ECOTROPHIC • 6 (2) : 121 - 127

ISSN: 1907-5626

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PROGRAM PENGEMBANGAN

PRODUK EKOWISATA DI DESA TIHINGAN, KECAMATAN BANJARANGKAN, KABUPATEN KLUNGKUNG

FANNY MAHARANI SuARKA

Fakultas Pariwisata Universitas Udayana Denpasar

Email : [email protected]

ABSTRACT

This research aims are to identify tourism potency in Tihingan village, and also to formulate the development strategy and programs of ecotourism development in Tihingan village. The principal approaches taken: were field observation, interview, and literature study. Method of data analyze used in this study are: Qualitative description mhetod and SWOT analysis

The Research indicates that Tihingan object has natural beauty, in the form of rice field area, condition of rural environment; and social culture potency, such as: crafting of game/an, fossil in the is form of old prapen, inscription, monument, and traditional art of local community. Based of the result of SWOT analysis yield alternative strategy to develop Tihingan village as a ecotourism object; develop of facilities and basic facilities activity of tourism; promotion to hotel/travel agent; security alert strategy; and also to built the institutional management of the tourism object and increasing the quality of human resources. Development strategy of tourism object represents priority strategy that result program tourism object development by creating immeasurable attraction of tourism, maintaining the current condition of environment.

The long-term success of tourism development depends upon sustaining a high quality resource base, both nature and culture. Levying of good tourism facilities and basic facilities, both are managed by local community and made in small capacities, which later can give contribution to local community. Promotions on Tihingan villages require to be improved, and in order to manage Tihingan villages as a ecotourism object should be established special institution.

Keyword: ecotourism, development, tourism based community.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan unruk mengidentifikasi potensi wisata di Desa Tihingan, guna merumuskan strategi dan program pengembangan obyek wisata Desa Tihingan di Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari observasi, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Data dianalisis dengan analisis deskriptif kualitatif dan Analisis SWOT

Hasil penelitian menunjukkan bahwa obyek wisata Desa Tihingan memiliki potensi alam, seperti: pemandangan lahan pertanian, kondisi lingkungan pedesaan yang masih alami; dan potensi sosial budaya, seperti: kerajinan gamelan, peninggalan sejarah berupa prapen tua, prasasti, monumen perjuangan, dan kesenian yang berkembang di masyarakat Desa Tihingan. Berdasarkan hasil analisis SWOT menghasilkan strategi dan program alternatif; strategi pengembangan paket produk ekowisata Desa Tihingan; pengembangan sarana dan prasarana kegiatan pariwisata; strategi promosi kepada biro perjalanan wisata/hotel; peningkatan keamanan; serta startegi pengembangan kelembagaan dan sumber daya pariwisata. Program pengembangan ekowisata merupakan strategi prioritas menghasilkan program pengembangan produk ekowisata dengan menciptakan beragam paket atraksi ekowisata dengan tetap mempertahankan kondisi lingkungan.

Berhasilnya pengembangan pariwisata di suatu daerah bergantung pada keberlanjutan sumber daya yang ada, baik itu alam dan budaya. Pengadaan sarana dan prasarana pariwisata baik fasilitas utama maupun penunjang perlu dilakukan, dengan batasan dikelola oleh masyarakat dan dibuat dalam kapasitas kecil, yang nantinya dapat memberikan kontribusi terhadap masyarakat lokal. Kegiatan promosi mengenai keberadaan obyek wisata Desa Tihingan perlu ditingkatkan, begitu juga halnya dengan Kelembagaan yang khusus mengelola obyek ekowisata perlu dibentuk, sehingga dapat mempermudah melakukan pengawasan terhadap pengembangan kepariwisataan di Desa Tihingan.

Kata kunci: ekowisata, pengembangan, pariwisata berbasis kerakyatan

PENDAHULUAN

Bali merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi yang besar dalam pengembangan sektor pariwisata yang telah lama terkenal di mata dunia akan keindahan alam dan budayanya. Pariwisata Bali merupakan salah satu penyumbang terbesar devisa negara Indonesia. Penghasilan dari pariwisata ini telah mampu mengangkat taraf hidup masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan yang luas untuk masyarakat Bali khususnya. Kebijakan pembangunan pariwisata Bali yang telah dikembangkan lebih mengutamakan pertumbuhan ekonomi dan mengabaikan kelestarian lingkungan, serta kepentingan masyarakat lokal. Berbagai pembangunan infrastruktur pariwisata seringkali berakibat kepada degradasi lingkungan dalam berbagai ranah. Kondisi demikian, akhirnya akan bermuara pada percepatan degradasi lingkungan dan budaya, antara lain semakin berkurangnya lahan pertanian produktif, pencemaran tanah dan air, serta kerusakan lingkungan lainnya. (Arida, 2009:15).

Berkembangnya industri pariwisata Bali sebagai sektor andalan untuk memperbesar devisa, memperluas dan memeratakan lapangan kerja serta untuk mendorong pembangunan daerah, ternyata tidak dibarengi dengan kemampuan lingkungan untuk mengimbangi percepatan pembangunan pariwisata Bali. Hal tersebut mengundang berbagai perhatian serta kritik, terutama ditunjukkan pada berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh pengembangan pari'wisata konvensional atau yang sering dikenal dengan pariwisata massal.

