Kualitas Dan Tingkat Pencemaran Air Waduk Titab, …[Ayu Meiliana Laksmi Dewi, dkk]

KUALITAS DAN TINGKAT PENCEMARAN AIR WADUK TITAB, BULELENG

Ayu Meiliana Laksmi Dewi1,2), Ni Ketut Ayu Juliasih1), I Nyoman Arsana1*)

  • 1)Program Studi Biologi, Fakultas Teknologi Informasi dan Sains, Universitas Hindu Indonesia

  • 2)Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali

*email: [email protected]

ABSTRACT

QUALITY AND LEVEL OF WATER POLLUTION OF TITAB RESERVOIR, BULELENG

Monitoring water sources is essential to ensure the quality and quantity, one of which is in the Titab Reservoir. The purpose of the study was to assess the water quality and amount of pollution in the Titab reservoir in terms of physical, chemical, and microbiological characteristics, as well as the NVC of Tawes (Barbonymus gonionotus) fish. There are five station points for water sampling and 10 test parameters related to water quality. Data analysis compares test results with second-class water quality standards (Bali Governor Regulation No. 16/2016), IP value (pollution index), and NVC with Furton's equation. The test results obtained that the water in the Titab reservoir has a temperature of 28.97oC, TSS (0.18 mg/L), pH (8.82), BOD (3.22 mg/L), COD (16.70 mg/L), DO (6.77 mg/L), Total Phosphate (0.12 mg/L), Nitrate (0.19 mg/L) and Fecal Coliform (960 MPN/100 mL), the IP value was 1.39, and the NVC was 1.65. Thus, the pH, BOD, and Fecal Coliform levels of the Titab reservoir water did not match the specified limits, although the other parameters satisfied the water quality norms. The Titab reservoir's water is classed as mildly contaminated with the NVC value of tawes fish, referring to the Titab reservoir's polluted water.

Keywords: Tawes Fish, Titab Reservoir, Water pollution, Water quality.

Titab. Fungsi waduk dimanfaatkan untuk mitigasi kekeringan, pengendalian banjir, sumber irigasi, pembangkit listrik, dan kebutuhan air di tiga kecamatan di antaranya Kecamatan Seririt, Banjar, dan Busungbiu (Wisnawa, 2017).

Wilayah desa dan waduk Titab beriklim tropis yang terdiri atas musim hujan dan kemarau. Tipe iklim digolongkan ke dalam tipe iklim B2 dengan masa musim penghujan selama 79 bulan dan musim kemarau selama 2-3 bulan menurut peta klasifikasi iklim Oldeman, sedangkan menurut peta klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson masuk dalam kategori iklim tipe A atau

sangat basah. Hasil prakiraan cuaca dan analisis curah hujan bulanan dilaporkan bahwa Desa Titab tergolong memiliki curah hujan rendah dengan intensitas 501100 mm (BMKG, 2021). Dalam situasi ini, pasokan air selama musim kemarau sangat terbatas. Langkah-langkah pengelolaan waduk harus dipertahankan untuk memantau kualitas air waduk dan memastikan bahwa waduk beroperasi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Kualitas air yang buruk di waduk mempengaruhi ketersediaan, kemudahan penggunaan, produktivitas, dan kapasitasnya.

Penelitian terdahulu mengungkapkan beberapa waduk di Indonesia telah tercemar. Penelitian Hamzah et al. (2016) mengungkapkan waduk Jatiluhur bagian Tarum-Barat dikategorikan tercemar berat yang diakibatkan oleh penggunaan lahan yang kurang bijaksana termasuk kontaminasi aktivitas industri rumah tangga, kegiatan pertanian serta sampah yang dihasilkan oleh masyarakat. Selanjutnya, Dewi et al. (2020) mengemukakan Waduk Sermo di Kabupaten Kulonprogo Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami penurunan kualitas air (tercemar). Pengelolaan limbah dan sampah rumah tangga yang tidak tepat dan perilaku masyarakat membuang sampah tidak pada tempatnya mengakibatkan perairan di Danau Toba tergolong tercemar (Indirawati & Muntaha, 2018), selain itu tingginya aktivitas di wilayah perairan mengakibatkan masuknya bahan organik dan fosfor ke dalam Danau Toba (Lukman, 2021).

