Ecotrophic ♦ 4 (2) : 125-13O

ISSN: 19075626

RESIDU PESTISIDA PADA SAYURAN KUBIS (Brassica oleracea L.) DAN KACANG PANJANG ( Vigna sinensis L.) YANG DIPASARKAN DI PASAR BADUNG DENPASAR

K Agung Sudewa 1), D N Suprapta 2)Dan M S Mahendra3)

1)Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa

2)Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana 3)Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Udayana

ABSTRAK

Residu pestisida dari golongan organofosfat dan karbamat yaitu diazinon, klorpirifos, fentoat, karbaril dan BPMC diteliti pada krop kubis (Brassica oleracea) dan polong kacang panjang (Vigna sinensis). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat residu pestisida yang terdapat pada sayuran kubis dan kacang panjang yang dijual di Pasar Badung, Denpasar.

Penentuan sampel pedagang dilakukan dengan cara proportional dan purposive sampling, untuk pengambilan sampel pedagang diambil 10% dari populasi pedagang sayuran kubis dan kacang panjang yang ada di pasar Badung, Denpasar.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa residu insektisida Diazinon, Klorpirifos, Fentoat, Karbaril dan BPMC yang terdapat pada krop kubis dan polong kacang panjang yang dijual di pasar Badung Denpasar dipengaruhi oleh jumlah penggunaan insektisida tersebut, dimana insektisida Klorpirifos 60 – 65%, Karbaril 40% digunakan oleh petani, nilai residunya pada kubis dan kacang panjang adalah Klorpirifos sebesar 0,525 ppm dan 1,296 ppm, Karbaril sebesar 0,303 ppm dan 0,471 ppm. Dimana nilai residu klorpirifos pada kubis dan kacang panjang melebihi nilai MRL (Maximum Residue Limit) pada sayuran yaitu sebesar 0,5 ppm.

Kata Kunci : residu pestisida, maximum residue limit, kubis, kacang panjang.

ABSTRACT

Pesticides residue of organophosphate and carbamate i.e. diazinon, chlorpyriphos, fentoate, carbaril and BPMC were tested on cabbage (Brassica oleracea L.) and long bean (Vigna sinensis L.. The purpose of this study was to know the level of pesticides residue remaining on cabbage and long bean marketed in Badung Market, Denpasar.

The samples were determined proportionally based on purposive sampling method. The proportion of sample was 10% of the total cabbage and snake bean sold in Badung market.

Result of present study showed that residue of insecticides such as diazinon, chlorpyriphos, fentoate, carbaril, and BPMC remaining on the head of cabbage and snake bean marketed in Badung market was affected by the frequencies of their use in the field, in which chlorpyriphos was used by 60-65% of the farmers and carbaril by 40% of the farmers. Their residues on cabbage anf snake bean were 0.525 ppm and 1.296 ppm for chlorpyriphos (organophosphate); 0.303 ppm and 0.471 ppm for carbaril (carbamate). These result suggested that residue of chlorpyriphos on cabbage and snake bean were higher than MRL (Maximum Residue Limit) for vegetable crops, i.e. 0.5 ppm.

Keyswords : pesticide residue, maximum residue limit, cabbage, snake bean.

PENDAHULUAN

Sayur dibutuhkan manusia karena kandungan vitamin, karbohidrat dan mineralnya tidak dapat disubstitusi oleh bahan makanan pokok. Karbohidrat dalam sayur berbentuk selulose (serat), gula dan zat tepung. Sedangkan kandungan vitamin dan mineralnya mudah rusak oleh panas sehingga lebih banyak dikonsumsi dalam bentuk segar (Nazarudin,1994). Meningkatnya permintaan masyarakat akan sayuran dapat dilihat dari makin meningkatnya produksi sayuran khususnya Bali dimana pada tahun 2004 produksi kubis mencapai 46.139 ton, kacang panjang 10.043 ton dan tomat 27.339 ton

sedangkan produksi pada tahun 2005 masing-masing adalah sebesar 54.855 ton, 11.430 ton dan 41.323 ton (BPS Bali, 2005).

