ECOTROPHIC • 6 (1) : 44 - 49

ISSN : 1907-5626

KERAGAMAN MIKOFLORA TANAH

PADA HABITAT TANAMAN PISANG DI BALI

l Made Sudarma11 D.N. Suprapta2, RA.I Maya Temaja3

1JStaf dosen jurusan agroekoteknologr, fakultas pertanian umversitas udayana 2JLab b10peshs1da fakultas pertanian unud

3JProgram doktor ilmu pertanian universitas udayana

-mail.· sudarma made@yahoo.com

ABSTRACT

Fungi in the soil plays an important role in maintaining the health and quality ofland, one ofseveral indicators ofsoil health that is the diversity of soil fungi. This study was done in order to know the soil fungi diversity in the soil of banana plants habitat. The soil samples were collected from three regencies in Bali, i.e. Karangasem, Klungkung and Jembrana which are the main banana growing areas in Bali. Soil sampling was done in two sites in each regency, by collecting 100 grams of soil surrounding the banana plant at the depth of20 cm, with three replication. Soil microbes population density particularly for bacteria, fungi and actinomycetes were determined based on plate account technique, while the microbes diversity was determined based on Diversity Index of Shannon-Wiener.

Diversity index of soil fungi of all soil samples ranged from 0.8785 to 2.1458 (criteria oflow to moderate), with population densities ranging from 1.1 x 104 to 2.8 x 104 cfu / g soil. Evenness index at all sites soil samples obtained ranged from 0.6688 to 0.9766, this means the fungus species found there are no outstanding domination. Similarity index on all soil samples showed less than 0.5, which means one does not have a kinship with each other. Physicochemical factors that affect population density of soil fungi on the banana plant habitats: organic C, total N, available P, available K, soil moisture content (air dry capacity and field capacity), sand and clay. While soil physicochemical factors that influence the number of species (diversity) of soil fungi namely: C-organic content, total N and the dust has positive influence on the number ofspecies in banana plants habitat, whereas soil sand content negatively affected the number of types of soil fungi.

Keywords : Shannon-Wiener index, similaritas index, population density and physicochemical factors.

PENDAHULUAN

Jamur dalam tanah memegang peranan yang sangat penting dalam mendegradasi senyawa organik komplek seperti lignin clan selulose menjadi senyawa sederhana, karena jamur memiliki struktur filamen yang dapat mempenetrasi substrat, terlebih lagi jamur menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyediakan sumber karbon, vitamin clan asam amino. Beberapa jamur yang telah diisolasi dari Muara Layang, Bangka Belitung antara lain, Aspergillus (6 spesies), Chaetomium, Eupenicillium (3 spesies), Gliocladium, Paecilomyces, Penicillium (3 spesies), Scopulariopsis, Trichoderma (3 spesies), (Larashati dan Ilyas, 2009). Ada beberapa genus yang mendomirlasi tanah hutan di Afrika Barat, seperti : Aspergillus, Scopulariopsis, Al-ternaria, clan Penicillium (Okoh clan Tian, 2008).

Aktivitas mikroba dalam tanah sangat tergantung atas kondisi tempat hidupnya, seperti suhu, kelembaban clan karbon organik yang tersedia. Faktor kelembaban yang paling utama mempengaruhi keragaman mikroba, struktur clan aktivitas komunitas (Bhatnagar clan Bhatnagar, 2005). Suciatrnih (2006) menyatakan bahwa tanah hutan yang mengalami kebakaran menurunkan keragaman clan populasi jamur, sedangkan

tanah yang tidak dirusak keragaman dan kepadatan populasi jamur paling tinggi khususnya pada bagian atas lapisan tanah (top soil).

Keragarnan mikroba tanah juga ditentukan oleh jenis tanah clan tanaman (Garbeva et al., 2004). Keragaman tanaman meningkat akan meningkatkan komposisi clan fungsi komunitas mikroba. Biomassa komunitas rnikroba, respirasi clan kelimpahan jamur secara signifikan meningkat dengan meningkatnya keragaman tanaman, juga laju mineralisasi N. Perubahan biomassa komunitas rnikroba, aktivitas clan komposisi sebagian besar dihasilkan dari level yang lebih besar produksi tanarnan yang berhubungan dengan keragamannya yang lebih besar, begitu sebaliknya ( Zak et al., 2003). Mikroorganisme tanah termasuk bakteri, jamur, nematoda clan algae, merniliki potensi indikator penting dari kesehatan tanah. Mikroorganisme ber-tanggungjawab untuk dekomposisi clan transformasi bahan organik tanah juga bertanggungjawab terhadap sejurnlah transformasi mineral. Proses ini mempengaruhi ketersediaan nutrisi, kualitas tanah clan hasil tanarnan (Van Antwerpen et al., 2005). Khusus jamur dalam siklus nutrisi marnpu mengkatabolisme bahan organik, mineralisasi clan immobilisasi mineral (Anderson clan Cairney, 2004), dalam hubungan dengan

