EFEKTIVITAS MIKROALGA Chlorella vulgaris DAN Spirulina plantensis DALAM BIOSORPSI LOGAM NIKEL DI PERAIRAN (KASUS PERAIRAN POMALAA KABUPATEN KOLAKA)
on
Efektivitas Mikroalga Chlorella vulgaris dan Spirulina plantensis…
[Ahmad Zakir, dkk]
EFEKTIVITAS MIKROALGA Chlorella vulgaris DAN Spirulina plantensis DALAM BIOSORPSI LOGAM NIKEL DI PERAIRAN (KASUS PERAIRAN POMALAA KABUPATEN KOLAKA)
Ahmad Zakir1*), I Wayan Budiarsa Suyasa2), Ida Ayu Astarini2)
1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana 2)Program Studi Doktor Ilmu Lingkungan, Pascasarjana, Universitas Udayana
*Email: [email protected]
ABSTRACT
EFFECTIVITY OF MICROALGAE Chlorella vulgaris AND Spirulina platensis FOR BIOREMEDIATION OF HEAVY METALS (NI) IN WATER AREA (CASE OF COASTAL POMALAA, REGENCY KOLAKA)
Mining and nickel processing activities in Pomalaa, Kolaka Regency have an impact on the condition of coastal waters. Several researchers who have conducted research in the area stated that the Pomalaa coast has been polluted by the presence of nickel metal so that there is an initiative to reduce the impact of Ni in the waters by bioremediation of the microalgae Chlorella vulgaris and Spirulina platensis. This study aims to analyze the growth of microalgae types C. vulgaris and S. platensis cultured on media containing nickel with different concentrations and also to determine the ability of microalgae to reduce nickel heavy metals at different concentrations. This research was carried out at the Fisheries Laboratory of Haluoleo University , while the AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric) analysis was carried out at the Kendari Environmental Laboratory UPTD Laboratory on January – May 2021. The results of the analysis showed that there was a significant difference in the growth density of microalgae cells (C. vulgaris and S. platensis) which were given the treatment/concentration. Ni different. The absorption capacity of C. vulgaris ranged from 0.73 to 4.97 mg/l, while s. platensis ranged from 0.082 – 2.11 mg/l. C. vulgaris is superior in reducing nickel because C. vulgaris can live in polluted water conditions. Keywords: Bioremediation; Nickel; C. vulgaris; S. platensis.
menyumbang bahan pencemar ke perairan pesisir Pomalaa. Masuknya logam berat nikel ke perairan pesisir Pomalaa dapat mengendap dan menumpuk pada sedimen dari tahun ke tahun. Hal ini telah dibuktikan dengan adanya perbandingan kadar nikel di sedimen pada tahun 2014 berkisar 13,52 – 19,21 mg/kg (Halidun dkk., 2014) dan kadar nikel di sedimen pada tahun 2018 berkisar 325,55 – 359,54 mg/kg (Zakir dkk., 2019). Tingginya kadar nikel di perairan Pomalaa secara terus menerus akan berdampak buruk pada masyarakat sekitar jika mengonsumsi hasil perikanan di perairan Pomalaa, sehingga perlu melakukan suatu usaha untuk
mengurangi kadar nikel di perairan tersebut. Bioremediasi menggunakan mikroalga merupakan salah satu cara dalam mengurangi kadar nikel di perairan. Mikroalga memiliki kemampuan dalam mengakumulasi logam berat ke dalam tubuhnya, sehingga dapat digunakan sebagai biosorben dalam penanganan pencemaran logam berat di perairan (Hala dkk., 2013).
Efektifitas dari penyerapan logam berat tidak sama pada masing-masing mikroorganisme, oleh karena itu perlu mengetahui efektifitas mikroalga dalam menyerap logam berat Ni. Menurut Wetipo dkk. (2013) Chlorella sp. merupakan mikroalga yang dapat tumbuh lebih baik pada lingkungan tercemar dibandingkan dengan mikroalga jenis lainnya, sedangkan menurut Mashitah dkk. (2011) bahwa Spirulina sp. memiliki kemampuan dalam bioremediasi logam berat timbal (Pb) karena Spirulina memiliki kandungan protein dan polisakarida yang tinggi. Dari uraian tersebut, perlu melakukan penelitian mengenai efektivitas mikroalga dalam
biosorpsi logam nikel (Ni) di Perarian (kasus Perairan Pomalaa Kabupaten Kolaka Provinsi Sulawesi Tenggara).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari – Juni 2021. Penelitian terdiri atas dua tahap yaitu pengambilan sampel air dan dilanjutkan dengan penelitian laboratorium (kultur alga, perlakuan dan analisis AAS). Pengambilan sampel air dilakukan di Balai Benih Udang. Kultur alga dan perlakuannya dilakukan di Laboratorium Perikanan Universitas Haluoleo, sedangkan analisis AAS dilakukan di Laboratorium UPTD Laboratorium Lingkungan Kendari.