Salah satu kendala yang dihadapi petani dalam budidaya sayuran baik yang di dataran rendah maupun dataran tinggi adalah masalah hama dan penyakit. Penggunaan pestisida merupakan alternatif utama yang dilakukan dalam mengendalikan hama penyakit tanaman, terutama pada daerah-daerah sentral penghasil sayur, karena dianggap paling efektif dibandingkan cara biologis dan fisik. Penggunaan pestisida sintetis mencapai 2.300 kg setahun, pemanfaatan pestisida sintetis yang tidak

terkendali memerlukan biaya tambahan untuk memulihkan lingkungan (Suprapta, 2005).

Berbagai hasil penelitian menyebutkan akibat penggunaan berbagai pestisida sintetis sekitar 2 juta orang dilaporkan menderita keracunan dan 40.000 diantaranya berakibat fatal (Oka 1999 dalam Suprapta, 2005). Selanjutnya dilaporkan kasus keracunan pestisida di Indonesia antara tahun 1976-1986 tercatat 2.075 orang dan 236 orang diantaranya meninggal dunia. Pada Juli tahun 2000 dilaporkan 16 orang petani belia di wilayah Kolda; Senegal yang berupaya melindungi bibit kacang tanah menggunakan pestisida serbuk Grannox TBC dan Spinox T, tiba-tiba sakit dan mati (FAO, 2002 dalam Suprapta, 2005).

Penggunaan pestisida sintetis akan mengakibatkan berbagai pengorbanan yang harus ditanggung umat manusia. Pencemaran lingkungan dan keracunan terhadap pemakainya sulit diminimalkan.Hasil laporan pengawasan pestisida dari Balai Produksi Tanaman Pangan (BPTP) VII Denpasar menunjukkan bahwa jumlah pestisida yang beredar di Bali selama musim tanam tahun 2001 adalah 28.663,90 kg/liter, tahun 2002 adalah 30.083,35kg/liter dan tahun 2003 adalah 25.152,42 kg/liter. Jenis insektisida merupakan jumlah terbesar yaitu 71,79%. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan bahan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit tumbuhan di Bali (Anonim, 2003). Dewasa ini jenis pestisida yang paling banyak beredar dan digunakan dalam pengendalian hama penyakit tanaman secara terpadu adalah jenis organofosfat dan karbamat.

Senyawa organofosfat dan karbamat bersifat menghambat enzim cholinesterase, yaitu enzim yang berperan dalam penerusan rangsangan syaraf. Peracunan dapat terjadi karena gangguan dalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan kematian atau dapat pulih kembali. Umur residu dari organofosfat dan karbamat ini tidak berlangsung lama (180 hari) sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan cenderung tidak terjadi karena faktor-faktor lingkungan mudah menguraikannya menjadi komponen yang tidak beracun.

Matsumura (1985); Tarumingkeng (2001) mengatakan bahwa simpton atau gejala yang muncul, yang merupakan kriteria yang penting akibat keracunan pestisida pada mamalia adalah ptosis (kelopak mata jatuh), miosis (pupil mengecil) midrasis (pupil membesar), perubahan suhu pada rektrum dan jari tangan serta efek pada saraf pusat.

Tarumingkeng (2001) mengatakan bahwa untuk melindungi konsumen diri bahaya keracunan pestisida, WHO/FAO telah menetapkan batas maksimum residu (MRL/Maximum Residue Limit), yang boleh dikandung dalam makanan atau komoditas pertanian adalah sebesar 0,5 ppm.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar residu pestisida jenis organofosfat dan karbamat pada sayuran kubis dan kacang panjang yang dijual di Pasar Badung, Denpasar.

METODE PENELITIAN

Analisis residu pestisida dilakukan di Laboratorium Forensik Poltabes Denpasar, selain menggunakan data primer berupa hasil dari uji dengan GC (Chromatography Gas) terhadap sayuran yang diambil dari pasar Badung juga digunakan data hasil survai terhadap petani di kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar, Klungkung dan Bangli masing-masing diambil 20 petani sampel yang luas lahan pertanamannya antara 5-10 are dengan akses penjualan hasil panen ke Pasar Badung dan pedagang kubis dan kacang panjang yang ada di Pasar Badung sebanyak 96 pedagang. Tehnik budidaya petani terutama dalam mengendalikan hama-penyakit tanaman dan tindakan pascapanen ditingkat petani dan pedagang dianggap berhubungan erat dengan kadar residu pestisida yang terdapat pada sayuran kubis dan kacang panjang.

