MANGROVE FOREST STRUCTURE AND DIVERSITY IN NUSA LEMBONGAN, NUSA PENIDA SUB DISTRICT, KLUNGKUNG DISTRICT
on
ECOTROPHIC • VOLUME 11 NOMOR 2 TAHUN 2017
p-ISSN: 1907-5626, e-ISSN: 2503-3395
STRUKTUR DAN KEANEKARAGAMAN JENIS MANGROVE DI KAWASAN HUTAN MANGROVE NUSA LEMBONGAN, KECAMATAN NUSA PENIDA, KABUPATEN KLUNGKUNG
Ida Bagus Adi Palguna1*), I P.G. Ardhana 2), I Wayan Arthana 3)
1)Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana 2)Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Udayana 3)Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Udayana
*Email [email protected]
ABSTRACT
MANGROVE FOREST STRUCTURE AND DIVERSITY IN NUSA LEMBONGAN, NUSA PENIDA SUB DISTRICT, KLUNGKUNG DISTRICT
Mangrove forest are plant communities which cover tidal areas in the tropics. Nusa Lembongan mangrove forest is a natural forest with an area of 202 hectares. The rapid development of the world tourism utilizing mangrove forest has caused a lot of pressures to the mangrove forest of area studied. This study aimed to determine the structure and diversity of mangrove species in Nusa Lembongan mangrove forest which was associated with environmental conditions both soil and climate factors. Transect method with square frame along the line was applied in vegetation analysis. Data showed that the vegetation in the mangrove forest consisted of four growth stages, namely tree, pole, sapling and seedling. There were 12 species of trees, 6 species of poles, 4 species of saplings and 5 species of seedlings. Rhizophora apiculata Blume of family Rhizoporaceae was the dominant species among the four growth stages with important value of 115.48%, 132.276%, 185.084%, 185.084%, and 165.882% respectively. There were 13 mangrove species found with diversity index of 2.461 and the forest was fairly stable. This is because the forest sufficiently supported by environmental factors, including dry climate-type F (Schmidth dan Ferguson), high water salinity, soil textures of clay and sandy loam, generally ranging from moderate to high organic matters and calm coastal area.
Keywords: Mangrove forest, structure and diversity, important value, Nusa Lembongan
Meningkatnya pembangunan dalam beberapa tahun terakhir di Nusa Penida khususnya di Nusa Lembongan telah menempatkan wilayah pesisir sebagai lokasi yang sangat strategis dalam upaya mendukung aktivitas pembangunan tersebut seperti aktivitas petani rumput laut, perikanan tambak, industri, pemukiman dan pariwisata.
Urbanisasi atau perluasan wilayah untuk pemukiman maupun pembangunan infrastruktur penunjang pariwisata, penebangan kayu untuk kayu bakar maupun untuk bahan bangunan juga banyak dilakukan untuk mendukung kegiatan pembangunan. Pada satu sisi kegiatan-kegiatan tersebut dapat memberi dampak positif melalui perluasan lapangan kerja dan peningkatan taraf hidup masyarakat, namun pada sisi lain juga memberikan dampak negatifkarena fungsi dan manfaat dari hutan mangrove semakin menurun akibat terganggunya ekosistem mangrove.
Hutan mangrove di Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman jenis yang tertinggi di dunia, tercatat sebanyak 202 jenis mangrove yang terdiri
dari 89 jenis pohon, 5 jenis palma, 19 jenispemanjat, 44 jenis herba, 44 jenis epifit dan 1 jenis paku. Dari 202 jenis mangrove tersebut, tersebar di beberapa pulau, dengan pola penyebarannya ditentukan oleh adaptasi mangrove terhadap lingkungan (Nooret al., 2012).
Kemampuan adaptasi mangrove terhadap lingkungan menentukan adanya zona yang berbeda untuk setiap spesies. Berdasarkan penggenangan air pada saat mengalami pasang-surut mangrove dapat tumbuh di zona proksimal yaitu suatu wilayah yang dekat dengan laut, zona middle terletak terletak ditengah-tengah antara laut dan darat dan zona distal yaitu zona yang terjauh dari laut (Arief, 2003).Menurut Wibowo dan Handayani (2006) bahwa semakin meningkatnya aktivitas pembangunan pada kawasan mangrove memberi dampak negatif pada keberadaan ekosistem mangrove, sehingga fungsi dan manfaat dari ekosistem mangrove menjadi tidak maksimal. Selain itu keseriusan dan komitmen pemerintah dalam pengelolaan hutan mangrove sangat menentukan dalam keberlanjutan ekosistem mangrove, untuk itu diperlukan data penelitian ekologi (Kairo et al., 2001).
Hutan mangrove Nusa Lembongan dengan luas areal hutan 202 Ha, seluas 85 Ha adalah merupakan hasil penanaman pada areal kosong di daerah Jungutbatu dan seluas 117 Ha adalah merupakan hutan alami. Berdasarkan hasil informasi dari Dinas Kehutanan Provinsi Bali yang didukung oleh Dinas Kehutanan setempat bahwa di wilayah kawasan hutan mangrove Nusa Lembongan telah dilakukan penanaman bibit mangrove, namun mengenai jenis yang tumbuh dan yang mendominasi di wilayah tersebut instansi teknis terkait belum dapat memberikan informasi yang jelas, ditambah pula dengan adanya informasi perkembangan dunia pariwisata di Nusa Lembongan cenderung mempengaruhi ekosistem mangrove di kawasan tersebut. Belum adanya data tentang struktur dan keanekaragaman mangrove di kawasan hutan mangrove Nusa Lembongan, maka perlu dilakukan analisa vegetasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi, struktur dan keanekaragaman jenis mangrove di kawasan Hutan Nusa Lembongan, serta faktor lingkungan yang mempengaruhi.