Alat berserta bahan yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat dan bahan yang Digunakan dalam Penelitian
No |
Alat dan Bahan Kegunaan |
1. |
Alat Hand refractometer Mengukur salinitas Aerator Menghasilkan oksigen pada wadah kultur Termometer Mengukur suhu pH indikator Mengukur pH Autoclaf Mensteril sampel air Lampu neon Penunjang cahaya sebagai alat bantu fotosintesis Wadah kultur Wadah mengkultur mikroalga Aluminium foil Penutup wadah kultur Mikropipet Alat bantu untuk mengambil mikroalga Mikroskop Alat bantu untuk menghitung mikroalga |
2. |
Bahan C. vulgaris Objek pengamatan S. platensis Objek pengamatan Pupuk walne/F2 Pupuk untuk pertumbuhan mikroalga Ni(NO3)2 Perlakuan Air laut Wadah kultur mikroalga |
Prosedur penelitian, yakni:
-
a. Persiapan alat beserta bahan
-
b. Sterilisasi air laut dan peralatan berbahan kaca menggunakan autoklaf selama 30 menit dengan suhu 120oC, dan peralatan berbahan plastik disterilisasi dengan
pemberian alkohol 70%
-
c. Perbanyakan sel mikroalga (kultur awal) selama 8 hari. Kepadatan sel/ml sampel dihitung dengan persamaan yang mengacu pada Chalid dkk., (2011) berikut :
5x10.000 (1)
Keterangan:
n = Total sel hasil perhitungan
5 = Jumlah kotak dalam Haemocytometer
10.000 = Volume kerapatan sel kotak
Setelah melakukan perhitungan kepadatan awal, kemudian melakukan pengenceran. Pengenceran bertujuan untuk mengetahui konsentrasi awal mikroalga dengan menggunakanrumus pengenceran, sebagai berikut:
V1 ×C1 =V2 ×C2 (2)
Keteran V1: Volume dari kultur
gan : stok mikroalga
V2: Volume kultur
mikroalga
C1: Kepadatan kultur
stok mikroalga
C2 : Konsentrasi kultur
yang diinginkan
-
d. Kultur mikroalga (C. vulgaris dan S. platensis) menggunakan kepadatan
awal 50×104sel.mL-1dengan volume 1000 mL pada botol plastik 1600 mL. Kultur mikroalga dilakukan dalam air laut dengan salinitas 30 ppt dan pH 7 didalam rak kultur dengan intensitas cahaya 14 µmol.s-1.m-2. Selanjutnya menambahkan logam berat Ni pada kultur mikroalga dengan kosentrasi 3, 5, 7 dan 9 ppm.
-
e. Pengamatan dan perhitungan kepadatan mikroalga dilakukan tiap hari selama 7 hari
-
f. Tahap pengukuran biomassa dilakukan dengan menggunakan
kertas whattman fiber glass dan alat vacum pump. Perhitungan
produktivitas biomassa mikroalga berdasarkan berat kering biomassa (DW) dan berat kering abu biomassa (AFDW). Untuk mendapatkan nilai DW dengan mengeringkan biomassa 10 mL di dalam oven dengan suhu 100 0C selama 1 jam. Menghitung DW dengan menggunakan rumus yang mengacu pada persamaan yang dipakai Iba dkk.,, (2019) sebagai
berikut :
DW=
(µ9- ) ∖mL∕
Berat filter dengan biomassa-Berat filter VolumeSampel
(3)
Untuk mendapatkan nilai AFDW dengan mengeringkan biomassa 10 mL dalam tanur dengan suhu 450oC selama 5 jam. Untuk menghitung AFDW dapat menggunakan rumus yang mengacu pada persamaan yang dipakai Iba dkk.,, (2019) sebagai berikut :
AFDW =
( )
KmlJ
Berat filter dengan biomassa kering-WD VolumeSampel
(4)
Untuk mendapatkan nilai produktivitas biomassa mikroalga dapat menggunakan rumus yang mengacu pada
persamaan yang dipakai Iba dkk. (2019) sebagai berikut:
Produktivitas biomassa = AFDW × LPS (5)
Keterangan:
Produktivitas biomassa (g/L/hari)
LPS: Laju pertumbuhan spesifik (unit/hari)
AFDW: Berat kering bebas abu (g/hari)
-
g. Setelah biomassa mikroalga didapatkan langkah selanjutnya adalah melakukan pengujian kandugan logam berat Ni dengan cara mengambil air laut yang telah disaring mikroalganya pada hari ke 8.Perhitungan konsentrasi unsur logam didalam sampel air laut dihitung dengan menggunakan persamaan:
„ 1 Cins xVxD
Creal = (6)
m
Keterangan :
Creal =Kosentrasi unsur logam per berat kering sampel (mg/kg)
Cins =Kosentrasi unsur logam yang terbaca pada AAS (µg/mL)
V =Volume sampel (mL)
D =Delution (mL)
M =Berat sampel yang digunakan (mg)
Pertumbuhan mikroalga disajikan dalam bentuk grafik dan dianalisa menggunakan Repeated Measures ANOVA (Analysis Of Variance) sedangkan laju pertumbuhan spesifik, DW, AFDW, produktivitas biomassa dan kemampuan penyerapan logam pada jenis mikroalga menggunakan uji ANOVA (Analysis of Variance). Uji Tukey dilakukan jika hasil berbeda signifkan (p<0,05) menggunakan bantuan aplikasi SPSS versi 22,0. Penyajian grafik menggunakan Microsoft Exel 2007. Hubungan keterkaitan antara pertumbuhan kepadatan sel dan daya serap mikroalga, dan hubungan produktivitas biomassa dan pertumbuhan kepadatan sel (Correlations pearson), dimana
Ho = Tidak adanya perbedaan pada pertumbuhan kepadatan mikroalga yang diberi perlakuan Ni
H1 = Adanya perbedaan pada pertumbuhan kepadatan mikroalga yang diberi perlakuan Ni yang berbeda.