Kondisi kualitas Waduk Titab sebelum penelitian ini dilakukan bahwa air waduk dimanfaatkan sebagai air irigasi lahan sawah seluas 1794,82 ha di bagian hilir, sebagai sumber air domestik bagi 72.263 rumah tangga, cadangan listrik sebesar 1,5 MW, serta sebagai upaya konservasi sumber daya air sepanjang

DAS Saba (Budiasa et al., 2016). Mengingat pentingnya manfaat Waduk Titab, sementara itu belum banyak penelitian yang mengkaji tentang kualitas dan tingkat pencemaran air Waduk Titab sebagai dasar pemantauan, maka penting untuk melaksanakan penelitian menggunakan indikator indeks pencemaran dan Nutrition Value Coeficient guna memperkirakan tingkat pencemaran, juga memperkirakan kualitas air waduk Titab dengan mengukur karakteristik fisik, kimia, dan mikrobiologi. Penelitian tersebut diharapkan berdampak baik dan hasil yang diperoleh digunakan sebagai bahan evaluasi dan laporan terkini bagi masyarakat dan instansi terkait untuk menjaga kualitas dan kuantitas perairan di Waduk Titab.

2. METODOLOGI

Pelaksanaan penelitian selama dua bulan (April- Mei 2021) bertempat di Waduk Titab, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Suhu, dan derajat keasaman (pH) air diukur secara langsung (in situ), karakteristik mikrobiologi diuji di UPTD. Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi Bali, karakteristik fisik, kimia, berat serta panjang ikan tawes dilaksanakan di UPTD. Laboratorium Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Provinsi Bali.

Sampling air dilaksanakan di lima stasiun di antaranya; stasiun satu kedalaman sekitar 1 m (inlet) dengan titik kordinat 8o27’20,4”LS, 114o96’61,6”BT; stasiun dua kedalaman sekitar 8 m (8o24’56,6”LS, 114o94’40,4”BT) di bagian timur; stasiun tiga kedalaman sekitar 2 m (8o24’92,2”LS, 114o94’30,3”BT) di bagian barat; stasiun empat kedalaman sekitar 24 m (8o25’38,7”LS, 114o94’62,7”BT) di tengah waduk; dan stasiun lima kedalaman sekitar 1 m (outlet) dengan titik kordinat 8o23’92,0”LS, 114o94’34,0”BT.

Gambar 1.

Lokasi Waduk Titab (a); Titik Sampling sampel air (b)

(Sumber: https://www.google.com/maps/place/Bendungan+Titab+-+Ularan/@-

8.2443743,114.9411159,17z/data=!3m1!4b1!4m5!3m4!1s0x2dd18249d45f8d55:0xfa46c244cea

95937!8m2!3d-8.2443788!4d114.9429831?hl=id).


Pengambilan sampel air menggunakan water sampler sebanyak 2L dan ditampung kedalam botol steril, selanjutnya sampel diawetkan dan dilakukan pengujian sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan. Sampel air diletakkan dalam cooling box. Selain melakukan pengambilan air, sampel ikan tawes (Barbonymus gonionotus) diambil dari hasil tangkapan nelayan pada waduk Titab. Spesies tersebut dipilih dikarenakan salah satu ikan pelagis yang mendominasi di Waduk Titab. Intensitas pengambilan sebanyak tiga kali setiap minggu.

Karakteristik fisik dan kimia yang diukur berupa suhu, TSS, pH, DO, BOD, COD, Fosfat, dan Nitrat (NO3-N). Karakteristik mikrobiologis adalah Fecal Coliform, dan karakteristik biologis berupa nilai NVC dari ikan Tawes. Pengukuran dan pengambilan sampel mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) diantaranya: suhu air diukur secara langsung dengan termometer (SNI. 066989.23-2005), TSS (SNI. 6989.3.2019), pH (SNI. 6989.11:2019), DO (SNI. 066989.14-2004) dengan Yodometri (Modifikasi Azida), BOD (SNI. 6989.73:2019), Total Fosfat (SNI. 066989.31-2005), dan Nitrat (NO3-N) (SNI.