Penelitian dilakukan dikawasan hutan mangrove Nusa Lembongan Desa Jungut Batu Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung (Gambar 1) selama 6 (enam) bulan mulai bulan Januari 2015 – Juni 2015.
Untuk vegetasi, parameter yang diukur yaitu diameter batang, tinggi pohon untuk tingkat pertumbuhan tegakan, jenis tumbuhan dan kerapatan relatif, frekuensi relatif, dominasi relatif pohon mangrove per petak contoh.Parameter lingkungan terdiri atas kondisi perairan mangrove, yang diukur meliputi suhu dan salinitas. Untuk substrat yang dianalisis adalah tekstur tanahnya yang berpengaruh terhadap adanya variasi vegetasi yaitu: pH; salinitas; C-organik; N Total; P tersedia; kadar air : KU, KL; Tekstur : Pasir, Debu dan Liat (Ardhana, 2009).
Bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sampel tanah, bunga, daun, buah mangrove dan lingkar pohon batang pohon mangrove. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah: thermometer, salinitymeter, roll meter, meteran kain, jangka sorong, alat tulis, spidol warna, buku tulis, papan tulis, kertas label, polybag, tali tambang, buku identifikasi, GPS, tembilang/penggali, parang, pisau, untuk mengukur tinggi pohon digunakan tongkat
kayu yang sudah memiliki ukuran sepanjang 5 m, peta lokasi, kamera digital, dan kompas.
Analisis vegetasi dilakukan dengan menggunakan metode jalur transek berpetak. Pada setiap jalur transek, secara berurutan ditetapkan titik-titik pusat kuadrat berupa plot. Jarak antara plot masing-masing 100 m atau disesuaikan dengan kondisi lapangan, dirintis tegak lurus garis pantai ke arah darat.
Identifikasi jenis mangrove langsung dilakukan pada setiap transek di dalam petak-petak contoh menurut tingkat pertumbuhan tegakan:
-
1) Kategori pohon (tree). Pada petak contoh 20 m x 20 m
-
2) Kategori tiang (poles). Pada petak contoh 10 m x 10 m
-
3) Kategori pancang/sapihan/saplings. Pada petak contoh 5 m x 5 m
-
4) Kategori semai/anakan/seedling pada petak contoh 2 m x 2 m
Data primer yang diperoleh dipisahkan dan ditabulasikan menurut jenis tumbuhan dan nomor plot yang dibuat untuk dianalisa dengan rumus Soegiantodalam Ardhana (2015) yaitu menghitung Densitas/Kerapatan, Densitas/Kerapatan Relatif, Frekuensi, Frekuensi Relatif (FR), Dominansi, Dominansi Relatif (DR), Nilai Penting (NP), dan Indeks Diversitas (ID).
Berdasarkan hasil uji sampel tanah diperoleh bahwa pH tanah rata-rata7 (netral), salinitas 7,15o/ oo, tekstur tanah lempung berdebu sampai lempung berpasir dengan kandungan bahan organik yang cukup baik (Tabel 1).
Hasil pengukuran suhu dan salinitas perairan pada saat air pasang saat dilaksanakannya penelitian, menunjukkan bahwa suhu dan salinitas perairan hampir merata di ketiga stasiun yaitu zona depan = 27,50 oC dan 35,00o/oo, zona tengah =25,50 oC dan 34,00o/oo, dan zona belakang = 26,00 oC dan 32,50o/oo (Tabel 2).
Rata-rata suhu udara bulanan di Nusa Lembongan berkisar antara 22,50C - 27,80oC, kelembaban udara relatif bulanan di kawasan ini berkisar antara 76,70% - 81,5%, dengan kelembaban rata-rata tahunan 79,2%. Berdasarkan bulan basah dan kering (klasifikasi Schmidth dan Ferguson)
Tabel 1.Hasil uji sampel tanah dari Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Stasiun |
Zona |
pH |
DHL (mmhos/cm) |
Salinitas (o/oo) |
C |
N |
Bahan Organik P |
K |
Ket. |
Tekstur tanah |
D |
7,1 |
6,32 |
ST |
7,00 |
0.20 |
0.09 |
9.04 |
4717.60 |
SP | |
I |
T |
7,1 |
11,62 |
ST |
12,78 |
4.62 |
0.15 |
12.41 |
756.38 |
T LD |
B |
6,9 |
5,25 |
ST |
5,83 |
4.20 |
0.15 |
35.88 |
756.38 |
S LD | |
D |
7,1 |
7,24 |
ST |
8,00 |
3.51 |
0.15 |
41.69 |
512.20 |
SL | |
II |
T |
6,7 |
9,40 |
ST |
10,36 |
4.73 |
0.24 |
15.94 |
254.52 |
SL |
B |
7,2 |
4,00 |
T |
4,47 |
4.64 |
0.18 |
25.18 |
159.44 |
S LB | |
D |
6,9 |
7,57 |
ST |
8,36 |
2.30 |
0.21 |
8.89 |
652.57 |
T LB | |
III |
T |
6,8 |
2,05 |
S |
2,35 |
4.99 |
0.10 |
24.22 |
760.35 |
S LB |
B |
7,2 |
4,63 |
ST |
5,16 |
1.20 |
0.04 |
31.2 |
724.85 |
T PL | |
63.00 |
58.08 |
64.31 |
3.38 |
0.15 |
22.72 |
1032.70 | ||||
7 |
6.45 |
7.15 |
S |
R |
T |
ST |
Sumber : Data lapangan, diolah
Keterangan : D = Depan, T = Tengah, B = Belakang, ST = Sangat Tinggi, T = Tinggi, S = Sedang, P = Pasir, LD = Lempung Berdebu, L = Lempung, LB = Lempung Berpasir, PL = Pasir Berlempung.