-
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
-
3.1. Pertumbuhan Kepadatan C.
-
vulgaris
Hasil pengamatan pertumbuhan kepadatan C. vulgaris yang diamati dalam 7 hari dapat dilihat pada Gambar 1.
Kepadatan sel C. vulgaris (× 104 sel.mL-1)
1200
1000
800
600
400
200
0

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
3ppm 5ppm 7ppm 9ppm
Gambar 1.
Grafik Pertumbuhan Kepadatan Chlorella vulgaris
Berdasarkan grafik pada Gambar 1 menunjukkan bahwa, pada penelitian ini terjadi tiga fase pertumbuhan mikroalga jenis C. vulgaris, yaitu fase eksponensial, fase stasioner dan fase kematian. Pada penelitian terhadap C. vulgaris tidak terdapat fase adaptasi karena C. vulgaris merupakan jenis mikroalga yang dapat beradaptasi pada lingkungan dan berkembang biak pada kondisi apapun. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Merizawati (2008) yang menyatakan bahwa Chlorella sp. dapat tumbuh dan berkembang dalam semua tempat atau lingkungan (kosmopolit).
Berdasarkan grafik pada Gambar 1 pemberian logam berat Ni dengan konsentrasi yang berbeda mempengaruhi pertumbuhan mikroalga jenis C. vulgaris. Kepadatan mikroalga C. vulgaris tertinggi terdapat pada perlakuan 5 ppm Ni, hal ini disebabkan oleh adanya kandungan nitrat pada logam berat Ni(NO3)2. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Oktaviani dkk. (2017) bahwa nitrat merupakan salah satu unsur hara yang mempengaruhi kadar lipid dan pertumbuhan mikroalga Menurut Widianingsih dkk., (2011) bahwa nitrogen diperlukan dalam proses fotosintesis yang melibatkan klorofil sebagai komponen utamanya, sehingga berpengaruh pada biomassa yang dihasilkan mikroalga. Dalam proses fotosintesis nitrogen sangat diperlukan oleh klorofil pada mikroalga yang merupakan komponen utama, sehingga berpengaruh terhadap biomassa yang dihasilkan oleh mikroalga.
Jika nitrit yang terdapat dalam Ni(NO3)2 pada tiap perlakuan dengan pemberian Ni yang berbeda, maka seharusnya perlakuan 7 ppm dan 9 ppm Ni(NO3)2 memiliki kepadatan yang tertinggi dibandingkan perlakuan 5 ppm, akan tetapi hal tersebut tidaklah linear dikarenakan kemungkinan hal yang terjadi ialah tingginya konsentrasi Ni dapat menghambat perkembangbiakan
mikroalga walaupun mikroalga jenis dari C. vulgaris dapat hidup dan berkembang biak pada lingkungan tercemar. Menurut Selvika (2016) C. vulgaris merupakan agen bioremediator yang baik karena mikroalga ini dapat hidup dan berkembang pada lingkungan yang tercemar, hal tersebut dikarenakan C. vulgaris memiliki Polymine dan Phytohormon yang berfungsi sebagai alat adaptasi mikroalga pada ekosistem perairan yang tercemar oleh logam berat (Selvika, 2016). Selain itu Harianja dkk. (2019), menyatakan bahwa mikroalga C. vulgaris adalah mikroalga yang banyak digunakan dalam pengolahan limbah cair
Hasil uji statistik oneway ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada kepadatan C. vulgaris sebesar 0.001, dimana taraf signifikansi (p<0.05) dimana Ho ditolak dan H1 diterima, yang dapat diartikan adanya perbedaan nyata pada pertumbuhan kepadatan sel C. vulgaris yang diberi perlakuan/konsentrasi Ni yang berbeda. Karena hasil uji Anova berbeda nyata maka dilakukan uji lanjutan (Uji Tukey) Dari hasil Uji Tukey menunjukkan bahwa konsentrasi 5 ppm Ni berbeda nyata dengan 7 ppm dan 9 ppm Ni, sedangkan 3 ppm Ni tidak berbeda nyata dengan 5 ppm, 7 ppm dan 9 ppm Ni, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada konsentrasi 5 ppm merupakan faktor pembatas bagi C. vulgaris/konsentrasi maksimum agar C. vulgaris dapat tumbuh dengan optimal. Menurut Kawaroe dkk. (2009) bahwa faktor pembatas merupakan kisaran minimum ataupun maksimum dari faktor-faktor abiotik suatu ekosistem.
