KAJIAN DEGRADASI LAHAN MANGROVE DI PESISIR DESA LABUHAN SANGORO KECAMATAN MARONGE KABUPATEN SUMBAWA
on
ECOTROPHIC • 8 (1) : 17 - 23
ISSN : 1907-5626
KAJIAN DEGRADASI LAHAN MANGROVE DI PESISIR DESA LABUHAN SANGORO KECAMATAN MARONGE KABUPATEN SUMBAWA
Lalu Samsul Rizal1) , I.P.G Ardhana2) , Joko Wiryatno2)
-
1) Program Magister Ilmu Lingkungan Universitas Udayana
-
2) Fakultas MIPA Universitas Udayana
Email : [email protected]
ABSTRACT
The aims of the research was to determine the perceptions of stakeholders (Community, Government and Employers), to know the potential of mangrove species and determine the impact of mangrove degradation on fish and non-fish biota, at Labuhan Sangoro coastal village. This study was conducted for three months from April to June 2012. Data were analyzed descriptively using a Likert scale for the perception of stakeholders. Potential mangrove species was examined using transects and to determine the impact of mangrove degradation on species diversity of aquatic fauna associated with mangrove were obtained by observation of nonparticipant method. The results showed that perceptions of stakeholders towards preservation and conservation of mangrove land, the 87% strongly agreed, 66% agreed and 22% disagreed, government and employers 86% strongly agree, 78% agree and disagree 3%, but not yet to the application phase. The potential of mangrove type in the coastal village of Labuan Sangoro at Station 1, 2, 3, and 4 by R. mucronata and R. stylosa, Transect I dominated by Rhizophora mucronata, R. stylosa, R. apiculata, Sonneratia alba, Lumnitzera racemosa and Ceriops tagal, transect II by Avicennia marina, R. mucronata and R. stylosa, Transect III by A. marina and R. mucronata and transect IV by R. mucronata and R. stylosa. Fish eatch on the condition of low and high degradation condition, the dominant fish species caught is Beronang (Siganus sp), non-fish species dominated by Crab (Scylla serrata). The number of catches in the low mangrove land degradation conditions wais 2,609 species of fish and non-fish tail 4678, on the high mangrove degradation conditions, the fish catch was 1,090 and non-fish was 1,114. The diversity, uniformity and the dominance of species, classified in the category of low and moderate levels.
Keywords: Mangrove degradation; perception; tyes; impact
Pesisir Desa Labuhan Sangoro adalah pesisir yang terdapat dibagian utaraPulau Sumbawa bagian tengah dengan luas daratan 41,019 km2 dan luas laut 122,984 km2 dengan jumlah penduduk mencapai 1.706 jiwa, mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan perikanan tangkap dan budidaya (bandeng dan udang) dengan luas budidaya saat ini mencapai 120,932 ha dan potensi budidaya tambak sekitar 87,366 ha, Secara administratif dibagian utara berbatasan dengan Teluk Saleh dan Kecamatan Moyo Hilir, dimana hampir disemua kawasan pesisir tersebut ditemukan mangrove. Luas mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro diperkirakan seluas 55,5 ha, berhadapan langsung dengan Teluk Saleh berada pada zona kawasan hutan Santong Labubaron (RTK.81). Jenis mangrove yang paling dominan adalah jenis bakau (Rhizophora), tancang (Bruguiera), pidada (Sonneratia), Nyirih (Xylocarpus sp), Nipah (Nypha sp) dan Api-api (Avicennia) (Bapeda,2007)
Kondisi mangrove di sepanjang Pesisir Sangoro Kecamatan Maronge Kabupaten Sumbawa terlihat banyak mengalami tekanan, karena dibeberapa tempat telah dilakukantebang habis. Dari hasil