Tabel 2.Hasil pengukuran suhu dan salinitas perairan pada tiap-tiap zona dari areal penelitian di Kawasan Hutan Nusa Lembongan bulan Mei 2015
Stasiun |
Zona |
Suhu rata-rata(oC) |
Salinitas rata-rata(o/oo) |
Depan |
27,50 |
35,00 | |
I, II dan III |
Tengah |
25,50 |
34,00 |
Belakang |
26,00 |
32,50 |
Sumber: Data lapangan, diolah
wilayah Kecamatan Nusa Penida termasuk tipe iklim F (kering) dengan rata-rata curah hujan tahunan sebesar 1.215 mm/tahun.
-
3.3. Analisa Vegetasi Mangrove di Kawasan Hutan Nusa Lembongan
-
3.3.1. Komposisi jenis dan vegetasi mangrove
-
Dari hasil penelitian diperoleh 6 familiyaitu Avicenniaceae, Rhizophoraceae, Sonneratiaceae, Meliacea, Euphorbiaceae dan Combretaceae yang terdiri dari 13jenis seperti Aviennia alba Blume, A. lanata Ridley, A. marina (Forssk.) Vierh, Bruguiera gymnorrhiza (L) Lam., Rhizophora apiculata Blume, R. mucronata Lam., R. stylosa Griff., Ceriops tagal C.B. Rob, Sonneratia alba J. Sm., Xylocarpus granatum Koen., Xylocarpus molluccensis (Lam.) M.Roem., Excoecaria agallocha L. dan Lumnitzera racemosa Willd.
-
3.3.2. Hasil analisa struktur dan keanekaragaman jenis mangrove untuk tiap tingkat pertumbuhan Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa pada tingkat pertumbuhan pohon, yang mendominasi adalah dari familiRhizophoraceae. Jenis Rhizophora apiculata Blume. dengan nilai dominansi relatif (DR) dan nilai penting (NP) sebesar 47,193% dan 115,480% adalah jenis yang paling mendominasi. Kemudian disusul oleh jenis-jenis R. stylosa Griff., Bruguiera
gymnorrhiza (L) Lam., dan R. mucronata Lam. dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 14.553% dan 47,856%; 4.574% dan 19.304%; dan 4.574% dan 16,179%.
Disamping itu jenis Lumnitzera racemosa Willd. dari familiCombretaceae, Avicennia marina (Forssk.) Vierh dari familiAvicenniaceae dan Sonneratia alba J. Sm. dari familiSonnertiaceae keberadaanya juga cukup dominan dengan nilai DR dan NP sebesar 8.732% dan 24,494%, 6.445% dan 23,828% dan % dan 4.990% dan 16,230%. Jenis Excoecaria agallocha L. dari familiEuphorbiaceae memiliki struktur tingkat pohon dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 1,247% dan 4,057% dengan KR dan FR masing-masing sebesar 1,247% dan 1,563%. Untuk jenis Xylocarpus granatum dari familiMeliaceae memperlihatkan nilai KR, FR, DR dan NP masing-masing sebesar 2,287%; 3,906%; 2,287% dan 8,480% dan lebih besar dibandingkan dengan nilai jenis X. molluccensis.
Untuk tingkat pertumbuhan tiang (Tabel 4) menunjukkan bahwa famili Rhizophoraceae masih mendominasi kecuali untuk jenis R. mucronata Lam. Dimana jenis R. apiculata Blume. adalah jenis yang mendominasi dengan nilai dominansi relatif (DR) dan nilai penting (NP) sebesar 50,662% dan 132,276%. Kemudian disusul oleh jenis-jenis R. stylosa Griff., Ceriops tagal C.B. Rob. dan B. gymnorrhiza (L) Lam. dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 18,212% dan 62,614%; 21,854% dan 61,565%; dan 3,643% dan 19,191%. Kemudian disusul oleh jenis Xylocarpus molluccensis (Lam.) M. Roem. dan X. granatum Koen. dari famili Meliaceae dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 5,298% dan 17,534%; dan 0,331% dan 6,820%.
