PEMANFAATAN DATA SATEUT PENGINDERAAN JAUH UNTUK PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA KALIUDA KEC. PAHUNGALODU, KAB. SUMBA TIMUR - NTT
on
Ecotrophic • 7 (i), 16∙27 issn: 1907∙⅞26
PEMANFAATAN DATA SATEUT PENGINDERAAN JAUH UNfUK PENENTUAN LOKASI BUDIDAYA RUMPUT LAUT DI DESA KALIUDA
KEC. PAHUNGALODU, KAB. SUMBA TIMUR - NTT
KoMANG IWAN SUNIADAI), B.REALINOt), MUJl WASIS INDRIYAWAN1)
‘) Balai PrneBtian dun Obsrnvsi Ltut
Jembrona Bali 82^1
ABSTRACT
This research was canied out to support the strategic plan of the Ministry of Marine Affairs and Fisheries of Repuhlic of lndonesia that seeks to increase fisheries production through the aquaculture. Objective of this study is providing information of potential area for seaweed cultivation around Kaliuda village water territory, East Sumba, Nusa Tenggara Timur.
Remote sensing data (terra or aqua MODIS satellite image), field survey data and secondary data were used for this study. Remote sensing data were used to produce Total Suspended Matter and Chlorophyll-a information, field survey data pmvided nitrate, phosphate, salinity, bottom substrate and water transparency while secondary data was used to provide bathymetry information. Geographical Information System software was used to analyze this study by using overlay technique for all parameter, which had previously been weighted and scored based on the criteria of aquatic habitat suitability. Higher score indicates that the area more suitable for marine aquaculture activities.
The results showed that the potential area suitable for seaweed cultivation activities around Kaliuda village water territory, ^:ast Sumba, Nusa Tenggara Timur is about 4,79 km2 or only 24,69% from total 19,41 km• study area.
Keywords: seaweed cultivation, potential area, Terra/Aqua MODIS satellite image, chlorophyll-a, total suspended maller·, Geographic Tnformation system
A.BSTRAK
Penelitian ini dilak,ikanuntuk mengetahui zona potensi budidaya rumput laut di kawasan perairan Desa Kaliuda, Sumba Timur N'IT. Data yang digunakan terdiri dari data penginderaanjauh (TSM dan klorofil-a permukaan), data survey lapangan (nitrat, fosfat, salinitas, bottom substrate dan tingkat kecerahan air) serta data sekunder (data kedalaman perairan).
Penentuan lokasi yang sesuai untuk kegiatan budidaya dilakukan dengan menggunakan aplikasi Sistem Infor ra si Geografis yaitu dengan analisis tumpang susun (overlay) terhadap semua data yang ada yang sebelumnya telah diberi bobot dan scoring berdasarkan kriteria kesesuaian kondisi perairan untuk budidaya rumput laut. Semakin tinggi score yang diperoleh, akan semakin sesuai pula daerah tersebut untuk kegiatan budidaya rumput laut.
Hasil analisis menunjnkkan bahwa karena kadar nutrient (nitrat dan fosfat) yang renilah serta kecilnya area kedalaman yang sesuai kriteria kesesuaian untuk budidaya menyebabkan luasan 1.ona potensi untuk pengembangan budidaya rumput laut di Desa Kaliuda, Kabupaten Sumba Timurtcrletak pada pesisir pantai dengan luasan sekitar 4,79 km' atau 24,69% dari total 19,41 km2 luasan lokasi penelitian.
Kata kunci : zona potensi budidaya, Sistem Jnformasi Geografis, budidaya ,wnput laut
PENDAHULUAN
Setelah NTf ditetapkan sebagai sentra pengem· bangan nimput laut olch Pemerintah Indonesia karena dapat memenuhi 40% kebutuhan nasional, ma.ka
beberapa kabupaten di NIT tennasuk Sumba Timur berlomba-lomba untuk membudidayakan rumput ]anttersebut. Keberhasilan kegiatan budidaya sangat ditentukan oleh fakior lingkungaa, terutama kondisi perairaanya, baik itu kondisi lisis, biologis, mau-
PmwJnfoaton OctaSatelit Pengi'1deraan.Jauh untuk Penentoa11Loka,i8udklayo R:umput taut dJ Oe$d i<aliuda«tc. Pohungolodu... (Komong twon Sunl'ada, cff<a&.J
pun kimia.,.,'i. Oleh karena itu, sebelum dilakukan kegiatan budidaya terlebih dahulu perlu d.Uakukan pemilihan lokasi yang tepat. Saat ini budidaya rumput laut di Indonesia banyak dikembangkan di pesisir pantai Bali dan Nusa Tenggara. Mengingat panjangnya garis pantai Indonesia (81.000 km), maka peluang budidaya rumput !aut sangat menjanjikan. Jika menilik permintaan pasar dunia ke Indonesia yang setiap tahunnya mencapai rata-rata 21,8% dari kebutuhan dunia, maka produksi yang ada saat ini untuk memasok permintaan tersebut masih sangat kurang, yaitu hanya berkisar 13,1%. Rendahnya pasokan rumput laut dari Indonesia disebabkan oleh masih kurang baiknya kegiatan budidaya yang ada dan kurangnya informasi kepada para pembudidaya tentang potensi rumput laut.
Secara umum penentuan lokasi budidaya yang tepat merupakan salah satu fak1:orpentingyang dapat mcnunjang keberhasilan suatu kegiatan budidaya. Dalan1 penentuan lokasi budidaya iai, beberapa parameter perairan yang penting seperti kondisi topografi, batimetri perairan, gelombang laut, arus laut, suhu air laut, kekeruhan, fitoplankton, oksigen terlarut, pH, dan salinitas harus turut diperhatikan, Kondisi batimetri perairan sangat diperlukan untuk memilih lokasi budidaya yang terlindung dari angin dan ombak besar se1ta memiliki kedalaman perairao yang sesuai. Sementara itu parameter-parameter lainnya sangat dipcrlukan untuk mengetahui kondisi kualitas perairannya. Selain parameter yang telah disebutkan di atas, perlu diperhatikan pula faktor pendukung lainnya yang berperan cukup signifikan dalam kegiatan budidaya, yaitu rnudahnya akses Lransporlasi (darat, taut, udara) dari dan menuju ke tcmpat dilakukannya kegiatan budidaya.
