan mancanegara (wisman) sejak 2015 hingga 2019 adalah 11% . Tercatat total kunjungan wisman tahun 2019 sebanyak 6.275.210 jiwa (BPS Bali, 2020).

Mandala Suci Wanara Wana atau yang lebih dikenal dengan Monkey Forest Ubud, merupakan salah satu cagar alam yang memiliki luas sekitar 12,5 ha. Pada area ini terdapat tiga pura yaitu Pura Dalem Agung Padang Tegal, Pura Beji dan Pura Prajapati. Monkey Forest Ubud memiliki sedikitnya 46 jenis tumbuhan dan beberapa di antaranya termasuk dalam tumbuhan langka (Wijana, 2018). Selain itu, daya tarik wisata (DTW) ini juga dihuni oleh sedikitnya 1059 ekor Macaca fascicularis atau dikenal dengan nama monyet ekor panjang, dengan perbandingan black infant (usia 0-1 tahun) 115 ekor, old infant (usia 0-1 tahun) 54 ekor, juvenil 1 (usia 1-2 tahun) 189 ekor, juvenil 2 (usia 2-3 tahun) 203 ekor, sub adult (usia 3-4 tahun) 31 ekor, sub adult (usia 4-6 tahun) 82 ekor, adult (usia > 4 tahun) 303 ekor dan adult (usia > 6 tahun) 82 ekor (Pengelola Monkey Forest Ubud, 2019). Mereka dibagi menjadi 7 kelompok yang menghuni tempat-tempat di area Pura, Selatan, Hutan Baru, Sentral, Timur, Michellin dan Kuburan.

Hasil penelitian Sambou, et al. (2019) di DTW Monkey Forest Ubud menegaskan bahwa hutan menjaga keseimbangan ekologi, sosial, kemajuan ekonomi, dan pelestarian budaya. Hutan wisata Monkey Forest Ubud memiliki potensi daya tarik wisata yang tinggi bagi wisatawan dan bisnis lokal sementara berdampak kurang pada budaya, lingkungan, dan praktik tradisional masyarakat Bali. Perubahan penggunaan lahan menjadi masalah yang dominan terkait dengan destinasi ekowisata. Benturan antara aspek ekologi dan ekonomi sering terjadi dalam konsep ekowisata (Fandeli dan Nurdin, 2005), karena dari sudut pandang ekonomi, jumlah wisatawan dengan skala besar atau mass tourism akan lebih menguntungkan, tetapi dampak yang diberikan terhadap aspek ekologi juga lebih besar. Berdasarkan data kunjungan

wisatawan yang tercatat oleh manajemen Monkey Forest Ubud, sejak tahun 2010 hingga 2019 DTW Monkey Forest Ubud dikunjungi lebih dari 120.000 wisatawan setiap tahunnya. Angka tersebut tergolong dalam wisata berskala besar bagi sebuah hutan wisata dengan luas keseluruhan hanya 12,5ha. I Nyoman Buana selaku General Manager di Monkey Forest Ubud (periode tahun 2014-2019) dan Efrida, et al. (2017) sependapat bahwa perlu adanya analisis daya dukung dan daya tampung Monkey Forest Ubud agar DTW tersebut berkelanjutan dan dapat berfungsi secara optimal dari aspek lingkungan fisik, sosial dan budaya.

Daya dukung wisata adalah jumlah maksimum wisatawan yang boleh mengunjungi suatu daya tarik wisata pada saat bersamaan tanpa memberikan dampak kerusakan lingkungan fisik, ekonomi dan sosial budaya serta penurunan kualitas dari daya tarik wisata itu sendiri sehingga mengurangi tingkat kepuasan wisatawan. (Livina, 2009).

Beberapa upaya pelestarian lingkungan yang dilakukan oleh pihak manajemen Monkey Forest Ubud meliputi perluasan kawasan hutan, penanaman pohon, penataan taman, pengontrolan asupan makanan kera dan populasi kera, perawatan kera yang sakit, serta pemberlakuan peraturan kawasan bebas asap rokok dan bebas dari sampah plastik (Efrida, et al. 2017). Upaya pelestarian lingkungan mendukung terciptanya pariwisata berkelanjutan di Monkey Forest Ubud, akan maksimal bila dilengkapi dengan adanya hasil analisis daya dukung lingkungan, mengingat maksud dan tujuan sustainable tourism sendiri ialah pariwisata sebagai sebuah industri atau bidang usaha yang memiliki komitmen untuk menekan dampak negatif yang timbul dari atraksi wisata terhadap lingkungan serta budaya lokal.