survei lapangan dibeberapa lokasi perairan sekitar mangrove terdapat ekosistem padang lamun dan terumbu karang yang tumbuh secara sporadik, kondisi seperti ini merupakan potensi kesuburan perairan didaerah ini, karena ketiga ekosistem tersebut mempunyai produktifitas yang sangat tinggi dan mampu menopang kehidupan berbagai macam biota laut yang ada diperairan tersebut. Namun demikian karena aktifitas masyarakat yang memanfaatkan sumberdaya alam tersebut cenderung hanya memikirkan aspek ekonominya maka dampaknya adalahlahan mangrove di kawasan ini menjadi sangat tipis hanya berkisar antara 100-150 meter dari garis pantai. Aktifitas masyarakat setempat tidak hanya menkonversi mangrove saja, tetapi terumbu karang diperairan ini juga menjadi sasaran bagi masyarakat yang mencari ikan dengan cara pengeboman yang berakibat akan mengancam eksistensiekosistem diperairan tersebut. Jika aktifitas masyarakat tersebut tidak ditangani dengan baik maka nasib mangrove, terumbu karang dan padang lamun didaerah ini akan terjadi kerusakan seperti di kawasan pesisir pantai barat Lombok dan pesisir pantai utaraPulau Jawa. Dari data lapangan diperoleh gambaranbahwa tingkat penggunaan lahan yang dikonversi dari tahun ketahun terusmengalami
peningkatan yangnantinya akan mengancam keberadaan hutan mangrove yang sampaisaat ini dampaknya masih dirasakan, Jika kondisi seperti ini tidak ditangani secara serius oleh pemerintah akan mengalami degradasi hutan yang sangat parah seperti yang terjadi di kawasan Pesisir pulau Lombok, Kalimantan, Cilacap dan Riau (Pramudji, at.al.1987).
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui persepsi masyarakat sekitar dan lainnya terkait masalah terjadinya degradasi lahan mangrove di Pesisir Labuhan Sangoro (2) untuk mengetahui potensi jenis lahan mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro (3) untuk mengetahui keanekaragaman jenis fauna air yang berasosiasi dengan mangrove di PesisirDesa Labuhan Sangoro.
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan dari bulan April sampai bulan Juni 2012. Data dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan skala likert yaitu skala untuk mengukur persepsi dan sikap berbagai agen (sekelompok orang) terkait pemanfaatan dan konservasi lahan mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro, dengan memberikan skor yang mempunyai gradasi atau kontinum penilaian dari sangat setuju sampai sangat tidak setuju. Keterangan penilaiannya adalah : 5 = sangat setuju (SS), 4 = setuju (S), 3 = ragu-ragu (RG), 2 = tidak setuju (TS), 1 = sangat tidak setuju (STS).Untuk mengetahui potensi jenis mangrove menggunakan metode jalur transek di 4 stasiun, dengan jarak antar transek 200 meter Data jenis mangrove yang terkumpul dianalisis secara deskriptif kualitatif dengan tujuan untuk menyajikan, mendeskripsikan atau menggambarkan, menguraikan secara jelas dan sistematis potensi jenis mangrove dan melakukan pengelompokan jenis mangrove yang disajikan dalam bentuk tabel. Tabel ini mengacu kepada penelitian Tamin 1992, Kunzman et al.1994 dan Kamal. 1995dan untuk mengetahui keanekaragaman jenis fauna air yang berasosiasi dengan lahan mangrove diperoleh dengan metode observasi nonpartisipan dandianalisis dengan menggunakan analisis keragaman, keseragaman dan dominansi.
Hasil jawaban dari responden untuk setiap butir pernyataan kemudian diberi menunjukkan sikap responden terhadap pelestarian dan konservasi lahan mangrove dari 60 responden, sangat setuju dengan nilai 261 atau 87%,yang setuju dengannilai sekitar
198 atau 66%, ragu-ragu dengan nilai 45 atau 15% dan tidak setuju dengan nilai sekitar 22 atau 0,7%. Dengan demikian dari 60 orang responden masyarakat yang berprofesi sebagai nelayan menyatakan setuju terhadap pelestarian dan konservasilahan mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro. Jadi berdasarkan data yang diperoleh dari 60 responden, maka rata-rata 198- 261-300 berada pada daerah setuju dan sangat setuju dan 10- 50 -100 berada pada daerah sangat tidak setuju, tidak setuju dan ragu-ragu (Gambar 1).
Gambar 1 Grafik Tingkat Kesetujuan Masyarakat Tehadap Pelestarian dan Konservasi Lahan Mangrove.
