ECOTROPHIC • VOLUME 16 NOMOR 1 TAHUN 2022

p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

POTENSI BANJIR BANDANG MENGGUNAKAN ANALISIS MORFOMETRI DI DAERAH ALIRAN SUNGAI KLAGISON KOTA SORONG

Anif Farida1*), Mierta Dwangga2)

1)Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Sorong 2)Program Studi Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Sorong

*Email: [email protected]

ABSTRACT

FLASH FLOOD POTENTIAL USING MORPOMETRY ANALYSIS IN KLAGISON WATERSHED OF SORONG CITY

Flash flood is water level increases rapidly in the river beyond flood level and occurs due to extreme weather. It's happened quickly without warning. The Klagison Watershed in Sorong City has grown rapidly and often had flooded. Settlements dominate almost on watershed areas and there are many hills that are deforested due to mining activities upstream. This study aims to examine the morphometric conditions and to analyze the spatial distribution of the potential flash flood in the Klagison Watershed of Sorong City based on morphometric analysis. GIS is used to obtain morphometric parameters such as linear, relief and aerial parameters. The correlation coefficient between each morphometric parameter was calculated using Pearson Correlation. Determination of potential flash flood areas using the priority zone formula. The result shows that the Klagison watershed has high erosion potential and large runoff based on morphometric analysis. This can be seen in the high value of the texture ratio (T) and low Constant channel maintenance (C) so that the runoff volume is also large. The Lof value in all sub-watersheds is small, which means that surface runoff will quickly to the channel. The flash flood potential in the Klagison watershed is very low (Sub-watershed 1 and Sub-watershed 5), moderate (Sub-watershed 3 and Subwatershed 4), high (Sub-watershed 2) and very high (Sub-watershed 6 and Subwatershed 7). It means that Sub-watershed 2, Sub-watershed 6 and Sub-watershed 7 need management priorities related to disaster mitigation.

Keywords: flash flood; morphometry; watershed

  • 1.    PENDAHULUAN

Banjir bandang merupakan bencana alam yang berkaitan dengan cuaca karena kecepatan aliran yang menghancurkan. Menurut definisi banjir bandang adalah kenaikan level permukaan air yang cepat di sungai melebihi level banjir yang telah ditentukan, dimulai dengan enam jam peristiwa kausatif seperti curah hujan yang tinggi/badai, kegagalan bendung, runtuhnya dinding es dan tsunami

(Arachchige, 2015). Banjir bandang juga merupakan peristiwa yang konvektif di alam. Selama musim hangat, hasil konveksi udara lembab dan intensif pada hujan dengan intensitas yang tinggi akan menghasilkan banjir bandang (Kim, Kuwahara and Kumar, 2011).

Banjir bandang cenderung terjadi dalam waktu cepat dan singkat tanpa adanya peringatan terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan kerugian material dan korban jiwa yang cukup banyak. Oleh sebab itu, perlu adanya mitigasi bencana

banjir bandang untuk meminimalisir dampak yang ditimbulkannya. Abuzied (2016) menyatakan secara terotitis strategi mitigasi yang efektif akan mencari cara untuk mengurangi kerentanan lingkungan, menurunkan kemungkinan bahaya suatu peristiwa, mengurangi paparan infrastruktur, jiwa dan properti pada setiap kejadian yang berpotensi menimbulkan bahaya.

Pemodelan banjir bandang sebagai upaya mitigasi sangat beragam. Farhan and Ayed (2017) mengemukakan analisis kuantitatif dari morfometri daerah aliran sungai menggunakan teknik penginderaan jauh dan SIG telah digunakan untuk menilai probabilitas bahaya banjir bandang. Metode penilaian morfometeri yang umum digunakan yaitu pendekatan El-Shamy, metode peringkat morfometri, metode peringkat banjir bandang Wahid, metode penilaian tingkat bahaya morfometri serta metode kurva nomer (CN) dan analisis morfometri DAS untuk evaluasi bahaya banjir bandang.

Daerah Aliran Sungai Klagison di Kota Sorong mengalami perkembangan pesat di bidang fisik. Hal ini terbukti dengan banyaknya permukiman yang mendominasi hampir di seluruh wilayah DAS. Permukiman yang padat menyebabkan luasnya lapisan kedap air yang berakibat tingginya aliran permukaan karena air hujan tidak terinfiltrasi ke dalam tanah. Hal tersebut menyebabkan ketika hujan deras, Sungai Klagison terjadi banjir dan genangan air di beberapa tempat.