strukUr tanah, jamur menghasilkan bahan organik yang mengikat agregat, hifa jamur mengikat partikel menjadi agregat tanah (Altieri, 1999).

Jamur tanah dapat berfungsi sebagai : ( 1) dekom-poser atau saprofitis yang berfungsi sebagai pengurai bahan organik menjadi biomassa jamur (untuk pertumbuhan dirinya), karbon dioksida dan asam organik, (2) mutualis dimana jamur berkembang saling menguntungkan dengan tanaman, jamur dapat mengkolo-nisasi akar dan membantu tanaman untuk meng^bil hara seperti fosfor dari tanah, clan (3) sebagai patogen. Kelompok jamur yang diketahui sebagai patogen tular tanah yakni Verticillium, Phytophthora, Rhizoctonia, Pythium clan Fusarium. Jamur ini mempenetrasi tanaman clan menguraikan jaringan hidup, mengakibatkan tanaman kekurangan hara sehin^a menyebabkan kematian (Jenkins, 2005).

Sampai saat ini belum ada informasi tentang keragaman jamur tanah khususnya di Bali. Oleh karena itu, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keragaman mikroflora pad habitat tanaman pisang di Bali.

METODELOGI PENELITIAN

Pengambilan tanah sampel

Tanah sampel diambil dari lahan pertanian penduduk yang menanam pisang di tiga kabupaten di Bali (Karangasem, Klungkung danJembrana), yang merupakan sentra penanaman pisang di Bali. Setiap kabupaten diambil dua lokasi (desa), yakni Desa Pesedahan dan Buitan untuk Kabupaten Karangsem, Desa Pesing-gahan dan Belatung untuk Kabupaten Klungkung, desa Pekutatan dan Yehsembung untuk KabupatenJembra-na. Setiap lokasi diambil tanah sampel dari rhiwsfer dengan kedalaman 20 cm dari 4 lubang, setiap tanah sarnpel diarnbil sebanyak lOOg, dan diulang sebanyak 3 kali. Tanah sampel ini dicarnpur secara merata ditempatkan pada ice box pada suhu 4°C dan disimpan pada lemari es selarna 18-24 jam sebelum dianalisis.

Penentuan Kepadatan Populasi Mikroba Tanah

Kepadatan populasi dihitung untuk mikroba yang dapat ditumbuhkan dalam media buatan menggunakan prosedur plate count (hitungan cawan), atas dasar asumsi setiap sel mikroba hidup dalarn suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah ditumbuhkan da-larn media pertumbuhan dan lingkungan yang sesuai. Setelah diinkubasi jurnlah koloni dihitung clan merupakan estimasi dari jurnlah mikroba dalam suspensi tersebut. Satuan koloni menggunakan istilah coloni forming unit (cfu) per ml per gram tanah. Koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh menggunakan pengenceran bertingkat dari tanah sampel. Masing-masing tingkat pengenceran diambil 1 ml untuk ditumbuhkan dalam cawan Petri yang berisi media buatan, selanjutnya diulang 3 kali dan dicari nilai rera-

tanya. Suspensi dalam kisaran 103, 104 dan 105 dengan media PDA. Kepadatan populasi pada kisaran 30 sampai 300 koloni per cawan Petri digunakan sebagai data penelitian (Dubey dan Maheshwari, 2005).