2.METODOLOGI

  • 2.1    Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di DTW Monkey Forest Ubud,    yang secara

geografis berada pada titik koordinat 8º31’7.76”S   155º15’30.18”E. Secara

administratif terletak di jalan Monkey

Forest, Ubud, Desa Adat Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali 80571 pada lahan seluas 12,5ha (Gambar 1). Pengambilan data di lapangan dilakukan pada bulan Maret 2021 – Agustus 2021 selanjutnya pengolahan data dilakukan pada bulan Oktober 2021.

Gambar 1.


Peta lokasi penelitian (Sumber data : PPIDS Universitas Udayana)

  • 2.2    Teknik Pengumpulan Data

    2.2.1    Observasi dan Wawancara

Teknik observasi (pengamatan) merupakan salah satu cara pengumpulan informasi mengenai obyek atau peristiwa yang bersifat kasat mata atau dapat dideteksi dengan panca indera. Dalam beberapa hal, informasi yang diperoleh melalui pengamatan memiliki tingkat akurasi dan keterpercayaan.

Metode wawancara digunakan untuk memperoleh data dan informasi menggunakan cara sistematis dalam bentuk pernyataan lisan terkait suatu obyek dan/atau peristiwa pada masa lalu, kini dan yang akan datang. (Pujaastawa, 2016). Narasumber dalam penelitian ini merupakan perseorangan dan instansi

terkait. Berikut adalah data yang diperoleh dengan menggunakan teknik observasi:

  • a. Variabel Biotik

Variabel ini menjadi salah satu faktor penentu nilai ECC. Biodiversitas spesies adalah salah satu faktor koreksi dalam menentukan nilai ECC (Odum, 1993). Biodiversitas yang termasuk dalam penelitian ini adalah vegetasi (Indeks Diversitas Simpson). Data jenis dan jumlah vegetasi di area hutan wisata diperoleh dari penelitian sebelumnya. Hasil penghitungan data yang terkumpul digunakan untuk menghitung Indeks Diversitas Simpson (IDS).

Simpson’s Indeks Divesity 1 – D d =∑≤n-l)                        (i)

N (N - l)

Keterangan:  n adalah jumlah total

organisme dari spesies tertentu, N adalah

jumlah total organisme dari semua b. Variabel Abiotik

spesies.

Faktor koreksi ECC berupa gangguan terhadap musim kawin monyet ekor panjang (Khair, 2006). Pengumpulan daya terkait parameter terhadap musim kawin spesies monyet ekor panjang dilakukan dengan observasi dan in depth interview dengan pihak pengelola Monkey Forest Ubud.

Cfn = 100% (2)

Keterangan: Gn adalah jumlah bulan terjadinya musim kawin; Gt adalah jumlah bulan dalam setahun.

Potensi lanskap (indeks Bureau of Land Management) dinilai berdasarkan unsur bentuk (landform), vegetasi (vegetation), warna (colour), pemandangan (scenery), kelangkaan (scarcity) dan modifikasi struktural seperti pada tabel di bawah ini (Tabel 1). Pengumpulan data terkait parameter potensi lanskap dilakukan dengan metode observasi langsung ke lapangan.

Indek kelerengan sebagai faktor koreksi ECC (Muta’ali, 2012) sesuai Tabel 1, sedangkan Kepekaan erosi tanah sebagai faktor koreksi ECC (Muta’ali, 2012) sesuai Tabel 2.

Tabel 1. Indeks kelerengan

Kelas lereng

Klasifikasi kelas lereng (%)

Klasifikasi kelas lereng (%)

Keterangan

Nilai

I

0-8

0-<8

Datar

20

II

8-15

8-<15

Landai

40

III

15-25

15-<25

Agak curam

60

IV

25-40

25-<40

Curam

80

V

>40

≥40

Sangat curam

100

Sumber: SK.Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/11/1980 dalam Muta’ali (2012)

Tabel 2. Kepekaan erosi

Kelas tanah

Jenis tanah

Klasifikasi jenis tanah

Nilai

1

Alluvial, tanah glei, panasol, hidromorf kelabu, lateria air tanah

Tidak peka

15

2

Latosol

Agak peka

30

3

Brown forest soil, non calcic

Kurang peka

45

4

Andosol, lateritik, gromosol, podsolik

Peka

60

5

Regosol, litosol, organosol, renzina

Sangat peka

75

Sumber: SK.Menteri Pertanian No.837/KPTS/UM/11/1980 dalam Muta’ali (2012).