Karakteristik fisik DAS Klagison juga mendukung terjadinya banjir karena daerah alirannya berbentuk radial/kipas. Menurut Sosrodarsono dan Takeda (2003) dalam Verrina dkk (2013), daerah aliran dengan bentuk radial dan alur sungainya mengkonsentrasi ke suatu titik memiliki puncak banjir di dekat outlet. Selain itu, bagian hilir DAS Klagison berbentuk leher botol (bottle neck). Tipologi DAS

tersebut kemungkinan untuk terjadi banjir bandang cukup tinggi karena seluruh aliran air maupun material yang terangkut akan terakumulasi di daerah hilir.

Saat ini kondisi hulu DAS Klagison juga sangat mengkhawatirkan. Bukit ditambang untuk diambil materialnya dan dibiarkan gundul. Cepat atau lambat jika hal ini dibiarkan terus menerus akan memicu terjadinya longsor lahan. Apabila terjadi hujan dengan intensitas yang tinggi aliran air akan bercampur dengan material longsor dan menyebabkan banjir bandang.

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan penelitian yaitu mengkaji kondisi morfometri Daerah Aliran Sungai Klagison Kota Sorong dan menganalisis persebaran secara spasial potensi banjir bandang di Daerah Aliran Sungai Klagison Kota Sorong berdasarkan analisis morfometri. Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah sebagai penelitian dasar untuk mengetahui karakteristik hidrologi daerah aliran sungai berdasarkan morfometri dan bahan masukan bagi Pemerintah setempat daerah mana yang perlu mendapatkan prioritas pengelolaan akibat degradasi lingkungan sehingga bencana banjir bandang dapat dihindari.

  • 2.    METODOLOGI

    • 2.1    Lokasi Penelitian

DAS Klagison terletak di wilayah Kota Sorong Provinsi Papua Barat dan terdiri atas empat wilayah kecamatan yaitu Distrik Sorong Timur, Distrik Sorong, Distrik Sorong Manoi dan Distrik Sorong Utara. Apabila dilihat di dalam peta maka batas wilayahnya yakni sebelah utara berbatasan dengan DAS Remu, sebelah timur berbatasan dengan DAS Klasaman, sebelah barat berbatasan dengan DAS Remu dan Selat Dampir sedangkan di sebelah selatan berbatasan dengan DAS Klawoguk (Farida and Rosalina, 2022). Gambar 1 menyajikan Peta Lokasi Penelitian.


Gambar 1.

Peta Lokasi Penelitian

  • 2.2    Bahan dan Metode

Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah Global Positioning System (GPS), DJI Phantom IV, kamera, komputer, Software Microsoft Office 2010, Software MapInfo 11.5 dan Software SPSS 16. Bahan yang digunakan adalah Peta Rupabumi Digital Indonesia Kota Sorong Skala 1 : 50.000 dan Citra Satelit Sebagian Kota Sorong.

Penelitian ini terbagi ke dalam tiga tahap. Pertama, tahap persiapan yaitu telaah kepustakaan dan penelitian terdahulu, pengadaan Peta Rupabumi Indonesia Digital wilayah Kota Sorong, Citra Satelit, pembuatan peta dasar dan survei pendahuluan. Kedua, tahap pelaksanaan dilakukan melalui pengumpulan data dengan survei

instasional dan survei lapangan. Survei instasional meliputi pengumpulan data dan hasil penelitian terkait. Survei lapangan berupa kegiatan pengambilan data morfometri DAS dan foto lapangan. Pada tahap ini juga dilakukan pengolahan data morfometri menggunakan SIG dan zonasi potensi banjir bandang berdasarkan prioritas. Ketiga, tahap analisis dari data yang diperoleh yaitu dengan menganalisis hasil perhitungan korelasi Pearson morfometri DAS Klagison dan analisis spasial potensi banjir bandang.