Untuk tingkat pertumbuhan pancang (Tabel 5) famili Rhizophoraceae masih mendominasi. Dimana jenis R. apiculata Blume. adalah jenis yang paling mendominasi dengan dengan nilai dominansi relatif
Tabel 3. Hasil analisa struktur dan keanekaragaman jenis mangrove di Kawasan Hutan Nusa Lembongan untuk tingkat pertumbuhan Pohon
Jenis |
Densitas Relatif (%) |
Frekuensi Relatif (%) |
Dominansi Relatif (%) |
Nilai Penting (%) |
Indeks Diversitas |
Avicennia alba Blume |
1.040 |
1.563 |
1.039 |
3.642 |
0.023 |
Avicennia lanata Ridley. |
3.950 |
10.156 |
3.950 |
18.056 |
0.073 |
Avicennia marina (Forssk.) Vierh |
6.445 |
10.938 |
6.445 |
23.828 |
0.087 |
Bruguiera gymnorrhiza (L) Lam. |
4.574 |
10.156 |
4.574 |
19.304 |
0.077 |
Excoecaria agallocha L. |
1.247 |
1.563 |
1.247 |
4.057 |
0.025 |
Lumnitzera racemosa Willd. |
8.731 |
7.031 |
8.732 |
24.494 |
0.089 |
Rhizophora apiculata Blume. |
47.193 |
21.094 |
47.193 |
115.480 |
0.160 |
Rhizhophora mucronata Lam. |
4.574 |
7.031 |
4.574 |
16.179 |
0.068 |
Rhizhophora stylosa Griff. |
14.553 |
18.750 |
14.553 |
47.856 |
0.127 |
Sonneratia alba J. Sm. |
4.990 |
6.250 |
4.990 |
16.230 |
0.069 |
Xylocarpus granatum Koen. |
2.287 |
3.906 |
2.287 |
8.480 |
0.044 |
Xylocarpus molluccensis (Lam.) M. Roem. |
0.416 |
1.563 |
0.416 |
2.395 |
0.017 |
100 |
100 |
100 |
300 |
0.859 |
Sumber: Data lapangan, diolah
Tabel 4. Hasil analisa struktur dan keanekaragaman jenis mangrove di Kawasan Hutan Nusa Lembongan untuk tingkat pertumbuhan Tiang
Jenis |
Densitas Relatif (%) |
Frekuensi Relatif (%) |
Dominansi Relatif (%) |
Nilai Penting (%) |
Indeks Diversitas |
Bruguiera gymnorrhiza (L)Lam. |
3.643 |
11.905 |
3.643 |
19.191 |
0.076 |
Ceriops tagal C.B. Rob. |
21.854 |
17.857 |
21.854 |
61.565 |
0.141 |
Rhizophora apiculata Blume. |
50.662 |
30.952 |
50.662 |
132.276 |
0.157 |
Rhizhophora stylosa Griff. |
18.212 |
26.190 |
18.212 |
62.614 |
0.142 |
Xylocarpus granatum Koen. |
5.298 |
1.191 |
0.331 |
6.820 |
0.037 |
Xylocarpus molluccensis (Lam.) M. Roem. |
0.331 |
11.905 |
5.298 |
17.534 |
0.072 |
100 |
100 |
100 |
300 |
0.626 |
Sumber: Data lapangan, diolah
Tabel 5. Hasil analisa struktur dan keanekaragaman jenis mangrove di Kawasan Hutan Nusa Lembongan untuk tingkat pertumbuhan Pancang
Jenis |
Densitas Frekuensi Dominansi Nilai Indeks Relatif (%) Relatif (%) Relatif (%) Penting (%) Diversitas |
Ceriops tagal C.B. Rob. Rhizophora apiculata Blume. Rhizhophora stylosa Griff. Xylocarpus granatum Koen. |
23.711 19.149 23.711 66.571 0.145 67.010 51.064 67.010 185.084 0.129 8.935 27.660 8.935 45.530 0.124 0.344 2.127 0.344 2.815 0.019 100 100 100 300 0.418 |
Sumber: Data lapangan, diolah
(DR) dan nilai penting (NP) masing-masing sebesar 67,010 % dan 185.084%. Kemudian disusul oleh jenis-jenis C. tagal C.B. Rob., R. stylosa Griff., dan X. granatum Koen. dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 23,711% dan 66.571%; 8,935% dan 45.530% serta 0,344% dan 2.815%.
Dari hasil analisa untuk tingkat pertumbuhan anakan familiRhizophoraceae masih mendominasi. Dimana jenis R. apiculata Blume. adalah jenis yang palingmendominasi dengan nilai DR dan NP sebesar 63,850% dan 165.882%.Kemudian disusul oleh jenis-jenis C. tagal C.B. Rob.,B. gymnorrhiza (L) Lam., A. marina (Forssk) Vierh., dan R. stylosa Griff.
dengan nilai DR dan NP masing-masing sebesar 17,371% dan 51.106%; 7,981% dan 34.144%; 5.164% dan 24.873%; serta 5.634% dan 23.995%.