06-2480-1991). Sedangkan, pemeriksaan Fecal Coliform mengacu pada ISO.9308-2:2012, dan nilai NVC ikan ditentukan dengan mengukur berat dan panjang ikan (Suryani, 2018).

Data penelitian dianalisis secara deskriptif komparatif sesuai dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup (Lampiran Mutu Air Kelas 2). Selanjutnya, indeks pencemaran (IP) mengadopsi Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Perhitungan matematis Indeks pencemaran (IP) dengan persamaan 1.

PI= JCCAj^ + (C. !..FR


(1)


Konsentrasi rerata parameter kualitas air (Cij/LijR), konsentrasi maksimum parameter kualitas air (Cij/LijM). Indeks pencemaran dinyatakan sebagai PIj dengan katagori seperti ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Nilai IP dan Kategori Pencemaran

Rentang Nilai IP

Kategori Pencemaran

0 ≤ PIj ≤ 1,0 1,0 < PIj ≤ 5,0 5,0 < PIj ≤ 10,0

PIj > 10,0

Kondisi Baik (MS) Tercemar Ringan (TMS) Tercemar Sedang (TMS) Tercemar Berat (TMS)

Singkatan: MS = memenuhi syarat; TMS = Tidak memenuhi syarat (MENLH, 2003)


Analisis NVC ikan melalui pengukuran berat (gr) dan panjang (cm) yang kemudian dikalkulasi melalui perhitungan matematis dengan persamaan 2.


.„.„ _ BeratXlOO V L = (Panj ang)3


Nilai NVC yang


(2)

telah diperoleh


selanjutnya dilakukan komparasi dengan kriteria kualitas air seperti ditampilkan pada tabel 2 (Suryani, 2018).


Tabel 2. Kualitas Air Berdasarkan NVC Ikan Tawes

NVC Ikan tawes

Kualitas Air

≥ 1,70

Bersih

1,30 – 1,69

Terkontaminasi

0,90 – 1,29

Tercemar ringan

0,50-0,89

Tercemar sedang

< 0,49

Tercemar berat


kriteria baku mutu air kelas II berdasarkan Pergub Bali Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Pada stasiun tiga diperoleh nilai rerata pH tertinggi (9,25) dan tergolong basa. Rerata nilai BOD tertinggi pada stasiun empat (5,36 mg/L) dan Fecal Coliform tertinggi pada stasiun satu (2767 MPN/100ml).

Tabel 3. Rerata Hasil Uji Sampel Air Waduk Titab

Indikator

Satuan

1

Hasil pengujian (Stasiun)

5

Rerata

Baku

2

3

4

Mutu

Suhu

oC

28,00

28,73

29,50

29,97

28,67

28,97

Dev. 3

TSS

mg/L

0,06

0,10

0,19

0,33

0,19

0,18

50

pH

8,17

9,19*

9,25*

9,11*

8,39

8,82

6-9

BOD

mg/L

1,62

4,51*

3,72

5,36*

0,87

3,22*

3

COD

mg/L

17,36

23,86

18,44

15,18

8,68

16,70

25

DO

mg/L

7,26

6,72

7,25

6,05

6,58

6,77

4

Total Phosfat

mg/L

0,17

0,03

0,11

0,18

0,13

0,12

0,2

Nitrat

mg/L

0,28

0,03

0,05

0,04

0,56

0,19

10

Fecal Coliform

/100 mL

2767*

33

867

533

600

960

1000

Sumber : Hasil penelitian (2021)