  • 2.3    Parameter Morfometri

Parameter morfometri yang dihitung terdiri atas tiga yaitu parameter linear, parameter relief dan parameter aerial seperti yang disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perhitungan Parameter Morfometri

Parameter

Morfometri

Rumus

Sumber

LINEAR

Orde Sungai

Peringkat hierarki

Strahler, 1964

Panjang sungai (Lu)

Panjang sungai

Horton, 1945

Rata-rata panjang sungai (Lsm)

Lsm = Lu/Nu

Ket : Lsm = rata-rata panjang sungai; Lu = jumlah panjang sungai orde ‘u’; Nu =

Jumlah segmen sungai orde ‘u’

Strahler, 1964

Stream length ratio (RL)

RL = Lu/Lu-1

Ket : Lu = Jumlah panjang sungai orde ‘u’; Lu-1 = Jumlah panjang sungai orde yang lebih rendah

Horton, 1945

Bifurcation ratio (Rb)

Rb=Nu/Nu+1

Ket : Nu= Jumlah segmen sungai orde ‘u’; Nu+1= Jumlah segmen sungai orde yang lebih tinggi

Schumm, 1956

RELIEF

Basin relief (Bh)

Jarak vertikal antara titik tertinggi dengan titik terendah DAS

Schumm, 1956

Relief ratio (Rh)

Rh=Bh/Lb

Ket : Bh =Basin relief; Lb=Basin length

Schumm, 1956

Ruggedness number (Rn)

Rn= Bh x Dd

Ket : Bh= Basin relief;

Dd = Drainage Density

Schumm, 1956

AERIAL

Drainage density (Dd)

Dd=Lu/A

Ket : Lu= Jumlah panjang semua sungai ;

A=Luas DAS (km2)

Horton, 1932

Stream frequency (Fs)

Fs=Nu/A

Ket : Nu=Jumlah segmen sungai orde ‘u’;

A=Luas DAS (km2)

Horton, 1932

Texture ratio (T)

T = N1/P

Ket : N1= Jumlah sungai orde 1;

P = Keliling DAS

Horton, 1932

Form factor (Rf)

Rf = A/(Lb)2

Ket : A=Luas DAS (km2) ;

Lb= Panjang DAS

Horton, 1932

Circularity ratio (Rc)

Rc= A/Adp

Ket : A=Luas DAS (km2);

Adp = Luas lingkaran dengan keliling Pb (km)

Cooke dan Dornkamp, 1974

Elongation ratio (Re)

Rc= 2*(A/π)0,5/Lb

Ket : A=Luas DAS (km2);

Lb= Basin length

Schumm, 1956

Length of overland flow (Lof)

Lof = ½ Dd

Ket : Dd= Drainage density

Horton, 1945

Constant channel maintenance (C)

C = 1/Dd

Ket : Dd= Drainage density

Horton, 1945

  • 2.4    Analisis Korelasi

Koefisien korelasi antara masing-masing parameter morfometri dihitung dengan Pearson Product Moment. Pada penelitian ini menggunakan software SPSS 16.

  • 2.5    Potensi Banjir Bandang

Penentuan zonasi potensi banjir bandang berdasarkan zona prioritas dilakukan dengan membuat peringkat parameter morfometri yaitu drainage density (Dd), bifurcation ratio (Rb), stream frequency (Fs), length of overland flow (Lof), constant channel maintenance (C) dan texture ratio (T). Nooka Ratnam

et al.,( 2005) dalam Javed et al.(2011) menyebutkan bahwa parameter aerial seperti drainage density (Dd), bifurcation ratio (Rb), stream frequency (Fs), length of overland flow (Lof), constant channel maintenance (C) dan texture ratio (T) memiliki keterkaitan erat dengan erodibilitas dimana nilai tertinggi berarti mudah tererosi. Oleh karena itu, untuk menentukan Sub DAS prioritas, nilai tertinggi dari parameter aerial tersebut diberi peringkat 1, nilai tertinggi kedua peringkat 2 dan seterusnya sampai nilai terendah diberi peringkat paling terakhir. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Diagram Alir Penelitian


  • 3.    HASIL DAN PEMBAHASAN

    • 3.1    Morfometri DAS

Analisis morfometri penting dalam penyelidikan hidrologi dan sangat berperan dalam pengembangan dan pengelolaan daerah aliran sungai (Rekha,

  • 2011) . Langkah pertama dalam analisis morfometri adalah membagi orde sungai berdasarkan tingkatan aliran menurut Strahler seperti yang disajikan pada Gambar 3. Orde sungai di DAS Klagison bervariasi dari orde 1 sampai orde 6 dimana yang paling mendominasi orde 1 dan tersebar di bagian hulu DAS.