Pelaksanaan Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan September 2008. Pengambilan sampel sayuran : kubis dan kacang panjang dilakukan masing-masing 2 (dua) kali dengan interval waktu 2 (dua) bulan, Jumlah pedagang yang diambil sebagai sampel adalah 10% dari total 96 pedagang sayur di Pasar Badung dengan metode random probability sampling. Jenis pestisida yang akan diteliti tingkat residunya pada sayuran kubis dan kacang panjang adalah Organofosfat dan Karbamat.

Berat setiap sayuran yang diambil berbeda yaitu : kubis masing-masing satu buah (krop), kacang panjang 0,5 kg. Selanjutnya selama perjalanan ke Laboratorium sampel ditempatkan pada kantong plastik tertutup, atau kotak pendingin (Ice Box). Untuk melengkapi data yang berhubungan dengan kadar residu pestisida dilakukan wawancara terstruktur (kuisioner) kepada petani dan pedagang.

Sampel sayuran yang akan dianalisis diperoleh dari pasar tradisional (Pasar Badung) di Kota Denpasar. Bahan-bahan kimia yang diperlukan adalah solvent/pelarut (aseton, petroleum, eter), sodium sulfat. Sedangkan alat berupa Blender, Kuderma Danish Contrators, Separatory funnel.

Analisis residu pestisida dikerjakan berdasarkan AOAC (1990) dengan menggunakan Gas Chomatography (Model 8000 TOP yang dilengkapi dengan Electron Capture Detector). Tahapan analisis meliputi : ekstraksi polong kacang panjang dan krop kubis, pemurnian (clean up), pembuatan larutan standar dan analisis kuantitatif (perhitungan kadar residu). Recovery test merupakan patokan untuk menilai apakah metode yang digunakan sudah cukup baik.

Masing-masing sampel kubis dan kacang panjang yang diperoleh dari pedagang ditempatkan pada wadah penampungan dan dicampur. Sebanyak 10 gram sampel, baik kubis maupun kacang panjang diambil acak lalu diblender, kemudian direndam dalam 100 ml Heksana, kocok dalam Ultrasonic selama 3 (tiga) jam. Selanjutnya fraksi heksana di clean up dalam kolom SpE , eluat dipekatkan sehingga mencapai 1 ml selanjutnya di injeksikan ke dalam Gas Chromatographi dengan kondisi siap pakai (standar) pada suhu kolom 200°C, suhu injektor 230°C, kecepatan alir N2 40 ml/menit, H2 1,3 kg/cm2 dan tekanan udara 1 kg/cm2. Analisis dilakukan pada kondisi tersebut dengan menyuntikkan 4 μl larutan standar dan larutan sampel ke dalam Gas Chromatographi dan menghasilkan kromatogram dengan waktu retensi tertentu. Konsentrasi residu pestisida dalam sampel dapat dihitung dari grafik kromatogram yang dihasilkan, kemudian dibandingkan dengan kromatogram standar.

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah kadar residu pestisida organofosfat dan karbamat dalam krop kubis dan polong kacang panjang.

Analisis residu pestisida menggunakan metode Kromatografi Gas (GC). Perhitungan kadar residu pestisida (R) yang dinyatakan dalam ppm dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (AOAC, 1990) :

Keterangan :

R = Residu pestisida pada sayuran (ppm)

Sx = Area sampel

Ulx = Volume ekstrak sampel polong kacang panjang atau kubis yang disuntikkan (µl)

Ngs = Jumlah Insektisida standar yang disuntikkan (Volume standar yang disuntikkan

Ss = Area standar

Fv = Volume akhir ekstrak (ml)

W = g sampel (berat sampel yang diekstraksi dalam g)

Adanya kadar residu pestisida pada sampel sayur kubis dan kacang panjang akan dibandingkan dengan nilai RML untuk sayuran yang besarnya 0,5 ppm.

HASIL DAN EMBAHASAN

Pengendalian Hama-Penyakit dan Pascapanen Tanaman Kacang Panjang dan Kubis

A.    Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis L.)

Berdasarkan hasil survai di Kabupaten Tabanan, Badung, Gianyar dan Klungkung yang merupakan daerah penghasil kacang panjang di Bali, Tanaman kacang panjang ditanam sampai 2 (dua) kali dalam satu tahun pertanian. Penanaman biasanya dilakukan pada bulan-bulan Januari sampai bulanApril. Hal ini dapat dilakukan karena tanaman kacang panjang dapat ditanam pada daerah

sampai dengan ketinggian 800 meter dari permukaan laut (Samadi, 2003), sedangkan untuk pertumbuhan optimalnya, ketersedian air adalah fakor yang sangat menentukan (Nazarudin, 1994).