Kegiatan pariwisata massal identik dengan kegiatan wisata yang memiliki jumlah yang besar dan pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dan mewah. Pengembangan pariwisata massal erat hubungannya dengan perubahan lingkungan fisik yang akan berakibat eksploitasi berlebihan terhadap keberadaan sumber daya fisik lingkungan, sehingga kelestarian lingkungan tidak diperhatikan oleh pelaku wisata yang dalam hal ini adalah wisatawan. Dampak itulah yang seringkali tidak disadari dalam kegiatan pariwisata massal, karena terlalu berorientasi pada keuntungan yang sifatnya sesaat dengan mengeksploitasi segala sumber daya yang ada tanpa memikirkan kelestariannya. Secara umum dalam pengembangan kegiatan pariwisata sendiri memerlukan kondisi lingkungan yang baik, serta kesadaran bahwa pariwisata dapat digunakan sebagai instrumen untuk menunjang upaya pelestarian lingkungan. Untuk itu perlu adanya sebuah konsep pembangunan pariwisata yang berorientasi kepada pembangunan pariwisata yang berkelanjutan dengan mempehatikan aspek lingkungan dan masyarakat lokal.

Anom dalam "Pariwisata Berkelanjutan Dalam Pusaran Krisis Global" (2010:3) menyatakan bahwa pengembangan kepariwisataan di Bali diharapkan tidak menimbulkan kejenuhan bagi wisatawan, serta tetap mampu bersaing dengan daerah dan negara tujuan

wisata yang lain. Untuk itu, penemuan potensi daya tarik wisata yang barn diharapkan mampu menambah diversifikasi daya tarik wisata serta diupayakan dapat menciptakan keamanan yang kondusif dan meningkatkan kesempatan kerja, pendapatan negara maupun daerah serta masyarakat secara umum. Pemerintah Propinsi Bali sendiri terus mengarahkan kemajuan perkembangan pembangunan kepariwisataan Bali melalui memperkenalkan dan melestarikan serta menggali kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat Bali, serta melaksanakan program kegiatan pariwisata secara bertahap, dengan memanfaatkan daya tarik berupa kebudayaan, adat istiadat serta keindahan alam yang terdapat di masing-masing daerah di Bali.

Kabupaten Klungkung merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Bali yang memiliki beragam potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata khususnya daya tarik ekowisata. Salah satunya adalah Desa Tihingan yang merupakan salah satu Desa di Kecamatan Banjarangkan.

Desa Tihingan memiliki beragam potensi budaya, Kepariwisataan Desa Tihingan juga didukung oleh kondisi lingkungan pedesaan yang masih alami, seperti pemandangan lahan pertanian sepanjang jalan menuju Desa Tihingan, terdapatnya Sungai Jinah sebagai sumber kehidupan masyarakat, dan aktifitas sehari-hari masyarakatnya yang mayoritas sebagai petani. Desa Tihingan juga memiliki peninggalan arkeologi berupa prapen tua, dan sebuah monumen perjuangan rakyat. Keberadaan obyek wisata Desa Tihingan didukung pula oleh sarana transportasi yang memadai dan lokasinya yang berdekatan dengan obyek wisata Kertha Gosa, Musium Lukis Nyoman Gunarsa dan Desa Negari. Agar potensi itu dapat menarik bagi wisatawan, potensi-potensi tersebut harus mampu dikemas dan dikelola dengan baik.

Adanya perencanaan dan pengidentifikasian terhadap potensi yang ada sangat diperlukan, sehingga pengembangan dan pengelolaan yang baik dapat dilakukan. Pengembangan atraksi ekowisata di Desa Tihingan diharapkan dapat melestarikan kebudayaan ditengah-tengah kemajuan industri pariwisata tanpa merusak lingkungan sekitarnya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa saja potensi ekowisata Desa Tihingan dan bagaimana model pengembangan produk ekowisata di Desa Tihingan Kecamatan Banjarangkan ini ? adapun tujuan penelitian adalah untuk mengetahui potensi ekowisata Desa Tihingan dan model pengembangan produk ekowisata di desa tersebut.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan dengan pengamatan langsung (observasi) di Desa Tihingan penyebaran kuesioner, wawancara mendalam dengan pihak-pihak terkait tentang potensi ekowisata serta studi kepustakaan. Data dianalisis dengan analisis deskriptif dan analisis SWOT untuk mendapatkan model pengembangan produk

ekowisata di Desa Tihingan Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kepariwisataan Kecamatan Banjarangkan dan Desa Tihingan

Kecamatan Banjarangkan terletak di ujung barat Kabupaten Klungkung dan merupakan kecamatan yang membatasi wilayah administrasi Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Gianyar. Kecamatan Banjarangkan terdiri dari 13 desa dinas, 55 dusun dan 28 desa adat. Jumlah peduduk Kecamatan Banjarangkan berdasarkan data tahun 2001 berjumlah 36,150 jiwa dengan 8.141 kepala keluarga, kepadatan penduduk 790 per km2