Gambar 3.

Peta Orde Sungai DAS Klagison

Parameter morfometri DAS Klagison dihitung menurut 7 Sub DAS yaitu parameter linear, parameter relief dan parameter aerial seperti yang tertuang dalam Tabel 2. Hasil perhitungan menunjukkan Sub DAS 1 mempunyai luas paling besar sedangkan Sub DAS 4 mempunyai luas terkecil. Farida dan Irnawati (2020) menyatakan besar kecilnya luas DAS berhubungan dengan daya tangkap terhadap hujan sehingga akan berpengaruh juga terhadap volume runoff yang dihasilkan.

Strahler (1964) mengemukakan bifurcation ratio (Rb) menunjukkan sejumlah kecil variasi pada lingkungan/

wilayah yang berbeda kecuali didominasi oleh kontrol geologi yang kuat. Nilai Rb ini jika tidak sama antara orde satu dengan orde berikutnya, maka ketidakseragaman ini tergantung pada perkembangan litologi dan geologi dari daerah aliran tersebut. Di wilayah penelitian, nilai Rb 1-4 yang menjadi petunjuk bahwa air mengalir melewati batuan yang tidak mudah tererosi. Dengan demikian maka faktor geologi tidak mendominasi. Strahler (1964) dalam Nugraha dan Cahyadi (2012) juga menyatakan bahwa nilai Rb di atas 3,5 mencirikan struktur geologi bukan faktor yang mempengaruhi pola aliran.

Drainage density (Dd) merupakan kondisi DAS dalam hal pengeringan atau mengalami penggenangan. Nilai drainage density yang tinggi menggambarkan jika daerah tersebut memiliki lapisan permukaan kedap terhadap air sehingga aliran permukaan

juga banyak. Hal ini dapat dilihat pada banyaknya alur-alur sungai yang dijumpai wilayah itu. Di lokasi penelitian, nilai Dd termasuk dalam ketegori sedang yaitu berkisar antar 0,2510 km/km² menurut klasifikasi Sriyana (2013).

Tabel 2. Parameter Morfometri DAS Klagison

Sub DAS

A

P

Lu

Lsm

Nu

Rb

Dd

Fs

T

Lof

C

Sub DAS 1

6.20

13.57

25.56

0.17

147

2.47

4.12

23.71

5.38

2.06

0.24

Sub DAS 2

2.08

7.08

15.04

0.16

97

2.40

7.23

46.63

6.92

3.62

0.14

Sub DAS 3

2.37

9.29

14.32

0.15

93

2.34

6.04

39.24

4.95

3.02

0.17

Sub DAS 4

1.13

4.63

6.57

0.19

35

2.69

5.81

30.97

3.67

2.91

0.17

Sub DAS 5

1.66

7.40

9.44

0.24

39

1.90

5.69

23.49

2.70

2.84

0.18

Sub DAS 6

2.33

7.84

21.94

0.12

187

3.79

9.42

80.26

11.99

4.71

0.11

Sub DAS 7

4.20

9.04

26.26

0.18

149

4.43

6.25

35.48

8.30

3.13

0.16

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021

Nilai frequency stream (Fs) yang rendah mengindikasikan adanya material bawah permukaan yang permeable dan relief yang rendah (Javed, et al, 2011). Semua Sub DAS di daerah penelitian mempunyai nilai Fs yang tinggi. Hal ini berarti material bawah permukaannya resisten atau rendah, vegetasi yang jarang dan reliefnya tinggi (berbukit-bukit).

Texture ratio (T) merupakan indikator penting dalam analisis morfometri DAS yang berkaitan dengan kondisi batuan, kemampuan infiltrasi dan topografi setempat (Nugraha dan Cahyadi, 2012). Nilai T di DAS Klagison bervariasi dimana Sub DAS 5 paling rendah yaitu 2,70 sedangkan Sub DAS 6 mempunyai nilai T paling tinggi sebesar 11,99. Texture ratio (T) yang semakin besar membuktikan adanya potensi erosi dan aliran permukaan yang tinggi pula. Apabila melihat secara keseluruhan nilai T pada semua Sub DAS, maka terjadinya erosi tinggi dengan aliran permukaan tinggi sehingga secara tidak langsung hal ini menjadi

petunjuk DAS Klagison berpotensi untuk terjadi banjir dengan membawa material.