Dari beberapa parameter yang cliperlukan untuk menentukan lokasi budidaya mmput laut tersebut, beberapa di antaranya, yaitu kekeruhan (turbidity) dan konsentrasi klorofil-a permukaan, dapat dipenuhi dengan memanfaatkan data pengioderaan jauh dari satelit Terra/Aqua MODIS yang mampu mcngukur suhu permukaan laut, konsentrasi klorofil-a permukaaa dan juga konsentrasi Iota/ suspended matter (TSM) yang sangat berkaitan erat dengau parameter kekeruhao perair.m. Selanjutnya, dengan memanfaatkan Sistem tnformasi Geografis yang saat ini telah dipcrgunakan secara luas untuk pencntuan lokasi budidaya, seperti kerang-kerongan di Ba}^1es Sound, Canada (Carswell et al., 2006), mangrove oyster raft di Pulau Margarita, Venezuela (Buitrago et al., 2005), budidaya laut di Sinola State, Mexico (Aguilar-Manjarez and Ross. 1995), site
selection di Canary Island, Tenerife (Perez et al., 2002), Japanese scallop di Teluk Funka, Hokkaido (Radiarta et al., 2008), budidaya laut di Teluk Tomini (Utojo et al., 2007) dan di Teluk Kupang (Hartoko dan Kangkan, 2009).
METODOLOGIPENELITIAN
Wak1:u dan Tempat
Penelitian dilakukan di wilayah perairan Desa Kaliuda (Gambar 1) karena desa tersebut merupakan salah satu desa peoghasil rumput laut di Kabupateo Sumba Timur. Oleh karena itu, untuk mendukung ha! tersebut perlu dilakukan kajian mengenai daerah yang sesuai untuk kegiatao budidaya rumput taut.
Pengambilan data lapangan dilakukao pada 20 stasiun pengarnatan pada tanggal 16-21 September 2011. Beberapa parameter seperti suhu, salinitas, pH air laut diukur secara langsung di lokasi pengamatan, sedangkan parameter nitrat, fosfat dan TS'.\1 dianalisa di Laboratorium Riset Kelautan BROK, Perancak, Bali.
Alat dan Balian Survey Lapangan
Alat dan bahan yang digunakan pada waktu survey pengambilan data lapangan diantaranya adalah : wahana survey yang berupa kapal nelayan, GPS, salinometer, pH meter, alat untuk mengambil sampel air, tempat sampel air (botol sampcl 1oooml), coolbox, vacuum pump dan kertas saring (whatman 0.45µ)
Data yang digunakan
Data yang d1gw1akan pada penelitian ini adalah data satelit, data insitu, dan data sekunder.
-
1. Data satelit yang digunakan untuk menghitung konsentrasi TSM adalah data harian satelit Terra/ Aqua MODIS band 1 dan 2 dengan resolusi spasial 250 meter. Data tersebut diperoleh clari website Goddard Space Flight Center (http://ladsweb. nascom.nasa.gov). Konsentrasi TSM dihitung dengan menggunakan algoritma yang clihasilkan oleh Suniada (2010), yaitu:
TSM (mg/L) = (83.66*(b1+b2))+6.704
dimana : b1 dan b2 masing-masing adalah nilai reflektansi band dan band 2 data satelit Terra/Aqua.
Data harian tersebut kemudian clikomposit den-gao menggunakan software ER Mapper untuk memperoleh data rata-rata bulanan untuk mengetahui variabilitas bulanan TSl\'1 dikaitkan deng,m perobah-an musim yang terjadi pada daerah penelitian. Sementara itu data SST barian dengan resolusi spasial
1 km diperoleh dari website OceanColor (http:// oceancolor.gsfc.nasa.gov). Seperti halnyaTSM, data SST harian tersebut kemudian dikomposit untuk menghasilkan data bulanan untuk mengetahui variabilitas bulanannya.
-
2. Data insitu yang diambil adalah yang berhubungan dengan kegiatan budidaya rumput laut, yaitu kandungan nitrat dan fosfat, suhu permukaan laut, salinitas air laut, pH air laut dan kekeruhan perairan atau total suspended matter (TSM). Nilai suhu, salinitas dan pH air laut cliukur secara langsung dengan menggunakan alat ukur portable, sementara itu untuk analisis kandungan nitrat dan fosfat dan TSM dilakU"kan dengan mengambil sampel air dan dianalisis di laboratorium.
Pengukuran dan pengambilan sampel air dilakukan di sekitar perairan Desa Kaliuda, Kabupaten Sumba Timur pada 20 titik stasiun pengamatan (Gambar 3). Pemilihan lokasi ini didasarkan pada informasi yang diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sumba Timur yang menyatakan bahwa daerah tersebut merupakan sentra penghasil rumput laut di Kabupaten Sumba Timur.
-
3. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini adalah:
-
• Data batimetri atau kedalaman perairan cli sekitar ,vilayah penelitian dengan skala 1 : 200.000 dari DISHIDROS TNT AL.
-
• Data mengenai keadaan umum Pulau Sumba khususnya Kabupaten Sumba Timur yang diperoleh dari Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Penentuan Lokasi untuk BudidayaRumput Laut
Pcncntuan lokasi budidaya cli dacrah Kabupaten Sumba Timur dilakukan dengan memanfaatkan data SST, klorofil-a permukaan, dan konsentrasi muatan tersuspensi (TSM) dari satelit Aqna/Terra MODIS. Selain itu digunakan juga data batimetri. Perez et
al. (2002) menyatakan bahwa secara umum suhu dan muatan tersuspensi merupakan faktor yang penting dalam menentukan lokasi yang sesuai untuk kegiatan budidaya. Sementara itu Hartoko dan Kangkan (2009) menyatakan bahwa parameter utama yang perlu diperhatikan dalam buclidaya rumput laut adalah kesuburan perairan yang dapat diidentifikasi melalui kadar nitrat dan fosfat di badan air. Diagram alir penetuan lokasi budidaya rumput laut cli wilayah Sumba Timur dapat dilihat pada Gambar 2.


Gambar 2. Ola.gram Alir Penentuan Kesesoaian lokasi Sutfictaya Rumput taut
Untuk menentukan lokasi yang sesusai bagi kegiatan buclidaya rumput taut dengan menggunakan analisis spasial dan SIG, maka kriteria yang digunakan harus mengacu pada kriteria kondisi linglrnngan yang sesuai bagi komoditas yang akan dibudidayakan. Kriteria tersebul akan digunakan sebagai dasar penilaian dan pembobotan dalam analisis spasial untuk memperoleh basil yang paling

Gambar 1. Lok.as! SUrvey dan Titik Pengukor.1n dan Pengamb!lcln Sampel
sesuai dengan komoclitas tersebut (Tabet 1).