Hasil pengamatan pertumbuhan kepadatan S. platensis yang diamati dalam 7 hari disajikan pada Gambar 2.
200
Kepadatan sel S. platensis (× 104 sel.mL-1)
150
100
50

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Hari 5 Hari 6 Hari 7
0
3ppm 5ppm 7ppm 9ppm
Gambar 2.
Grafik Pertumbuhan Kepadatan Spirulina platensis
Berdasarkan grafik pada Gambar 2 menunjukkan bahwa, dalam penelitian ini terjadi empat fase pertumbuhan mikroalga jenis S. platensis, yaitu adaptasi, eksponensial, stasioner dan kematian. Berbeda halnya pada C. vulgaris yang tidak memiliki fase adaptasi. Sesuai pernyataan Putri dan Setyati (2019), bahwa hari pertama, kedua dan ketiga merupakan fase lag bagi Spirulina sp. yang mengalami adaptasi dengan lingkungan barunya.
Berdasarkan grafik pada Gambar 2 pemberian logam berat Ni dengan konsentrasi yang berbeda juga mempengaruhi pertumbuhan mikroalga jenis S. platensis. Kepadatan mikroalga S. platensis tertinggi terdapat pada perlakuan 3 ppm Ni, kemudian diikuti 5 ppm Ni, 7 ppm Ni dan yang terendah pada 9 ppm Ni. Hal ini dikarenakan S. platensis tidak dapat mentolerir kandungan Ni(NO3)2 yang memiliki konsentrasi tertinggi. Kelimpahan S. platensis yang dimasukkan ke dalam media kultur di hari ke-0 sebanyak 500.000 sel/ml. Pada perlakuan 9 ppm Ni terlihat bahwa S. platensis tidak mengalami pertumbuhan yang baik dan juga mengalami kematian yang lebih cepat daripada perlakuan yang lainnya. Dari (Gambar 2) dapat dilihat bahwa perlakuan 9 ppm Ni mengalami kematian pada hari ke-6.
Hasil uji statistik oneway ANOVA
menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada kepadatan C. vulgaris sebesar 0.01, dimana taraf signifikansi (p<0.05) sehingga H1 diterima dan Ho ditolak, yang dapat diartikan jika berbeda yang nyata pada pertumbuhan kepadatan sel S. platensis yang diberi perlakuan/konsentrasi Ni yang berbeda. Karena hasil uji Anova berbeda nyata maka dilakukan uji lanjutan (Uji Tukey). Dari hasil Uji Tukey, bahwa perlakuan/ konsentrasi 3 ppm Ni berbeda nyata dengan 7 ppm dan 9 ppm Ni, sedangkan 5 ppm Ni tidak berbeda nyata dengan 7 ppm dan 9 ppm Ni, sehingga dapat disimpulkan bahwa tingginya konsentrasi dapat menurunkan pertumbuhan kepadatan pada S. platensis. Terjadinya kematian S. platensis dikarenakan konsentrasi Ni telah bersifat racun/toksik bagi mikroalga tersebut. Menurut Yusuf (2014) menyatakan bahwa toksistas logam berat dapat mempengaruhi ultrastruktur kloroplas, biosintesis lipid, dan pigmen sehingga mempengaruhi efisiensi mikroalga dalam proses fotosintesis. Menurut Yusuf (2014), bertambahannya jumlah sel dan biomassa belum begitu terlihat dikarenakan adaptasi S. platensis dalam lingkungan baru. Di hari ke-3 terjadi fase eksponensial pada perlakuan 3 ppm Ni, dan juga perlakuan 5 ppm Ni memasuki fase eksponensialnya pada hari ke-4. Sedangkan pada perlakuan 7 ppm Ni dan 9 ppm Ni lebih banyak
mengalami fase lag / adaptasi. Rata-rata kepadatan sel yang tertinggi terjadi pada konsentrasi 3 ppm Ni sebesar 155.66 × 104 sel/mL. Menurut Kurniawan dan Aunurohim (2014), bahwa konsentrasi logam berat yang rendah memiliki peranan yang baik pada proses metabolisme sel mikroalga, pada reaksi suatu enzim terhadap biosintesis senyawa yang dibutuhkan oleh sel.