Rasio/indeks bulan Q (bulan kering/ basah) selama 10 tahun terakhir sebagai faktor koreksi ECC (Lakitan, 1997).

„ Σ rata-rata bulan kering

Q =                 x 100%    (3)

Σ rata-rata bulan basah

Keterangan:

Bulan kering (bulan dengan curah hujan

  • <60 mm)

Bulan lembap (bulan dengan curah hujan 60-100 mm)

Bulan basah (bulan dengan curah hujan <100 mm)

  • c. Variabel Sosial

Variabel ini terkait dengan persepsi para pelaku wisata terhadap aktivitas pariwisata, kondisi sarana dan prasarana dan pengelolaan yang telah berjalan di DTW Monkey Forest Ubud. Responden dipilih secara acak, kuesioner bersifat tertutup. Beberapa data yang diperoleh dengan menggunakan teknik wawancara :

-


Data kunjungan wisatawan tiap tahun dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.

- Data focus group discussion (FGD) dengan pihak-pihak yang terkait langsung seperti pengelola DTW Monkey Forest Ubud dan tokoh masyarakat yang berperan dalam kegiatan kemasyarakatan. Menguraikan faktor internal dan eksternal DTW Monkey Forest Ubud dari aspek ekologi, sosial dan ekonomi. Jenis pertanyaan       terbuka       untuk

mengembangkan pendapat responden. Responden dipilih dengan teknik purposive sampling.

  • 2.3 Analisis Data

    2.3.1 . Nilai Daya Dukung Efektif (ECC)

ECC (Efective Carrying Capacity) merupakan jumlah optimum pengunjung yang diperkenankan berada pada suatu tapak berdasarkan perimbangan pengelola. Menggunakan metode Cifuentes (1992) dengan perhitungan sebagai berikut :

ECC = PCC x MC(4)

MC (Management Capacity) merupakan jumlah petugas pengelola.

MC = — X 100%(5)

Rt

Keterangan: Jumlah petugas yang ada (Rn), jumlah petugas yang dibutuhkan (Rt)

RCC (Real Carrying Capacity) merupakan     jumlah     maksimum

pengunjung yang diperbolehkan berada di pada suatu DTW dengan pertimbangan faktor-faktor koreksi daya dukung fisik area wisata.

RCC = PCC x Cf1 x Cf2 x Cf3 x ... Cfn

(6)


Keterangan: Cfn merupakan faktor koreksi ke-n terkait variabel ke-n.

Mn

Mt


Cfn =


(7)


Keterangan: kondisi pada variabel fn

terhitung (Mn), batas maksimum pada variabel fn tersebut (Mt)

PCC (Physical Carrying Capacity) merupakan jumlah maksimum wisatawan

yang secara fisik diterima di area DTW pada waktu tertentu. Perumusan daya dukung fisik menurut Cifuentes (1992) hasil modifikasi dengan penelitian Douglass (1975) dalam Fandeli dan Muhammad (2009):

PCC = A x x Rf (8) Keterangan: luas area untuk berwisata (A), luas area yang dibutuhkan wisatawan untuk berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan (B), jumlah pengulangan kunjungan per hari (Rf).

  • 2.3.2    Persepsi Pelaku Wisata

Kuesioner Skala Likert (Tabel 3) banyak digunakan dalam berbagai topik penelitian khususnya untuk meneliti sikap, yang berkaitan dengan motivasi wisatawan, daya dukung pariwisata (carrying capacity), persepsi wisatawan, persepsi masyarakat lokal, dan lain-lain (Suasapha, 2020).

Tabel 3. Skala Likert

Keterangan

Skor

Sangat setuju

5

Setuju

4

Netral

3

Tidak setuju

2

Sangat tidak setuju

1

Kuesioner dengan menggunakan Skala Likert digunakan untuk menganalisis persepsi pelaku wisata terhadap pengelolaan dan kegiatan wisata yang dapat dilakukan di DTW Monkey Forest Ubud. Sehingga dapat diketahui strategi kebijakan yang dapat diambil untuk tujuan optimalisasi pengelolaan DTW Monkey Forest Ubud demi wisata berkelanjutan.