Bobot tertinggi diberikan kepada parameter nutrien yaitu nitrat dan fosfat karena nutrien yang erat kaitannya dengan kesuburan peraira11 merupakan parameter yang paling penting bagi kegiatan hudidaya rumput la11t (Hartoko dan Kangkan, 2009). Bobot tertinggi berikutnya adalah tingkat kecerahan air (water transparency) yang berkaitan erat dengan
Tabel l. kriteria Kesesu.iian Fisik Peralran untuk Budidaya Rumput Lal.ft
Parameter -___ |
60001 |
--'5"-'an"'gacctc:se;;.:s.;cua;.;.l _ |
...csc:es:..:u.;cai |
Ticc.d:..:•.c.k;;.:se"'su"'a'--i | |||||
:kriteria - |
-"'--'ak --'la_ |
Sco'--'--r^e |
-r'C'--lte--r'•• |
-'S k>'--l•^ |
^sc_o,_e |
c,_iter,a |
1,<a-'1, >e--'o-'re_ | ||
Nitrat |
o.is |
o.9-3.2 |
s |
1.25 |
0.1-0.s |
3 |
0.15 |
<07 |
1 0.25 |
(mg/lJ |
3.3-3.4 |
>3,4 | |||||||
fosfat |
o 2s |
0.2-os |
1.25 |
0.1-0.2 |
o.1s |
<0.1 |
0.25 | ||
(mg/I) |
o.s-1 |
>1 | |||||||
^dalamiln (m) |
0.1 |
l • 10 |
0.25 |
11-15 |
0.15 |
<1 |
oos | ||
TSM lmg/11 |
0.1 |
<25 |
0.5 |
25-50 |
0.3 |
>50 |
0.1 | ||
Sahn tas |
00.5 |
32- 34 |
0.25 |
30-32 |
0 15 |
<30 |
o.os | ||
>34 | |||||||||
Kforofil·a |
005 |
>10 |
0.25 |
4-10 |
0.15 |
<4 |
0.05 | ||
Bottom |
o.os |
Ka rang |
0.5 |
Pasir |
0.3 |
lum- |
0·1 | ||
Substrat |
pur | ||||||||
Water |
0.15 |
>3 |
075 |
1-3 |
0.4S |
<l |
o.1s | ||
Trasparency — |
5 |
— |
3 |
1 |
Oimoc1 f'i.ka1^ dari Nbno\o d.:ln K""gk.;I" (2009)
.......,..,
Kl.Saran sc0tr 1otal 1.tl'!t1,1k pa111mch•t..pa111m,:ter dt aia-s adalall soo-367 ·s'"'"s.w"
3 ∙1 - '•" • Sew,i
1.^-7 l} ■ ^dak ⅛su⅛
penetrasi cahaya matahari yang masuk ke dalam kolom air. Penetrasi cahaya ke dalam kolom air .sangat erat kaitanoya dengan proses fotosintesis rumput laul yang menggunakan energi matahari sebagai somber cnergi pada proses tersebut. Sulma et al. (2008) menyatakan bahwa kedalaman perairan ideal untuk budidaya yang menggunakan karamba jaring apung adalah 5 - 15 meter. Tingkat kecerahan air juga berkaitan erat dcngan banyaknya partikel-partikel pada kolom air yang dalam hal ini diwakili oleh TSM, dimana semakin tinggi konsentrasi TSM pada suatu perairao, semakin keruh pula perairan tersebut.
P.-oscs erosi yang terbawa oleh aliran sungai ataupun yang langsuog masuk ke badan air mempakan salah salu penyebab utama tingginya padatan ter-suspensi (TSM) di perairan. Selain itu adanya proses pengadukan dasar perairan akibat pasang surut juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tingginya kekeruhan perairao. Sastrawijaya (2000) dalam Sulma et nl. (2008) menambahkan bahwa padatan tersuspensi dalam air umumnya terdiri dari fitoplankton, zooplankton, kotoran manusia, kotoran hewan, lumpur, sisa tanamaa dan hewan serta limbah industri. Bahan-bahan yang tersus-pensi di perairan ala111i tidak bersifat toksik, akan tctapi jika jumlahnya berlebihan dapat meningkatkan nilai kckeruhan yang selaojutaya menghambat penetrasi cahaya matahari ke kolom air (Effendi, 2000 dalam Sulma et al., 2008). Batas kandungan TSM yang diperbo\ehkan berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut adalah lebih kecil dari 80
mg/L. Sedangkan koadisi perairan dikatakan ideal jika rnemiliki nilai TSM di bawah 20 mg/L (Akbar daa Sud-, aoto, 2002 dalam Sulma et al., 2008).
Bottom substrate berkaitaa erat dengan metode budidaya yang akan dilakukan. Secara umum, bottom substrate dibedakan menjadi 3 kategori, yaitu karang, pasir dan berlumpur. Jika bottom substrate cenderung tercliri dari karang ataupun pecahao-pecahan karaog, biasanya kondisi perairan akan menjacli lebihjernih daripada perairan yang berpasir atau ber-lnmpur, sehingga teknik budidaya rumputlaut yang biasa d'^nakan adalah dengan metode tenggelam. Berbeda halnya jika kondisi p^r-airan adalah berpasir atau berlumpur, maka teknik budidaya yang digunakan adalah metode terapung karena pasir atau lumpur akan dapat menyebabkan keruhnya perairao dan mcngganggu sistem respirasi dan fotosintesL^ mmput laut yaag dibudidayakao.