Isolasi dan identifikasiJamur

Jamur tanah diisolasi menggunakan pengenceran bertingkat. Tanah sampel seberat 10 g dilarutkan da-larn 90 ml aquadest diaduk secara merata ( di vortex) se-hin^a volume menjadi 100 ml. Selanjutnya dilakukan pengenceran 10—3, 104 dan 10^5. Setiap pengenceran diarnbil 1 ml kemudian dituangkan kedalam cawan Petri bersamaan dengan media PDA (potato dextrose agar) diulangan sebanyak 3 kali. Media PDA terdiri dari kentang 200 g, gula 15 g, agar 20 g dan aquadest 1000 ml. Setiap cawan Petri ditambahkan dengan antibiotika polirnizin atau livoplosaxin (penghambat bakteri) konsentrasi 0,5% sebanyak200 ^· Penanaman menggunakan teknik pour plate (agar tuang), selanjutnya isolat diinkubasi pada suhu ruang (27°C). Koloni tun^al dipindahkan ke dalam cawan Petri yang berisi media PDA dan ii^^basi pada suhu k^ar (27°C). Setelah umur 3 hari isolat diidentifikasi secara mak-roskopis melihat warna koloni, kecepatan tumbuh dan secara mikroskopis dengan melihat bentuk hifa, spo-rangiofor clan spora jamur di bawah mikroskop (Samson et al., 1981; Pitt dan Hocking, 1997; Barnett dan Hunter, 1998; Indrawati et al., 1999).

Penentuan Indeks Keragaman, Dorninasi, Kemer-ataan dan Sirnilaritas

  • a) . Indeks keragaman Shannon-Wiener

Indeks keraguan Shannon-Wiener dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1971):

s                   Keterangan

H' = - L pinpi.     H' = indeks keragaman Shannon-Wiener

j=l                 S = Jumlah spesies

Pi = ni/N sebagai proporsi jenis ke i (ni = Jumlah total individu jenis mikroba total i, N = Jumlah seluruh individu dalam total n).

Kreteria yang di^nakan untuk menginterpresta-sikan keragaman Shannon-Wiener (Ferianita-Fachrul et al., 2005) yakni: H'nilainya < 1, berarti keragarnan rendah, H' nilainya 1 - 3 berarti keragaman tergolong sedang, dan H' nilainya > 3 berarti keragaman tergolong tin^i.

  • b)    Indeks kemerataan

Indeks kemerataan ( evenness index) digunakan untuk mengetahui keseragaman jenis yang terdapat dalam ekosistem, indeks ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Begon et al., 1990):

E= H'/Ln S            E = indeks kemerataan (evenness index)

= H'/H maks          H'= indeks keragaman Shannon-Wiener

S = jumlah spesies

Dorninasi spesies dapat dihitung yakni : 1 -E (Soe-gianto, 1994)

Tabel 2. Hasil analisis faktor fisik dan kimia tanah

Lokasi tanah sampel

PH

C-organik (%)

N total (%)

P tersedia (Ppm)

K tersedia (ppm)

A

7,23±0,20

l,87±0,47

N total (%)

147,37+26,67 635,81+380,77

B

6,70±0,44

2,70±0,27

0,14±0,05

89,61±48,48

419,38±187,16

C

6,83+0,17

1,45+0,83

0,06+0,02

94,78+21,16

660,72±356,31

D

7,03±0,34

2,41±0,85

0,16±0,04

77,05±12,48

666,85±296,05

E

7,48±0,39

2,99±0,44

0,24+0,13

50,6+19,40

663,03+300,93

F

7,35+0,61

3,30±0,32

0,24±0,02

65,91+62,91

939,80+422,50

Lokasi

Kadar air

Tekstur

tanah sampel

Kering udara (%)

Kapasitas lapang (%)

Pasir (%)

Debu (%)

Liat (%)

A

3,74±0,66

16,20±5,93

54,32+4,95

32,79±8,01

12,89±3,08

B

6,18+4,42

28,91+3,80

43,80+23,50

32,57±21,40

23,63±24,7

C

1,59+0,23

20,86+4,23

80,18+2,64

9,95±0,85

9,87+3,31

D

2,81+1,19

19,65±3,55

68,91+16,92

23,64+15,17

7,45±5,31

E

9,52+0,76

36,26+0,17

38,27 ±18,13

36,62±15,18

25,14±3,44

F

13,32+4,17

40,73+5,27

25,78±4,03

46,44±3,31

27,78±5,30


kemerataan paling tinggi didukung oleh Asikokimia tanah seperti K tersedia, kadar air kapasitas lapang, persentase debu dan Uat paling tinggi dibandingkan dengan lokasi lainnya (Tabel 2). Jamur tanah akan membentuk agregat tanah karena memiliki filamen

yang mengikat partikel tanah akibat interaksi biota tanah dan komunitas tanaman serta produknya dengan komponen mineral tanah. Agregat memegang peranan penting dalam berbagai aspek kesehatan tanah, seperti pergerakan dan penyimpanan air, aerasi tanah, proteksi Asik terhadap bahan organik, pencegahan erosi, perkembangan akar dan aktivitas komunitas mikroba (Arias et al., 2005).