Untuk mengetahui kegiatan budidaya dan pasca panen ditingkat petani kacang panjang diuraikan secara ringkas pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil survei kegiatan petani sampel dalam budidaya dan pascapanen tanaman kacang panjang

No.

Jenis Kegiatan

Jumlah (%)

1

Pola Tanam

1 kali/tahun

2 kali/tahun

60

40

2

Jenis Insektisida :

  • -    Diazinon 60 EC

  • -    Dursban 200 EC

  • -    Dharmasan 600 EC

  • -    Sevin 85 WP

  • -    Dharmabas 500EC

  • -    Bayrusil 250 EC

20

65

10

40

30

5

3

Dosis dan Konsentrasi Insektisida Sesuai anjuran

100

4

Rata-rata jumlah penyemprotan dari

Tanam sampai panen :

  • 4    - 8 kali

  • 8    - 10 kali

  • 10    - 12 kali

5

75

20

5

Pencucian hasil :

  • -    dilakukan pencucian

  • -    tidak dilakukan pencucian

10

90

Karena ditanam dua kali setahun, penanganan hama penyakit sangat mendapat perhatian petani. Untuk menangani berbagai hama dan penyakit yang menggangu produktivitas kacang panjang, mulai dari pertumbuhan vegetatif sampai panen (pemetikan polong kacang panjang), pengendalian hamadan penyakit seperti ; Tungau Merah (Tetranychus bimaculatus)/,µ lLxalkaotnsKenatcrasnigsta(nOdaprh/piopm)y a pase. oli), Penggerek polong (Etiella zinckenella T), Antraknosa (Colletotrichum lindemuthianum), Layu Fusarium ( Fusarium oxysporium sp), dan Bercak daun yang disebabkan oleh cendawan (Cercocpora vignae), petani banyak menggunakan insektisida yang beredar dipasaran dibawah bimbingan dari PPL setempat. Adapun jenis-jenis insektisida tersebut adalah; Bayrusil 250 EC, Diazinon 60 EC, Sevin 85 WP , Dursban 200 EC, Dharmasan 600 EC, Dharmabas 500 EC.

Insektisida tersebut diatas adalah dari golongan pestisida Organofosfat dan Karbamat. Pengendalian hama dan penyakit secara kimiawi ini mulai dilakukan pada saat tanaman kacang panjang mulai berbunga. Kacang panjang dipanen pada kisaran umur 45-50 hari setelah tanam (hst) sedangkan panen dapat dilakukan 8-12 kali.

Serangan hama dan penyakit biasanya sudah terjadi pada saat polong muda sehingga petani melakukan pengendalian dengan menggunakan insektisida pada saat tanaman berumur kurang lebih 30 hst dan petani melakukan pengendalian atau melakukan penyemprotan insektisida 3-4 hari sebelum panen, sehingga petani melakukan

penyemprotan rata-rata sebanyak 8-10 kali sampai panen terakhir (75%) sesuai dengan dosis dan konsentrasi insektisida dalam kemasan.

Dalam penanganan pascapanen, petani hampir 90% tidak melakukan pencucian terhadap polong kacang panjang. Polong yang telah dipetik langsung dijual kecuali ada bekas pestisida jenis fungisida yang memang dapat terlihat dengan kasat mata, hanya kurang dari 10% melakukan pencucian dengan menggunakan air kali (sungai) terhadap polong yang akan dijual itupun bertujuan agar polong tetap kelihatan segar. Penjualan dapat langsung kepasar tradisional atau diambil pihak pengepul atau pedagang besar yang selanjutnya dibawa ke pasar Badung.

Pada saat panen raya di daerah Jawa Timur, polong kacang panjang banyak disuplai ke Pasar Badung, dari hasil survei terhadap pedagang besar dan pedagang pengecer tidak dilakukan penanganan pascapanen apapun terhadap bahan termasuk pencucian (100%).

  • B.    Tanaman Kubis (Brassica oleracea L.)