Pada tingkat pertumbuhan pohon (Tabel 3) dapat dikemukakan bahwa jenis R. apiculata Blume. dan R. stylosa Griff. merupakan jenis yang paling mendominasi dengan nilai dominansi relatif (DR) Nilai Penting (NP) masing-masing sebesar 47,193% dan 115,480%, dan 14,553% dan 47,856%. Tingkat penyebaran dan kerapatan jenis R. apiculata Blume. sebagai tumbuhan yang mendominasi adalah yang
Tabel 6.Hasil analisa struktur dan keanekaragaman jenis mangrove di Kawasan Hutan Nusa Lembongan untuk tingkat pertumbuhan Anakan
Jenis |
Densitas Relatif (%) |
Frekuensi Relatif (%) |
Dominansi Relatif (%) |
Nilai Penting (%) |
Indeks Diversitas |
Avicennia marina (Forssk) Vierh. |
5.164 |
14.545 |
5.164 |
24.873 |
0.090 |
Bruguiera gymnorrhiza (L) Lam. |
7.981 |
18.182 |
7.981 |
34.144 |
0.107 |
Ceriops tagal C.B. Rob. |
17.371 |
16.364 |
17.371 |
51.106 |
0.131 |
Rhizophora apiculata Blume. |
63.85 |
38.182 |
63.850 |
165.882 |
0.142 |
Rhizhophora stylosa Griff. |
5.634 |
12.727 |
5.634 |
23.995 |
0.088 |
100 |
100 |
100 |
300 |
0.558 |
Sumber: Data lapangan, diolah
paling tinggi dengan nilai frekuensi relatif (FR) dan densitas relatif (KR) sebesar 21,094% dan 47,193%. Jenis ini dijumpai pada semua jalur transek), pada stasiun pengamatan I dan II penyebarannya hampir merata ditemukan pada ketiga zona dan dijumpai mengelompok di zona tengah dan belakang pada stasiun III.Rhizhophora stylosa Griff. adalah jenis kedua yang mendominasi setelah R. apiculata Blume dan memiliki tingkat penyebaran dan kerapatan yang relatif tinggi yaitu dengan nilai FR dan KR sebesar 18,750% dan 14,553%. Jenis ini dijumpai pada semua jalur transek yang dibuat (ditemukan pada 24 plot) hampir merata pada ketiga zona, kecuali pada stasiun II dan III pada jalur transek 3 dijumpai mengelompok pada zona depan dan belakang. Hal ini dimungkinkan karena tanah di kawasan hutan Nusa Lembongan sebagian besar tersusun atas tanah berstekstur pasir.
Berdasarkan hasil analisa tanah, diperoleh bahwa pada umumnya tekstur tanah pada zona depan, tengah dan belakang sebagian besar tersusun atas pasir, yaitu berstekstur lempung berpasir, walaupun dibeberapa tempat teksturnya lempung berdebu tetapi kandungan pasirnya masih ada. Keadaan ini merupakan habitat yang cocok bagi R. stylosa Griff. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1986) bahwa R. stylosa Griff, mendominasi bila tanah mengandung partikel pasir dan atau karang. Selanjutnya Boedi (1978), mengemukakan bahwaR. apiculata Blume pada umumnya tumbuh di tempat-tempat yang berlumpur saja atau tanah lumpur bercampur pasir yang selalu tergenang.
Apabila dihubungkan dengan jenis yang mendominasi kawasan Hutan Nusa Lembongan, yaitu dari familiRhizophoraceae, maka keadaan salinitas yang tinggi sangat mendukung pertumbuhan jenis Rhizophora sp.Karena kadar garam merupakan salah satu mineral utama yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya (Ball, 2002). Keadaan ini didukung oleh pendapat Kathiresan (2004) yang mengatakan bahwa semaijenis Rhizophora spdapat dijumpai tumbuh pada salinitas antara15,00o/oosampai dengan50,00o/oo.Adapun kandungan bahan organik (C-organik) untuk zona depan adalah termasuk sedang sampai dengan tinggi,
dengan pH tanah netral yang berkisar antara 6,9 -7,1 (lihat Tabel 1). Untuk zona tengah kandungan C-organiknya tinggi sampai dengan sedang, dengan pH netral, yang berkisar antara 6,7 - 7,1. Sedangkan untuk zona belakang kandungan C-organiknya sedang sampai dengan tinggi, dengan pH netral, yang berkisar antara 6,9 - 7,2. Keadaan ini disebabkan oleh tekstur tanah yang pada umumnya lempung berdebu dan lempung berpasir mengakibatkan bahan-bahan organik tersebut sudah dapat mengendap dengan sempurna, sehingga penguraian oleh jasad renik juga menjadi optimal (Notohadiprawiro, 1986).
Sedangkan jenis lain yang cukup dominan keberadaannya adalahLumnitzera racemosa Willd., Avicennia marina (Forssk.) Vierh. dan A. lanata Ridley. yaitu masing-masing dengan DR dan NP berturut-turut sebesar 8,732%dan 24,494%; 6,445% dan 23,828%; serta 3,950% dan 18,056%. L. racemosa Willd. tingkat penyebaran dan kerapatannya relatif rendah yaitu dengan nilai FR dan KR sebesar 7,031% dan 8,731% dijumpai mengelompok pada zona belakang sampai tengah pada semua jalur di tiga stasiun pengamatan. Hal ini disebabkan oleh karena jenis ini kurang tahan terhadap gempuran ombak atau arus dari pasang naik, maka cenderung menempati zona belakang atau setelahR.stylosaGriff. danR. apiculataBlume. atau kadang berasosiasi karena jenis ini menyukai substrat berlumpur padat dan berpasir serta sedikit genangan pasang air laut.
Jenis-jenis lain yang dijumpai pada tingkat pertumbuhan pohon dari famili Rhizophoraceae adalah B. gymnorrhiza (L) Lam., R. mucronata Lam.kedua jenis ini tingkat dominansi, kerapatan dan penyebaran yang cukup baik yaitu dengan nilai masing-masing sebesar NP = 19,304% dan 16,179%; DR = 4,574% dan 4,574%; KR = 4,574% dan 4,574%; dan FR= 10,156% dan 7,031%. B. gymnorrhiza (L) Lam. dijumpai hampir tersebar merata di ketiga stasiun yang dibuat dan mengelompok dari zona tengah hingga zona belakang kearah daratan. Ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1986) yang mengatakan bahwa B. gymnorrhiza muncul pada daerah dengan lumpur berpasir yang agak mengering di daerah yang meninggi.