  • 2.3.3    Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

Penyusunan draft strategi alternatif menggunakan teknik analisis QSPM yang memiliki 6 tahapan untuk menurut David dan David (2017):

Tabel 4. Tahap teknik Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM)

No.

Tahap Teknik Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM) (Modifikasi)

1.

Menyusun daftar kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang sama dengan Matriks SWOT.

  • 2.

  • 3.

Memberikan bobot untuk masing-masing faktor pada Matriks EFE-IFE.

Evaluasi tahap 2 (pencocokan), identifikasi strategi alternatif yang perlu dipertimbangkan untuk diaplikasikan.

4.

Menentukan attractive score (AS) dengan memeriksa setiap faktor eksternal dan internal. Dengan rentang skor 1 = tidak penting, 2 = agak penting, 3 = cukup penting dan 4 = sangat penting.

5.

Hitung total attractive score (TAS). TAS didefinisikan sebagai hasil perkalian bobot (langkah 2) dengan AS (langkah 4). TAS menunjukkan daya tarik relatif dari setiap alternatif strategi.

6.

Hitung jumlah TAS, nilai yang lebih tinggi menunjukkan strategi yang lebih penting.


  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Daya Dukung Efektif

      3.1.1    Faktor Koreksi Variabel Biotik

  • a.    Indeks Diversitas Simpson flora

(Cf1)

Hasil perhitungan menyatakan Indeks Diversitas Simpson (IDS) flora di obyek wisata Monkey Forest Ubud sebesar 0,85317. Kondisi nyata variabel terhitung menunjukkan nilai Mn sebesar 0,85317 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan petugas di DTW Monkey Forest Ubud, diperoleh informasi musim kawin monyet ekor panjang terjadi sepanjang tahun tanpa ada periode waktu khusus.

  • 3.1.2 Faktor Koreksi Variabel Abiotik

  • a.    Potensi lanskap (Cf3)

Daya Tarik Wisata (DTW) Monkey Forest Ubud, memiliki potensi lanskap dengan tutupan vegetasi yang cukup tinggi, sehingga menghasilkan atmosfer yang sejuk. Variabel terhitung menunjukkan nilai Mn sebesar 0,67 dan

IDS = 1- λ

= si= 1n i (ni - 1 )                            (9)

n (n - 1)

Keterangan:

ni     : jumlah individu spesies ke-i;

n      : jumlah individu semua spesies.

dan Mt 1. Nilai hasil koreksi daya dukungnya sebesar 0,147

  • b.    Musim kawin monyet ekor panjang

(Macaca Fascicularis) (Cf2)

Mt 27. Nilai hasil koreksi daya dukungnya sebesar 0,33.

  • b.    Indeks kelerengan (Cf4)

Terdapat lima perbedaan kelerengan pada area hutan wisata seluas 12,5 ha (Gambar 2). Akan tetapi area yang memiliki jalur wisata yang dapat dilalui wisatawan terdapat pada area yang didominasi oleh kondisi topografi dengan kemiringan 15-45% pada ketinggian 250mdpl kawasan ini miring ke arah selatan. Variabel terhitung menunjukkan nilai Mn sebesar 60 dan Mt 100. Nilai hasil koreksi daya dukungnya sebesar 0,4.

Gambar 2.


Peta kelerengan lahan area hutan wisata Monkey Forest Ubud Sumber data : PPIDS Universitas Udayana

  • c.    Kepekaan erosi (Cf5)

DTW Monkey Forest Ubud memiliki jenis tanah alluvial dengan klasifikasi jenis tanah tidak peka (Gambar 3).

Variabel terhitung menunjukkan nilai Mn sebesar 15 dan Mt 75. Nilai hasil koreksi daya dukungnya sebesar 0,8.

Gambar 3.


Peta kepekaan erosi area hutan wisata Monkey Forest Ubud Sumber data : PPIDS Universitas Udayana

  • d.    Rasio/ Indeks bulan (Cf6)

Kondisi curah hujan Kabupaten Gianyar pada periode tahun 2010-2019 di stasiun pengamatan Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, menyatakan selama

periode tersebut memiliki 81 bulan basah dengan nilai rata-rata sebesar 289,5 dan 26 bulan kering dengan nilai rata-rata 26,5. Besar nilai variabel terhitung (Mn) adalah 0,09. Nilai hasil koreksi daya

dukungnya sebesar 0,91. (Sumber data: BMKG Wilayah III Denpasar.)