Indeks imilaritas mikoflora tanah

Indeks Similaritas menunjukkan keeratan hubungan kekerabatan mikoflora pada seluruh lokasi tanah sampel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan indeks Similaritas mikoflora pada semua tanah sampel menunjukkan <0,5 yang berarti satu sama lainnya tidak memiliki kekerabatan (Tabel 3). Indeks Similaritas tertinggi terlihat antara lokasi tanah sampel C (Desa Pesinggahan-Klungkung) dengan D (Desa Belatung-Klungkung) sebesar 0,250, jarak ke dua lokasi lebih kurang 2 km (paling dekat dibandingkan dengan lokasi yang lainnya), sehingga memudahkan perpindahan material tanaman dari tempat tersebut yang mengakibatkan terjadi percampuran je-

Tabel 3. Matrik indeks Similaritas

Lokasi tanah sampel

A

B

C

D

E

F

A

0,042

0,167

0,125

0,083

0,111

B

-

0,083

0,083

0,111

0,148

C

-

0,250

0,083

0,222

D

-

0,125

0,139

E

-

0,148

F

-

Keterangan : A = lokasi Desa Pesedahan-Karangasem, B = lokasi Desa Buitan-Karangsem, C = lokasi Desa Pesinggahan-Klungkung, D = lokasi Desa Belatung-Klungkung, E = lokasi Desa Pekutatan-Jembrana dan F = lokasi Desa Yehsembung-Jembrana

nis mikoflora. Jenis mikoflora yang ditemukan pada seluruh lokasi sampel sangat sedikit memiliki kesamaan, hal ini berarti tidak ada percampuran tanah yang terkontaminasi mikoflora, yang berpindah akibat perpindahan material tanaman atau aktivitas manusia, karena jarak masing-masing lokasi tanah sampel cukup jauh.

Hubungan faktor fisikokimia tanah dengan kepadatan populasi dan jumlah jenis mikoflora tanah

Berdasarkan analisis korelasi dan regresi menunjukkan bahwa faktor Asikokimia yang mempengaruhi kepadatan populasi mikoflora tanah pada habitat tanaman pisang yakni : C-organik, N total, P tersedia, K tersedia, kadar air tanah (kapasitas kering udara dan kapasitas lapang), pasir dan liat

(Tabel 4). Kadar air yang tinggi pada tanah tidak mendukung kepadatan populasi jamur, sehingga ketersediaan C-organik dan N berpengaruh negatif terhadap kepadatan populasi jamur tanah, tetapi P yang tersedia berpengaruh positif terhadap kepadatan populasi

jamur tanah. Umumnya P yang ada dalam tanah terikat, dengan adanya mikroba pelarut fosfor, akhirnya P tersedia bagi perbanyakan jamur.

Kadar air kapasitas lapang pengaruhnya sangat tinggi terhadap kepadatan populasi mikoflora dengan koefisien determinasinya 59%, semakin tinggi kadar air semakin berkurang kepadatan populasi mikoflora tanah. Jamur tanah dalam pertumbuhannya menghendaki kondisi aerob, dengan kandungan bahan organik yang cukup tinggi untuk kebutuhan energinya. Kadar C-organik dan N total yang tersedia berpengaruh negatif terhadap kepadatan populasi mikoflora kemungkinan disebabkan oleh pengaruh kadar air tanah.

Tabel 4. Hubungan regresi dan korelasi antara fisiko kimia dan kepadatan populasi mikoflora tanah

No.

Peubah bebas

Persamaan regresi

Koefesien korelasi (r)

Koefisien diterminasi (r2)

1.

PH

Y = 51,4875-4,5278 Xl

-0.31

0,10

2.

C-organik (%)

Y = 29,2925-4,1227X2**

-0.53*

0,28

3.

N total (%)

Y = 25,7111-0,4148X3**

-0.58*

0,34

4.

Ptersedia (ppm)

Y =11,1199+ 0,0855 X4**

0.62**

0,38

5.

Ktersedia (ppm)

Y = 23,3813-0,0063X5

-0.34

0,12

6.

Kapasitas kering

Udara (%)

Y = 23,8775 - 0,7039 X6

-0.55*

0,30

7.

Kadar air kapasitas Y = 31,8180 - 0,4668 X7** lapang (%)

-0.77**

0,59

8.

