Ecotrophic ♦ 4 (1): 31 - 37                                                   issn: 1907-5626

KAJIAN STRATEGIS PENGEMBANGAN POTENSI EKOWISATA DI LEMBAH BALIEM SEBAGAI SUATU ALTERNATIF PENGELOLAAN PARIWISATA BERKELANJUTAN

BONI ASSO1), IB ADNYANA MANUABA2), I NYOMAN SUNARTA3)

  • 1)    Program Magister Ilmu Lingkungan

  • 2)    Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

  • 3)    Program Magister Kajian Pariwisata Unud

Email:pmil-unud@indo.net.id

ABSTRAK

Suatu alternatif yang dapat memberikan kontribusi positif terhadap usaha pelestarian lingkungan, adalah pengembangan ekowisata dengan tetap memperhatikan prisip-prinsip secara konsisten. Sebagai langkah awal idealnya pengembangan obyek ekowisata sebagai daya tarik wisata harus diinventarisir terdahulu, agar perencanaan pengembangan tidak terjadi kekeliruan. Lembah Baliem memiliki begitu banyak potensi sumber daya ekowisata, namun belum dikelola dengan pendekatan konsep ekowisata. Berdasarkan alasan tersebut, penelitian mengakomodir potensi yang terdapat di Lembah Baliem guna mengetahhui potensi pengembangan ekowisasa yang berkelanjutan. Adapun Tujuan dari penelitian ini, adalah untuk mengetahui potensi pengembangan ekowisata, kendala pengembangan ekowosata, dan strategi pengembangann sumber daya ekowisata yang terdapat di Lembah Baliem.

Penelitian ini dilakukan di Lembah Baliem, yang secara administratif berada di Kabupaten Jayawijaya Provinsi Papua. Dalam penulisan tesis ini, jenis data yang digunakan adalah jenis data kualitatif dan kuantitatif, sesuai dengan kebutuhan penulisan. Data dalam penulisan tesis ini bersumber dari data primer dan data sekunder. Selanjutnya cara pengambilan sampel dalam penelitian ini, menggunakan instrument pengumpulan data non-test, yaitu; melalui wawancara, kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Akhirnya data yang diperoleh,diuraikan, dibahas, serta dianalisis menggunakan matriks SWOT dengan pendekatan SHIP.

Hasil penelitian menunjukan, bahwa Lembah Baliem memiliki potensi sumber daya ekowisata yang cukup bervariasi serta alami, namun belum memberikan manfaat yang berarti terhadap kehidupan masyarakat lokal. Keterpaduan dalam mengembangkan sumber daya alam perlu dipupuk guna mencapai sasaran pembangunan yang efisien dan efektif serta optimal. Nyatanya pembangunan masih dilakukan secara sektoral sehingga pencapaian sasaran pembangunan juga tidak begitu optimal. Pengembangan ekowisata secara menyeluruh tertumpu pada dinas pariwisata daerah, sementara idealnya pengembangan pariwisata melibatkan semua elemen terkait, baik pemerintah maupun swasta.

Hasil identifikasi menunjukan, bahwa, di Lembah Baliem terdapat 8 Goa, 4 lokasi penyelenggaraan Festifal budaya, 3 patung bersejarah, 3 danau besar, 4 mummi, 5 lokasi pemandangan alam yang menarik. Kendala jarak, aksesibilitas, peran pelaku pembangunan, pengetahuan tentang konsep ekowisata masih terbatas, tingkat kunjungan wisatawan rendah. Berdasarkan hasil dapat disimpulakan bahwa Lembah Baliem potensial untuk dikembangkan, namun dihambat oleh Faktor akses dan sumber daya manusia, sehingga direkomendasikan 11 solusi strategis. Penanganannya diprlukan peran stikholder dengan memperhatikan konsep ekowisata berkelnjutan serta mengutamakan akses lansung ke Papua.

Kata kunci: Kajian strategis, ekowisata,pariwisata berkelanjutan.

ABSTRACT

An alternative that could contribute positively to the conservation of the environment is the development of ecotourism based on consistency in adopting its principles. As an initial step in the development of attractive ecotourism object, ideally an inventory should be made first in order to avoid mistakes that could happen. Lembah Baliem area is so rich in potential ecotourism resources which, however, have not yet been managed on the basis of the concept of ecotourism approach. Based on such background this research accommodates the potential available in Lembah Baliem area in order to learn the possibility of developing sustainable ecotourism there. The objective of this research is to know the potential for developing ecotourism, to learn the obstacles to be faced, and to set the strategy for the development of ecotourism resources to be adopted for Lembah Baliem.