  • 3.2    Persepsi Wisatawan dan Pengelola

    • 3.2.1    Persepsi Wisatawan terhadap aktivitas di DTW Monkey Forest Ubud

Responden terdiri dari 20 wisatawan lokal dan 15 orang pengelola yang dipilih secara acak. Usia responden berkisar antara 24 hingga 57 tahun, dengan latar belakang yang beragam yakni lulusan SLTP hingga S2/S3. Hasil kuesioner wisatawan menunjukkan kegiatan mengamati satwa dan fotografi menjadi kegiatan paling menarik. Kolaborasi keasrian alam dibalut dalam dengan kebudayaan Bali memberikan kepuasan kepada wisatawan saat melakukan tracking menyusuri jalur yang telah disediakan. Wisatawan bebas memilih jalur mana yang akan dilewati. Pepohonan dengan tingkat rapatan yang tinggi memberikan kesan sakral dan tenang.

  • 3.2.2    Persepsi Wisatawan terhadap Faktor Internal DTW Monkey Forest Ubud

Hasil kuesioner menyatakan lokasi DTW Monkey Forest Ubud cukup strategis dan    mudah    dijangkau.

Kelengkapan sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisata seperti kamar mandi memiliki jumlah yang cukup untuk memenuhi    kebutuhan    wisatawan.

Kebersihan area wisata seperti kamar mandi, lobi, tempat parkir, hutan dan jalur wisata telah diperhatikan dengan baik. Bagi wisatawan pelayanan petugas secara umum   sesuai   standard   operating

procedure (SOP) hospitality industry. Menurut wisatawan harga tiket masuk DTW Monkey Forest Ubud sebesar Rp. 80.000,- (Dewasa) dan Rp. 60.000,- (Anak usia 3-12) tergolong cukup tinggi.

  • 3.2.3    Persepsi Wisatawan terhadap Pengelolaan Monkey Forest Ubud

Berdasarkan hasil kuesioner, pengaturan penyebaran konsentrasi wisatawan telah dilakukan dan berfungsi dengan baik. Interaksi antara satwa yang didominasi oleh monyet ekor panjang berjalan dengan baik. Beberapa papan informasi sangat membantu wisatawan berperilaku pada saat di kawasan hutan wisata, terkait hal-hal yang tidak disarankan dilakukan wisatawan saat berada di dalam hutan wisata adalah melakukan kontak mata dengan monyet karena hal itu akan memberikan sinyal ancaman bagi monyet, sehingga kemungkinan monyet akan mendekat atau menyerang wisatawan. Aturan lain adalah wisatawan tidak disarankan untuk memberikan makanan dan minuman dalam bentuk apa pun kepada monyet. Tersedianya tempat sampah yang dibedakan menjadi dua yakni untuk sampah organik dan anorganik merupakan salah satu upaya pengelola untuk mengelola sampah secara maksimal di kawasan wisata tersebut.

  • 3.2.4    Persepsi Pengelola terhadap Kondisi Sarana dan Prasarana di DTW Monkey Forest Ubud

Hasil kuesioner menyatakan persepsi pengelola terhadap loket wisata, ketersediaan informasi (penjelasan petugas, brosur, papan informasi), ketersediaan kamar mandi dan area parkir tergolong sangat baik. Terdapat sedikitnya lima petugas loket dengan skill bahasa asing (minimal bahasa Inggris) untuk melayani wisatawan. Di loket pembelian tiket telah tersedia brosur dalam bahasa Indonesia, Inggris, Jepang, Jerman, Mandarin dan beberapa bahasa asing lainnya terkait informasi DTW Monkey Forest Ubud. Jalur trekking di dalam hutan wisata telah tersedia dan dalam kondisi yang baik dalam menunjang kegiatan wisata. Fasilitas klinik yang diperuntukkan bagi wisatawan berfungsi

dengan baik dan dapat memberikan pertolongan pertama bagi wisatawan yang membutuhkan. Menurut pengelola tema konservasi masih perlu ditingkatkan dalam pemberian informasi maupun program wisata yang tersedia bagi wisatawan, sehingga wisatawan mendapatkan pengalaman lebih baik dan kesadaran terhadap isu konservasi.