Dilihat dari potensi kepariwisataannya Kecamatan Banjarangkan memiliki beragam obyek daya tarik wisata yang berorientasi pada wisata alam dan budaya. Obyek wisata alam yang ada di Kecamatan Banjarangkan antara lain: Obyek Wisata Tukad Melangit dengan daya tarik wisata arung jeram dan wisata gajahnya, Obyek Wisata Tegal Besar, Lepang dan Sidayu dengan daya tarik pemandangan pantainya. Obyek wisata yang berorientasi pada wisata budaya di Kecamatan Banjarangkan, antara lain: Obyek Wisata Goa Peninggalan Zaman Penjajahan Jepang, Obyek Wisata Lingkungan Pura Kentel Gumi, dan Desa Tihingan. Desa Tihingan ditetapkan sebagai obyek wisata berdasarkan Surat Keputusan Bupati Klungkung Nomor 335 Tahun 1998. Desa Tihingan merupakan satu-satunya desa kerajinan penghasil berbagai macam rupa gamelan Bali.

Berdasarkan prasasti kumpulan Dr. Goris, yang berbunyi ''kabakatin laku langkah kayu tring tihing tanggung yatha teriya besar seni'', yang artinya ada suatu kelompok masyarakat yang bertugas untuk menjamin segala keperluan akan kayu, demikian pula segala keperluan akan bambu yang berseni (dianyarn) untuk dipergunakan oleh penguasa untuk aci di pura-pura dalam upacara yadnya. Kelompok ini mendapat hak bebas Ouput) dari kewajiban-kewajiban yang lain. Jadi dapat disimpulkan bahwa dulunya di wilayah Desa Tihingan terdapat sekelompok keluarga yang mempunyai tugas istimewa dalam menyediakan alat-alat dari bambu (tihing) yang dapat berbentuk kukusan, sok, saingan, dll. yang biasanya dipergunakan dalam upacara yadnya. maka dapat dipastikan bahwa dahulunya Desa Tihingan merupakan hutan bambu (Tihing) dan kecenderungan orang untuk menyebut suatu lokasi sesuai dengan keadaan serta potensi yang ada. Maka lahirlah sebutan di Tihing, kemudian yang dalam perkembangannya baik dalam bentuk penulisan serta pengucapannya, kata Tihing berubah menjadi Tihingan. demikianlah akhir kata Desa Tihingan, sejak <lulu ditetapkan menjadi nama desa dan sampai saat belum pernah mengalami perubahan.

Lokasi Desa Tihingan sangat strategis karena berdekatan dengan pusat pemerintahan Kabupaten Klungkung, dengan jarak tempuh ± 2 km dan dari pusat pemerintahan Kecamatan Banjarangkan berjarak

± 4 Km. selain itu juga Desa Tihingan berdekatan dengan obyek wisata lainnya yang ada di Kabupaten Klungkung, seperti: "Musium Lukis Nyoman Gunarsa, Goa Jepang, dan Kertha Gosa".

Desa Tihingan secara administratif termasuk wilayah Kecamatan Banjarangkan, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali. Desa Tihingan memiliki luas wilayah ± 439,72 Ha, terbagi atas 4 Dusun/ desa dinas, yaitu: Dusun Penasan, Mungguna, Tihingan dan Pau

Desa Tihingan terkenal dengan seni kerajinan tangan masyarakatnya dalam membuat gamelan, memiliki kondisi lingkungan yang baik dengan pemandangan kehidupan masyarakat pedesaan pada umumnya. Desa Tihingan merupakan wilayah dataran rendah dengan ketinggian tempat kurang lebih no meter dari permukaan laut. Suhu udara di Desa Tihingan berkisar antara 24°C - 32°C, dengan rata-rata 2—450 milimeter pertahun. Wilayah Desa Tihingan sebagian besar merupakan lahan pertanian dan sisanya berupa tegalan, pemukiman dan lain-lain.P

Penduduk Desa Tihingan berjumlah 3.531 orang yang terdiri dari 1.755 orang (49,70%) laki-laki dan 1.776 orang (50,29%) perempuan. Masyarakat Des·a Tihingan terbagi dalam 857 KK (kepala keluarga). Sebagian besar masyarakat Desa Tihingan memeluk Agama Hindu, walaupun ada beberapa yang memeluk agama Islam dan Kristen karena merupakan pendatang. Dalam rangka mengaktifkan aktifitas adat dan agama mereka diikat dalam suatu komunitas adat yang disebut desa adat. Desa Tihingan memiliki tiga wilayah desa pekraman, yaitu Desa Tihingan, Pau, dan Penasan, yang pada umumnya mata pencaharian pokok penduduk Desa Tihingan adalah bercocok tanam.