Pasir (%)

Y =13,885+ 0,1018X8*

0.38

0,14

9.

Debu (%)

Y = 22,129-0,098 X9

-0.26

0,07

10.

Liat (%)

Y = 22,2943-0,1758 X10*

-0.36

0,13

• Hubungan nyata pada taraf (P<0,05) dan

** hubungan sangat nyata pada taraf (P<0,01)

Hubungan korelasi dan regresi antara faktor fisikokimia tanah dengan keragaman mikoflora tanah menunjukkan bahwa kandungan C-organik, N total dan debu berpengaruh positif terhadap jumlah jenis

  • c)    Indeks similaritas

Indeks similaritas dihitung untuk mengetahui kemiripan atau kekerabatan jenis pada ekosistem tertentu dengan ekosistem yang lain. Indeks ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Odum, 1971)

S = 2C/(A+ B) S = indeks similaritas

A= jumlah spesies yang ada pada sampel A B = jumlah spesies yang ada pada sampel B C = Jumlah spesies yang ada di kedua sampel Adan B

Indeks dissimilaritasnya dapat dihitung = 1 - S (Odum, 1971).

Analisis Fisikokimia Tanah

Prosedur pelaksanaan analisis disesuaikan dengan prosedur analisis sifat fisik clan kimia tanah, untuk menentukan bahan C-organiktanah (metode Walkley clan Black), pH tanah, kandungan mineral tanah seperti N total (metode Kjeldhall), P clan K (medode Bray-1), kadar air tanah clan tekstur tanah seperti persentase pasir, debu clan liat (metode pipet) (Alef clan Nannipieri, 1995). Tanah sampel yang diambil diulang sebanyak 3 kali. Selanjutnya tanah dianalisis di laboratorium llmu Tanah, Jurusan Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Data yang didapat kemudian dicari hubungan regresinya dengan data kepadatan populasi clan keragaman jamur tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kepadatan populasi dan keragaman mikoflora tanah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa indek keragaman jamur tanah dari seluruh tanah sampel berkisar dari 0,8785 - 2,1458 (kreteria rendah sampai sedang), dengan kepadatan populasi berkisar dari 1,1 x 104 -2,8 x 104 cfu/g tanah. Keragaman mikoflora tertinggi terdapat pada lokasi F sebesar 2,1458, tetapi dengan kepadatan populasi paling kecil sebesar 1,1 x 104. Keragaman mikoflora terendah terdapat pada lokasi B sebesar 0,8785 dengan kepadatan populasi sebesar 2,4 x 104 cfu/g tanah (Tabel 1).

Keragaman jenis yang tinggi merupakan cerminan tingkatan komunitas berdasarkan organisasi biologisnya, dapat digunakan untuk menyatakan struktur komunitasnya. Komunitas dikatakan mempunyai keragaman jenis yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies (jenis) dengan kelimpahan spesies yang sama atau hampir sama. Sebaliknya jika komunitas tersusun oleh sedikit spesies, dan jika hanya sedikit spesies yang dorninan, maka keragaman jenisnya rendah (Soegianto, 1994).

Kepadatanpopulasi jamur pada tanahA paling tinggi sebesar 2,8 x 104 cfu/g tanah, hal ini disebabkan tanah sampel berlokasi di Desa Pesedahan-Karangsem merupakan tanah tegalan yang diolah oleh petani clengan keragaman vegetatif yang cukup banyak (kelapa, jeruk,

Tabel 1. Kepadatan populasi dan keragaman mikoflora tanah pada habitat tanaman pisang

Jenis mikoflora tanah

Kepadatan populasi mikoflora tanah (du/g tanah x

A

la3) eada setiae lokasi tanah sameel

F

B

c

D

E

Aspergillus nidulons

2

*

12

2

2

A. niger

6

-

-

-

5

-

A. terreus

-

6

-

-

-

-

Botrytissp.

-

*

-

-

1

Choetomium sp.

-

-

1

-

Fusorium oxysporum

1

1

-

1

-

1

Geotrichum sp.

-

-

-

-

1

2

Gliocfodium sp.

-

-

1

-

Humico/o sp.

1

-

-

-

*

*

Moni/iel/osp.

*

3

Mucorsp.

-

-

-

3

*

Poecilomyces sp.

1

s

1

3

1

Penicillium sp.

-

1

1

Penicilfium digitatum

*

12

-

2

1

P nototum

1

2

4

*

1

Rhizopus sp.