Produktivitas biomassa didapatkan dengan cara mengalikan laju pertumbuhan spesifik mikroalga dengan berat kering bebas abu (AFDW) mikroalga. Nilai rata-rata produktivitas biomassa pada masing-masing perlakuan untuk mikroalga jenis C. vulgaris tertinggi yaitu pada perlakuan 5 ppm Ni sebesar 3.31 x 10-3 g.l/hari dan terendah pada perlakuan 9 ppm Ni sebesar 2.67 x 10-3 g.l/hari, sedangkan untuk nilai rata-rata produktivitas biomassa pada S. platensis yang tertinggi pada perlakuan 3 ppm Ni sebesar 2.23 x 10-3 g.l/hari dan terendah pada perlakuan 9 ppm Ni sebesar 0.31 x 10-3 g.l/hari (Gambar 3).
Perhitungan kultur biomassa yang dilakukan pada penelitian ini digunakan untuk melihat hubungan antara perkembangan biomassa dan juga laju pertumbuhan pada mikroalga. Berdasarkan Gambar 3 bahwa perbedaan konsentrasi logam Ni mempengaruhi pertumbuhan dan juga biomassa pada mikroalga, baik C. vulgaris maupun S. platensis. Perlakuan konsentrasi logam Ni yang berbeda pada C. vulgaris memberikan pertumbuhan biomassa tertinggi pada konsentrasi logam Ni 5 ppm, Ni 3 ppm, Ni 7 ppm dan yang terendah pada Ni 9 ppm. Nilai biomassa pada C. vulgaris yang berbeda dikarenakan adanya kandungan nitrat pada
logam Ni (NiNO3), sehingga kandungan biomassa pada perlakuan Ni 5 ppm lebih tinggi dibandingkan Ni 3 ppm. Menurut Hadiyanto dan Azim (2012) bahwa jika mikroalga berada pada lingkungan yang sesuai, maka laju pertumbuhan sel dan metabolisme sel akan meningkat, dengan meningkatnya laju pertumbuhan sel maka biomassa yang dihasilkan akan banyak dan karbohidrat yang dihasilkan semakin banyak pula.
Perlakuan konsentrasi logam Ni yang berbeda pada S. platensis memberikan pertumbuhan biomassa tertinggi pada konsentrasi logam Ni 3 ppm, Ni 5 ppm, Ni 7 ppm dan yang paling terendah pada pemberian Ni 9 ppm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa hubungan biomassa dan tingginya konsentrasi logam Ni berbanding terbalik dimana jika konsentrasi Ni pada perlakuan tinggi maka biomassa menjadi rendah, begitupun dengan sebaliknya. Kawaroe (2010) menyatakan bahwa Kondisi lingkungan perairan sangat mempengaruhi komunitas mikroalga.
Berdasarkan Gambar 3, perlakuan 9 ppm Ni mendapatkan nilai produktivitas biomassa terendah. Hal ini dikarenakan mikroalga jenis S. platensis tidak dapat mentolerir konsentrasi logam Ni yang tinggi sehingga logam Ni tersebut dapat bersifat toksik dan membuat S. platensis mengalami kematian. Sehingga kematian tersebut mempengaruhi nilai produktivitas mikroalga. Junaidi dkk. (2014) menyatakan bahwa produktivitas biomassa pada mikroalga dipengaruhi oleh nutrient, lingkungan fotobioreaktor dan jenis dari mikroalganya. Putri dkk. (2013) menyatakan bahwa komposisi nutrient yang lengkap tepat dapat menentukan kandungan gizi dan output biomassa dan mikroalga.
Produktivitas Biomassa pada Mikroalga (x 10-3)

■ Rata-rata Produktivitas Biomassa
Gambar 3.
Rata-rata Nilai Produktivitas Mikroalga
Tabel 2. Korelasi Pertumbuhan dan Produktivitas Biomassa Mikroalga
Hubungan Pertumbuhan dan Biomassa |
Nilai Korelasi |
Signifikansi |
C. vulgaris |
0.87 |
0.002** |
S. platensis |
0.98 |
0.001** |
**Berkorelasi pada p < 0.01 (2-tailed)
Hubungan korelasi antara pertumbuhan dan biomassa dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil analisis (SPSS) antara pertumbuhan C. vulgaris dan biomassa C. vulgaris menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.002 dan hasil menunjukkan berkolerasi jika (p < 0.01) sehingga dapat dikatakan adanya hubungan korelasi antara pertumbuhan kepadatan C. vulgaris dan biomassa C. vulgaris. Dan nilai korelasi sebesar 0.87 yang berarti hubungan korelasi antara pertumbuhan dan biomassa C. vulgaris berkorelasi sempurna. Sedangkan hasil analisis (SPSS) antara pertumbuhan S. platensis dan biomassa S. platensis nilai signifikansi sebesar 0.001 sehingga juga dapat dikatakan adanya hubungan korelasi antara pertumbuhan kepadatan S. platensis dan biomassa S. platensis. Dan nilai korelasi sebesar 0.98 yang berarti hubungan korelasi antara pertumbuhan dan biomassa S. platensis berkorelasi sempurna. Kasim dkk., (2017)
menyatakan bahwa produktivitas biomassa mikroalga dipengaruhi olah jumlah sel mikroalga. Faktor lain yang mempengaruhi produktivitas adalah, suhu, salinitas, pH, cahaya, CO2, dan tekanan osmosis (Sharma dkk. 2012).