Potensi Wisata Desa Tihingan

Desa Tihingan sebagai salah satu obyek wisata yang ada di Kabupaten Klungkung, memiliki beragam potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik ekowisata yaitu:

Potensi Alam

  • a.    Pemandangan lahan pertanian

Wilayah Desa Tihingan sebagian besar wilayahnya merupakan lahan pertanian. Lahan pertanian Desa Tihingan tersebar di wilayah Dusun Penasan, Pau dan Mungguna. Laban pertanian masyarakat Desa Tihingan terbentang di sebelah selatan, utara dan di sebelah timur pemukiman penduduk, yang dipisahkan oleh aliran Sungai Jinah. Laban pertanian di Desa Tihingan masih produktif, disamping masyarakat menanam padi, masyarakat juga memanfaatkan lahan pertanian dengan menanam cabai, sayur hijau, bunga pacar, mentimun, dan kacang panjang dengan memanfaatkan jerami yang dilakukan secara bergantian. Penanaman dilakukan dengan mempergunakan "sistem tumpang sari".

Masyarakat Desa Tihingan masih tetap memegang adat-istiadat dalam mengelola sawahnya. Konsep Tri Hita Karana yang merupakan filosofis Hindu tentang lingkungan hidup yang diterapkan masyarakat setempat dengan unsur-unsur yang meliputi parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), pawongan

(hubungan manusia dengan manusia) dan palemahan (hubungan manusia dengan alam/lingkungannya) masih dipegang erat oleh masyarakat Desa Tihingan, lewat penyelenggaraan upacara keagamaan, salah satunya pelaksanaan upacara di areal sawah. Upacara tersebut dilaksanakan sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan karunia berupa hasil-hasil pertanian.

Dalam mengelola sawahnya, masyarakat Desa Tihingan hingga saat ini masih mengunakan sistem subak. Terbukti dengan masih adanya subak yang tersebar di lingkungan Desa Adat Pau dengan luas lahan subak 66 Ha dan Penasan dengan luas lahan subak 139 Ha. Potensi alam yang dimiliki Desa Tihingan dapat dikembangkan menjadi aktifitas ekowisata dengan menggunakan konsep kembali ke alam (back to nature).

  • b.    Kondisi lingkungan pedesaan yang alami

Kondisi alam Desa Tihingan masih asli belum terganggu, udara yang sejuk dengan aliran Sungai Jinah yang cukup jernih. Masyarakat menyadari bahwa sangat penting menjaga dan melestarikan lingkungan sekitarnya, bersama dengan aparat desa, masyarakat melakukan reboisasi dengan menanam pohon jati, cempaka, dll di lingkungannya. Adanya upaya peremajaan dan penanaman pohon pada lahan/ tegalan penduduk dapat meminimalisasi terjadinya polusi di Desa Tihingan. Kondisi lingkungan pedesaan yang masih alami dapat pula dijadikan potensi untuk mengembangkan ekowisata Desa Tihingan. Aktifitas ekowisata yang dapat dikembangkan adalah dengan dibukanya jalur tracking, yang dapat dilakukan di subak Penasan dan subak Pau.

Potensi Budaya

  • a.    Kerajinan

Seni kerajinan yang berkembang di masyarakat Desa Tihingan adalah seni kerajinan pembuatan gamelan. Kerajinan gamelan yang ada di Desa Tihingan proses pembuatannya masih dikerjakan secara tradisional, yang dalam pengerjaannya masih mempergunakan tenaga manusia dan dibuat berdasarkan kepercayaan serta adat istiadat yang berlaku. Kerajinan gamelan yang dibuat di Desa Tihingan beraneka ragam jenisnya, pada umumnya merupakan gamelan khas masyarakat Bali, seperti gong, angklung, selonding, baleganjur, gambang, semar pegulingan, dll. Kerajinan gamelan merupakan atraksi wisata yang ditawarkan oleh Desa Tihingan selama ini, sehingga menjadikannya sebagai salah satu obyek daya tarik wisata berwawasan budaya di Kabupaten Klungkung. Adapun proses pembuatan gamelan dapat diuraikan secara singkat sebagai berikut: Bahan dasar yang terdiri dari campuran antara tembaga dan timah, dilebur dengan perbandingan 1 timah dan 3,5 tembaga, setelah cair bahan dasar tersebut ditempa, kemudian dibentuk sesuai dengan yang diinginkan. Setelah dibentuk kerajinan tersebut kemudian distel, untuk memastikan suara yang dihasilkan bagus. Proses terakhir yang dilakukan oleh

pengrajin adalah penyerutan dan kemudian kerajinan tersebut siap dipasarkan. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gamelan ini adalah perunggu yang merupakan campuran antara timah dan tembaga. Untuk proses produksinya bahan baku tersebut didatangkan langsung dari Pulau Jawa, tepatnya di Solo.

Selain mempertahankan seni pembuatannya, dalam pengembangan terhadap potensi wisata kerajinan tangan gamelan khas Desa Tihingan juga perlu dilakukan pengenalan terhadap kerajinan Gamelan, misalnya dengan menyajikan atraksi wisata hasil kerajinan gamelan dalam bentuk demonstrasi langsung kepada wisatawan. Selain itu juga wisatawan dapat disuguhkan aktifitas belajar membuat irama pada gamelan dan mendemonstrasikannya langsung. Atraksi wisata yang ditawarkan jadi lebih atraktif, karena wisatawan tidak hanya mendengar dan menyaksikan tapi ikut serta belajar memainkannya (megambel).