This research is conducted in Lembah Baliem area, which administratively belongs to the regency of Jayawijaya, Papua Province. The data used in this research include both qualitative and quantitative data in accordance with the need of the research. The data also include both the primary and secondary data. The sampling in this research is based on nontest data collecting instrument, in which the data is obtained through interview, questionnaire, observation, and

documentation. Finally, the data already collected is categorized, discussed and analyzed using the SWOT matrix under SHIP approach.

The research identification result shows that Lembah Baliem area has fairly varied and natural ecotourism resources, such as: 8 caves, 8 location of festival shows, 3 historical monuments, 3 biggest likes, 4 mummies, 4 beautyfull panarome site, The obstacles of Baliem Ecotourism development are distance, stakeholder participation, knowledge of ecotourism concept still limited and the index of tourist visiting still low. Tourism development in Lembah Baliem still concerned to mass tourism management strategy. According the result could be concluded that the ecotourism potential to be developed, bud the development blocked by accessibility and human resources, so it should be solve out by 11 strategic solution. The handling of those obstacle need stakeholder involving base of sustainable ecotourism development, then give priority for straight access to West Papua.

Key Words: Strategic analysis, ecotourism, sustainable development.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kabupaten Jayawijaya merupakan salah satu daerah tingkat II di Propinsi Papua yang memiliki potensi budaya yang sangat unik dan fariasi sumber daya alam baik flora dengan kesuburannya, fauna endemik yang khas serta bentang alam yang sangat indah, unik, serta beberapa bentang alam yang cukup menantang. Melihat potensi tersebut, maka pengembangan pariwisata di Lembah Baliem meliputi pariwisata budaya dan alam, namun dalam implementasinya dititikberatkan pada pengembangan potensi kebudayaan. Kebijakan pengembangan pariwisata tersebut sangat erat kaitannya dengan ketertarikan wisatawan terhadap kebudayaan masyarakat di Lembah Baliem, yang menjuluki masyarakat Lembah Baliem, dengan sebutan the real live of people (kehidupan manusia yang sesungguhnya).

Di balik upaya Pemerintah tersebut, masyarakat juga diperhadapkan derasnya arus akulturasi, sehingga potensi kebudayaan tersebut sangat rentan dengan perubahan yang berakibat pada degradasi nilai-nilai budaya. Perubahan tersebut dipengaruhi oleh ilmu alam, sosial dan alat-alat komunikasi. Ilmu eksata penilaian kritis, ilmu jiwa memperjelas prilaku manusia, ilmu sejarah membuka mata bagi unsur-unsur kebudayaan asing. Keyakinan dalam menganut pola barat, nampak, terutama dalam dua kalangan sosial; dalam komunitas pemeluk agama Kristen di satu pihak dan beberapa elit cendikiawan di pihak lain. Pemahaman yang sedemikian rupa, dapat berpengaruh kepada pergeseran pola pandang, (Lombard, 2002:97).

Perubahan dan dinamika merupakan satu ciri yang sangat hakiki dalam masyarakat dan kebudayaan. Adalah suatu fakta yang tidak terbantahkan, bahwa “perubahan” merupakan suatu fenomena yang selalu mewarnai perjalanan sejarah setiap masyarakat dan kebudayaan. Tidak ada satu masyarakat pun yang statis dalam arti absolut. Setiap masyarakat selalu mengalami transformasi, dalam fungsi waktu sehingga tidak ada satu masyarakatpun yang mempunyai potret yang sama, kalau dicermati pada waktu yang berbeda – baik masyarakat “tradisional”

maupun masyarakat “moderen” meskipun dengan laju perubahan yang berfariasi, (Redfield, 1960; Bee, 1974; Eisenstadt, 1992; Haferkamp dan Smelser, 1992). Perubahan yang terjadi di segala sektor, merupakan ancaman bagi pelestarian kebudayaan di setiap suku bangsa, jika setiap suku bangsa tidak berhati hati, maka akan berdampak terhadap kehancuran nilai-nilai budaya asli (Pitana, 2002:3).

Sebuah penelitian yang bejudul “Pengaruh Agama Dalam Adat” juga dilaporkan, bahwa; kehadiran Agama Kristen di Tanah Papua, banyak suku di Tanah Papua meninggalkan budaya. Langkah ini diambil, karena beberapa unsur kebudayaan dilarang oleh pihak Gereja akibatnya mereka membangun nilai-nilai kebudayaan baru, yang disesuaikan dengan ajaran agama Kristen (Giay, 1999:78).