Keterangan : * = Tidak Memenuhi Syarat; Dev. = Deviasi


Hasil penelitian ini mendapatkan nilai pH mulai dari 8,17 hingga 9,25 dengan rata-rata 8,82, sedangkan sesuai dengan peraturan PerGub. Bali No. 16 Tahun 2016, bahwa kisaran pH untuk air kelas II adalah 6-9. Indikator tersebut menyiratkan bahwa air Waduk Titab bersifat basa dan tidak memenuhi baku mutu. Hal ini diduga, sampah pemukiman yang mengalir ke Waduk Titab dari sungai. Waduk Titab memperoleh air dari empat sungai. Air sungai Saba diketahui tercemar ringan dengan pencemaran yang mendominasi dari kegiatan budidaya pertanian dan ternak, serta perkampungan dan pasar (Darmasusantini et al., 2015). Selain itu, parameter suhu yang biasanya tinggi diyakini berdampak pada peningkatan nilai pH air. Kelarutan gas dalam air, seperti CO2 mengalami penurunan sebagai akibat naiknya suhu air. Karena karbon dioksida bekerja sebagai pelarut zat kapur, semakin tinggi nilai pH maka semakin rendah jumlah karbon dioksida bebas di dalam air (Maniagasi et al.,2013). Suhu air memiliki dampak pada kehidupan spesies akuatik terutama aktivitas metabolisme. Saat suhu naik maka terjadi peningkatan konsumsi oksigen, akan tetapi kelarutan oksigen dalam air mengalami penurunan.

Hasil penelitian menunjukkan nilai BOD air Waduk Titab tidak sesuai dengan persyaratan kualitas air pada beberapa titik sampling. Kadar BOD pada stasiun 2 dan 4 melampaui persyaratan yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan kedekatan stasiun dengan perkebunan, lahan pertanian, dan komunitas. Tingginya aktivitas pencemaran akibat kontaminasi sampah organik dan sampah rumah tangga ke badan air berimplikasi pada meningkatnya nilai BOD. Selanjutnya, faktor suhu yang tinggi berdampak buruk pada nilai BOD air di Waduk Titab.

Nilai BOD merujuk pada akumulasi oksigen yang dibutuhkan makhluk hidup dalam proses dekomposisi secara aerobik

(SNI. 6989.72:2009). Akibatnya, semakin tinggi nilai BOD maka semakin banyak bahan organik yang tersedia dalam badan air (Hatta, 2014). Akibatnya, peningkatan nilai BOD mengindikasikan rendahnya oksigen yang terlarut dalam air dan berdampak buruk pada kehidupan spesies air.

Selanjutnya, pengujian fecal coliform diperoleh hasil pada stasiun 1 tidak memenuhi syarat yang telah ditentukan. Hal tersebut terjadi, dikarenakan kawasan Waduk Titab berdekatan dengan daerah pemukiman penduduk yang memanfaatkan sungai sebagai fasilitas mandi cuci kakus. Dengan demikian, memungkinkan limbah domestik berupa feces dan urin mengkontaminasi air waduk yang mengalir melalui sungai. Selain aktivitas manusia, kontaminasi fecal coliform pada badan air diakibatkan oleh kotoran hewan ternak yang mencapai badan air melalui limpasan air hujan. Ditinjau dari keberadaan aktivitas peternakan ditemukan masyarakat memelihara sapi di daerah yang berdekatan dengan Waduk Titab. Apabila ditemukan kontaminasi fecal coliform di wilayah atau lokasi tertentu mengindikasikan terdapat kehadiran bakteri berbahaya lainnya karena bakteri tersebut salah satu flora normal di usus vertebrata.

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan diperoleh hasil karakteristik suhu, TSS, COD, DO, total fosfat, dan nitrat memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. Hasil pengukuran di lima titik sampling diperoleh nilai TSS telah memenuhi syarat kualitas air kelas dua (II) yang telah ditetapkan. Hal tersebut terjadi, sebagai akibat pergerakan air yang tidak terlalu kuat bahkan cenderung deras, tenang, dan membiarkan sebagian TSS diendapkan di dasar Waduk Titab. TSS adalah bahan tersuspensi dengan padatan berdiameter lebih dari satu mikrometer. Meskipun TSS tidak berbahaya, namun

hadir dalam konsentrasi yang cukup akan berdampak dan membatasi penetrasi sinar matahari sehingga mempengaruhi dan berdampak buruk pada proses fotosintesis yang mampu mengganggu pertumbuhan organisme akuatik di dalam waduk (Hartaja, 2015).