  • b.    Peninggalan arkeologis

Di Desa Tihingan terdapat peninggalan arkeologis berupa tungku pengrajin logam dan prasasti

  • 1)    Artefak tungku pengrajin logam

Artefak tungku pengrajin logam pertama kali ditemukan di jaba Pura Dalem Silaparang Desa Adat Tihingan, oleh Tentara Manunggal Masuk Desa dan masyarakat saat melaksanakan kegiatan gotong royong. Ditemukannya peninggalan berupa tungku pengrajin logam di Desa Tihingan, dapat dijadikan sebuah bukti bahwa di Desa Tihingan dari <lulu telah berkembang seni kerajinan logam (perunggu). Keberadaan dari peninggalan arkeologi tersebut diyakini berumur sangat tua sekitar abad 14-16 masehi. Adapun penemuan artefak tersebut berupa 2 (dua) buah tungku pelebur dan pembakar logam.

  • 2)    Prasasti

Di Desa Tihingan terdapat dua buah prasasti yang merupakan peninggalan Zaman Kerajaan Klungkung yang diberikan kepada salah satu tokoh masyarakat Desa Adat Pau. Menurut cerita rakyat, diceritakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Dalem Klungkung, salah seorang warga Dusun Pau yang bemama Mekel Blambangan, berjasa kepada raja karena mampu mendamaikan Kerajaan Klungkung dengan semetonnya (saudaranya) yang berasal dari Kerajaan Bangli. Bukti dari adanya perdamaian tersebut adalah, dimana wilayah Nyanglan Kelod masuk dalam wilayah Kabupaten Klungkung sedangkan wilayah Nyanglan Kaja masuk dalam wilayah Kabupaten Bangli. Sebagai ucapan terima kasih kepada warga tersebut, raja memberikan surat kuasa kepada mekel Blambangan untuk menjaga kedamaian dan ketentraman di Dusun Pau. Hingga saat ini keluarga puri menganggap masyarakat di Pau sebagai saudara (semeton), yang dapat dilihat dari setiap kegiatan penting yang menyangkut upacara keagamaan di Dusun Pau keluarga puri akan datang berkunjung ke Dusun Pau begitu juga halnya jika ada upacara keagamaan di puri masyarakat Dusun Pau akan ngayah ke puri. Keberadaan prasasti di Dusun Pau merupakan sebuah potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi atraksi ekowisata, misalnya

Tabel 1.1 Matrik Analisis SWOT Ekowisata Desa Tihingan

IFAS


Peluang I Opportunities (O)

l.Kemajuan teknologi, baik teknologi informasi maupun transportasi

2.SK Bupati No. 335 Tahun 1998

  • 3 .Keamanan Bali yang berangsur mulai pulih.

  • 4 .Peran serta masyarakat dalam upaya menjaga peninggalan kebudayaan dan kelestarian lingkungan.

  • S .Meningkatkan hubungan kerjasama dengan pelaku usaha jasa pariwisata.

Ancaman/ Threats(T)

l.Kondisi politik global

  • 2 .Persaingan dengan obyek wisata sejenis

  • 3 .Kurangnya peran serta masyarakat dalam men-ciptakan atraksi wisata

    Kekuatan/strength (s)

    • 1.    Terdapatnya peninggalan arkeologis berupa peralatan prapen.

    • 2.B erkembangnya seni kerajinan gamelan, khas Bali.

    • 3.B eragamnya kesenian yang berkembang di masyarakat dari seni tari, tabuh dan karawitan.

    • 4.Keindahan lahan pertanian masyarakatnya

    • S.Sarana komunikasi, transportasi dan prasarana jalan memadai.

    • 6.Suasana alam pedesaan yang masih alami

    • 7 .Keramahan masyarakat Desa Tihingan.

    • 8 .Adanya dukungan dari masyarakat untuk mengembangkan kepariwisataan Desa Tihingan.


Strategi SO

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

Strategi pengembangan

Paket ekowisata berbasis kerakyatan

strategi ST

Strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

Strategi peningkatan keamanan dan kenyamanan Desa Tihingan

Kelemahan/weaknesses (w)

  • l .Tidak adanya prasarana dan sarana sebagai pe· nunjang aktivitas kepariwisataan, seperti toilet umum, penginapan, dan restoran.

  • 2 .Tidak tersedianya lahan untuk tempat parkir, sehingga parkir masih dilakukan di pinggir jalan.

  • 3 .Kurang tersedianya sumber daya manusia yang memiliki pengetahuan dan keterampilan di bi· dang pariwisata khususnya ekowisata.

  • 4 .Kurangnya partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan pariwisata, sehingga potensi wisata yang ada belum diperkenalkan kepada wisata· wan,.

  • S .Kurangnya promosi mengenai keberadaan obyek wisata Desa Tihingan

Strategi WO

Strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang

Strategi pengembangan sarana dan prasarana pokok maupun penunjang pariwisata di Desa

Tihingan

Strategi promosi ekowisata Desa Tihingan.

Strategi WT

Strategi yang meminimalkan kelemahan dan

menghindari ancaman

Strategi pengembangan kelembagaan dan sumber daya pariwisata Desa Tihingan.