Length of overland flow (Lof) merupakan salah satu faktor yang penting yang mempengaruhi hidrologi dan perkembangan fisiografi dari suatu DAS (Horton, 1945 dalam Javed, 2011). Nilai Lof pada seluruh Sub DAS termasuk kecil. Hal tersebut berarti aliran permukaan akan cepat menuju saluran dan mengalir keluar melalui outlet. Dengan demikian potensi terjadinya banjir bandang juga tinggi mengingat singkatnya waktu perjalanan air menuju saluran-saluran terdekat.

Constant channel maintenance (C) merepresentasikan sepersekian km² dari luas DAS yang diperlukan untuk pelestarian dan sustainability suatu sungai sejauh 1 km. Nilai C yang rendah pada semua Sub DAS mengindikasikan bahwa permeabilitas lapisan permukaan lebih kecil dibandingkan aliran permukaannya sehingga volume runoff juga semakin besar. Hal ini berarti ketika ada hujan yang jatuh, hampir seluruhnya mengalir menjadi limpasan permukaan

dan tentunya akan menjadi banjir jika air terakumulasi dalam jumlah besar.

  • 3.2    Analisis Korelasi Parameter

    Morfometri

Analisis statistik digunakan untuk mengetahui hubungan antar parameter morfometri. Korelasi yang digunakan adalah mariks korelasi Pearson. Luas DAS mempunyai korelasi positif dengan perimeter (0,924) dan panjang sungai (0,837). Rata-rata panjang sungai mempunyai korelasi negatif dengan bifurcation ratio (-0,427) dan drainage density (-0,587) tetapi berkorelasi positif

dengan texture ratio (0,443). Frequency stream mempunyai korelasi positif dengan drainage density dan length of overland flow (lof) sebesar 0,949. Korelasi bernilai negatif (-) mempunyai makna jika suatu parameter mengalami kenaikan akan menyebabkan penurunan nilai parameter lainnya. Sebaliknya, apabila korelasi bernilai positif (+) memiliki makna yakni nilai parameter satu meningkat akan mengakibatkan peningkatan parameter lainnya. Tabel 3 merupakan matriks korelasi parameter morfometri DAS Klagison.

Tabel 3. Matriks Korelasi Parameter Morfometri

A

P

Lu

Lsm

Nu

Rb

Dd

Fs

T

Lof

C

A

1

0.924

0.837

-0.155

0.607

0.248

-0.466

-0.248

0.170

-0.465

0.627

P

0.924

1

0.740

-0.188

0.558

0.014

-0.448

-0.212

0.093

-0.449

0.638

Lu

0.837

0.740

1

-0.473

0.915

0.644

0.064

0.248

0.655

0.065

0.104

Lsm

-0.155

-0.188

-0.473

1

-0.730

-0.427

-0.587

-0.786

-0.779

-0.588

0.443

Nu

0.607

0.558

0.915

-0.730

1

0.685

0.411

0.605

0.874

0.411

-0.204

Rb

0.248

0.014

0.644

-0.427

0.685

1

0.457

0.483

0.768

0.459

-0.437

Dd

-0.466

-0.448

0.064

-0.587

0.411

0.457

1

0.949

0.782

1.000

-0.952

Fs

-0.248

-0.212

0.248

-0.786

0.605

0.483

0.949

1

0.875

0.949

-0.826

T

0.170

0.093

0.655

-0.779

0.874

0.768

0.782

0.875

1

0.783

-0.639

Lof

-0.465

-0.449

0.065

-0.588

0.411

0.459

1.000

0.949

0.783

1

-0.952

C

0.627

0.638

0.104

0.443

-0.204

-0.437

-0.952

-0.826

-0.639

-0.952

1

Sumber: Hasil Pengolahan Data, 2021

  • 3.3    Potensi Banjir Bandang

Peringkat dan prioritas dari tujuh Sub DAS yang ada di DAS Klagison tertera pada Tabel 4. Hasil analisis menunjukkan jika Sub DAS 6 dengan Sub DAS 7 masuk dalam kelas sangat tinggi untuk terjadinya banjir bandang. Oleh karena itu, kedua Sub DAS tersebut perlu mendapatkan skala prioritas 1 dan 2 dalam pengelolaannya. Sub DAS 2 juga perlu diprioritaskan pengelolaannya karena termasuk dalam kelas potensi tinggi.