HASlL DAN PEMBAHASAN
Survey di Wilayah Perairan Desa Kaliuda, Sumba Timur-NIT
Suhu per.liran pada stasiun pengamatan cliukur dengao mengi,'11Ilakan alat ukur portable type Eutech Salt 6+ dao DKK-TOA IIM3 0P. Hasil pengukuran dengan mcnggunakan k^dua alal tersebut kemudian dirata-ratakan untuk mendapatkan nilai rata-rata di setiap titik pengamatan. Dari grafik tersebut terlihat bahwa secara umum suhu permukaan pada daerah survey tidak terlalu linggi dan bcrada pada kisaran di bawah 30°C pada waktu pengukuran. Suhu tersebut merupakao suhu optimum bagi pertumbuhan biotabiota yang akan dibudidayakan
Salinita5 mempakan salal1 satu parameter peating lain yang dapal mempengarulli kelaugsungan hidup hewan atau tumbuhan pada perairan. Pada survey ini pengukuran salioitas dilak11kan dengan menggunakan alat ukur portable type Eutech Salt 6+. Hasil pengukuran dapal dilihat pada Tabel 15 berikut. Hasil pengukuran lapangan clisekitar daerah penelitian menunjukkan bahwa secara umum nilai salinitas permukaan berada pada kisarao 28 - 34°m. Selain dipcngaruhi oleh asupan air tawar dari sungai, salinitas air laut juga sangat dipeogaruhi oleh curah
hujan {presipitasi) dan penguapan {evaporasi). Curah hujan akan dapat menurunkan kadar salinitas karena air hujan rnempunyai sali11itas yang rendah sedangkan penguapan akan rnenyebabkan tingginya salinitas pada suatu perairan. Musim hujan yang cenderung pendek (Desember- Maret) pada daerah pe.sisir serta Sungai Uda yang bermuarapada seldtar lokasi penelitian dengan kondisi cenderung kering meoyebabkan variasi salinitas pada daerah ini tidak terlalu besar. Cambar 8 di bawah ini menunjukkan nilai salinitas di setiap stasiun pengamalan.
Total Suspended Matter (TSM) atau Total Suspended Solid (TSS) adalah padatan yang tersnspensi di dalam kolom air yang terdiri dari bahan-bahan organik dan anorganik yang dapat disa1ing dengan kertasmillipore berporipori 0,45 µrn. Hasil analasis TSM pada tiap stasiun pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1o di bawah ini. Hasil analisis data TSM di laboratorium mcnunjukkan bahwa perairan di sekitar Desa Kaliuda, Sumba Timur relatif jemih dengan kandungan materi tersuspcnsi yang tidak begilu tinggi. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup standar baku mulu untuk biota laut, ambang batas untuk padatan ters11spensi adalah pada kisaran 2080 mg/L !lasil uji laboratorium untuk parameter TSM adalal1 bcrkisar antara 26 32 mg/ L sehingga kualitas air pada lokasi survey masih terdapal pada rcntang baku mutu untuk biota laut tersebut. Ni\ai TSM yang cukup tinggi pada sta.siun 2 dan 3 kemungkinan disebabkan karena kedalaman peraii-an di stasiun tersebut rclatif lebib dangkal yaitu sckitar 1 meter daripada stasiun-stasiun lainnya schingga substrnl dasar ikut terbawa pada saat pengambilan sampel air.
Penggunaan pH secara w1,um adalah untuk memmjukkan tingkat asam atau basa suatu lamlan. Jika pH larutan beruilai o sampai 7 maka hal ini menunjukkan hahwa larutan tersebut bersifat asam dan jika mcnunjukkan nibi 7 sampai hJ maka larutan tcrsebut bersifat hasa. Nilai pH perairan umumnya berkisar anlara 6.5 sampai 9.0. sebagian bcsar hiota aquatik umumnya sensitifterhachlp perubahan pH se1ta menyukai pH pada kisaran 7.0 sa.mpai 8.5. Penguki,ran pH pada survey ini dilakuka,1 dengan menggunakan pH meter portable DKK-TOA HM-30P . Hasil pengukuran parameter pH pada lokasi penelitian dapal tlilihat pada tabel 11 dibawnh Pada lokasi penelitian menunjukkan bahwa kisaran pH berada pada kisaran 8,01-8,47. Kisaran tersebut bcrada pada rcntang yang optimal bagi biota yang ada di perairru1 tersebut. Musim hujan yang cen-
derung pendek (Desember - Maret) pada daerah pcsisir serta Sungai Uda yang bermuara pada sekitar Jokasi penelitian dengan kondisi cendcnmg kering menyebabkan variasi pH pada daerah ini tidak terlalu besar.
Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap proses dan pcrkembangan hidup orga.nismeseperti fitoplank-ton, terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi rendahnya. kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan zat hara di perairan antara lain nitrat da.n fosfal. Senyawa nitrat dan fosfat secara alarniah berasa.l dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan buangan limbah baik limbah daralan seperti domestik, industri, pertanian, dan limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi zat hara. Tabel 12 di bawah ini mcnunjukkan hasil pengukuran kadar nitrat di lokasi penelitian. Secara umum kadar nitrat di wilayah penelitian pada saat dilaksanakannya survey sangat kecil, namun di beberapa stasiun pengamatan ditemukan kadar nitrat yang relalif tinggi, ya.itu di stasiun 10 dan 14. Belum diketahui secara pasti penyebah tingginya kadar nitrat pada stasiun tersebut, namun secara umum masuknya nitrat kedalam bada.n sungai disebabk,\n manusia yang membuang kotora.n dalam air sungai, kotoran banyak mengandllllg a.moniak. Kemungkinan lain penyebab konsentrasi nitrat tinggi ialah pemb1L^ukan sisa tanaman dan l1ewan, pembnangan induslli, clan kotoran hewan.
Fosfat adalah bentuk persenyawaan fosfor yang berperan peating dala.m menunjang kehidupan organisme akuatik. Secara alami fosfat dalam pcrairan berasal dari pelapukan batuan mineral. Di air laut, fosfat terdapat dalam bcntuk organik dan anorganik yang herasal dari beherapa sumber, sepe1ti dekomposisi bahan organik. Tabel 13. mempakan hasil pen· gukuran parameter fosfat di lokasi peaelitian. Secara umum kadar fosfat di lokasi penelitian tidak terlalu tinggi, hanya berkisar antara o,oc11-o,11550 mg/L
lnterpretasi Data Satelit Penginderaan .Jauh Total suspended matter (TSM)
Pcngukuran TSM dcngan cara mclakukan pengamhilan data di lapangan {insilu) akan memerlukan waktu yang relatif lama, usaha yang cukup beral, dan juga dana yang cukup besar.


J .t S 1 'UUUl11.t21 ,u.............Mt\111
""
■i ^λ iΓ,* "W

1 1 s 7, uun111,n
s-.i.. ......-,...

—
OlOOOO -
s
.......
o1^
HO""

.
1 l S l • UUtil7Ull i.t .1111111..'..-^
0 IWCO I--
j cuoooo
l“i iπr
QtXXMJO ⅛ ∙ ^∣∣LJ ■ ∣∣∣ll>..