Sikap responden terhadap pelestarian dan pemanfaatan lahan mangrove dari 60 responden,sangat setuju dengan nilai 258 atau 86%, setuju dengan total nilai sekitar 236 atau 78% , ragu-ragu dengan nilai 28 atau 9 % dan tidak setuju dengan total nilai sekitar 11 atau 3%. Dengan demikian dari 60 orang responden Pemerintah (Dinas Kelautan Perikanan, Dinas Kehutanan dan PengusahaTambak), menyatakan setuju terhadap pelestarian dan pemanfaatan lahan mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro.
Gambar 2 Grafik Kesetujuan Pemerintah dan Pengusaha Terhadap Pelestarian dan Konservasi Lahan Mangrove
Berdasarkan data yang diperoleh dari 60 orang responden maka rata-rata 198 – 258 -300 berada pada daerah setuju dan sangat setuju dan 10- 28 - 100 berada pada daerah sangat tidak setuju, tidak setuju, dan ragu-ragu (Gambar 2).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2012 di bagi menjadi 4 stasiun yang berlokasi di kawasan lahan mangrove PesisirDesa Labuhan Sangoro Kecamatan Maronge.
Stasiun 1: Berada pada posisi 080-380 LS (640) 1170-44o BT (869) dengan salinitas 300/oo.(Monografi Desa Labuhan Sangoro,2012).Berdasarkan hasil identifikasi dan pengamatan lapangan terhadap mangrove yang tumbuh di stasiun I ditemukan beberapa jenis mangrove antara lain Rhizophora apiculata ,Lumnitzeraracemosa (combretaceae),Ceriops tagal (Rhizhoporaceae), Sonneratia alba,R. mucronata (Rhizophoraceae). Tanaman mangrove pada stasiun I diduduki oleh suku Rhizophoraceae yang terdapat pada zona tengah ke arah laut pada substrat berlumpur dengan jenis akar tunjang (tongkat). Dari suku Combretaceaeberada pada zona darat dengan tanahnya lempung berpasir dengan jenis akar papan, dan dari suku Sonneratiaceae berada pada zona darat dengan substrat lempung berpasir dengan akar cakar.
Stasiun 2: Berada pada posisi 080-380 LS (640) 1170-44o BT (869) dengan salinitas 350/00, (Monografi Desa Labuhan Sangoro, 2012).Hasil identifikasi dan pengamatan terhadap tumbuhan mangrove yang berada di stasiun II ditemukan 2 jenis tumbuhan mangrove antara lain :R. stylosa (Rhizophoraceae) dan R. mucronata (Rhizophoraceae), Avicennia marina(Avicenniaceae). Tanaman mangrove pada stasiun II diduduki oleh suku Rhizophoraceae yang berada pada zona tengah ke arah laut pada substrat berlumpur dengan jenis akar tunjang (tongkat), dan dari suku Avicenniaceae berada pada zona darat dengan tanahnya lempung berpasir dengan jenis akar cakar.
Stasiun 3 : Berada pada posisi 080-380 LS (640) 1170-44o BT (869) dengan salinitas 350/00.(Monografi Desa Labuhan Sangoro, 2012).Hasil identifikasi dan pengamatan terhadap tumbuhan mangrove yang berada di stasiun III ditemukan 2 jenis tumbuhan mangrove yaitu;R. mucronata (Rhizophoraceae), A. marina (Avicenniaceae). Tanaman mangrove pada stasiun III diduduki oleh suku Rhizophoraceae terdapat pada zona tengah ke arah laut pada substrat berlumpur dengan jenis akar tunjang (tongkat), dan dari suku Avicenniaceaeberada pada zona darat dengan tanahnya lempung berpasir dengan jenis akar cakar.
Stasiun 4 : Berada pada posisi 080-380 LS (640) 1170-44o BT (869) dengan salinitas 330/00.(Monografi
Desa Labuhan Sangoro, 2012).Hasil identifikasi dan pengamatan terhadap tumbuhan mangrove yang berada di stasiun IVditemukan 2 jenis tumbuhan mangrove antara lain:R. mucronata (Rhizophoraceae) dan R. stylosa
(Rhizophoraceae).Tanaman mangrove pada stasiun IV diduduki oleh suku Rhizophoraceae terdapat pada zona tengah ke arah laut pada substrat berlumpur dengan jenis akar tunjang (tongkat).