Sumber produksi krop kubis daerah Bali berasal dari Kabupaten Tabanan (Kecamatan Baturiti) yang sebagian besar diperjual-belikan di Pasar Badung. Pengendalian hama dan penyakit tanaman kubis atau kol oleh petani di daerah Tabanan juga dilakukan dengan cara kimia yaitu penggunaan pestisida tertentu.

Adapun untuk mengendalikan hama dan penyakit yang menyerang tanaman kubis seperti; Ulat Tritip (Plutellaxylostella), Ulat Titik Tumbuh (Crocidolomia binotalis Zell), Ulat Grayak (Prodenia litura F), Kutu Daun (Myzus persicae Sulz), dan penyakit yang disebabkan oleh cendawan dan bakteri seperti penyakit rebah batang yang disebabkan oleh cendawan Pythium debaryanum, dan penyakit busuk hitam yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonascampestris, petani mengunakan pestisida seperti, Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Dursban 200 EC, Sevin 85 WP Dharmasan 600 EC Diazinon 60 EC dan Dharmabas 500 EC.

Pengendalian yang dilakukan oleh petani terhadap hama dan penyakit diatas sangat tergantung dari kondisi tanaman di lapangan, tapi secara umum rata-rata petani melakukan penyemprotan sejak tanam sampai panen antara 4 - 6 kali (85%) sesuai dosis dan konsentrasi anjuran dalam kemasan insektisida.

Sedangkan penanganan pascapanen dilakukan hanya dengan menghilangkan helaian daun paling luar yang terkena serangan hama penyakit atau yang sudah tua/robek dan kotor karena tanah pada saat panen dan tidak dilakukan pencucian (100%). Krop Kubis atau Kol dari lahan pertanian langsung dibawa ke pasar tujuan, hasil survei di tingkat pedagang juga menunjukkan tidak dilakukan pencucian terhadap krop kubis yang dijual (100%).

Tabel 2. Hasil survei kegiatan petani sampel dalam budidaya dan pascapanen tanaman kubis

No

Jenis Kegiatan

Jumlah (%)

1

Pola tanam :

  • 1    kali/tahun

  • 2    kali/tahun

50

50

2

Jenis Insektisida :

  • -    Diazinon 60 EC

  • -    Dursban 200 EC

  • -    Curacron 500 EC

  • -    Sevin 85 WP

  • -    Dharmasan 600 EC

  • -    Dharmabas 500 EC

20

60

20

40

10

10

3

Dosis dan konsentrasi insektisida sesuai anjuran

100

4

Rata-rata jumlah penyemprotan dari tanam sampai panen:

  • 4    – 6 kali

  • 6    – 8 kali

  • 8    – 10 kali

85

10

5

5

Pencucian hasil:

- tidak dilakukan pencucian

100

Hasil Analisa Residu pestisida pada Polong Kacang Panjang dan Kubis

Pengendalian hama dan penyakit tanaman untuk meningkatkan hasil, kontinuitas dan mutu sayuran petani masih memilih secara kimia walaupun harga insektisida relatif mahal, tindakan ini menyebabkan adanya deposit atau residu beberapa jenis insektida pada sayuran yang dikonsumsi masyarakat.

Nilai rata-rata residu insektisida Diazinon, Klorpirifos, Fentoat, Karbaril dan BPMC pada kubis dan polong kacang panjang yang dijual di Pasar Badung, Denpasar dapat diuraikan secara singkat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai rata-rata residu insektisida Diazinon, Klorpirifos, Fentoat, Karbaril dan BPMC pada kubis dan polong kacang panjang di Pasar Badung-denpasar.

Insektisida

Rata-rata Residu (ppm)

MRL (ppm)

Kubis + sd

Kacang panjang + sd

Diazinon

0,023 + 0,021

0,070 + 0,063

0,5

Kloropirifos

0,525 + 0,290

1,296 + 1,000

0,5

Fentoat

0,050 + 0,010

0,097 + 0,062

0,5

Karbaril

0,303 + 0,047

0,471 + 0,245

0,5

BPMC

0,016 + 0,008

0,021 + 0,012

0,5

Keterangan : sd = standar deviasi

Pengendalian hama dan penyakit tanaman untuk meningkatkan hasil, kontinuitas dan mutu sayuran petani masih memilih secara kimiawi walaupun harga insektisida relatif mahal. Tindakan ini menyebabkan adanya deposit atau residu beberapa jenis insektida pada sayuran yang dikonsumsi masyarakat.