Kadar DO berkisar antara 6,05 hingga 7,26 mg/L, dengan rerata 6,77 mg/L. Hal ini mengindikasikan kualitas air Waduk Titab sangat baik. Nilai DO dipengaruhi oleh suhu dalam air, apabila terjadi kenaikan 10oC maka berpotensi mempercepat proses dekomposisi, konsumsi oksigen, dan menurunkan DO di dalam air. Peningkatan nilai DO berlangsung selama proses fotosintesis.

Hasil pengujian diperoleh kadar COD berkisar antara 8,68 hingga 23,86 mg/l, dengan rerata 16,70 mg/L. Ditinjau dari hasil pengukuran, kadar COD di Waduk Titab tergolong tinggi namun tetap memenuhi syarat standar dari baku mutu air. Tingginya kadar COD disebabkan oleh sampah rumah tangga yang mengkontaminasi aliran Sungai Saba. Adanya usaha dan atau industri kerajinan logam, wash car, laundry, bengkel dan peternakan unggas berimplikasi pada peningkatan kadar COD (Darmasusantini et al., 2015). Selanjutnya, penelitian Şener et al. (2013), mengungkapkan kadar COD tinggi dalam air berimplikasi pada penurunan konsentrasi DO yang berdampak buruk pada keberadaan dan pemenuhan oksigen bagi hewan air.

Hasil pengukuran total fosfat diperoleh hasil bervariasi mulai dari 0,03 hingga 0,18 mg/L di setiap stasiun, dengan rerata 0,12 mg/L. Pada Stasiun 4 diperoleh nilai total fosfat tertinggi yang mendekati baku mutu air yang telah dipersyaratkan, sejalan dengan hal tersebut keberadaan fosfat diduga berasal dari aktivitas dan atau hasil buangan sampah masyarakat dan pertanian. Selanjutnya, status nutrien danau dipengaruhi oleh aktivitas di lingkungan

sekitar. Hasil wawancara dengan petani sekitar danau diketahui bahwa penggunaan pupuk yang mengandung NPK dan pestisida secara kontinyu mengakibatkan zat terserap kedalam tanah dan mengkontaminasi badan air sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan total fosfat pada waduk. Aktivitas masyarakat yang memanfaatkan detergen dan polifosfat berimplikasi pada akumulasi kadar fosfat dalam perairan. Fosfor anorganik dan nitrogen (amonia, nitrat, nitrit) memiliki dampak besar terhadap kualitas air. Kandungan nutrisi tersebut berpotensi mempercepat eutrofikasi dan perkembangan fitoplankton (Şener et al., 2013).

Kadar fosfat dalam air tinggi memungkinkan alga berkembang dengan cepat dan mengurangi kemampuan cahaya matahari memasuki badan air, akibatnya apabila alga mengalami kematian maka bakteri memanfaatkan oksigen terlarut dalam proses dekomposisi (Patricia et al., 2018).

Kandungan nitrat Waduk Titab berkisar antara 0,03 hingga 0,56 mg/l, dengan rerata 0,19 mg/l. Pada stasiun 1 mengandung nitrat tertinggi, hal ini kemungkinan besar karena kedekatannya dengan aktifitas pertanian dan perkebunan dibandingkan dengan stasiun lainnya. Namun, karena perpindahan air dan laju yang tinggi pada stasiun ini, kadar oksigen terlarut dalam air cukup tinggi, dan proses denitrifikasi sangat cepat. Keberadaan oksigen terlarut yang tinggi dalam air berdampak positif terhadap penurunan konsentrasi nitrat sebagai akibat adanya proses denitrifikasi (Rahman et al., 2016).