Dari keseluruhan stasiun penelitian yaitu stasiun I, II, III dan IV untuk semua jenis mangrove diduduki oleh jenis R. mucronata, R. stylosa, R. apiculata, C. tegal, L. racemosa, dan A. marina hal ini didukung oleh pendapat Tomilson (1986), menyatakan bahwa jenis-jenis tersebut umum dijumpai di kawasan indo-malesia (Indonesia dan Malaysia) yang merupakan pusat biogeografi jenis-jenis seperti Rhizophora, Sonneratia, Avicennia, Lumnitzera dan jenis lainnya. Steenis dalam Khirijon (1998) juga menyatakan bahwa pada umumnya struktur yang terbesar dari ekosistem mangrove di Indonesia diisi oleh suku Rhizophoraceae.
-
3.4 Dampak Degradasi Lahan Mangrove Terhadap Ikan dan Non Ikan di Lahan Mangrove Pesisir Desa Labuhan Sangoro. Degradasi lahan mangrove akan berdampak kepada biota asosiasinya. Dampak kerusakan lahan mangrove terhadap biota yang berasosiasi didalamnya akan difokuskanpada jumlah hasil tangkapan individu spesies ikan dan non ikan di lahan mangrove pada kondisi tingkat degradasi lahan mangrove yang tinggidan tingkat degradasi lahan mangrove yang rendah. Dengan rusaknya lahan mangrove, maka spesies ikan dan non ikan yang berasosiasai dengan lahan mangrove akan beruaya mencari habitat baru yang bisa memberikan kebutuhan untuk mengasuh, mencari makan dan berkembang biak. Karena itu spesies ikan dan non ikan ini memperoleh makanan dari lahan mangrove baik secara langsung maupun tidak langsung. Pola adaptasi inilah yang menentukan ada tidaknya biota yang berasosiasi dengan lahan mangrove (ikan dan non ikan yang dikonsumsi), jika habitatnya bagus maka individu spesies ikan dan non ikan konsumsi akan banyak hidup didalamnya, begitu juga sebaliknya jika habitat rusak maka biota inipun akan berkurang bahkan hilang dari habitatnya.
Berdasarkan hasil tangkapan yang diperoleh oleh masyarakat nelayan di lahan mangrove Pesisir Desa Labuhan Sangoro selama dua setengah bulan di lahan mangrove pada kondisi degradasi lahan yang rendah memperlihatkan jumlah hasil tangkapan yang lebih besar untuk spesies ikan dengan jumlah 2.609 ekor dan non ikan dengan jumlah 4.678 ekor. Pada tingkat degradasi lahan mangrove yang tinggi cenderung lebih sedikit dengan jumlah hasil tangkapan ikan 10.90 ekor dan non ikan 1.114 elor
hal ini disebabkan ketersediaan pakan bagi biota laut yang ada di kawasan tersebut lebih banyak, karena didukung oleh lahan mangrove yang lebih lebar sekitar + 150 m dari arah tambak ke laut, terdapat muara sungai, tingkat kegiatan aktifitas masyarakat masih tergolong rendah dan kegiatan pengelolaan tambak relatif lebih sedikit yang secara langsung tidak terpengaruh oleh limbah pencemar yang berasal dari tambak udang. Pendapat ini didukung oleh Odum (1971), yang mengatakan bahwa peranan ekologis mangrove sebagai sumber energi rantai makanan biota perairan sangat penting. Ekosistem mangrove memberikan sumbangan bahan organik ke perairan mencapai 853 gram/m2/tahun.
Kondisi kesuburan lahan mangrove akan sangat menentukan tingkat produktivitas biota yang ada didalamnya. Tumbuhan mangrove merupakan sumber makanan potensial, dalam berbagai bentuk bagi biota yang hidup di ekosistem mangrove. Berbeda dengan ekosisitem lainnya, komponen dasar dari rantai makan di lahan mangrove bukanlah hanya dari tumbuhan mangrove, melainkan serasah yang bersal dari mangrove dan material yang masuk ke ekosistem mangrove yang disebut dengan detritus (Restu,2010).