Sumber: Hasil Analisis

dengan membuat sejarah masing-masing desa dalam bentuk brosur, sesuai dengan cerita yang berkembang di masyarakat lengkap dengan bukti-bukti autentiknya. Selain mengetahui sejarah masing-masing desa adat di Desa Tihingan, wisatawan dapat juga diajarkan mengenal aksara Bali serta cara menulis aksara Bali, yang merupakan tulisan asli dari prasasti yang ada di Desa Adat Pau.

  • c.    Monumen perjuangan

Monumen perjuangan yang ada di Desa Tihingan, merupakan sebuah monumen yang dibangun untuk menghormati jasa-jasa pahlawan masyarakat Banjarangkan, pada masa Kemerdekaan Republik Indonesia. Monumen ini diberi nama Monumen Bima. Selama ini wisatawan yang berkunjung ke Desa Tihingan, tidak mengetahui mengenai keberadaan monumen perjuangan ini, padahal jika dilihat dari nilai sejarahnya, monumen ini memiliki nilai yang sangat penting karena merupakan tonggak sejarah perjuangan masyarakat Banjarangkan dalam merebut kemerdekaan Republik Indonesia dari tangan penjajah.

  • d.    Kesenian

Kesenian yang berkembang di masyarakat Desa Tihingan beraneka ragam. Kesenian yang ada di Desa Tihingan tidak terbatas pada seni tari dan tabuh saja, namun seni sastra, seperti: seni kekawin, bebasan, wirama, dan sebagainya juga sudah mulai berkembang dengan baik. Kesenian yang ada di Desa Tihingan digolongkan ke dalam 3 macam, yaitu Seni Wali (Sakral), yaitu cabang kesenian yang ada di Desa Tihingan yang khusus dipentaskan mengikuti upacara keagamaan, misalnya tarian telek, rejang, dan barong sakral, Seni Bebali yaitu kesenian yang dipentaskan sebagai penunjang jalannya upacara adat keagamaan. Seni bebali yang ada di Desa Tihingan, seperti

gambang, angklung, gong kebyar, dan tarian topeng. Seni Balih-balihan adalah kesenian yang dipentaskan sebagai sarana hiburan masyarakat luas, seperti: tari lepas, janger, sendratari, dll.

Gambar Matriks Analisis SWOT Obyek Wisata Desa Tihingan

Berdasarkan Matrik Analisis SWOT pada Tabel 1.1, disusun beberapa strategi pengembangan yang disesuaikan dengan potensi Desa Tihingan, sebagai strategi alternatif yang merupakan opsi-opsi pengembangan dari strategi umum.Strategi pengembangan obyek wisata Desa Tihingan yang berkelanjutan dan berbasiskan pada mayarakat lokal, dijabarkan dalam bentuk program pengembangan. Upaya-upaya tersebut dilakukan dengan penggarapan potensi dan peluang obyek wisata Desa Tihingan, baik secara fisik maupun non fisik.

  • I.    Program Pengembangan Produk Ekowisata Desa Tihingan di Kabupaten Klungkung

Atraksi wisata yang selama ini disajikan di Desa Tihingan cenderung terkesan monoton, sehingga perlu dilakukan pengembangan terhadap potensi/ aset yang dimiliki dalam upaya mendiversifikasikan atraksi wisata yang akan ditampilkan. Sebagai atraksi dasar diusulkan beberapa bentuk produk ekowisata yang akan dikembangkan di Desa Tihingan, yaitu:

  • 1.    Pengembangan Paket Ekowisata Berbasis

Pertanian

Sebagai sebuah daerah pertanian, Desa Tihingan dikenal dengan basil pertanian sawah ladangnya seperti: Padi, cabai, bunga pacar, serta sayur-sayuran sejenis kacang panjang, sayur hijau, mentimun, an. Dengan adanya lahan pertanian dan pengalaman

rnasyarakat dalarn bertani, wisatawan yang datang dapat diajak untuk rnenikmati bagaimana tumn ke sawah dan ikut menggarap lahan sebelum ditanami, proses penanaman, kegiatan pemupukan, penyiangan hingga panen, bersama para petani lokal. Masyarakat di Desa Tihingan dalarn mengelola lahan pertanian, masih mempergunakan cara tradisional, salah satunya adalah aktifitas membajak, yang hingga saat ini masih tetap dipertahankan kegiatan ini juga merupakan kegiatan untuk melestarikan lingkungan sekaligus tradisi budaya.

Di Desa Tihingan, wisatawan disuguhkan pemandangan lahan pertanian penduduk dengan latar belakang bukit dan Gunung Agung yang dapat dilihat dibagian timur desa. Wisatawan dapat menikmati suasana alarn pedesaan dengan berjalan-jalan di sepanjang lahan pertanian rnasyarakat atau disekitar pemukiman penduduk dengan menyaksikan beragam aktifitas penduduk. Lingkungan Desa Tihingan yang masih alami dapat dikembangkan menjadi beraneka ragarn atraksi wisata, antara lain;

Bersepeda (cycling), dapat dilakukan sambil menikrnati aktifitas masyarakat lokal sehari-hari, baik di wilayah pemukiman penduduk maupun di sawah.