Pada Tabel 5.3. diperoleh bahwa kadar residu beberapa insektisida dari golongan Organofosfat yaitu :Diazinon (0,070 ppm dan 0,023 ppm) dan Fentoat (0,097 ppm dan 0,050 ppm), dari golongan Karbamat yaitu : Karbaril (0,471 ppm dan 0,303 ppm) BPMC (0,021 ppm dan 0,016 ppm) pada polong kacang panjang dan krop kubis, ditemukan masih di bawah nilai MRL (Maximum 128

Residue Limit) sebesar 0,5 ppm. Rendahnya residu insektisida Diazinon, Fentoat, BPMC dan Karbaril, baik pada polong kacang tanah dan krop kubis sangat berkaitan dengan persentase penggunaan jenis insektisida ini di lapangan yang hanya 10 - 20% kecuali Sevin 85% (Karbaril) yang penggunaannya mencapai 40%. Sedangkan perlakuan jumlah penyemprotan yang mencapai 8 - 10 kali (75%) pada tanaman kacang panjang dan 4 – 6 kali (85%) pada tanaman kubis dan tidak dilakukan perlakuan pencucian pada hasil panen cenderung tidak memberikan perbedaan terhadap hasil analisa residu insektisida. Namun insektisida Kloropiros dari golongan Organofosfat residunya ditemukan jauh di atas nilai MRL yaitu untuk krop kubis residunya sebesar 0,525 ppm dan pada polong kacang panjang nilai residunya sebesar 1,296 ppm, dimana nilai ini sangat didukung persentase penggunaan insektisida Dursban 200 EC (bahan aktif Klorpirifos) yang mencapai 60% untuk tanaman kubis dan 65% untuk tanaman kacang panjang. Secara umum sifat insektisida organofosfat dan karbamat sangat mudah terurai dan mempunyai waktu paruh yang relatif pendek sehingga residunya dalam tanaman ditemukan dalam jumlah kecil (Tarumingkeng, 1992).

Nilai residu hasil analisis seperti yang diperoleh (Tabel 5.3) sangat terkait dengan jumlah penggunaannya di lapangan, semakin sedikit insektisida tersebut digunakan residunya yang tersisa didalam sayuran juga semakin sedikit. Residu insektisida dalam tanaman atau sayuran menurut Hidayah (1998) sangat tergantung waktu, cara dan banyaknya aplikasi. Sedangkan menurut Triani (2005), residu insektisida pada polong kacang panjang sangat tergantung dari dosis (46,81%), konsentrasi (48,06%) dan interval penyemprotan (59,82%).

Residu pestisida dapat hilang atau terurai, dan kadang-kadang proses ini berlangsung

dengan laju yang konstan. Faktor yang mempengaruhi perubahan ini adalah penguapan, pencucian, degradasi enzimatik dan translokasi (Tarumingkeng, 1992). Lebih lanjut dikatakan bahwa insektisida dalam tanaman dapat hilang sama sekali karena proses metabolisme yang berkaitan dengan proses pertumbuhan tanaman itu sendiri. Laju menghilangnya insektisida residu pestisida, mengikuti hukum kenetika ordo pertama yaitu berhubungan dengan banyaknya insektisida yang diberikan (deposit) dan faktor waktu, dimana akan terjadi 2 (dua) tahap yaitu tahap awal dimana residu akan menghilang dengan cepat yang disebut proses disipilasi, selanjutnya tahap dimana menghilangnya residu insektisida berlangsung lambat yang disebut persistensi. Sebab terjadinya dua proses ini antara lain karena deposit insektisida dapat diserap (absorpsi) dan dipindahkan (translokasi). Residu permukaan permukaan atau residu efektif adalah banyaknya insektisida yang tertinggal pada tanaman, setelah dilakukan penyemprotan

pada tanaman. Residu permukaan ini dapat hilang karena proses pencucian, penggosokan atau hidrolisis dan sebagainya (Harun, 1995).