  • 3.2.5    Persepsi Pengelola Terhadap

Pengelolaan di DTW Monkey Forest Ubud

Persepsi pengelola terhadap pengaturan penyebaran konsentrasi wisatawan telah dilakukan dengan baik dengan memberikan kebebasan bagi wisatawan memilih rute yang akan dilewati, sehingga tidak menimbulkan penumpukan wisatawan pada satu titik. Persepsi pengelola terhadap interaksi antara pengunjung dan satwa berjalan dengan baik. Ranger selalu siaga di dalam area hutan membantu wisatawan saat diperlukan dan mengupayakan kegiatan wisata berjalan dengan kondusif. Pengelolaan sampah dan kebersihan area wisata sangat terjaga dengan baik. Hal ini menjadi salah satu tugas utama divisi

konservasi dalam menjaga kebersihan area wisata. Umumnya para pengunjung memiliki kesadaran untuk membuang sampah pada tempat yang telah disediakan. Persepsi pengelola terhadap kelengkapan sarana dan prasarana telah tersedia dan terawat dengan baik, di antaranya ketersediaan jumlah kamar mandi untuk memenuhi kebutuhan wisatawan, kantin, lobi dan area parkir.

  • 3.3    Matrix Internal External (IE)

Berdasarkan analisis Matriks EFE dan IFE (Gambar 4), didapatkan skor bobot EFE sebesar 3,016 dan IFE sebesar 3,211. Maka posisi strategis DTW Monkey Forest Ubud ada di kuadran I yang menggambarkan kondisi DTW sedang tumbuh dan berkembang (grow and build). Dengan demikian langkah strategis yang dapat dilakukan oleh DTW Monkey Forest Ubud adalah:

  • 1.    Strategi intensif yang terdiri dari penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk.

  • 2.    Strategi integrasi ke depan, belakang dan horizontal dengan menyatukan beberapa rentang bisnis.

    Toted Nilai IFE

    VL VTILIX Memanen dan divestasi


    Gambar 4.

    Matrix IE

    Sumber data: primer, analisis EFE-IFE


  • 3.4    QSPM

Hasil analisis terhadap alternatif strategi menggunakan QSPM oleh kelima responden menunjukkan pengembangan kolaborasi fungsi divisi Monkey Forest Park : membuat produk wisata alternatif yakni wisata edukasi di hutan Yadnya, pengadaan event kuliner nusantara di area pengembangan MSWW/ non hutan menjadi alternatif strategi yang pertama dengan skor 4,88. Alternatif strategi di posisi kedua dengan skor 4,86 adalah memaksimalkan fungsi divisi marketing dengan digitalisasi yaitu pembelian tiket secara online melalui website resmi Monkey Forest Ubud, pemberian kuota harian bagi wisatawan yang berkunjung guna membatasi kunjungan wisatawan, memberikan informasi-informasi terkini di Monkey Forest Ubud. Alternatif strategi untuk menaikkan harga tiket sebesar 50% dari tiket normal memiliki skor 4,66.

  • 4.    SIMPULAN DAN SARAN

    • 4.1    Simpulan

  • 1.    Posisi daya dukung Monkey Forest Ubud telah melebihi daya dukung efektif yang ditunjukkan  oleh  nilai daya

dukung sebesar   257   orang/hari,

sehingga diperlukan pembatasan kunjungan wisatawan atau perluasan wilayah hutan habitat hewan kera yang dapat dikunjungi oleh wisatawan.

  • 2.    Monkey Forest Ubud mampu menjaga eksistensi sebagai DTW yang diminati oleh wisatawan. Persepsi pelaku wisata terhadap kondisi pengelolaan Monkey Forest Ubud umumnya sangat baik.

  • 3.    Alternatif strategi . Peran divisi pemasaran sangat penting dalam pengembangan Monkey Forest Ubud. Alternatif strategi hasil penelitian di antaranya     (1)     Pengembangan

kolaborasi fungsi divisi Monkey Forest Park : dengan produk wisata alternatif dalam wisata edukasi di hutan Yadnya

dan pengadaan event kuliner nusantara di area pengembangan Monkey Forest Ubud/ non hutan, (2) Memaksimalkan fungsi divisi marketing dengan digitalisasi yaitu pembelian tiket secara online melalui website resmi Monkey Forest Ubud, pemberian kuota harian bagi wisatawan yang berkunjung sebagai upaya pembatasan jumlah kunjungan wisatawan, memberikan informasi-informasi terkini di Monkey Forest Ubud, (3) Menaikkan harga tiket sebesar 50% dari tiket normal.