Kelas potensi banjir bandang kemudian dituangkan dalam peta untuk melihat persebaran secara spasial seperti yang disajikan pada Gambar 4. Sub DAS 6, Sub DAS 7 dan Sub DAS 2 perlu segera dikelola karena ketiganya mempunyai drainage density yang rendah, stream frequency rendah, texture ratio (T) dan constant channel maintenance (C) yang rendah. Parameter morfometri tersebut mencirikan bahwa daerahnya mempunyai lereng yang berbukit-bukit, kemampuan meresapkan air dan permeabilitas yang rendah sehingga menghasilkan aliran permukaan yang

tinggi dengan kecepatan aliran yang cepat.   waktu terjadi banjir yang mengarah

Oleh karena itu, sangat tepat bila  kepada banjir bandang.

ketiganya perlu segera ditangani dengan

serius untuk mengantisipasi jika sewaktu-


Tabel 4. Peringkat dan Prioritas DAS Klagison

Sub DAS

Dd

Rb

Fs

T

Lof

C

Total

Kelas

Prioritas

Sub DAS 1

7

4

6

4

1

7

29

Rendah

6

Sub DAS 2

2

5

2

3

6

2

20

Tinggi

3

Sub DAS 3

4

6

3

5

4

4

26

Sedang

4

Sub DAS 4

5

3

5

6

3

5

27

Sedang

5

Sub DAS 5

6

7

7

7

2

6

35

Rendah

7

Sub DAS 6

1

2

1

1

7

1

13

Sangat tinggi

1

Sub DAS 7

3

1

4

2

5

3

18

Sangat tinggi

2

Sumber : Hasil Pengolahan Data, 2021

Gambar 4.

Peta Potensi Banjir Bandang DAS Klagison

Groundcheck juga dilakukan pada beberapa kelas potensi untuk mengetahui kondisi yang sebenarnya di lapangan sehingga peta potensi yang dihasilkan lebih akurat. Pada Sub DAS 6 berpotensi

tinggi terjadi banjir bandang, karena saat pemotretan udara terlihat beberapa lokasi ditambang untuk diambil material pasir dan batunya. Tentunya hasil ini sangat berbahaya karena lokasi tambang

memiliki lereng yang curam yang sewaktu-waktu dapat terjadi longsor. Ketika hujan turun air tidak akan mampu meresap sepenuhnya ke dalam tanah karena lahannya gundul dan tidak ada vegetasi yang menaungi. Di Sub DAS 7 terdapat lahan pemakaman umum yang

tersebar di beberapa titik. Lokasi TPU ini berada pada bukit dengan lereng yang cukup curam sehingga rentan sekali untuk terjadinya luncuran material dari atas. Gambar 5, Gambar 6 dan Gambar 7 merupakan hasil pengecekan lapangan di DAS Klagison.


Gambar 5.

Bukit yang Gundul Akibat Ditambang di Sub DAS 6 (X = 131.325972° BT, Y = 0.874721° LS)

Gambar 6.


Foto Udara Tambang Galian C di Sub DAS 2 (X = 131.309985° BT, Y = 0.869693° LS)

Gambar 7.


Kondisi Sungai di Sub DAS 1

(X = 131.299811° BT, Y = 0.890231° LS)

  • 4.    SIMPULAN

Berdasarkan analisis morfometri, DAS Klagison mempunyai potensi erosi tinggi dan aliran permukaan yang besar. Hal ini dapat dilihat pada nilai texture ratio yang cukup tinggi (T) dan constant channel maintenance (C) yang rendah sehingga volume aliran permukaan yang dihasilkan juga banyak. Nilai Lof pada semua Sub DAS termasuk kecil yang berarti aliran permukaan akan cepat menuju saluran. Dengan demikian potensi terjadinya banjir bandang juga tinggi mengingat singkatnya waktu perjalanan air menuju saluran-saluran terdekat.