Kemampuan mikroalga dalam menyerap logam Ni dihitung dengan menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (AAS). Perhitungan kadar logam Ni dilakukan pada kultur sebelum perlakuan dan kultur hari ke-8. Dari hasil analisis diketahui bahwa konsentrasi Ni pada medium sebelum perlakuan sebesar 0.00169 mg/l dimana hal tersebut masih dalam kondisi yang wajar, sesuai pernyataan Effendi (2003) yang menyatakan bahwa pada perairan laut kadar logam berat berkisar antara 0.001 – 0.025 mg/l. Hasil analisis Ni pada mikroalga disajikan pada Gambar 4.
Rata-rata Daya Serap Mikroalga (mg/l)
6
4
4,97

3ppm
5ppm 7ppm
Konsentrasi
0,73
0,082
9ppm
-
■ Rata-rata Daya Serap
-
■ Rata-rata Daya Serap
Gambar 4.
Kemampuan Daya Serap Mikroalga
Berdasarkan Gambar 4 pemberian logam Ni yang berbeda dapat mempengaruhi kemampuan daya serap mikroalga baik C. vulgaris maupun S. platensis. Daya serap tertinggi pada mikroalga jenis C. vulgaris berada pada perlakuan 5 ppm sebesar 4.97 mg/l, kemudian diikuti 3 ppm sebesar 2.98 mg/l dan terendah berada di konsentrasi 9 ppm sebesar 0.73 mg/l. sedangkan daya serap tertinggi pada mikroalga jenis S. platensis berada pada perlakuan 3 ppm sebesar 2.11 mg/l, kemudian diikuti 5 ppm sebesar 2.98 mg/l dan terendah berada di konsentrasi 9 ppm sebesar 0.0.82 mg/l. Hal tersebut dikarenakan semakin tingginya toksistas
pada kultur membuat S. platensis kurang efektif dalam menyerap logam Ni. Menurut Soeprobowati dan Hariyati (2013), bahwa dalam kadar yang tinggi, logam berat dapat menurunkan populasi dan pertumbuhan sel sebab mikroalga tidak dapat mengimbangi toksisitas logamnya. Selain itu, hal yang menyebabkan tinggi dan rendahnya daya serap pada kedua mikroalga tersebut, disebabkan oleh nilai kepadatan mikroalga. Untuk melihat hubungan antara pertumbuhan kepadatan dan daya serap mikroalga dilakukan dengan uji korelasi, yang disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Hubungan Korelasi Pertumbuhan dan Daya Serap Mikroalga
Hubungan Pertumbuhan dan Biomassa |
Nilai Korelasi |
Signifikansi |
C. vulgaris |
0.97 |
0.001** |
S. platensis |
0.96 |
0.001** |
**Berkorelasi pada p < 0.01 (2-tailed)
Hasil analisis (SPSS) antara kepadatan dan daya serap pada kedua mikroalga tersebut menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0.001 dan hasil menunjukkan berkorelasi jika (p < 0.01) yang berarti terdapat hubungan korelasi antara kepadatan dan daya serap dan nilai korelasi sebesar 0.97 pada C. vulgaris dan 0.96 pada S. platensis yang berarti
hubungan korelasi antara kepadatan dan daya serap berkorelasi sempurna. Menurut Yusuf (2014), bahwa semakin tingginya kadar logam berat yang terpapar pada S. platensis akan mengakibatkan pertumbuhannya melambat. Menurut Hala (2012), secara umum mikroalga memiliki proses perlidungan sel terhadap adanya logam beracun, akan tetapi jika kadar
logam tersebut begitu besar, maka daya akumulasi mikroalga menghambat pertumbuhan selnya, hal ini disebabkan karena perlindungan sel mikroalga tidak dapat mengimbangi efek dari logam yang bersifat toksik.Utomo dkk. (2016), menyatakan bahwa kepadatan sel mikroalga mempengaruhi kemampuan penyerapan logam berat. Yusuf (2014), semakin besarnya populasi sel pada mikroalga, maka akan semakin tinggi daya penyerapan logam berat.
Berdasarkan pada Gambar 4, kemampuan penyerapan logam Ni pada kedua mikroalga tersebut, terendah pada perlakuan 9 ppm Ni. Hal tersebut diakibatkan karena pada konsentrasi 9 ppm Ni dapat menghambat kemampuan mikroalga dalam menyerap Ni, bahkan juga menghambat pertumbuhan sel mikroalga baik C. vulgaris maupun S. platensis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kaplan (2013), bahwa logam berat pada konsentrasi tinggi akan menghambat pertumbuhan.