  • 4.2    Saran

  • 1.    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai isu lingkungan dan pariwisata berkelanjutan di Monkey Forest Ubud pasca Pandemi Covid-19. Merosotnya jumlah kunjungan wisatawan saat pandemi menimbulkan beberapa tantangan baru dalam pengelolaan Monkey Forest Ubud, sehingga perlu adanya penelitian lebih lanjut terkait strategi pengelolaan DTW dalam menghadapi pandemi dan pasca pandemi.

  • 2.    Dalam upaya mencegah kerusakan lingkungan wisata di Monkey Forest Ubud perlu dikaji ulang terkait strategi pembatasan kunjungan wisatawan agar Monkey Forest Ubud menjadi salah satu DTW yang mengimplementasikan misi pariwisata berkelanjutan sesuai dengan Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Nomor 9 Tahun 2021 tentang pedoman destinasi pariwisata berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Bali. 2020. Laporan Kunjungan Wisatawan di Bali. Denpasar.

Cifuentes, M. 1992. Determinacion de Capacidad de Carga Truistica en Areas Protegidas. Publicacion

Patrocinada Por el Fondo Mundial para la Naturaleza-WWF. Serie Tecnica Informe Tecnico No. 194. Centro Agronomico    Tropical de

Investigacion Y Ensenanza Catie, Programa de Manejo Integrado de Recursos Naturales. Turrialba, Costa Rica.

David, F.R. dan Forest, R.D. 2017. Strategic Management. Pearson Education   Limited.    Sixteen

Edition. New Jersey:Pearson Education, Inc.

Efrida, V.R., Sudiarta, I.N., Mahadewi, N.P.E. 2017. Pengaruh Persepsi Ekowisata   terhadap Tingkat

Kepuasan Wisatawan di Monkey Forest Ubud, Bali. Jurnal IPTA, 5(1):53-59.

Fandeli, C. dan Nurdin, M. 2005. Pengembangan      Ekowisata

Berbasis Konservasi di Taman Nasional. Fakultas Kehutanan Universitas    Gadjah    Mada.

Yogyakarta:     Pusat     Studi

Pariwisata Universitas Gadjah Mada dan Kantor Kementerian Lingkungan Hidup.

Khair, Uzunu. 2006. ”Kapasitas Daya Dukung    Fisik    Kawasan

Ekowisata Di Taman Wisata Alam    (TWA)    Sibolangit

Kabupaten Deli Serdang” (tesis). Medan:  Universitas Sumatera

Utara.

Lakitan, B. 1997. Dasar-Dasar Klimatologi. Jakarta:    Raja

Grafindo Persada.

Muta’ali, L. 2012. Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan        Wilayah.

Yogyakarta:  Fakultas Geografi

Universitas Gadjah Mada.

Odum, E.H.L.M. 1993. Dasar-Dasar Ekologi    (Fundamentals of

Ecology).   Terjemahan   oleh

(Tjahjono   Samingan,   Pentj).

Yogyakarta:   Gadjah Mada

University Press. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 Tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. Bab 1 pasal 1 poin 3.

Pujaastawa, I.B.G. 2016. Teknik Wawancara dan Observasi untuk Pengumpulan Bahan Informasi. Program Studi Antropologi. Universitas Udayana.

Sambou, Omar., Riniwati, H., Fanani, Z. 2019. Socio-economic and Environmental Sustainability of Ecotourism Implementation: A Study in Ubud Monkey Forest-Bali, Indonesia. Journal of Indonesian    Tourism    and

Development Studies [200] J. Ind. Tour. Dev. Std., 7(3). University of Brawijaya, Malang, Indonesia.

Suasapha, A. H. 2020. Skala Likert Untuk Penelitian Pariwisata; Beberapa Catatan Untuk Menyusunnya Dengan      Baik.      Jurnal

Kepariwisataan, 19(1) 16-37.

Wijana, I.N. 2018. Pemetaan Pencaran dan Pola Sebaran Spesies Tumbuhan Langka Serta Upaya Pengelolaan Berbasis Kearifan Lokal pada Hutan Wisata di Provinsi Bali. Laporan Penelitian Strategis Nasional Tahap II. Bali: Universitas Pendidikan Ganesha.

ECOTROPHIC • 16(1): 96-105  p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

105