Analisis keragaman, keseragaman dan dominasi indek dapat digunakan untuk melihat kesetabilan suatu komunitas. Indeks-indeks ini akan menunjukkan bagaimana kekayaan jenis ikan dalam komunitas serta keseimbangan setiap spesies. Suatu komunitas memiliki keseragaman tinggi jika semua jenis memiliki kelimpahan yang sama atau hampir sama. Jika hanya satu atau berbeda jenis saja yang melimpah maka tingkat keseragamannya rendah (Yuspardianto, 1988).
Adapun famili dan spesies ikan dan non ikan yang dominanditangkap adalah Famili siganidae merupakan famili yang paling dominan dengan jumlah tangkapan selama dua setengah bulan di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan mangrove yang rendah sekitar 781 ekor dengan spesies beronang (siganus sp) dengan nilai keragaman 0,361, keseragaman0,205dan indek dominansi 0,090. Jumlah hasil tangkapan di lahan mangrove kondisi degradasi lahan yang tinggi untuk individu spesiesini adalah 512 ekor selama dua setengah bulan dengan nilai keragaman 0,355, keseragaman0,220dan indeks dominansi 0,221.
Famillipercessoses merupakan famili kedua yang dominan tertangkap di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan mangrove yang rendah dengan jumlah tangkapan sekitar 581ekor selama dua setengah bulan denganspesies ikan belanak (Mugil labiosus) nilai keragaman 0,334, keseragaman 0,151 dan indeks dominansi 0,050 dan ikan bandeng (Chanos-chanos) dengan jumlah tangkapan selama dua setengah bulan sekitar 355 ekor dengan nilai keragaman 0,271, keseragaman 0,139dan indeks dominansi 0,019. Di lahan mangrove
yang kondisi degradasi lahan mangrove yang tinggi jumlah tangkapan sekitar 199 ekor selama dua setengah bulan untuk ikan belanak (Mugil labiosus) dengan nilai keragaman 0,310, keseragaman 0,192dan indeks dominansi 0,033 dan ikan bandeng (Chanos-chanos) jumlah tangkapan sekitar 95 dengan nilai keragaman 0,213, keseragaman 0,132dan indeks dominansi 0,008.
Famili Serranidae merupakan famili ketiga yang tertangkap di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan mangrove yang rendah, jumlah tangkapan sekitar 433 ekor selama dua setengah bulan denganspesies ikan kerapu macan (Epinephelus merra) dengan nilai keragaman 0,298, keseragaman 0,166 dan indeks dominansi 0,028. Kerapu lumpur (Epinephelus tauvina) dengan hasil tangkapan selama dua setengah bulan 154 ekor dengan nilai keragaman 0,167, keseragaman 0,086 dan indeks dominanasi 0,003 dan kakap (Lates calcarifer) dengan jumlah 305 ekor dengan nilai keragaman 0,251, keseragaman 0,149, indek dominansi 0,014. Di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi jumlah tangkapan sekitar 109 ekor untuk spesies kerapu lumpur (Epinephelus merra) dengan nilai keragaman 0,230,keseragaman 0,142 dan indeks dominansi 0,010. untuk kerapu lumpur (Epinephelus merra) tidak ada. Ikan kakap (Lates calcarifer) dengan jumlah tangkapan sekitar 175 eor dengan nilai keragaman 0,294, keseragaman 0,182 dan indeks dominansi 0,026.