Tracking, dapat dilakukan dengan memanfaatkan pemandangan lahan pertanian dan kondisi lingkungan di Desa Tihingan. Misalnya menjelajahi lahan pertanian masyarakat, sarnbil menyaksikan aktifitas petani di sawah. Aktifitas tracking dapat dilakukan di sepanjang subak Pau dan Penasan

Sight seeing, dalam aktifitas ini wisatawan dapat mengamati berbagai jenis burung (bird watching) yang ada di lingkungan pertanian masyarakat Desa Tihingan.

  • 2.    Paket mempelajari Budaya Lokal

  • 1)    Wisatawan yang berkunjung ke Desa Tihingan dapat menyaksikan proses pembuatan kopi robusta yang dikelola oleh masyarakat Desa Tihingan.2) Wisatawan dapat diikutsertakan dalam berbagai kegiatan sosial budaya di masyarakat, seperti ikut kegiatan mebat (prosesi memotong hewan) dan mejejahitan.3) Wisatawan dapat diperkenalkan mengenai kesenian tradisional Desa Tihingan yang terkenal dengan kerajinan gamelannya. Atraksi wisata belajar kesenian tradisional merupakan suatu hal yang menarik untuk dilakukan. Jadi dalam hal ini wisatawan ikut berperan serta dalam kegiatan kesenian, misalnya belajar menarikan tarian Bali, belajar menggunakan gamelan yang merupakan gamelan khas masyarakat Bali. 4) Wisatawan dapat diperkenalkan pada tulisan Aksara Bali, bail< itu cara menuliskannya maupun cara membacanya.Belajar menggunakan bahasa daerah pada sebuah destinasi wisata merupakan suatu hal yang sangat menaril< bagi wisatawan, karena wisatawan dapat belajar mengenai kebudayaan masyarakat lokal (local community). 5) Wisata culinerKehidupan masyarakat Desa Tihingan yang masih bersifat tradisional, dapat dibuktikan dengan keberadaan makanan tradisional yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan dan dipertahankan

  • 3.    Membentuk kelembagaan untuk mengelola Ekowisata di Desa Tihingan

Selain pengembangan fisik yang meliputi pengadaan dan pembangunan sarana dan prasarana kepariwisataan, untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung, hal yang cukup penting adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk ikut berperan aktif dalam pengelolaan ekowisata Desa Tihingan. Pariwisata kerakyatan merupakan bentuk pariwisata yang mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dalarn proses pernbangunan pariwisata di daerahnya masing-masing. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, namun juga harus marnpu meningkatkan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga diri, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya masyarakat itu sendiri, dimana inti dari pemberdayaan masyarakat, adalah "dari, oleh dan untuk rakyat". Jadi pembentukan kelembagaan pengelolaan obyek wisata hams melibatkan berbagai komponen masyarakat lokal seperti desa adat, masyarakat yang peduli kepariwisataan dan tokoh masyarakat, karena merekalah yang paling mengetahui situasi dan kondisi daerahnya.

Melalui pembentukan kelembagaan pengelolaan obyek wisata di Desa Tihingan, dapat mempermudah pemerintah dan lernbaga lainnya untuk memberikan perhatian dan bantuan, sehingga tidak menimbulkan keragu-raguan dalam pemberian bantuan atau pembinaan pengelolaan terhadap obyek wisata di Desa Tihingan.

  • 4.    Program Pengembangan promosi

Sebagai objek wisata yang barn berkembang, Desa Tihingan memiliki potensi yang dapat dil<embangkan menjadi daya tarik ekowisata. Mengingat keterbatasan kemampuan masyarakat, khususnya dalam hal pengelolaan dan mempromosikan obyek wisata, sehingga dalam upaya pengembangannya perlu diadakan kerjasarna dengan biro-biro perjalanan wisata yang beroperasi di Bali maupun di luar negeri dengan memasukkannya kedalam paket tour (additional tour) yang dijual dan dipasarkan oleh BPW tersebut. BPW dalam hal ini berperan cukup penting, karena melalui kegiatan promosi BPW tidak hanya menjual paket-paket wisata ke wisatawan namun juga memberikan informasi mengenai keberadaan sebuah obyek dalam paket wisata yang ditawarkan, sehingga nantinya bisa dikenal oleh wisatawan.

Wisatawan yang berkunjung ke Desa Tihingan lebih banyak memanfaatkan promosi dari mulut ke mulut (world of mouth), baik yang didapat dari teman, relasi bisnis maupun keluarga, walaupun ada beberapa wisatawan yang mendapatkan informasi dari majalah, internet dan brosur. Program terhadap kegiatan promosi yang dilakukan hams lebih efektif lagi untuk memperkenalkan Desa Tihingan, misalnya dengan melakukan kegiatan promosi lewat internet

  • 5.    Membangun dan Menyediakan Sarana Pokok dan Penunjang Kepariwisataan untuk Wisatawan