Ancaman tersebut menjadi satu tolak ukur, untuk menentukan satu langkah alternatif, yang paling tidak dapat mengakomodir pengembangan kepariwisataan di kabupaten Jayawijaya. Sala satu langkah alternatif yang perlu ditempuh, dengan melihat potensi sumber daya alam di Lembah Baliem, adalah pengembangan ekowisata yang berkelanjutan. Pengembangan ekowisata berkelanjutan, ini merupakan sebuah langkah yang cukup strategis, terkait isu global tentang perubahan iklim dunia (world climate change isue). Kenyataan tersebut, menjadi sebuah tolak ukur, untuk menentukan langkah alternatif dalam pengembangan kepariwisataan yang berkelanjutan. Untuk mengatasi persoalan tersebut, maka satu pendekatan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan yang perlu ditempuh, adalah pengembangan ekowisata. Dengan alasan tersebut, maka penulis berinisiatif untuk melakukan indentifikasi potensi sumber daya alam, kendala pengembangan dan program pengembangan untuk menetapkan, langkah strategis pengembangan ekowisata di Lembah Baliem.

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah, untuk; 1. Mengidentifikasi potensi ekowisata yang ada di Lembah Baliem. 2. Mengetahui kendala pengembangan ekowisata di Lembah Baliem. 3. Mengetahui strategi pengembangan ekowisata di Lembah Baliem.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Jayawijaya (Lembah Baliem), sebab dalam Rencana Strategis Pembangunan Pariwisata Papua, ditetapkan sebagai wilayah pembangunan I (pertama). Kabupaten Jayawijaya terletak pada ketinggian 2500 meter di atas permukaan laut, ketinggian ini melahirkan keunikan yang khas sebagai potensi. Dalam kepariwisataan di Papua daerah ini merupakan daerah tujuan utama bagi wisatawan yang bermotif budaya dan panaroma alam pegunungan. Kabupaten Jayawijaya juga merupakan basis dimulainya kegiatan petualangan (tracking) ke beberapa daerah tujuan wisata lain.

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, berupa data kualitatif dan data kuantitatif yang mencakup jumlah keterangan dan menunjukan data produktifitas yang ada, serta yang lainnya. Data kualitatif berupa sejarah masyarakat Lembah Baliem, potensi pengembangan ekowisata, partisipasi stakeholder, peran masyarakat lokal, cara pengelolaan, dan bentuk pengelolaan. Data kuantitatif merupakan data yang diperoleh berupa angka angka yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas. Data tersebut dianalisis dengan analisis tentang kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan. Diperoleh dari sumber pertama secara langsung dengan menggunakan teknik pengumpulan data dari hasil obserfasi dan wawancara bebas terpimpin dengan orang-orang yang terlibat langsung dan mengetahui secara pasti tentang potensi ekowisata di Lembah Baliem melalui keterlibatan masyarakat, pemerintah, dan swasta. Data sekunder dapat diperoleh dari sumber tidak langsung berupa, literatur, dokumentasi, laporan ilmiah, dan arsip-arsip resmi, serta media elektronik yang digunakan untuk mendukung penelitian ini.

Untuk membantu perolehan data secara akurat, dalam penelitian ini, diperlukan instrumen berupa alat-alat yakni: kamera digital, dan tape recorder untuk memperoleh gambar serta suara dari informasi data yang dibutuhkan. Perekaman audio fisual dan pengambilan foto-foto dilakukan untuk menunjang penyajian data yang diperoleh di lapangan. Selain mengadakan perekanman peneliti juga menggunakan pedoman wawancara terstruktur (intervew guidline), dengan tujuan agar hasil rekaman dapat dicocokan dengan catatan untuk memperoleh data yang valid.

Populasi yang dijadikan obyek penelitian ini, adalah Masyarakat di Lembah Baliem yang ada di sekitar obyek-obyek dan daya tarik wisata, praktisi pariwisata seperti Hotel, Biro Perjalanan, dan Pramuwisata, serta Instansi Pemerintah terkait di Kabupaten Jayawijaya. Sedangkan sampel yang dijadikan sasaran penelitian ini adalah penduduk di sekitar lima distrik yang masing-masing kecamatan memiliki obyek wisata

Pengumpulan data juga dilakukan dengan menyebarkan angket atau daftar pertanyaan yang telah disiapkan, alat bantunya adalah melalui kuesioner. Pertanyaan-pertanyaan dalam kuisioner bersifat terbuka, agar responden lebih leluasa menjawab dan informasi yang diperoleh lebih banyak. Dalam penelitian ini digunakan teknik observasi lansung melalui pengamatan dan pencatatan potensi yang tampak di lokasi penelitian. Teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan Tanya jawab secara informal, atau wawancara langsung dengan berpedoman kepada daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan. Dokumentasi merupakan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen, laporan ilmiah, dan arsip-arsip resmi, serta media elektronik, yang terkait dengan penelitian ini.