Disamping itu juga dijumpai jenis-jenis E.
agallocha L., S. alba J. Sm., X. granatum Koen., dan X. molluccensis (Lam.) M. Roem. dengan NP masing-masing sebesar 4,057%, 16,230%, 8,480% dan 2,395%. Keempat jenis ini memiliki tingkat dominansi, kerapatan dan penyebaran yang relatif rendah. Pada tingkat pertumbuhan pohon ini secara keseluruhan dijumpai 12 jenis mangrove, dimana indeks keanekaragaman jenisnya berada pada tingkat yang rendah dengan nilai H’ < 1.
Dari hasil analisa tingkat pertumbuhan tiang dan pancang (Tabel 4 dan 5) diperoleh bahwa jenis yang mendominasi pada ke dua tingkat pertumbuhan ini adalah dari familiRhizophoraceaeyaitu secara berturut-turut R. apiculata Blume., R. stylosa Griff., C. tagal C.B. Rob., dan B. gymnorrhiza (L) Lam dengan DR dan NP masing-masing sebesar DR dan NP tiang = 50,662% dan 132,276%, dan DR dan NP pancang = 67,010% dan 185,084%; DR dan NP tiang = 18,212% dan 62,614%, dan DR dan NP pancang = 8,935% dan 45,530%; DR dan NP tiang = 21,854% dan 61,565%,dan DR dan NP pancang = 23,711% dan 66,571%; dan DR dan NP tiang = 13,643% dan 9,191%,pada tingkat pertumbuhan pancang jenis B. gymnorrhiza (L) Lam tidak ditemukan.
Tingkat penyebaranR. apiculata Blume., sebagai jenis yang mendominasi pada tingkat pertumbuhan tiang adalah paling tinggi, yaitu dengan nilai frekuensi relatif (FR) dan densitas relatif (KR) berturut-turut masing-masing sebesar FR dan KR tiang = 30,952% dan 50,662%, dan FR dan KR pancang = 51,064% dan 67,010%. Untuk tingkat pertumbuhan tiang jenis ini di jumpai pada setiap transek, terutama ditemukan menyebar hampir merata di ke tiga zona pada Stasiun II dan III dijumpai pada semua jalur, kecuali di Stasiun I dari tiga jalur yang dibuat jenis ini tidak dijumpai pada zona belakang di jalur 1 dan dijumpai merata di ketiga zona pada jalur 2 dan 3. Sedangkan untuk tingkat pertumbuhan pancang R. apiculata Blume.hampir dijumpai pada setiap jalur yang dibuat di ketiga stasiun penelitian, untuk tingkat pertumbuhan pancangCeriops tagal C.B. Rob. adalah jenis berikutnya yang mendominasi dan memiliki tingkat penyebaran dan kerapatan yang cukup tinggi dengan FR sebesar 19,149% dan KR sebesar 23,711%, selanjutnya disusul oleh jenis R. stylosa Griff., yaitu dengan FR dan KR tiang = 26,190% dan 18,212%, dan FR dan KR pancang = 27,660% dan 8,935%. Untuk tingkat pertumbuhan tiang jenis R. stylosa Griff. dijumpai hampir merata diketiga stasiun. Di stasiun I dan II jenis ini dijumpai pada zona belakang dan depan di jalur 1 dan 2, dan tersebar merata dari zona depan, zona tengah dan zona belakang di jalur 3. Sedangkan di stasiun III dijumpai tersebar merata di ketiga jalur yang dibuat. Untuk tingkat pertumbuhan pancang jenis ini dijumpai pada semua jalur yang dibuat di ketiga stasiun. Dijumpai mengelompok di zona belakang diketiga jalur di stasiun I, dan jalur 1 dan 2 di stasiun II, sedangkan
di jalur 3 dijumpai merata di ketiga zona, hal yang sama juga ditemukan pada stasiun III. Dominasi dan penyebaran yang tinggi dari familiRhizophoraceaeini dimungkinkan karena dukungan dari habitatnya yang sebagian besar berlumpur dangkal, serta bertekstur lempung berpasir dan pasir berlempung dengan perairan yang tenang dan sedikit pukulan ombak adalah merupakan kondisi yang cocok untuk pertumbuhan jenis mangrove ini.
Dari hasil analisa tingkat pertumbuhan anakan (semai) (Tabel 6) dapat dikemukakan bahwa jenis-jenis A. marina (Forssk) Vierh., B. gymnorrhiza (L) Lam., C. tagal C.B. Rob., R. apiculata Blume. dan R. stylosa Griff. mendominasi seluruh areal penelitian dengan Nilai Penting (NP) di atas 15%. Di mana anakan jenisR. apiculata Blume. memiliki NP= 165,882% dan DR= 63,850% merupakan jenis yang paling dominan. Jenis ini memiliki tingkat penyebaran dan kerapatan yang paling tinggi dengan nilai FR dan KR sebesar 38,182% dan 63,85%. Ditemukan mengelompok pada zona belakang dan tengah di bawah tegakan di sekitar pohon induk pada semua jalur di stasiun I dan II, dan dijumpai tersebar merata pada zona belakang, tengah dan depan pada ketiga jalur di stasiun III. Hal ini mungkin disebabkan karena semai R. apiculata Blume. tahan terhadap naungan, baik oleh pohon induk maupun jenis lain yang menahannya di sela-sela akar tunjangnya. Sedangkan Ceriops tagal C.B. Rob. dengan NP = 51,106% dan DR= 17,371% merupakan jenis yang memiliki tingkat penyebaran dan kerapatan semai yang cukup tinggi dengan nilai FR dan KR sebesar 16,364% dan 17,371% dijumpai mengelompok ataupun tersebar di bawah pohon induk atau jenis lain pada zona belakang di jalur 2 dan 3 di stasiun I dan jalur 3 di stasiun II. Dijumpai pula pada zona tengah sampai dengan zona belakang pada jalur 2 stasiun II dan jalur 2 dan 3 di stasiun III. Selanjutnya semai B. gymnorrhiza (L) Lam. dengan NP = 34,144% dan DR= 7,981% dengan tingkat penyebaran dan kerapatan yang relatif tinggi dengan FR=18,182% daan KR= 7,981% dijumpai tersebar di zona belakang dan tengah pada jalur 2 di stasiun II dan jalur 3 stasiun III, serta mengelompok pada zona tengah di bawah pohon yang bukan pohon induknya atau jenis lainnya di jalur 1, 2 dan 3 stasiun I, jalur 1 dan 3 stasiun III, serta jalur 1 dan 2 stasiun III. Keberadaan semai dari ketiga jenis ini sangat ditunjang oleh keberadaan pohon induk dan keadaan tanah yang cocok untuk pertumbuhannya, yaitu dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi serta didukung oleh keadaan perairan yang tenang, sehingga semai yang telah tertancap dan tumbuh tidak akan terhempas dan terbawa oleh arus pasang-surut air laut.