2

Trichodermo spl

14

-

-

6

1

1

Trichodermo sp2

2

Vertilicium sp.

1

-

Jumlah kepadatan

28

24

19

20

13

11

lndeks keragaman (H')

13,907

0,8785

15,858

13,503

18,775

21,458

lndeks dominasi (1·E)

0,3312

0,2004

0,1149

0,2464

0,0971

0,0234

lndeks kemerataan (E)

0,6688

0,7996

0,8851

0,7536

0,9029

0,9766

Keterangan : A= lokasi Oesa Pesedahan-Karangasem, B= lokasi Oesa Buitan-Karangsem, C = lokasi Oesa Pesmggahan-Klungkung, O = lokasi Desa Belatung-Klungkung, E = lokasi Oesa Pekutatan-Jembrana dan F = lokasi Oesa Yehsembung-Jembrana. Angka dalam kurung menunjukkan persentase dominasi Uumlah spesies tertentu yang d,temukan d,bagi seluruh spesies yang ada). A, C dan E = habitat tanah tanpa gejala layu Fusarium, B, 0 dan F = habitat dengan gejala layu Fusarium.

mangga, durian clan berbagai jenis tanaman pisang), sehingga keragaman vegetasi menclukung keragaman clan kepadatan populasi mikoflora, hal ini sesuai dengan pendapat Garbeva et al., (2004). Pada lokasi ini diperoleh indek dorninasi paling tinggi sebesar 0,3312, yang didominasi oleh jamur Trichoderma spl (50%), spesies jamur ini sangat berguna clalam dekomposisi bahan organik clan sebagai jamur antagonis terhadap Fusarium oxysporum fsp. cubense penyebab penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang (Sudarma dan Su-prapta, 2010). Sebaliknya pada lokasi B (Desa Buitan-Klungkung) indeks keragaman jenis (0,8785) paling rendah, hal ini disebabkan tanah sampel diambil dari habitat tanaman pisang yang monokultur hanya kul-tivar Saba, pada lokasi tersebut merupakan pengembangan dari tanah sawah menjadi tegalan, kondisi semacam ini tanaman pisang rentan terserang patogen, sehingga banyak ditemukan pohon pisang yang menderita penyekit layu Fusarium dengan intensitas penyakit sebesar 70% (Sudarma dan Suprapta, 2010).

Indeks kemerataan pada seluruh lokasi tanah sampel diperoleh berkisar dari 0,6688 - 0,9766. Hal ini berarti spesies jamur yang ditemukan tidak ada dominasi yang menonjol, tampak merata untuk setiap tanah sampel, tertinggi kemerataannya ditemukan pada lokasi F sebesar 0,9766 clan terendah pada lokasi A sebesar 0,6688. Semakin tinggi kemerataan semakin kecil clominasi spesiesnya (Soegianto, 1994). Keragaman jamur pada lokasi F paling tinggi dengan indeks

mikoflora dalam habitat tanaman pisang, sedangkan kadar pasir tanah berpengaruh negatif terhadap jumlah jenis jamur tanah (Tabel 5).

Keragaman jamur tanah pada habitat tanaman pisang dipengaruhi oleh kandungan c-organik clan N total tanah (Tabel 5), hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suciatmih (2006) yang mengadakan penelitian pada hutan hujan setelah kebakaran di Bukit Bangkirai, Kalimantan Timur.

Tabel 5. Hubungan regresi dan korelasi antara fisiko kimia dan jumlah jenis mikoflora tanah

No.

Peubah bebas

Persamaan regresi

Koefesien korelasi (r)

Koefisien diterminasi ( r2)

1.

pH

Y = -4,99 + 1,633 Xl

0.33

0,11

2.

C-organik (%)

v = 3,526 + 1,219 x2••

0.49*

0,24

3.

N total (%)

Y = 4,942 + 0,109 X3..

0.46

0,21

4.

P tersedia (ppm)

Y = 6,570 + 0,001 X4

0.02

0,00

5.

K tersedia (ppm)

Y = 5,766 + 0,001 XS

0.21

0,04

6·

Kadar air kering udara (%)

Y = 5,514 + 0,172X6**

0.40

0,16

7·

Kadar air kapasitas lapang (%)

Y = 5,556+ 0,041X7

0.20

0,04

8.

Pasir

Y = 8,937 - 0,044 X8..

-0.48*

0,23

9.