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini, berupa analisis deskriptif kualitatif, dengan pendekatan analisis (SWOT) yang mendeskripsikan, menggambarkan, atau melukiskan hubungan antar fenomena yang diteliti secara sistematis, faktual dan akurat (Kusmyadi dan Sugianto, 2000 : 28).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Keunikan Lembah Baliem begitu menarik bagi wisatawan asing maupun domestik bermotif ekowisata yang berminat mengunjugi daerah tujuan wisata yang sangat alami. Lembah yang dikelilingi pegunungan yang diselimuti oleh hutan rimba, dan pada puncak pegunungan terdapat batuan berlumut serta diselimuti salju sehinngga memang cukup terkenal.

Sekilas eksotisme Lembah Baliem dengan Kota Wamena di lembahnya datang dari keunikan beberapa penduduk setempat yang masih ditemui seperti pada zaman batu. Pada Masyarakat suku Dani (Hughula), yang menghuni Lembah Baliem hingga ke lereng Pegunungan Jayawijaya, masih terdapat pria berkoteka atau hanya menutup auratnya dengan sejenis kulit labu tertentu ”koteka” (holim).

Atraksi alam sebagai basis pengembangan ekowisata di Lembah Baliem, meliputi, flora dan fauna yang sangat beranekaragam, pemandangan alam yang begitu mempesona, terdapat banyak sumber daya ekowisata (seperti air terjun, gua, danau telaga, dan sungai) sang sangat potensial dikembangkan, terdapat jalur treking yang panjang dan pendek, serta fasilitas olahraga arung jeram, namun belum banyak peminatnya, sehingga persediaannya masih terbatas. Sesungguhnya atraksi budaya merupakan primadona pembangunan kepariwisataan di Lembah Baliem, sebab seni, budaya, tradisi dan kebiasaan Masyarakat Baliem (Suku Dani ”Hughulu”) sangat unik bagi oarang asing, festifal dan karnaval diadakan secara rutin setiap tahun pada bulan

Objek wisata bersejarah yang ada di Lembah Baliem

No

Nama Objek Wisata

Lokasi Distrik

Desa

Jarak dari Kota Kabupaten

Akses

Daya Tarik Utama

1

Telaga Anegera

Kurulu

Anegera

26 Km dari kota Wamena

Dapat dicapai dengan mobil atau motor

Memiliki panaroma yang indah dihiasi oleh flora dan fauna

2

Telaga Biru

Asolokobal

Maima

11 Km dari kota Wamena

Sda

Memiliki keunikan warna pada air (biru), telaga ini diyakini sebagai pintu keluar masyarakat Lembah Baliem

3

Danau Arachboid

Kobakma

Kobakma

65 Km dari Kota Wamena

Sda

Danau alami yang indah dan unik

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Jayawijaya 2007

Data potensi objek wisata goa potensial di Lembah Baliem

No

Nama Objek Wisata (goa)

Jarak

Akses

Daya Tarik

1

Goa kontilola

Berjarak 22 kilometer dari kota Wamena

Sudah dibangun jalan permanen sehingga dapat dikunjungi dengan kendaraan mobil dan motor

Terdapat stalaknit dibagian dalamnya terdapar aliran air dan sebagaimana gua pada umumnya terdapat banyak kelelawar.

2

Goa Lokale

Berada sejauh 28 Km dari kota Wamena

S d a

Terdapat stalaknit dan stalaktif yang masih dalam proses pembentukan alami. Kedalaman gua ini sekitar 5 Km dari mulut gua, didalamnya banyak aliran air, sehingga dibuat beberapa jembatan

3

Goa Minimo

Berjarak 10 Km dari kota Wamena

Jalan semi permanen sudah ada, maka dapat ditempuh dengan mobil atau motor tetapi sampai di tepi Sungai Balim, diseberangi melalui jembatan semi tradisonal.

Terdapat stalaknit dan stalaktif yang masih dalam proses pembentukan alami. Kedalaman gua ini sekitar 5 Km dari mulut gua, didalamnya banyak aliran air, sehingga dibuat beberapa jembatan

4

Gua Pugima

Berjarak 13 Km dari kota Wamena

Dapat dicapai dengan menggunakan mobi, dan motor.

Gua alam yang begitu luas, sehingga tempat ini dimanfaatkan sebagai objek wisata, dimana dari mulut gua tersebut mengalir sebuah sungai yang amat dingin.