Jenis lainnya seperti semai Avicennia marina (Forssk) Vierh. dan R. stylosa Griff. dijumpai pada tempat yang hampir sama, yaitu di zona belakang dan depan pada daerah yang selalu tergenang dengan
tanah mengandung pasir danlempung/liat. Dengan NP dan DR masing-masing sebesar 24.873% dan 5,164%; dan 23.995% dan 5,634%. Kedua jenis ini memiliki tingkat penyebaran yang relatif baik yaitu dengan FR berturut-turut sebesar 14.545% dan 12.727%, namun memiliki kerapatan yang rendah dengan nilai kerapatan relatif masing-masing sebesar KR= 5,164% dan 5,634%.Hal ini didukung oleh Rao et al. (2015) yang mengemukakan bahwa semai A.marinatumbuh lebih padat dan merata pada habitat yang kadar garamnya tinggi.
Dapat dijelaskan lebih lanjut bahwa semai jenis-jenis R. apiculata Blume. dan R. stylosa Griff., memiliki pertumbuhan yang baik untuk keempat tingkat pertumbuhannya. Hal ini disebabkan karena keadaan tanah yang mendukung untuk pertumbuhannya, yaitu tanah yang berlumpur lunak dan dangkal serta bertekstur lempung berdebu sampai lempung berpasir dengan keadaan perairan yang tenang dan sedikit pukulan ombak. Boedi (1978), mengemukakan bahwa R. apiculata pada umumnya tumbuh di tempat-tempat yang berlumpur saja atau tanah lumpur bercampur pasir dan selalu tergenang. Sedangkan R.stylosakebanyakan tumbuh di tanah lumpur bercampur koral dan pasir. Disamping itu Soegianto (1986) menyatakan bahwa jenis R. apiculata suka tumbuh pada pantai yang berlumpur lunak dan agak dalam dengan pukulan ombak yang tidak terlalu kuat.
Berdasarkan nilai Indeks Diversitas (ID) total vegetasi dari kawasan hutan mangrove Nusa Lembongan, yaitu sebesar 2,461, maka dapat diketahui bahwa tingkat keanekaragaman jenis kawasan Hutan Nusa Lembongan adalah stabil. Hal ini didukung oleh pendapat Hardjosuwarno (1989) dalam Ardhana (2015) yang mengatakan bahwa suatu komunitas dikatakan cukup stabil apabila mempunyai nilai indeks diversitas (H’) berkisar antara 2 – 3. Secara keseluruhan kawasan hutan Nusa Lembongan mempunyai tingkat salinitas perairan yang tinggi, yaitu rata-rata untuk zona depan; zona tengah; dan zona belakang berturut-turut sebesar 35,00 0/00; 34,00 0/00 dan 32,50 0/00. Bila dikaitkan dengan keadaan iklimnya kawasan hutan ini termasuk dalam tipe iklim F (kering)menurut Schmidth dan Ferguson, yaitu dengan curah hujan yang cukup rendah yang mengakibatkan tingkat salinitaspada kawasan hutan Nusa Lembongan sangat tinggi. Hal ini disebabkan karena jarangnya turun hujan dalam setahun dengan curah hujan rata-rata sebesar 1.215 mm/tahun dan tidak adanya muara sungai di kawasan hutan ini juga diduga sebagai penyebab tingginya tingkat salinitas ini. Hal ini didukung oleh pendapat Anwaret al. (1984) yang mengatakan bahwa salinitas air di sekitar pantai akan menurun selama musim hujan oleh karena bertambahnya volume air tawar yang mengalir dari daratan dan salinitas tertinggi terjadi pada musim kering.
Karena tidak adanya pengaruh air tawar di kawasan Hutan Nusa Lembongan dan dengan keadaan habitat yang relatif seragam, yaitu tersusun dari lumpur campur pasir, karang dan liat menyebabkan tidak adanya zonasi tumbuhan yang nyata. Meskipun demikian, dapat terlihat bahwa pada umumnya bagian depan hutan yang berbatasan dengan laut ditumbuhi oleh jenis Rhizophora apiculata Blume. yang di ikuti oleh jenis R. stylosa Griff. atau berasosiasi dengan Sonneratia dan Avicenniake arah daratan, kemudian ditemukan jenis B. gymnorrhiza(L.) Lamk. pada bagian yang agak tinggi dan kering yang tumbuh secara sporadis diikuti oleh jenis C. tagal C.B. Rob., L. racemosa Wild., dan E. agallocha L., pada daerah yang berbatasan dengan daratan.