Debu

Y = 4,529 + 0,07 X9..

o.ss•

0,30

10.

Liat

Y = 6,179 + 0,0274 XlO

0.17

0,03

"Hubungan nyata pada taraf (P<0,05)

••ttubungan sangat nyata taraf (P<0,01)

Komposisi mekanik (tekstur) tanah menentukan ukuran patikel tanah, tetapi ratio partikel tanah mengatur porositas (ukuran pori-pori tanah), air tanah (ada dalam pori-pori), suhu udara, pH, bahan anorganikdan organik, mikroorganisme serta ukuran komunitasnya. Jurnlah setiap komponen berubah sesuai dengan jenis tanah (Dubey clan Maheshwari, 2005). Kadar air kering udara clan kapisatas lapang berpengaruh terhadap ketersediaan C-oragnik clan N total, sehingga berpen-grauh negatif terhadap mikoflora tanah (Tabel 5). Sisa-sisa tanaman clan binatang umumnya terdapat pada lapisan bagian atas tanah. Setelah mikroba mendekom-posisi bahan organik diubah menjadi humus.

Air dan udara tanah memainkan peranan signifikan yang mempengaruhi aktivitas metabolik makro dan mikrobiota. Air dan udara tanah secara langsung berhubungan dengan tekstur tanah karena porsi permukaan pori-pori yang berisi gas, clan lapisan air memberikan pergerakan dan perkecambahan serta perturn-buhan spora. Jurnlah aktivitas mikroba dipengaruhi oleh berbagai faktor eda.fik yang berhubungan dengan air (Dubey dan Maheshwari, 2005).

Ekosistem tanah terdapat interaksi yang sangat komplek, ada enam kelompok utama dari mikroorganisme ditambah binatang tingkat tinggi berinteraksi dalam tanah untuk mengkatalisis proses biogeokimia yang terjadi, yakni : bakteri tanah, jamur, actinomyctes, protozoa, algae, virus, nematoda dan populasi tungau yang memberikan kontribusi terhadap perkembangan total komunitas (Late, 1995).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Indek keragaman mikrofolar berkisar dari rendah hingga sedang dengan kepadatan populasi berkisar dari 1,1 x 104 - 2,8 x 104 cfu/g tanah. Mikoflora pada seluruh lokasi tanah sampel memperoleh kemerataan yang tinggi, dengan sirnilaritas rendah.

Faktor fisikokimia yang mempengaruhi kepadatan populasi mikoflora tanah pada habitat tanaman pisang yakni : C-organik, N total, P tersedia, K tersedia, kadar air tanah, pasir dan liat. Sedangkan yang mempengaruhi keragaman mikoflora tanah yakni : kandungan C-organik, N total dan debu berpengaruh positifterhadap jurnlah jenis mikoflora dalam habitat tanaman pisang, sedangkan kadar pasir tanah berpengaruh negative terhadap jurnlah jenis jamur tanah.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan untuk identifikasi keragaman mikrofora tanah. Keragaman mikroba tanah hanya mampu dianalisis bagi mikroba yang dapat diturnbuhkan dalam media biakan (culterable). Padahal di dalam tanah masih ada 99% mikroba yang tidak dapat diturnbuhkan dalam media biakan ( unculturable) yang perlu dianalisis. Sehingga diperlukan pendekatan baru agar dapat menggambarkan keragaman mikroba secara in situ. Metode molekuler modern yang telah dikembangkan sebagai solusi memecahkan masalah tersebut yakni dengan polymerase chain reaction-ribosomal intergenic spacer analysis (PCR-RISA).

DAFTAR PUST.AKA.

Altieri, M.A. 1999. The ecological role ofbiodiversityin agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. 74: 19-31.

Anderson, LC. andJ.W.G. Ceirney. 2004. Diversity and ecology of soil fungal communities: increased understanding through the application ofmolecular techniques. Minire-ciew. Environmental Microbiology. 6(8): 769-779.

Arias, M.E.,]. A. Gonzalez-Perez, F.]. onzalez-Vila, A.S. Ball. 2005. Soil health-a new challenge for microbiologists and chemists. Review Article. International Microbiology. 8: 13-21.

Begon, M., J.L. Harper and C.R. Townsend. 1990. Ecology. Individuals, Population and Communities. Second Edition. Black Well Scientifric Publications. Boston Oxford London. 945 Pp.