5

Goa Angsa

Berjarak 38 Kilometer da kota Wamena

S d a

Gua ala mini memiliki data tarik tersendiri, sebab di dalamnya terdapat hamparan air yang membentuk kolam

6

Goa Tompet

Berjarak 32 Km dari kota Wamena

S d a

Gua ini juga bias dibilang unuk sebab mulut gua terbentuk seperti mulat angsa. Gua ini unik, sebab berbentuk terompet

7

Goa Aliran

Sungai Balim

Berjarak 60 Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan Mobil atau motor dan dilanjutkan dengan berjalan kaki

Gua ini berada tepat diatas sungai Balim, maka air sungaia mengalir dibawahnya dengan ukuran panjang lima kilometer dan lebar 60 meter.

8

Gua Monia

Berjarak 24 kilometer dari Kota Wamena

Dapat ditempuh dengan Mobil atau motor

Berada pada ketingian dua kilometer, melintasi hutan yang rimbun nyaman.

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Jayawijaya.

Obyek dan Daya Tarik Wisata besejarah

No

Nama Objek Wisata

Jenis Objek

Lokasi Distrik

Desa

Barak dari Kota Kabupaten

Akses

Daya Tarik Utama

1.

Patung KUR MABEL

Sejarah

WAmena

Wamena

Di Pusat Kota Wamena

Dapat dikunjungi dengan mobil, motor, becak, atau jalan kaki

PAtung seorang kepala suku yang ikut serta dalam proses PEPERA.

2.

Patung UKUMEAREK ASSO

Sejarah

Assolokobal

Assolokobal

11 Km dari kota Wamena

Dapat dikunjungi dengan Mobil atau motor

Seorang Kepala suku perang, yang pertama kali menerima

3.

Tugu PEPERA

Sejarah

Wamena

Wamena

Di Pusat kota Wamena

Dapat dikunjungi dengan mobil, motor, becak, atau jalan kaki

pekabaran Injil & ikut serta dalam proses PEPERA Tugu memperingati sjarah penentuan pendapat rakyat

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Jayawijaya.

Data Keindahan Alam di Lembah Baliem

No

Nama Objek

Lokasi Distrik

Desa

Jarak dari Pusat Kota

Akses

Daya Tarik Utama

1.

Panaroma     Alam

Lembah Sogokmo

Assolokobal

Sogo kmo

14 Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan mobil atau motor

Keindahan alam yang mempesona serta memiliki keunikan tersendiri

2.

Kendahan Taman

Wesapo

Assolokobal

Sogo kmo

14 Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan mobil atau motor

Taman yang ditata sebagai tempat berekreasi

3.

Panaroma alam di Lembah Bugi

Kurulu

Wosi limo

41Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan mobil atau motor

Keindahan alam yang lestari indah dan mempesona

4.

Panorama Alam di Bukit Napua

Napua

Napu a

4,5 Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan mobil atau motor

Keindahan alam yang lestari indah dan mempesona

5.

Pasir kuarsa di Bukut Pikhe

Walelagama

Aikei ma

6 Km dari kota Wamena

Dapat ditempuh dengan mobil atau motor

Keunikan pemandangan alam, bebatuan, dan pasir kuasa yang sangat putih

Sumber: Dinas Pariwisata Daerah Kabupaten Jayawijaya 2007

agustus, museum dibagun sebanyak dua tempat dan menurut rencana akan dibangun lagi, ukir-ukiran dan kerajinan disediakan oleh swasta, keseharian Masyarakat Baliem bercocok tanam dengan cara berkebun (di sekitar gunung, lereng, dan lembah), makanan lokal disuguhkan bagi wisatawan jika diperlukan, soal keramahtamahan Masyarakat Baliem sangat menghargai tamu.

Obyek dan daya tarik wisata alami dan budaya bukan hasil rekayasa manusia tumbuh dan berkembang mengacu

pada lingkungan atau budaya disekitarnya dan oleh karenanya memerlukan perlindungan pelestarian. Hadirnya para wisatawan disebakan oleh daya tarik yang berkembang sendiri tanpa adanya perencanaan atau rekayasa. Kebenaran obyek dan daya tarik wisata yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya sebagai akibat adanya hasil pembangunan, tentu akan memerlukan pembinaan. Proses pembinaan sangat penting dilakukan untuk memelihara kemurnian alam, budaya, atau dibina 34