3.2. Tingkat Pencemaran

Pengujian dan perhitungan indeks pencemaran (IP) pada air Waduk Titab diperoleh hasil rerata 1,39 dengan kategori tercemar ringan (Tabel 4). Selain itu, terdapat stasiun yang memenuhi syarat mutu yakni stasiun 5. Kondisi tercemar

ringan pada waduk Titab tidak terlepas dari kontribusi pH, BOD, dan Fecal Coliform. Hal tersebut diakibatkan oleh praktik penggunaan lahan di sekitar sungai dan waduk, serta penggunaan air waduk untuk kepentingan masyarakat sekitar setiap harinya. Jarak pemukiman,

aktivitas pertanian dan perkebunan yang berdekatan dengan areal waduk memungkinkan terjadinya kontaminasi sampah organik, fosfat, dan feses yang selanjutnya terserap dan dialirkan ke dalam danau melalui aliran sungai hingga mencapai waduk.

Tabel 4. Indeks Pencemaran Air Waduk Titab

Stasiun

Nilai IP      Satandar Mutu          Keterangan

1

2

3

4

5

2,32 1,0 < PIj ≤ 5,0 Tercemar Ringan 1,37 1,0 < PIj ≤ 5,1 Tercemar Ringan 1,11 1,0 < PIj ≤ 5,2 Tercemar Ringan 1,66 1,0 < PIj ≤ 5,3 Tercemar Ringan

0,51 0 ≤ PIj ≤ 1,0 Memenuhi Syarat

Rerata

1,39          1,0 < PIj ≤ 5,1           Tercemar Ringan

Hasil pengujian NVC (Nutrition Value Coeficient) ikan tawes diperoleh rata – rata 1,65. Hal ini mengidikasikan adanya kontaminasi bahan pencemar pada

air waduk Titab (Tabel 5). Hasil penelitian juga diketahui bahwa pada ulangan satu dan dua tidak memenuhi syarat dan ulangan tiga memenuhi syarat.

Tabel 5. Penilaian NVC pada Ikan Tawes yang Berada di Waduk Titab

Pengulangan

Rerata NVC

Kategori kualitas air

1

1,56

Terkontaminasi

2

1,69

Terkontaminasi

3

1,70

Bersih

Rerata                      1,65

Singkatan: NVC = Nutrition Value Coeficient.

Terkontaminasi

NVC digunakan untuk mengevaluasi tingkat kesehatan ikan dalam suatu perairan melalui pengukuran berat serta panjang tubuh ikan. Dalam penelitian ini digunakan ikan tawes sebagai indikator pengujian, hal ini dikarenakan ikan tawes yang mendominasi populasi di Waduk Titab. Hubungan antara panjang dan berat ikan dapat digunakan untuk menilai pola pertumbuhan ikan, informasi habitat tempat tinggal spesies, dan kesehatan ikan secara keseluruhan (Okgerman, 2005). Penelitian        Suryani        (2018)

mengungkapkan skor atau nilai NVC menjadi indikator kondisi suatu perairan. Apabila skor NVC < 1,7 maka suatu

perairan tergolong tercemar. Hasil pengujian pada ikan tawes yang diperoleh dari waduk Titab menunjukkan telah terjadi pencemaran atau kontaminasi yang diakibatkan oleh nilai pH, BOD, dan Fecal Coliform yang melampaui batas yang dipersyaratkan, hal tersebut mengakibatkan terganggunya kesehatan ikan di perairan khususnya pada tahapan pertumbuhan. Kondisi ini ditentukan oleh adanya konsentrasi bahan organik dan bakteri yang tinggi di dalam air yang berakibat pada kadar oksigen lebih rendah dari yang dibutuhkan sehingga menghambat pertumbuhan ikan.

4. SIMPULAN

Kualitas air pada waduk Titab terdapat tiga parameter yang tidak memenuhi baku mutu di antaranya pH, BOD dan Fecal Coliform. Berdasarkan indeks pencemaran diketahui air waduk Titab tercemar ringan. Berdasarkan nilai Nutrition Value Coeficient ikan Tawes (Barbonymus gonionotus), air waduk Titab menunjukan katagori terkontaminasi bahan pencemar. Kedepan, diharapkan dilakukan evaluasi dan penelitian lanjutan yang berkaitan dengan upaya pengelolaan dan minimalisasi keberadaan bahan pencemar oleh pihak terkait di Waduk Titab.