Untuk dapat menjadi obyek wisata yang ideal perlu dibangun fasilitas berupa sarana dan prasarana pariwisata yang dapat memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan yang datang berkunjung ke obyek wisata tersebut. Dalam program ini perlu adanya kerjasama antara pemerintah, desa adat, pengusaha (investor), sehingga fasilitas ini benar-benar bermanfaat dan dapat menunjang kelancaran kegiatan wisata di Desa Tihingan, tetapi di lain pihak pembangunan ini diharapkan tidak merusak tatanan sosial masyarakat lokal, serta disisi lain dapat memberikan keuntungan ekonomis bagi kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Pengembangan kepariwisataan yang dilakukan harus selalu berorientasi pada pembangunan yang berwawasan lingkungan dan masyarakat ikut berperan secara langsung dan aktif di dalam setiap proses pembangunan yang dilakukan, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, hingga proses pemanfaatannya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1.    Desa Tihingan memiliki beragam potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi beragam atraksi dan aktifitas wisata. potensi wisata yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik ekowisata yaitu:Potensi Alam yang meliputi; Pemandangan lahan pertanian Kondisi lingkungan pedesaan yang alami Potensi Budaya meliputi; Kerajinan, Peninggalan arkeologis, kesenian, monumen perjuangan.

  • 2.    Program pengembangan produk ekowosata yang dapat dikembangkan di Desa Tihingan berdasarkan strategi dari analisis SWOT diantaranya adalah; Pengembangan Paket Ekowisata Berbasis Pertanian, Paket Mempelajari Budaya Lokal, Membentuk Kelembagaan untuk Mengelola Ekowisata di Desa Tihingan, Program Pengembangan Promosi, dan Membangun dan Menyediakan Sarana Pokok dan Penunjang Kepariwisataan di Desa Tihingan.

Saran

Pengembangan terhadap potensi wisata di Desa Ti-hingan perlu dilakukan dengan menjadikannya beragam atraksi wisata salah satunya adalah pengembangan ekowisata.

Perlu dibangunnya beberapa fasilitas untuk menunjang kepariwisataan di Desa Tihingan, seperti fasilitas tempat parkir, pintu masuk (entrance gate), dan pengadaan restoran serta pondok wisata. Khusus untuk pengadaan fasilitas pondok wisata dan restoran sebaiknya dikembangkan dalam skala kecil atau pengadaannya dibatasi dalam jumlah tertentu.

Kelembagaan khusus yang bertugas mengelola obyek perlu dibentuk, karena pengelolaan yang dilakukan

selama ini belum dilaksanakan secara optimal. Adanya lembaga ini dapat membantu dalam upaya mendiversifikasikan atraksi wisata yang ditawarkan dengan memanfaatkan potensi wisata yang ada, sehingga obyek wisata menjadi lebih atraktif dan menarik untuk dikunjungi.

Pihak pengelola obyek wisata Desa Tihingan perlu melakukan upaya-upaya promosi kepada wisatawan Eropa, Amerika dan negara-negara di kawasan Asia Pasifik. Promosi dapat dilakukan melalui media cetak, dan media elektronik. Dalam pengembangan obyek wisata Desa Tihingan sebaiknya pengembangan cukup dilakukan dari tahap exploration sampai pada tahap involvement yang diikuti oleh local control dari masyarakat. Misalnya dengan mengembangkan beragam jenis bentuk wisata yang disesuaikan dengan potensi wisata yang dimiliki, dan tetap mempertimbangkan daya dukung lingkungan, seperti membatasi kunjungan wisata ke Desa Tihingan.

DAFfAR PUSTAKA

-----------. 2007. Data Monografi Desa Tihingan Tahun 2006. Andiani, Dini, Nyoman 2007 Pengembangan Ekowisata Yang

Berbasis Masyarakat Menuju Pariwisata Berkelanjutan Di Kelurahan Serangan Bali. Tesis PascaSarjana Uni-uersitas Udayana

Arida, Sukma N. 2009. Meretas Jalan Ekowisata Bali proses pengembangan Partisipasi Lokal dan Tantangan Ekowisata di Tiga Desa Kumo Bali. Denpasar Udayana University Press.

Ariessandi, Ni Putu. 2003. "Pengembangan Potensi Wisata Budaya Desa Tihingan dalam Upaya Diversifikasi Obyek dan Daya Tarik Wisata di Kabupaten Klungkung " (skripsi). STP Nusa Dua.

Arismayanti, Ni Ketut. 2006. "Strategi Pengembangan Objek dan Daya Tarik Ecowisata Jatiluwih di Kabupaten Tabanan Bali" (tesis). Denpasar: Program Pascasarjana Universitas Udayana

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. PT Raja Grafindo Persada Jakarta

Butler, R. 1992. Alternative tourism: The Thin Edge Of The Wedge. In: V.L. Smith and W.R. Eadington (eds) Tourism Alternatiues: Potentials and Problems in the Development of Tourism. Philadelphia: University of Pennsylvania Press. p. 31-46.

Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F, 2006.Perencanaan Ekowisata dari Teori keAplikasi. Yogyakarta. Andi Offset Paturusi, Syamsul Alam."P erencanaan Kawasan Pariwisata".

Denpasar: Universitas Udayana

Pitana, I Gde. 1999. Pelangi Pariwisata Bali. Denpasar: Bali Post.

Rata, IB. 2001. "Pengembangan dan Penataan Objek Wisata yang Berorientasi pada Pelestarian Lingkungan dan Pariwisata Budaya".

127