lebih lanjut dengan memaduhkan unsur lainnya sebagai penunjang. Kegiatan pembinaan dapat dilakukan jika ketiga unsur alam, budaya, dan binaan, merupakan perpaduan yang selalu ditemukan di lapangan dapat dimanfaatkan secara efektif. Ketiga unsur yang ditemukan di lapangan menurut Soetani (1980). Unsur substruktur, infrastruktur, dan suprastruktur, unsur substruktur yaitu: sumber daya alam dan buatan. Sedangkan yang dimaksud infrastruktur, adalah perangkat penunjang, termasuk peraturan hukum yang tertulis atau tidak tertulis dan juga hukum alam yang menjamin terkendalimnya mutu sumber daya. Sementara itu yang dimaksud dengan suprastruktur yaitu kinerja atau hasil pembangunan baik fisik maupun psikis. Dalam kaitannya dengan kegiatan pariwisata di Lembah Baliem yang dimaksud substruktur yaitu daya tarik wisata yang terbentuk berdasarkan hukum alam, tetapai umumnya tidak mengacu pada hukum alam, yang terekam di dalam lingkungan disekitarnya, Lembah Baliem. Daya tarik wisata yang mengacu pada hukum alam, umumnya lebih tahan pada perkembangan lingkungan, dan jika dikembangkan untuk kepentingan pariwisata, perlu sekali di perhatikan unsur infrastrukturnya. Infrastruktur dapat berupa perangkat sosial, misalnya: peraturan hukum, jaringan transportasi, sarana restorasi dan akomodasi, pusat informasi dan pemanduan yang disediakan untuk kepentingan pariwisata. Demikian selanjutnya dengan adanya pembuatan zona, baik zona inti maupun zona penyangga lebih banyak bersifat teknik untuk mengendalikan mutu daya tarik wisatawan.

Selanjutnya dengan mengacu pada mutu substruktural infrastruktur dapat dipelajari untuk merumuskan suprastruktur yang direncanakan. Karena itu untuk memahami kebolehan substruktur yang dipadukan dengan infrastruktur, mustahil mendesain suprastruktur termasuk cara melaksanakan manajemennya dapat diwujudkan. Manajemen sebaiknya sudah ikut dipelajari pada suatu desain pengembangan mulai diolah. Hukum alam, ekosistem dan daya dukung lingkungan, termasuk di antara berbagai unsur substruktur yang perlu dipelajari untuk mewujudkan sarana pembangunan yang memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan mentahnya. Bahan mentah hayati seperti unsur nabati (tumbuhan) dan hewani (hewan) baik yang berasal dari Lembah Baliem atau yang dari luar perlu dipahami dengan cermat. Di lapangan atau di kawasan obyek wisata, luas sonasi inti, ditentukan oleh mutu daya tarik wisatanya. Mutu dan daya tarik wisata dapat berupa, kerawanan, keunikan, kekhasan dan fungsinya bagi kehidupan penduduk Lembah Baliem.

Keunggulan sebagai daya tarik di daerah tujuan wisata Lembah Baliem sesungguhnya terletak pada nilai-nilai dan unsur-unsur kebudayaan yang dianut dan keindahan serta keanekaragaman sumber daya ekowisata

yang sangat alami di Lembah Baliem. Observasi potensi pengembangan obyek okowisata yang dirangkum melalui check list, menunjukan hasil yang cukup signifikan, bahwa pariwisata potensial dikembangkan di Lembah Baliem sebagaimana pada Tabel 4.18. Pembangunan kepariwisataan di Lembah Baliem, sudah ditopang oleh komponen-komponen pariwisata secara sederhana, melalui kerja keras dan peran serta dinas pariwisata maupun swasta secara terus-menerus.

Kendala Pengembangan Ekowisata

Keterlibatan stakeholder di Lembah Baliem dalam menyukseskan program pengembangan ekowisata masih belum jelas, sebab meskipun terdapat beberapa program yang berhubungan dengan ekowisata, namun implementasinya belum mengacu pada konsep-konsep pengembangan ekowisata. Kesan umum yang diperoleh dalam penelitian ini, bahwa koordinasi untuk menyukseskan suatu kepentingan bersama seperti program pengembangan ekowisata melalui partisipasi multi disiplin ilmu, masih sangat kurang. Pemahaman stakeholder tentang konsep ekowisat, juga relatif kurang sebagaimana (kuesioner No. 5. Tabel: 4.15 lampiran viii), akibatnya perhatian pada pengembangan konsep ekowisata, pun masih sangat kurang.

Lemahnya program pengembangan ekowisata, di Lembah Baliem juga sangat erat kaitannya dengan sifat pasar, dimana peningkatan persediaan produk disesuaikan dengan permintaan pasar. Sebaliknya juka permintaan pasar meningkat, maka persediaan produk juga berpeluang ditingkatkan sesuai dengan permintaan pasar. Pada dasarnya pengembangan kepariwisataan di Lembah Baliem belum dapat mengerakan perekonomian Masyarakat, sehingga Masyarakat belum melihat pengembangan ekowisata sebagai suatu sumber mata pencaharian yang menjanjikan.