I J \ 1 tlltlU111.tU
Ko"*-""'--\111
Gamba1 3 Gr'afik HasU Survey Kualitas Perarran cf1 ^ Ka.tluda., SUmba Timur- N1T
Sejak mulai dikembangkannya pemanfaMan data satelit penginderaan jauh untuk memantau kualitas perairan, maka kendala-kendala tersebut dapal dikurangi. Dengan menggunakan metode analisis yang tepat, kegiatan observasi dan monitoring dapat dilal..-ukan dengan cepat dengan cakupan area yang cukup luas dan dana yang minimum.
Karakeristik satelit Aqua/Terra yang membawa sensor MODlS (the Moderat resolution Imaging Spectroradiomcter) memang dirancang untuk melakukan kegiatan observasi dan monitoring bahkan pada wilayah perairan yang relatif sempit seperti teluk atanpun estuari. Dengan band 1 pada sensor MODIS yang mampu mcnangkap pantulan pada sinar merah (620 - 670 nm) dengan resolusi spasial medium (250111) dan resolusi temporal I hari, satelit Aqua/Terra MODlS layak untuk digunakan dalam kegiatan monitoring.
Bcrdasarkan pada hasil pengolahan data cilra satelit Aqua/Terra MODIS didapatkan bahwa konsentrasi TSM di sek:itar Pulau Sumba tidak terlalu tinggi, berkisar antara o - 20 mg/L. Konsentrasi TSM tersebut diperoleh dcngan menggunakan algoritma yang cliturunkan dari lokasi penelitian sebelunrnya, yaitu Pulau Morotai. Ada kemungkinan algoritrna tersebut cukup sesuai untuk diaplikasikan di Pulau Sumba mengingat karakteristik perairan yang sama diantara keduanya, yaitu perairan yang relatif jemih. Secara umum konsentrasi TSl\'1 pada
perairan Pulau Sumba menunjukkan variasi yang tidak terlalu besar. Nilai rata rata TSM bulanan pada perairan sumba dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4. Rata-rata TSM bulanan Pulau Sumba
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa konsentrasi TSM berkaitan erat dengan rnusim, dimana pada saat musim hujan konsentrasinya cenderung lebih tinggi daripada saal musim kemarau karena adanya asupan air dari sungai yang membawa serta seclimen bersamanya.
Gan1bar 5 di bawah menw1jukkan kompositTSM tahun 2010 yang dihasilkan dengan menggunakan data komposit bulanan yang telah disusun sebelumnya. Data ini akan digunakan sebagai parameter input untuk pembuatan peta kesesuaian potensi bagi budidaya rumput laut.
Untuk mengetahui kesesuaian parameter TSM terhadap kegiatan budidaya, selanjutnya dilakukan scoring dengan cara pengkelasan dan pembobotan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sebelumnya. Bila konsentrasi TSM <25 mg/L, maka akan cliberi skala 5 yang berarti Jokasi lersebut sangat sesuai untuk budidaya rumput laut. Bila konsentrasi TSM antara 25 - so mg/L, maka skala yang diberikan adalah 3 yang bcnuti sesuai untuk lokasi budidaya mmput laut, dan akan diberi skala 1
0 Gambar S. Komp0s.1t TSM Put.au Sumba 20 mg/I
Gambar 6 l(esesuaian Wiliyah PE>rairan untuk Bud,ddyd Rumput Laut Berdasarlran Konsentras, TSM
atau tidak sesuai untuk lokasi buclidaya rumput laut apabila konsentrasi TSM-nya >50 mg/L. Dari hasil scoring ini, dan setelab cilra di-crop sesuai dengan daernh penelitian, diperoleh bahwa daerah tersebut berdasarkanTSM-nya sangat sesuai untuk buclidaya rumput laut (Gambar 6).
Konsentrasi Klorofil-A Permu.kaan Laut
Data harian level 2 klorofil-a dengan resolusi 1 km diperoleh dari website OceanColor (http:// oceancolor.gsfc.nasa.gov). Seperti halnya TSM, data klorofil-a yang telah clikumpulkan kemudian dikomposit untuk mendapalkan nilai rata-ratanya dalam 1 tahun. Setelah itu di-crop sesuai dengan lokasi penelitian (Gambar 7.)
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa secara umum konsentrasi klorofil-a permukaan di daerah penelitian berada pada kisaran o - 6 mg/L, dimana konsentrasi di perairan dekat pantai cenderung tinggi clan semakin kecil ke arah lepas pantai.
Berdasarkan pada kriteria parameter perairan yang tclah disusun sebelumnya, suatu perairan masuk ke dalam kelas sangat sesuai dan clibeli skala 5 jika konsentrasi klorofil-a > 10 mg/ L. Scmentara ilu, jika konsentrasi klorofil-a nya berada pada selang 4-1omg/L, maka perniran tersebut masuk ke dalam kelas sesuai dan diberi skala 3.. Selanjutnya jika konsentrasi klorofil-a nya <4 mg/L maka ia masuk ke dalam kclas tidak sesuai dan diberi skala t. Berdasarkan kriteria dan pengkelasan tersebut selanjutnya akan dihasilkan peta seperti ditunjukkan oleh Gambar 8. Secara umum konsentrasi klorofil pada daerah penelitian sebagian besar termasuk pada kriteria tidak sesuai dan hanya sebagiao kecil yang tennasuk kedalam kriteria sesuai dan tidak ada yang termasuk kedalam kriteiia sangat sesuai.
Gambar 7 Data KIOc'oftl...a d.iri Otra Satelit
Gambar 8. Kesesua.an Wdayah Perairan untuk 8udldaya Rumpvt. Laut
Betdasatk.an Klorofi1-a
Parameter Biofisik Zona Potensial Budidaya Rumput Laut
-
1 Kedalaman Perairan
Data kedalaman perairan dengan skala 1:250.000 yang diperoleh dari Dinas Hidro Oseanografi (Dishidros) TNI-AL dalam bentuk peta analog (peta kertas) selanjutnya dikonversi ke dalam bentuk digital dengan cara dipindai (scan) dan didigitasi litik-titik kedalamannya. Setelah proses digitasi selesai, selanjutnya data tersebut diinterpolasi dengan menggunakan metode Inverse Distance Weight (lDW) untuk menghasilkan peta kedalamao perairan seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 9. Proses konversi dali peta analog menjadi peta digital dilakukan untuk mempemrndah proses pengolahan data selanjutnya.
Setelah diperoleh data kedalaman basil interpolasi, maka proses selanjutnya adalah pengklasan untuk mengetahui kesesuaian parameter kedalaman per.iiran terhadap kegiatan budidaya rumput laut berdasarkan kriteria yang telah dibuat sebclumnya.