-
1. Komposisi jenis mangrove di kawasan hutan mangrove Nusa Lembongan, ditemukan13 jenis tumbuhan mangrove yaitu : Avicennia alba Blume, A. lanata Ridley., A. marina (Forssk.) Vierh, Bruguiera gymnorrhiza (L) Lam.,Ceriops tagal C.B. Rob., Excoecaria agallocha L., Lumnitzera racemosa Willd., R. apiculata Blume., R. mucronata Lam., R. stylosa Griff., Sonneratia alba J. Sm., Xylocarpus granatum Koen., dan X. molluccensis (Lam.) M. Roem. Struktur vegetasi mangrove kawasan hutan Nusa Lembongan didominasi oleh jenis R. apiculata Blume. untuk keempat tingkat pertumbuhan yaitu pohon, tiang, pancang dan semai, masing-masing dengan nilai penting sebesar 115,480%, 132,276%, 185,084% dan 165,882%.
-
2. Berdasarkan Indeks Diversitas (ID) struktur vegetasi mangrove di kawasan hutan mangrove Nusa Lembongan untuk masing-masing tingkat pertumbuhan berada pada tingkat keanekaragaman rendah (nilai H’ = H’ < 1) dan secara keseluruhan tingkat keanekaragaman baik (nilai H’= 2 > H’ d” 3).
-
3. Hutan mangrove Nusa Lembongan cukup didukung oleh faktor lingkungannya, yaitu tipe iklim F (kering) menurut Schmidth dan Ferguson dengan salinitas perairan yang tinggi dan keadaan tanah yang bertekstur lempung berdebu dan lempung berpasir dengan kandungan bahan organik secara umum berkisar dari sedang sampai tinggiserta keadaan perairan pantai yang tenang.
-
1. Perlu adanya upaya perencanaan dalam pembinaan pemanfaatan kawasan mangrove
sebagai daya tarik wisata yang tidak merusak lingkungan.
-
2. Perlu adanya upaya pengawasan dan penegakan hukum terhadap aktifitas penyerobotan lahan mangrove oleh masyarakat setempat.
-
3. Dalam rangka menjamin kelestarian hutan mangrove, pelaksanaan wisata edukatif bagi masyarakat, memberikan peluang usaha bagi masyarakat sekitar dan meningkatkan pendapatan negara dan pendapatan asli daerah, pengelola Kawasan Hutan Mangrove Nusa Lembongan harus mulai melakukan upaya-upaya pengembangan pariwisata alam dengan obyek flora dan fauna bawah air hutan mangrove sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, J., S.J. Damanik, N. Hisyam, dan A.J. Whitten, 1984. Ekologi Ekosistem Sumatra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Halaman: 99-121.
Ardhana, I P.G. 2009. Metode Dan Teknik Analisis Komponen Biotik. Denpasar. Bahan Ajar. Program Studi Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana.
Ardhana, I P.G., 2015. Ekologi Tumbuhan. Edisi Kedua. Denpasar: Udayana University Press.
Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta: Kanisius.
Ball, M. C. 2002. Interactive effects of Salinity and Irradiance of Growth: implications for mangrove forest structure along salinity gradient. Trees Struct. Funct., 16: 125-139.
Boedi. 1978. Hutan Bakau di Pulau Dua (teluk Banten, Jawa Barat). Prosiding Seminar 1 Ekosistem Hutan Mangrove, Jakarta. Halaman: 69-71.
Hardjowigeno, S. 1986. Sifat-sifat dan Klasifikasi Tanah Hutan Mangrove di Daerah Muara Sungai Berau dan Pulau Tibi Kalimantan Timur. Prosiding Seminar III Ekosistem Mangrove. Denpasar Bali. Halaman: 165 - 167.
Kathiresan, K., and N. Rajendran. 2004. Mangrove Ecosystems of The Indian Ocean Region. Centre of Advances Study in Marine Biology. Indian Journal of Marine Sciences. Volume 34 (1): 104113.
Kairo, J.G., F. D. Guebas., J. Bosire and N. Koedam, 2001. Restoration and Mangement of Mangrove System a lesson for and from The East African Region. South African Journal and Botany. (67): 3 - 4.
Noor, Y. R., M. Khazali dan I N. N. Suryadiputra. 2012. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Cetakan ulang ketiga. Bogor: Ditjend PHKA: Wetlands International, Indonesian Programme.
Notohadiprawiro, T. 1986. Tanah Estuarin, Watak, Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Rao, M. K., Krishna, P. V. and V. Hemanth. 2015. Mangrove floral diversity and necessity for concervation of Interu mangrove swamp of River Krishna estuarine region Andhra Pradesh, India. International Journal of Advanced Research. Volume 3, Issue 6, 829-839.
Soegianto. 1986. Bakau Vegetasi Pantai Yang Kurang Kita Perhatikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Bandung: Aqua Press.
Wibowo, K. dan T. Handayani. 2006. Pelestarian Hutan Mangrove melalui Pendekatan Mina Hutan (Silvofishery). Jurnal Teknik Lingkungan, 7 (3): 135-137.
115
Discussion and feedback