Menurut keyakinan Masyarakat Baliem, lokasi-lokasi tertentu dikeramatkan sebagai tempat yang sangat sakral “ritual”, agar aktifitas Masyarakat disekitarnya dibatasi. Keyakinan tersebut merupakan sebuah refleksi dari kesadaran akan runtunan ruang dan waktu, sebagai runtunan pembentuk alam yang ada, serta memiliki nilai sejarah yang penting. Alasan semacam itu, biasanya menjadi suatu tameng yang ampuh untuk menolak rencana pemerintah dalam upaya pengembangan obyek wisata secara konstruktif.

Dalam hal produk ekowisata, akses dari daerah asal wisawan ke daerah tujuan wisata, merupakan faktor utama penghambat arus wisatawan yang yang berkunjung ke Lembah Baliem, akibatnya pertumbuhan tingkat kunjungan wisatawan sangat lamban dan belum efektif. Bayangkan saja kalau seorang wisatawan Eropa memiliki waktu libur selama dua hari dan berrencana berlibur, sementara waktu

yang dibutuhkan untuk sampai ke Lembah Baliem membutuhkan dua hari. Penghambat lain adalah jalur penerbangan yang berbelit-belit, sehingga para colon wisatawan banyak mempertimbangkan efektifitas, efisiensi, dan kepuasan dari sebuah perjalanan wisata.

Menyimak kendalah pengembangan kepariwisataan secara khusus pengembangan ekowisata (pariwisata) di Lembah Baliem, bersumber pada kendala akses dan jarak dari daerah asal wisatawan ke daerah tujuan wisata. Beberapa kendalah lain, dapat diupayakan jika persoalan jarak dan akses sudah terjawab, sebab dengan menjawab akses dan jarak berarti akan berimplikasi pada tingkat kunjungan wisatawan. Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan, dapat memberi peluang yang menjanjikan dalam pengembangan ekonomi kerakyatan, sehingga masyarakat dapat berpartisipasi secara aktif dalam upaya memecahkan kendala-kendala pengembangan.

Pengembangan kepariwisataan khususnya pengembangan ekowisata membutuhkan partisipasi pihak lain yang erat kaitannya dengan konsep pengembangan ekowisata. Partisipasi yang dimaksudkan disini meliputi partisipasi pemerintah, swasta, lembaga swadaya masyarakat, serta masyarakat lokal. Untuk mengetahui rencana program kerja yang ditetapkan, pada bagian ini akan diulas tentang peran masing-masing stakeholders.

Adapun beberapa langkah sebagai strategi alternatif yang dpandang penting, berdasarkan hasil penelitian ini, adalah sebagai berikut; Pelestarian potensi ekowisata, Melibatkan pihak lain yang prihatin terhadap persoalan konservasi, Mengakomodir partisipasi stakeholder lokal, Mengadakan pembinaan dan sosialisasi, Mengusahakan pengelolaan sumber daya ekowisata, Jaminan keamanan, Menggandeng pelaku pariwisata di dalam dan luar negeri secara berkala, Memanfaatkan potensi dengan sistem sonasi, Merencanakan pengembangan potensi ekowisata secara alami dan berkelanjutan, Pemberdayaan Masyarakat lokal dalam program pengembangan ekowisata,

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  • 1.    Ketersediaan sumber daya ekowisata di Lembah Baliem beranekaragam, unuik, mempesona, dan masih sangat alami, merupakan aset yang berharga untuk pengembangan ekowisata, maka pengembangan ekowisata petensial dikembangkan di Lembah Baliem.

  • 2.    Kendala pengembangan ekowisata di Lembah Baliem, diakibatkan oleh keterbatasan pemahaman tentang pengelolaan sumber daya dan pengembangan sumber daya ekowisata. Akses untuk mencapai Lembah Baliem merupakan kendalah utama pengembangan di berbagai sektor bahkan berimplikasi pada keberlangsungan pengembangan potensi ekowisata.

  • 3.    Dalam pengembangan pariwisata di Lembah Baliem masih berpedoman pada pengembangan pariwisata masal dengan menjadikan kebudayaan masyarakat Suku Dani sebagai primadona daya tarik wisata.