Gambar 9. Data Kedalaman (bau,yrnetn)
^mbar 10- Keses^ ,an Wilayah Pera1ran untok Sudid.aya Rumput laut Berdasarlcan Kedalaman
Mctode yang digunakan adalah dengan pembobotan dan scoring, yaitu apabila kedalaman perairan berada pada kisaran 1 - 10 m diben skala 5 yang berarti sangat sesuai untuk lokasi buclidaya, apabila kcdalaman berkisar antara 10 - 15 meter maka akan diberi skala 3 yang berarti Jokasi tersebut sesuai untuk kegiatan budidaya dan apabila kedalaman perairan <1 meter dan > 15 meter maka akan diberi skala 1 yang berarti daerah tersebut tidak sesuai untuk kegiatan budidaya (Garnbar 10). Hasil reklasifikasi parameter kcdalaman perairan di wilayah perairan Pantai Benda (Gambar 10) menunjukkan bahwa daerah yang polensial untuk dikembangkan menjadi daerah buclidaya rumput laul adalab daerah-daerah yang berada di sekitar pantai saja, karena tipe kedalaman yang curam dengan kedalaman lebih dari 200 meter.
Kedalaman perairan merupakan salah satu fak-tor yang culmp penting bagi penentuan Jokasi kegiatan budidaya. Perairan yang terlalu dangkal akan mempengaruhi konclisi kualitas air karena
adanya pengaruh dari sedimen dasar perairan dan juga karena adanya pengaruh dari limbah yang clihasilkan oleh kegiatan budidaya tersebut. Sedimen dasar perairan yang dangkal biasanya mudah teraduk dan terangkat akibat terjadinya pasang surut laut, sedangkan basil sisa pakan ataupun kotoran yang menumpuk pada dasar perairan akan mempengaruhi kualitas air sehingga kedalaman perairan yang relatifdangkal tidak direkornendasikan untuk kegiatan budidaya Jaut. Perairan yang terlalu dalam juga tidak begitu clianjurkan karena akan menyulitkan pada konstruksi dan penernpatan keramba jariogoya terutama penempatan jangkar karena akan memerlukan konstruksi tali-temali yan11 relatifpanjang yang berpengaruh terhadap besarnya modal yang harus dikeluarkru1 untuk invcstasi awal.
-
2 Kadar Nitrat
Hasil interpolasi kadar nitrat perairan dari hasil survey dengan mcnggunakan image processing software dapat dilihat pada Gambar 21. Kadar nitrat pada perairan di sekitar wilayah survey bervariasi pada kisaran o - o,6 mg/L Berdasarkan pada kriteria kesesuaian untuk budidaya rumput laut, apabila kadar nitrat berada pada kisaran 0,9 - 3,2 mg/L maka diberi skala 5 yang berarti daerah tersebut sangat sesuai untuk budidaya, bila kadar nitrat berada pada kisaran 0,7 - o,8 dan 3,3 - 3,'I mg/L maka daerall tersebut temiasuk dalam kriteria sesuai dan diberi skala 3, sedangkan bila kandungan nitrat <0,7 dan >3,'I maka daerall tersebut termasuk dalam kriteria tidak sesuai untuk budidaya dan diberi skala 1. Hasil reklasifikasi untuk kadar fosfat bagi kesesua1an budJdaya rumput laut menunJukkan babwa perairan ini termasuk kedalam kategori yang tidak sesuai karena kandungan nitratnya sangat kecil. (Gambar 12).
Gamba, 11 Oata NJtrar

Gambar 12. Kesesua1an \Vil.ayah Pera1ran untuk BucUday-a Rumput Ulut B@crdasatkan N trat

Gambar 14. Ke$e$uaian W1layah Peralran unt1.1k Budicfava Rumput Laut RPrrb,urlt.:.n ^f-;:.t
-
3 Kadar Fosfat
Hasil interpolasi kadar fosfat air laut dengan menggunakan image processing software dapal dilihat pada Gambar 13 di bawab ini.
Kadar fosfal t.li lokasi penelitian berkisar antara o - 0,127 mg/L. Nilai tersebut tidak terlalu besar jika clibandingkan dengan kriteria kesesuaian untuk parameter fosfot yang berkisar aatara 0,2 - 0,5 ua tuk daerah yang sangat sesuai. Berdasarkaa kriteria kesesuaian untuk zona potcasi budidaya rumput laut yang telah disusun sebelumaya, maka apabila kan· dLmgan fosfat berada pada kisaran 0,2 - 0,5 mg/L maka diberi skala 5 yang berarti daerah tersebut sangat sesuai Ltntuk budidaya rumput laut, bila kaa-dungan fosfat berada pada kisaraa 0,1 - 0,2 dan 0,5 - 1,0 mg/L maka daerah tersebut termasuk dalam kri1eria sesuai clan tliberi skala 3, sedaagkan bila kandungan nitrat <0,1 dru1 >1,0 maka daerah tersebut termasuk dalam kiite1ia tidak sesuai untuk bu-
didaya rumput laut dan diberi skala 1 (Gambar 14).
-
4 Salinitas Air Laut
Sebaran salinitas dibuat berdasarkan pada interpolasi hasil pengukuraa yang dilakukan di tilik-titik survey lapangan. Hasil interpolasi salinitas air laut dapat dilihat pada Gambnr 15. Nilai salinitas air laut pada daerah penelitian cukup bervariasi pada kisaran 22,9 - 37,5•/-, Salinitas biasanya dipengaruhi oleh penguapan yangakan menyebabkan naikaya salinitas, atau presipitasi dan masuknya air tawar dari sungai yang akan menurunkan salinitas. Berdasarkan pada kriteria kesesuaian untuk 1.0na potensi budidaya rumput !ant yang telah disusun sebelumnya, maka apabila salinitas air laut berada pada kisaran 32 - 34•/.. akan diberi skala 5 yang berarti daerah tersebut sangat sesuai untulc budidaya, sedangkan bila salinitas berada pada kisaran 30 -32°∕∞ maka daerah tersebut termasuk dalam kriteria

Gambar 13. ^ta Fosfat

GJmbar 15. Data Salinitas
Gambar 16. Kesesuaian Wdaya.ll i:ic-rairan untuk Budldaya Rumput Laut Berdasarkan Salitotas
sesuai dan diberi skala 3, dan bila salinitas <βo°∕w dan >34°/... maka daerah tersebut tennasuk dalam kriteria tidak sesuai untuk budidaya rumput laut dan diberi skala 1 (Gambar 16).