Barnett, H.L., B.B. Hunter. 1998. lllustrated Genera of Imperfect Fungi. APS Press. The American Phytopathological. St. Paul, Minnesota. Pp. 218.

Bhatnagar, A. and M. Bhatnagar, 2005. Microbial diversity in desert ecosystems. Current Science. 89 (1) : 91-101.

Dubey, R.C., and D.K. Maheshwari. 2005. A Textbook of Microbiology. Multicolour Illustrative Edition. S. Chand

and Company Ltd. 911p.

Ferianita-Fachrul, M., H. Haeruman, dan L.C. Sitepu. 2005. Komunitas Fitoplankton Sebagai Bio-Indikator Kualitas Perairan Teluk Jakarta. FMIPA-Universitas Indonesia Depok. 1-7 h.

Garbeva,P.,J.A. van Veen, and J.D. van Elsas. 2004. Microbial Diversity in Soil: Selection of Microbial Populations by Plant and Soil Type and Implications for Disease Suppressiveness. Annu. Rev. Phytopathol. 42:243-270.

Indrawati. G., R.A. Samson, K. Van den Tweel-Vermeulen, A. Oetari dan I. Santoso. 1999. Pengenalan Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Universitas Indonesia (University of Indonesia Culture Collection) Depok, Indonesia dan Centraalbureau voor Schirmmelcultures, Baarn, The Netherlands. 131 h.

Jenkins, A. 2005. Soil Fungi. Soil Biology Basics. Profitable and Sustainable Primary Industries. New South Wales Departement ofPrimary Industries.2p.

Larashati, S. and M. Elyas. 2009. Abundance and Diversity of Mould Inhabiting Muara Layang Estuary Sediment, Bangka Belitung Islands.Biodiversitas. 10(2): 76-80.

Late, R.L. 1995. Soil Microbiology.John Wiley and Sons, Inc. New York. Chichester. Brisbane. Toronto. Singapore. 398Pp.

Odum, E.P. 1971. Fundamentals of Ecology. 1hird Edition. WB. Saunders Company.Philadelphia,Toronto,London. Toppan Company, Ltd. Tokyo,Japan. 574 pp.

Okoh, A.I. and G. Tian. 2008. Dynamics of culturable soil microbial communities during decomposition of some agroforestry species in a semi arid and arid tropicalagro-ecozones ofWest Africa. African Journal of Biotechnology. 7 (20): 3690-3696.

Pirzan,A.M.,dan P. R. Pong-Masak. 2008.Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di Pulau Bauluang, Kabupaten Takalar,Sulawesi Selatan. Biodiversitas. 9 (3) 217-221.

Pitt, JI. and A.D. Hocking. 1997. Fungi and Food Spoilage. Blackie Avademic and Professional. Second Edition. London-Weinhein-NewYork-Tokyo-Melboune-Madras. Pp.593.

Rad, J.E., M. Manthey and A. Mataji. 2009. Comparison of plant species diversity with different plant communities in deciduous forests. Int. J. Environ. Sci. Tech. 6(3): 389-394.

Samson, R.A.,E.S. Hoekstra, and C.A.N.Van Oorschot. 1981. Introduction to Food-Borne Fungi. Centraalbureau Voor-Schimmelcultures. Institute of The Royal Netherlands. Academic ofArts and Sciences. Pp. 246.

Soegianto,A.1994. Ekologi Kuantitati£ ISBN 979-510-016-5. Penerbit Usaha Nasional. 173 h.

Suciatrnih, 2006. Soil Fungi in an Over-burned Tropical Rain Forest in Buk.it Bangkirai, East Jalimantan. Biodiversitas. 7(1): 1-3.

Sudarma,I M. dan D.N. Suprapta.2010. Seleksi dan Pemanfaatan Mikroba Antagonis dalam mengendalikan Fusariurn oxysporurn f.sp. cubense secara in Vitro. Laporan Penelitian Hibah Unggulan Udayana, Tahun 2010. Universitas Udayana, Denpasar. 73h.

Van Antwerpen T., Van Antwerpen R. and Meyer J.H. 2005. Review of The Methods for Extraction, Detection and Indentification of Soil Microflora and Their Role as Indicators ofSoil Health.Proc. S. Afr.Technol. Ass.79: 137-148.

Zak, D.R., WE. Holmes, D.C. White, A.D. Peacock, and D. Tilman, 2003. Plant Diversity, Soil Microbial Com-minities, and Ecosystem Function : Are There Any Link ? Ecology. 84(8): 2042-2050.

49