Dari hasil penelitian uji eksperimental ini, bahwa mikroalga jenis C vulgaris lebih baik dalam mereduksi kandungan logam nikel di air, hal tersebut dikarenakan C vulgaris dapat hidup pada daerah yang tercemar sesuai dengan pernyataan Wetipo dkk (2009) bahwa C. vulgaris mampu tumbuh pada lingkungan tercemar karena pada sel C. vulgaris terdapat kandungan Polyamine dan Phytohormon yang dapat berfungsi sebagai adaptasi terhadap lingkungan perairan yang dicemari oleh logam berat, dan juga dikarenakan ada hubungan antara laju pertumbuhan dan daya serap yang berbanding lurus, sehingga C vulgaris lebih banyak mereduksi logam Ni dibandingkan S. platensis. Menurut Kurniawan dan Aunurohim (2014), penyerapan dan akumulasi logam berat dipengaruhi oleh logam yang diserap dan jenis mikroalga yang digunakan sebagai bioakumulator. Menurut Wetipo dkk
(2009) bahwa kemampuan C. vulgaris dalam mereduksi logam berat didukung oleh kemampuan adaptasi dan tumbuh pada lingkungan yang tercemar. Selain itu C. vulgaris juga bernilai ekonomis jika dijadikan sebagai remediator di lingkungan yang tercemar. C. vulgaris juga dapat digunakan sebagai prekursor biodiesel karena mengandung 20-50% lemak. Mikroalga telah diakui memiliki potensi yang baik dalam produksi biofuel, hal ini dikarenakan mikroalga dapat memproduksi biomassa yang cepat dan memiliki kandungan minyak yang tinggi (Aksoy dkk., 2014).
-
a) Pertumbuhan kepadatan mikroalga secara statistik berbeda nyata terhadap pemberian konsentrasi Ni, baik mikroalga jenis C. vulgaris maupun S. platensis. C. vulgaris lebih baik
pertumbuhannya dibandingkan dengan S. platensis. Terdapat hubungan korelasi antara
pertumbuhan sel dan produtivitas biomassa pada kedua mikroalga tersebut.
-
b) Hasil analisis kadar Ni pada kultur C. vulgaris dan S. platensis selama penelitian menunjukkan terjadinya penurunan, akan tetapi C. vulgaris lebih baik dalam mereduksi logam berat nikel karena dari hasil uji statistik korelasi, bahwa kedua mikroalga tersebut dalam
mereduksi logam berat nikel dipengaruhi oleh tingkat kepadatan sel mikroalga.
-
a) Perlu berhati-hati dalam
melakukan kultivasi agar sampel kultur tidak terkontaminasi oleh
mikroorganisme lain.
-
b) Perlu melakukan uji mikroalga jenis lain dalam mereduksi logam Nikel, terkait penelitian mengenai bioremediasi Nikel masih sangat kurang dan Indonesia merupakan Negara penghasil Nikel terbesar di dunia.
DAFTAR.PUSTAKA
Aksoy, F., Koru E., and Alparslan M. 2014. Microalgae for Renewable Energy: Biodiesel Production and Other Practies. Journal of Science and Technology. 2(1) : 167 – 174
Chalid, S.Y., Amini, S. dan Lestari, S.D. 2010. Kultivasi Chlorella sp pada Media Tumbuh yang Diperkaya dengan Pupuk Anorganik dan Soil
Extract. Jurna Kimia Valensi. 1(6 ) : 298–304.
Effendi, Helni. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit: Kanisius. Yogyakarta.
Halidun, V. 2014. Kandungan Logam Berat Nikel (Ni) pada Akar Pohon Api-Api (Avicennia marina) di Perairan Pantai Desa Totobo Kecamatan Pomalaa- Kolaka. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Halu Oleo. Kendari. 63 hal.
Hala, Y., Taba P., dan Suryati, E. 2012. Biosorpsi Campuran Logam Pb2+ dan Zn2+ oleh Chaetoceros
Calcitrans. Chemistry Progress. 5(2) : 1 – 12.
Hadiyanto, H., Azimatun N.M.M., and Hartanto G.D., 2012, Cultivation of Chlorella sp. as biofuel sources in Palm Oil Mill Effluent (POME). Int. J. Renew Energ Dev. 1(2) : 45 – 49.
Harianja, D.C.M., Muria S.R., dan Chairul. 2019. Kultivasi
Mikoralga Chlorella sp Secara Fed-Batch dalam Media Pome sebagai Bahan Baku Bioetanol. Jurnal JOM FTENIK. 6(2) : 1 – 5.
Iba, W., Utami, C. dan Balubi, B.M. 2019. The Growth of Chlorella vulgaris Cultured in Liquid Organic Fertilizer of Water Hyacint H (Eichhornia crassipes) at
Different Salinities, Jurnal Aquaculture Indonesia. 20(2). 6170.