-
5 Bottom Substrate
Bottom substrate merupakan salab satu parameter yang berpcngaruh terhadap keberhasilan kegiatan budidaya. Secara umlLlll ada 3 tipe bottom substrate, yaitu tipe karang atau pecahan-pccahan karang, tipe berpasir, dan tipe bedumpur. Pada substrat dengan tipe berkarang biasanya pola budidaya rumput laut dilakukan dengan sistem tenggelam karena kolom perairan cenderung jemih, sedangkan pada tipe berpasir biasanya diterapkan pola budidaya terapung karena kolom perairan cendemng ken1 h, dan apabila berlumpur maka tidak tepat untuk dijadikan lokasi budidaya karena kolom perairan yang kemh daa dapat mengganggu pertumbuhan rumput laut. Berdasarkan pengamatan secara visual,
tipe bottom substrat di daerah penelitian adalah berpa.sir, seb.ingga apabila disesuaikan dengan kriteria kesesuaian zona potensi budidaya rumput laut akan tarnpak seperti pada Gambar 17 di bawah ini.
-
6 Tingkat KecerahanAir (Water1ransparency)
Tingkat kecerahan air (water transparency) berkaitan erat dengan kejernihan perairan yang berpengamh pada intensitas sinar matahari yang dapat menembus kolom air. Berdasarkan kriteria kesesuaian untuk zona potensi budidaya rU01put laut yang telah disusun sebelumnya, jika tingkat kecerahan air >3 meter maka daerah tersebut termasuk dalam lokasi yang sangat sesuai untuk pengembangan budidaya rumput laut. Dari hasil pengamatan secara visual didapatkan bahwa tingkat kecerahan air di lokasi penelitian lebih dari 3 meter, sehingga daerab penelitian ini dapat dikategorikan sebagai daerah yang sangal sesuai untuk budidaya rumput laut (Gan1bar 18).

Gambar 17. Kesesualan Wilayah Peralran untuk Budidaya Rumput ldut ecrda:sarkitn Bottom Substrate
Zona Potensial untuk Budidaya Rumput Laut
Penentuan kawasan untuk pengembangan budidaya rumput laut dengan mempertimbangkan faktor-faktor linglnmgan, terutama yang dapat dipantau dengan menggunakan satelit penginderaan jauh, diharapkan mampu memberikan informasi awal bagi para pengarnbil keputusan baik di pusat maupun di daerah dalam penataan kawasan di "^!ayah perairannya. Tentu saja, karena sifatnya yang masih merupakan infom1asi awal, maka harus dilengkapi dengan kajian lebih lanjut agar informasi yang disampaikan dapat lebih leagkap dan akurat.
Proses penentuan wilayah perairan yang sesuai bagi kegiatan budidaya nimput laut ini disusun dengan menggunakan beberapa parameter dasar,
Gambar 18 Kesesua1an Wilayah Peralran untuk Buchdaya Rumput Lau\ Berdasarkan Water Transparency
yaitu kadar nitrat dan fosfat, total suspended matter, salirtitas, konsentrasi klorofil-a permukaan, kedalaman perairan, bottom substrate dan tingkat kecerahan air atau water transparency. Idealnya untuk pengembangan lehih lanjut diperlukan Jebih banyak lagi data agar dapat mempertajam analisis loka.si pemilihan tempat yang sesuai bagi pengembangan budidaya rumput laut. Untuk kajian awal pada penelitian ini hanya digunakan 8 parameter saja, yaitu 2 parameter yang cliperoleh dari data citra satelit (klorofil-a dan TSM), 5 parameter yang diperoleh dari hasil penguk'\lran dan pcngamatan lapangan di lokasi peoelitian (kadar nitrat, fosfat, dan salinitas serta tingkat kecerahan air dan bottom substrate), dan 1 parameter yang berasal dari data sekunder ((kedalaman perairan).
Kedelapan parameter tersebut kemudian dianalisis pada perangkat lunak Sistem Informasi Geografis dengan menggunakan analisis tumpang susun (ouerlay). Sehelumnya, masing-masing parameter tersebut telah djberi bobot dan score sehingga dcngan menggunakan analisis overlay akan tcrlihat hasil secara spasial daerah-daerah yang mempunyai score tertinggi. Daerah-daerah dengan score yang tertinggi inilah yang nantinya dioyatakan sebagru zona potensial pengembangan buclidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis ouerlay tersebut, diperoleh zona potensial pengembangan budidaya rumput laut di Perairan Kabupaten Sumba Timur seperti ilitunjukkan pada Gambar 19.
Gambar 19, Zona PotP-nsial Budidava Rumput lallt
Daerah di sekitar pesisir Desa Kalinda merupakan kawasan yang potensial untuk dikembangkan menjadi daerah budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakao perangkat lunak GIS, luasan daerah yang potensial tersebut mencapai sekitar 4,79 km2 dari total 19,41 km" atau
sekitar 24,69%. Dengan daerah potensial budidaya rumput laut yang tidak terlalu luas tersebut, maka pengembangan pola budidaya yang ramah lingkungan wajib diterapkan sehingga kegiatan budidaya dapat dilakukan secara berkelanjutan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pada hasil analisis yang telah dilakukan didapatkan baliwa teknologi penginderaan jauh yang digabung dengan hasil pengamatan lapangan dapat digunakan untuk memberikan informasi awal mengenru potensi suatu perafran untuk kegiatan budidaya laut seperti rumput laut. Dengan adanya informasi awal ini, maka kegiatan perencanaan pengembangan ,vilayah perairan unll1k pembangonan sek1.or kelautan dan perikanan dapat dilakukan dengan lebih mudah dan deagan biaya yang tidak terlalu besar.
Hasil kajian juga menunjukkan bal1wa kesesuaian lokasi budidaya sangat dipengaruhi oleh banyak fak1.oryang mencalrup kondisi fisis, biologis, dan kimia"^ perairan serta linglrungan di sekitarnya. Oleh karena dalam menentukan suatu kawasan budidaya laut cliperlukan suatu kajian yang bersifat kompreheasif dengan mempcrhatikan faki:or-faktor tersebut agar dapat ditentukan kawasan yang memang paling potensial untuk pengembangan budidaya yang rnemiliki daya dukung lingkungan yang baik.