Saran

  • 4.    Pengelolaan dan pengembangan potensi ekowisata di Lembah Baliem perlu peran serta stakeholders, yang meliputi; instansi pemerintah terkait, swasta terkait (lokal dan Internasional), dan LSM terkait (lokal dan Internasional), serta swasta, untuk bekerja sama dalam upaya pelestarian dan pengembangan sumber daya ekowisata dengan berpedoman pada konsep pengembangan ekowisata berkelanjutan serta prinsip-prinsionya.

  • 5.    Pengembangan potensi ekowisata di Lembah Baliem khususnya dan Papua pada umumnya dapat berkembang secara optimal, jika akses langsung dari daerah asal ke daerah tujuan tersedia. Oleh sebab itu jalur penerbangan, atau pelayaran langsung ke Papua harus dusahakan oleh pemerintah daerah guna memberikan pelayanan secara efektif dan efisien dari segi waktu dan biaya. Sebab jika tidak, maka pembangunan ekowisata atau pariwisata tetap saja akan mengalami kelambanan dan tidak memberikan manfaat yang berarti bagi masyarakat.

  • 6.    Bagi peneliti agar agar hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan guna merancang perencanaan pengembangan ekowisata secara sistematis agar pengembangan ekowisa ramah terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Alua, Agus.A. 2005. Permulaan Pekabaran Injil di Lembah Baliem, Jayapura: Biro Penelitian STFT Fajar Timur.

Anonim. 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Anonim. 2001. Brosur Pariwisata Lembah Baliem. Jayawijaya: Dinas Pariwisata Daerah.

Basri,F. 2005. Perencanaan Strategis. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Darsoprajitno, H. Soewarno. 2002. Ekologi Pariwisata “Tata Laksana Pengelolaan Obyek dan Daya Tarik Wisata, Banding: Angkasa.

Dominik, J. dan Weber,H.F. 2006, Perencanaan Ekowisata Dari Teori Ke Aplikasi. Jogyakarta: Andi.

Fennel, D.A. 1999. Ecotourism – An Inroduction, Reuledge: London and New York.

Giay,B. 1999. Kargoisme Papua. Papua: SST Waterpos Jayapura.

Giongo, F and. J.B. Nizeye. 2000. A Study of Visitor management in the Worlds National Parks and Protected Areas Professional Paper Department of Recreation Resources, Colorado State University. http://www.ecotourism.org/tekstfiles/wallace.txt

Insula – International Scientist Council for Island Development, 1995, Charter for Sustainable Tourism World Conference on sustainable tourism, Canary Island; Spanyol. http://www.insula.org/tourism/charte.htm

Koesmayadi dan Sugiarto. 2000. Metodologi dalam Bidang Kepariwisataan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Manuaba, A. 2007. Pendekatan Total pada Industri (artikel) http://www.balihesg.org - balihesg Powered by Mambo Generated: 13 January, 2008, 17:54

Nasikun. 1995. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali Press.

……….. 1999. Globalisasi dan Pembangunan Pariwisata Berbasis Komunitas, Makalah dalam Lokakarya Penataran Pariwisata dalam menyongsong Indonesia Baru. Jawa Barat: Depdagri-Puspar UGM Puncak.

Natori, M. 2001. A Guide Book for Tourism Based Community Development. APTEC, Osaka Japan.

Pitana, I G. 1999. Community Management dalam Pembangunan Pariwisata, Analisis Pariwisata, Volume 2 No. 2, halaman 75-77.

………… 2002. Apresiasi kritis terhadap kepariwisataan, Bali: The Works Denpasar.

Rangkuti, F, 2001. Teknik Membedah Kasus Bisnis, Jakarta: PT. Gramedia Utama.

Simatauw,M,L, Simanjutak. 2001. Gender dan Pengelola Sumber Daya Alam, PT. Kuswardono: Kupang-NTT.

Soekadijo.R.G. 1996. Anatomi Pariwisata : Memahami Pariwisata Sebagai “Systemic Linkage”. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

………… 2000. Anatomi Pariwisata. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Spillane, J.J. 2002. Pariwisata Indonesia, Siasat Ekonomi, dan Rekayasa Kebudayaa. Yogyakarta: Kanisius dan Lembaga Studi Realino.

Sunario, Susanti.S.Astrid dkk.1993. Kebudayaan Jayawijaya Dalam Kebudayaan Bangsa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

……………dkk 1994. Pembangunan Masyarakat Pedesaan, “Sebuah Telaah Analitis Masyarakat Wamena”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sutami, 1980, Ilmu Wilayah, Badan Penerbit Pekerjaan Umum: Jakarta

Wearing, S. and J, Neil. 2000. Ecotourism Impacts, Potentials, and Possibilities. Butterwotd Heinemann: Oxford.

37