DAFTAR PUSTAKA

Antariza, I. G. N., Rispiningtati, &

Andawayanti, U. (2011). Waduk Titab Kabupaten Buleleng Propinsi Bali. Jurnal Teknik Pengairan, 2(2), 198–209.

Budiasa, I. W., Kato, H., & Nakagami, K.

(2016). Reconsideration of the Meaning of Dam Construction for Water Resources Management: The Environmental Impact Assessment of the Titab Dam Project Toward Futurability of the Saba River Basin. In Sustainable Water Management (pp. 97–107). Springer Singapore. https://doi.org/10.1007/978-981-10-1204-4_7

Darmasusantini, P. D., Merit, I. N., & Dharma, I. G. . S. (2015). Identifikasi Sumber Pencemar Dan Analisis Kualitas Air Tukad Saba Provinsi Bali. Ecotrophic, 9(2), 57–63.

Hamzah, Maarif, M. S., Marimin, & Riani, E. (2016). Status Mutu Air Waduk Jatiluhur Dan Ancaman Terhadap Proses Bisnis Vital the Water Quality Status of Jatiluhur Reservoir and Threats. Jurnal Sumber Daya Air,  12(1), 47–60.

https://doi.org/10.1136/bmjopen-2017-016071

Hartaja, D. R. K. (2015). Analisis kualitas air Waduk Rio – rio dengan metode indeks pencemaran. JAI, 8(2), 115– 124.

Hatta, M. (2014). Hubungan antara Parameter Oseanografi dengan Kandungan Klorofil-a pada Musim timur di Perairan Utara Papua. Jurnal Ilmu Kelautan Dan Perikanan, 24(3), 29–39.

Indirawati, S., & Muntaha, A. (2018). Analysis of chemical parameters sourced from domestic waste in Lake Toba Region. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science,                      205(1).

https://doi.org/10.1088/1755-1315/205/1/012027

Lukman. (2021). Loads of Pollution to Lake Toba and Their Impacts. International Journal on Advanced Science,      Engineering      and

Information Technology, 11(3), 930– 936.

https://doi.org/10.18517/ijaseit.11.3.1 2733

Maniagasi, R., Tumembouw, S. S., &

Mundeng, Y. (2013). Analisis kualitas fisika kimia air di areal budidaya ikan Danau Tondano Provinsi Sulawesi Utara. Journal BUDIDAYA PERAIRAN, 1(2), 29– 37.https://doi.org/10.35800/bdp.1.2.2 013.1913

Okgerman, H. (2005). Seasonal Variations in the Length-weight Relationship and Condition Factor of Rudd (Scardinius erythrophthalmus L.) in Sapanca Lake. In International Journal of Zoological Research (Vol. 1, Issue 1, pp. 6–10). https://doi.org/10.3923/ijzr.2005.6.10

Patricia, C., Astono, W., & Hendrawan, D. I. (2018). Kandungan Nitrat dan Fosfat di Sungai Ciliwung. Seminar Nasional Cendekiawan Ke 4, 179– 185.

Rahman, E. C., Masjamsir, & Rizal, A. (2016). Kajian Variabel Kualitas Air Dan    Hubungannya    Dengan

Produktivitas Primer Fitoplankton Di Perairan Waduk Darma Jawa Barat. Jurnal Perikanan Kelautan, 7(1), 93– 102.

Şener, Ş., Davraz, A., & Karagüzel, R. (2013). Evaluating the anthropogenic and geologic impacts on water quality of the Eǧirdir Lake, Turkey.

Environmental Earth Sciences, 70(6), 2527–2544.

https://doi.org/10.1007/s12665-013-2296-0

Suryani, S. A. M. P. (2018). Pollution with saprobic index and nutrition value coefficient of fish. International Journal of Life Sciences   (IJLS),   2(2),   30–41.

https://doi.org/10.29332/ijls.v2n2.13 4

Wisnawa, I. G. Y. (2017). Pemetaan Potensi Ekowisata di Kawasan Daerah Rencana Bendungan Titab, Buleleng. Seminar Nasional Riset Inovatif 2017, 275–283.

ECOTROPHIC • 16(1): 1-9     p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395

9