Saran
Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap lagitentang daerah yang telah menjadi arahan untuk pengembangan lokasi budidaya rumput laut yang dihasilkan pada kajian ini, perlu dilak'\lkan kegiatan pengu.kuranuntu.k mengetahui parameter-parameter kua}jtas air yang lainnya, seperti kadar logam berat dan juga parameter fisis seperti arus dan gelombang laut untuk melengkapi infonnasi awal yang telah dihasilkan melalui penelitian ini.
DAITAR PUSTAKA
Aguilar·Manjar=,.J., t. G. Ross.1995.Geographical lnfom1a· lion Sysrem (G!S)environmental Model forAquaculture development in Sinaloa State, Mexico. Chapman and llall. P 103 - us
Buitrago J., M. Rada, H. Hernandez, E. Buitrago. 2005. A Single-use site selection technique, usingGJS, for aqua-cuJturc planning: Choosing location formangroveoyster raft culture in margarita island, venezuela. Springer Science. I' 544 -SS6
Carswell B., S. Cheesman, .I. Anderson. 2005. The Use of Spatialanalysisfor environmental assessment of sellfish aquaculture in Bayness Sound,Vancouver Island, British Columbia, Canada. Elsevier. P 408 -414
Daburi, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Cramcdia Pustaka Umum. Jakarta. Hal 223 - 225
Dahuri, R., Rais,J. Cinting, S. P.,dan Sitepu MJ. 2004. Pen∙ gelolaanSumberdayaW-tlayah Pesisirdan LautanSecara Te.rµadu, E<lisi Revisi. Pradnya Paramtta. Jakarta.
Dawes, C. J. 1981. Marine Botany. Jhon Wiley & Sons, Inc. 229hal
Ditjenkan, 2004. Penmjuk teknis budidaya laut : mmput laut eucheuma cattonii spp. Direrekl'oratJenderal Perikanan Budidaya, Departemen Kelautan danPerikanan. Jakarta. 40 ha!
Ditjenkan Budidaya, 2005. Profil Rumput Laut Indonesia. Direk'torat Penl<anan Budida)"J, Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Doty, M.S. 1985. Biothecnological and EronomicApproaches to industrial Development Based on Marine Algae in Indonesian. Makalah dalamWorkshop onMarine Algae in Biotechnology. Jakarta
Fatmawati, 1998. Studi Kc=ua1an Budidaya Rumput Laut (liuchcuma) di Wilayab Perairan Laut Kab. Kota Bm1 Kalimantan Selatan. Tesis.
Grove. K. 2001.The Bay's water: propcrtic;; an processes. San Francisco State University. Available at http:/fgeoscj. sfsu edu/ courses/geolio3/labs/estuaries/partVIIE. html. (verified : 25 ^ovember 2010)
Hartoko, A and A.L. Kangkan. 2009. Spatial ModeOing For Mariculture Site Selection Based On Ecosystem Parrun-ctcr At Kupang Bay, East Nusa Tenggara Indonesia. International Journal of Remote Sensing and Eurth Science vol.6. p 57-64
Hartono, 1995. Model Aplikasi Sisrcm lliforma,i Goografis Untuk Evaluasi Lahon dan Pemilihan Letak. UGM. Yog)"Jkarta 175 hal
lksan, 2005. Kajian Pcrtumbuhan, Produksi Rumput Laut (Eucheuma cotonii),dan Kandungan Karaginan Padn Berbagai Bobot Bibitdan Asal Thallus Di Perairan Desa Guruaping ObaMaluku Utara. [Tesis]. Bogar: Program Pascasarjana. lnstitut Pertanian Bogor. 86 ha!.
Masser. M.P. 1')97. Cage Culture : Site Selection and Water Quality. Auburn University and publish by Sonthem Regiona!Aquacnlture Cen!Te. Available at http://www.
lhefishsite.com/articles/323/cage-c:ulture·site·selec· tion-and-water·quality. (vcnfied : 11 November 2010)
Miller, R.L and B.A McKee. 2004- Using MODIS Terra 250 m Imagery to Map Concentration of Total Suspended Matter in Coastal Waters. Remote Sensing of Environ· men!. Elsevier Inc. P 259 - 266.
Perez, O.M., L.G Ross, T.C. Telfer, L.M del Campo Barquin. 2002. Water Quality requirement for marine fish cage site selection in Tenerife (Canary Island) : predictive modelling and analysis using CJS. Elsc,>icr. P 51 • 68
Puslitbangkan,1991. Budidaya Rumput laut (Eucheuma sp)
Dengan Rakit don Lepas Dasar. Pusat Penelitian dan Pengembangan erikanan, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian. Jakarta. 9 bal.
Radiarta, IN., S. Saitob, A. Miyazono. 2008. CIS-based Multi-criteriaevaluationmodels for identifyingsmtable site for Japanesse scallop (Mizuhupecten ye,;soensis) aquaculture in Funka Bay, southwestern Hokkaido, Japan. Elsevier. P 127 - 135
Rowland, S.J. 2005. Site Selection anddesignfor aquaculture. Crafton Aquaculture Centre. Website http://www.dpi. nsw.gov.au/fisheries/ nquacultu"'/ publications/ species ·freshwater/site-selection-and-design. Verified 11 November 2010)
Rustam, 2005. Anaisis Dampak Kegiatan Pertambakan Tcrbadap Daya Duk,mg Kawasan Pesisir (Studi Kasus Tambak Udang di Kabupaten Bam, Sulawesi Sclatan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasal)ana, Institut Pertanian Bogor. 136 ha!
Soegiarto.\; W.S Sulistijo; dan H. Mubarak. 1978. Rumput 1-.aut (Alga) Manfaat, Potcn.,i clan UsaJia Budidaya. PT Pustaka Binaman Presindo. Jakarta
Sulma, S., A.K.S. Mannopo, D. lndarto. 2008. Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh Untuk Kajian Potensi Budidaya Pcrikanan Laut. laporan Pusat Pengeinbangan P^ manfuatan dan Teknologi PengindcraanJauh. LAPAN
Trisakti, B.. Par-.ati and Syarif Budhiman. The Study of MODIS-AQUA Data for Mapping Total Suspended Matter (TSM) in Coastal Waters Using the Approach of Landsat·? ETM Data. lAPAN.
Utojo,A. Mansyur, A. M. Tangko, Hasna"i, T. Mulia. 2007.
Pemilihan Lokasi Budid.aya Ikan, Rumput Laut dan Kerang Mutiara yang ramahlingk'llng;mditclukTomini, SulawesiTengab. Pengembangan Tek-nologi Budidaya Perikanan, BBRPBL. Hal 200 - 210.
27
Discussion and feedback