Persebaran potensi banjir bandang di DAS Klagison bervariasi yaitu sangat rendah (Sub DAS 1 dan Sub DAS 5), sedang (Sub DAS 3 dan Sub DAS 4), tinggi (Sub DAS 2) dan sangat tinggi (Sub DAS 6 dan Sub DAS 7). Hal ini menunjukkan bahwa Sub DAS 2, Sub DAS 6 dan Sub DAS 7 perlu segera mendapat prioritas pengelolaan untuk mitigasi bencana.

  • 5.    UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih penulis haturkan kepada Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Pada Masyarakat (LP3M) Universitas Muhammadiyah Sorong yang telah memfasilitasi hibah internal serta mahasiswa Program Studi Teknik Sipil atas bantuannya saat groundcheck sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan tanpa adanya kendala.

DAFTAR PUSTAKA

Abuzied, S. et. al. 2016. Geospatial risk assessment of flash floods in Nuweiba area, Egyp. Journal of Arid Environments, 133: 54-72.

Arachchige, D. J. P. R. 2015. “Mapping Flash Flood Potential Using GIS and The Flash Flood Potential Index (FFPI) In The Turtle River and Forest River Watersheds In North Dakota”. (thesis). Grand Forks, North Dakota: University of North Dakota.

Cooke, R.U. dan Doorkamp, J.C. 1974.

Geomorpology in Environment

Management, An Introduction. Oxford : Clarendon Press.

Farhan, Y. and Ayed, A. 2017. Assesment of Flash-Flood Hazard in Arid Watersheds of Jordan. Journal of Geographic Information System. 9: 717-751.

Farida, A. and Rosalina, F., 2022. Tingkat Bahaya Longsor Di DAS Klagison Kota Sorong Menggunakan Sistem Informasi Geografis. EcoNews, 5(1), pp.1-6.

Farida, A. dan Irnawati. 2020. Kajian Karakteristik Morfometri Daerah Aliran Sungai Klawoguk Kota Sorong Berbasis Sistem Informasi Geografis. Median: Jurnal Ilmu Ilmu Eksakta, 10(2), pp.74-86.

Horton, R.E. 1932. Drainage Basin Characteristics.    Tansactions of

American Geophysical Association, 13, pp. 350-36.1

Horton, R.E.     1945. Erosional

Development of Streams and Their Drainage Basins; Hydrophysical Approach      to      Quantitative

Morphology. Geological Society of America Bulletin. 56(3): 275-370.

Javed, A., Khanday, M.Y., and Rais, S. 2011. Watershed Prioritization Using Morphometric and Land Use/ Land Cover Parameters: A Remote Sensing and GIS Based Approach. Journal Geological Society of India,  78,

pp.63-75.

Kim, J., Kuwahara, Y. and Kumar, M. 2011. A DEM-based evaluation of potential flood risk to enhance decision support system for safe evacuation. Nat. Hazards, 59: 1561– 1572.

Nugraha, H. dan Cahyadi, A. 2012. Analisis Morfometri Menggunakan Sistem Informasi Geografis Untuk Penentuan Sub DAS Prioritas (Studi

Kasus Mitigasi Bencana Banjir Bandang Di DAS Garang Jawa Tengah).     Seminar    Nasional

Informatika 2012 (semnasIF 2012) UPN ”Veteran”. Yogyakarta.

Rekha, V. B. George, A. V. And Rita, M. 2011. Morphometric Analysis and Micro-watershed Prioritization of Peruvanthanam Sub-watershed, the Manimala River Basin, Kerala, South India. Environmental Research, Engineering and Management, 3(57): pp. 6-14.

Schumm, S.A. 1956. Evolution of Drainage Systems and Slopes in Badlands at Perth Amboy. Geological Society of America, New Jersey. Vol .67.

Sriyana. 2011. Kajian Karakteristik DAS Tuntang dan Model Pengelolaan DAS Terpadu, TEKNIK - Vol.32 No.3, ISSN 0852-1697.

Strahler, A.N. 1964. Quantitative Geomorphology of Drainage Basins and Channel Networks; Handbook of applied hydrology. New York : McGraw- Hill Book Cooperation.

Verrina, G. P., Anugerah, D. D., & Haki, H. 2013. “Analisa runoff pada Sub DAS Lematang Hulu”  (doctoral

dissertation), Palembang : Sriwijaya University.

82

ECOTROPHIC • 16(1): 71-82   p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395