Junaidi, A. B., Zulfikurrahman, Abdullah & Gunawan. (2014). Ekstraksi Lipid dari Biomassa
Synechococcus sp. dengan Metode Osmotic Shock. Jurnal Sains dan Terapan Kimia. 8(2) : 94 – 102.
Kaplan, D, (2013). Absorption and Adsorption of Heavy Metals by Microalgae, Second Edition. Blackwell Publishing Ltd. Sede Boqer. Israel.
Kasim, S., Taba, P., Raya, I. & Ruslan. (2017) Potensi Produksi Biofuel dari Biomassa Fitoplankton Laut Spesies Chlorella vulgaris, Dunaliella salina dan Spirulina Sp., yang Ditumbuhkan dalam Nutrien Unggul “Mssip”
Terinduksi Ion Logam Fe, Co, dan Ni. Jurnal Kovalen. 3(1) : 89 – 111.
Kawaroe, M., Prartono T., Sunuddin A., Sari D.W., dan Augustine D. 2009. Laju Pertumbuhan Spesifik Chlorella sp. dan Dunaliella sp. Berdasarkan Perbedaan Nutrien dan Fotopriode. Jurnal Ilmu-ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 16(1) : 73 – 77.
Kurniawan, J.I., dan Aunurohim. 2014. Biosorpsi Logam Zn dan Pb oleh
Mikroalga Chlorella sp. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 3(1) : 1 – 6.
Lamelas, C., Pinheiro, J.P. & Slaveykova, V.T. (2009) Effect of Humic Acid on Cd(II), Cu(II), and Pb(II) Uptake by Freshwater Algae: Kinetic and Cell Wall Speciation Considerations. Journal Environ. Sci. Technol. 43: 730 – 735.
Merizawati. 2018. Analisis Sinar Merah, Hijau, dan Biru untuk Mengukur Kelimpahan Fitoplankton
Chlorella vulgaris. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 87 hal.
Oktaviani D., Adisyahputra, dan Amalia N. 2017. Pengaruh Kadar Nitrat Terhadap Pertumbuhan dan Kadar Lipid Mikroalga Melosira sp. sebagai Tahap Awal Produksi Biofuel. Jurnal Risenologi KPM UNJ. 2(1) : 1 – 13.
Putri, D.L., dan Setyati R.H. 2019. Optimasi pH Pertumbuhan Mikroalga Spirulina sp.
Menggunakan Air Laut yang Diperkaya Media Walne. Skripsi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta. 96 hal.
Selvika, Z., Kusuma A.B., Herliany N.E., dan Negara B.F.S.P. 2016. Pertumbuhan Chlorella sp pada Beberapa Konsentrasi Limbah Batubara. Jurnal Unsyiah. 5(3) : 107 – 112.
Sharma, A., Manjari, Kaur K., dan Chatli A.S. 2019. Bioremediation of Heavy Metal (HgCl2) from Water By Spirulina Platensis.
International Journal of Scientific Development and Research. 4(3) : 461 – 466.
Soeprobowati dan Hariyati. 2013. Bioaccumulation of Pb, Cd, Cu, and Cr by Porphyridium cruentum (S.F. Gray) Nägeli. International Journal of Marine Science 2013, 3(27) : 212 – 218.
Tewal, F., Kemer K., Rimper J.R.T.S., Mantiri D.M.H., Pelle W.E., dan Mudeg J.D. 2021. Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Mikroalga Dunaliella sp. pada Pemberian Timbal Asetat dengan Konsentrasi yang Berbeda. Jurnal Pesisir dan Laut Tropis. 9(1) : 30 – 37.
Wetipo, Y.S., Mangimbulede J.C., dan Rondonuwu F.S. 2013. Potensi Chorella Sp. sebagai Agen Bioremediasi Logam Berat Air. Jurnal FKIP UNS Surakarta. 10(1) : 1 – 5.
Widianingsih, Hartati R., Hendrawati, Yudiati E., dan Iriani. 2011. Pengaruh Pengurangan
Konsentrasi Nutrien Fosfat dan Nitrat Terhadap Kandungan Lipid Total Nannochloropsis oculata. Jurnal Ilmu Kelautan. 16(2) : 24 – 29.
Yusuf, D.M. 2014. Pertumbuhan Mikroalga Spirulina platensis (Geitler) pada Konsentrasi Logam Berat Tembaga (Cu). Jurnal Biologi. 3(1) : 1 – 9.
Zakir, A., Hamid, A., danEmiyarti. 2019. Tingkat Akumulasi Nikel pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) di Perairan Pesisir Dawi-Dawi Kecamatan Pomalaa Kabupaten Kolaka. Jurnal Manajemen Sumberdaya Perairan. 4(1) : 1 – 13.
94
ECOTROPHIC • 16(1): 83-94 p-ISSN:1907-5626,e-ISSN: 2503-3395
Discussion and feedback