Untuk sayuran krop kubis dan polong kacang panjang yang diperoleh di Pasar Badung, dimana baik di tingkat petani maupun pedagang tidak dilakukan pencucian (100%), menyebabkan residu efektif atau residu permukaan sangat tinggi untuk insektisida karbaril dan klorpirifos yang didukung pemakaian kedua insektisida ini (Sevin 85%) sebanyak 40% dan Dursban sebanyak 60 -65% dan terjadinya proses penyerapan (absorpsi) karena kedua insektisida ini juga bersifat racun sistemik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian di laboratorium dan hasil survei dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

  • 1.    Residu pestisida jenis insektisida dari golongan organofosfat yaitu diazinon dan fentoat serta golongan karbamat yaitu karbaril dan BPMC padasayuran kubis yaitu masing-masing; 0,023 ppm untuk diazinon, 0,050 ppm untuk fentoat; 0,303 ppm untuk karbaril dan 0,016 ppm untuk BPMC, sedangkan pada polong kacang panjang masing-masing; 0,070 ppm, 0,097 ppm, 0,471 ppm dan 0,021 ppm. Nilai ini masih berada di bawah MRL (Maximum Residue Limit) untuk sayuran sebesar 0,5 ppm.

  • 2.    Residu pestisida jenis insektisida klorpirifos pada sayuran kubis dan kacang panjang berada di atas nilai MRL yaitu masing-masing sebesar 0,525 ppm dan 1,296 ppm. Hal ini disebabkan petani kubis dan kacang panjang menggunakan insektisida Dursban dengan bahan aktif klorpirifos untuk mengendalikan hama dan penyakit mencapai 60 - 65%.

Saran

  • 1    Perlu dilakukan pemantauan terhadap residu insektisida pada tanaman kubis dan kacang panjang serta sayuran lainnya agar kadar residu insektisidanya tidak melebihi MRL (Maximum Residue Limit)

  • 2    Melakukan penyuluhan yang lebih intensif mengenai pestisida, baik dosis, konsentrasi dan terutama interval penyemprotan atau penggunaannya di tingkat petani dan bahaya keracunan pestisida di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1999. Laporan Pengawasan Pestisida di Bali Musim Tanam. Denpasar : Deptan, Ditjen Tanaman Pangan dan Hortikultura

Anonim. 2003a. Materi POPs ( Persisten Organic Pollutans). Denpasar : Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Udayana.

Anonim. 2003b. Laporan Jumlah Pestisida yang Beredar di Bali. Denpasar : Deptan, Propinsi Bali.

A.O.A.C. 1990. Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Editor. Keneth Helrich, 15th Virginia, USA : The Association of Official Analytical Chemists, Inc.

Barnard, J. (November 19, 2008). "US biologists: 3 common pesticides harm salmon". Associated Press. http://www.watoxics.org/pressroom/press-clips/a92008-google-map-data-a92008-tele-atlas-terms-of-use-us-biologists-3-common-pesticides-harm-salmon

EPA. 1999. Organophosphate Pesticides in Food A Primer on Reassesment of Residue Limits. EPA. No. 735-F-99-014. www.eoa gov/pesticides/op/primer-htm.

Harun, Y. 1995. Telaah Tingkat Jenis Residu Pestisida pada Beberapa Sayuran yang dijual di Pasar Swalayan dan Pasar Umum Bogor (tesis). Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Nazaruddin. 1994. Budidaya dan Pengaturan Panen Sayuran Dataran Rendah. Jakarta: Penerbit Swadaya.

Novizan, 2002. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka.

Perry, A. S, I. Yamamoto, I. Ishaaya dan R. Y. Perry. 1998. Insectisides in Agriculture and Eviroment. Spinger-Verlag Berlin, Heidelberg.

Pracaya. 2005. Kol alias Kubis. Jakarta: Penerbit Penebar Swadaya

Samadi, B.2003. Usaha Tani Kacang Panjang. Yogjakarta : Penerbit Kanisius

Suprapta, D N. 2005. Pertanian Bali Dipuja Petaniku Merana. Denpasar : Penerbit Taru Lestari Foundation, Arti Foundation.

The Free Encyclopedia. 2008. Carbaryl. http:// en. wikipedia.org./wiki.

Takahashi, HIROAKI (1984). "Potentiated Toxicity of 2-sec-Butylphenyl Methylcarbamate (BPMC)". Toxocological Sciences 4 (5): 718–723. doi:10.1093/toxsci/4.5.718.

Tarumingkeng, IL C. 1992. Insektisida, Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak Penggunaan. Jakarta: Universitas Kristen Krida Wacana.

Tarumingkeng, R, C. 2001. Pestisida dan Penggunaannya. Rev. 20 Jul 01 RCT, file: //a:\2ev.htm.

130