Hasil tangkapan spesies non ikan di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang rendah selama dua setengah bulan didominasi famili Portunidae dengan spesies kepiting (Scylla serrata)jumlah tangkapan sekitar 973 ekor dengan nilai keragaman 0,327, keseragaman 0,157dan indeks dominansi 0,139 dan rajungan (Portunus pelagicus) jumlah tangkapan sekitar 352 ekor dengan nilai keragaman 0,193, keseragaman 0,096 dan indeks dominansi 0,018. Sedangkan di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi jumlah tangkapan spesies kepiting (Scylla serrata) 273 ekor dengan nilai keragaman 0,345, keseragaman 0,1165dan indeksdominansi 0,060, rajungan (Portunus pelagicus) 86 dengan nilai keragaman 0,198 keseragaman 0,095dan indeks dominansi 0,006. Famili yang kedua adalah Pelecypoda dengan spesies tiram bakau (Crassostrea cucullata) dengan jumlah tangkapan di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang rendah selama dua setengah bulan sekitar 640 ekor dengan nilai keragaman0,130, keseragaman 0,135 dan indeks dominansi 0,060, kerang bulu (Anadara antiquata) jumlah tangkapan sekitar 590 ekor dengan nilai keragaman 0,125,keseragaman 0,129 dan indeks dominansi 0,051, kerang hijau (Mytilus viridis) jumlah tangkapan sekitar 760 ekor dengan nilai keragaman 0,141, keseragaman 0,146dan indeks dominansi 0,085 dan kerang darah (Anadara granosa) jumlah
tangkapan sekitar 608 dengan nilai keragaman 0,127, keseragaman 0,131dan indeks dominansi 0,054.
Pada lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi jumlah hasil tangkapan selama dua setengah bulan di peroleh tiram bakau (Crassostrea cucullata) jumlah tangkapan sekitar 100 ekor dengan nilai keragaman 0,216, keseragaman 0,103 dan indeks dominansi 0,003, kerang bulu (Anadara antiquata) jumlah tangkapan sekitar 96 ekor dengan nilai keragaman 0,211,keseragaman 0,101 dan indeks dominansi 0,007, kerang hijau (Mytilus viridis) jumlah tangkapan sekitar 85 ekor dengan nilai keragaman 0,196, keseragaman 0,094dan indeks dominansi 0,006 dan kerang darah (Anadara granosa) jumlah tangkapan sekitar 119 ekor dengan nilai keragaman 0,236, keseragaman 0,114 dan indeks dominansi 0,011. Famili yang ketiga adalah Panaeidae dengan spesies udang windu (Penaeus monodon) dengan jumlah hasil tangkapan selama dua setengah bulan di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang rendah sekitar 375 ekor dengan nilai keragman 0,097, keseragaman 0,100 dan indeksdominansi 0,021 dan udang putih sekitar (Penaeus merguiensis) dengan jumlah tangkapan sekitar 380 ekor dengan nilai keragaman 0,098, keseragaman 0,101dan indeks dominansi 0,021. Di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi, udang windu (Penaeus monodon) hasil tangkapan selama tiga bulan sekitar 160 ekor dengan nilai keragaman 0.279, keseragaman 0,134 dan indeks dominansi 0,021 dan udang putih sekitar (Penaeus merguiensis) dengan jumlah tangkapan sekitar 195 ekor dengan nilai keragaman 0,305, keseragaman 0,146 dan indeks dominansi 0,031.
Indeks keragaman hasil tangkapan ikan dan non ikan di lahan mangrove yang kondisidegradasi lahan yang rendah menunjukkan nilai total keragaman untuk jenis ikan 1,682, nilai indeks tertinggi diperoleh spesies beronang (Siganus sp) dengan nilai 0,361 dan untuk non ikan total indek keragaman 1,138, nilai indeks tertinggi diperoleh nilai 0,327 dengan spesies kerang kepiting (Scylla serrata). Di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi total nilai keragaman untuk spesies ikan 1,402 dan non ikan 1,989, hasil tangkapan ikan dan non ikan menunjukan indeks keragaman tertinggi diperoleh spesies beronang (Siganus sp) dengan nilai indeks 0,355, untuk non ikan spesies kepiting (Scylla serrata) dengan nilai indek 0,345. Jika dilihat berdasarkan nilai keragaman yang dikemukakan oleh Sahannon dan Wienner (1968). Jika H < 1, maka indeks keragaman tergolong rendah. Di lokasi penelitian di Pesisir Desa Labuhan Sangoro dapat dinyatakan bahwa tingkat keragaman spesiesnya tergolong sedang di lahan mangrove pada kondisi degradasi lahan yang rendah dan pada kondisi degradasi lahan yang tinggi dimana H < I, maka keragaman spesiesnya tergolong rendah.
Indeks keseragaman hasil tangkapan ikan dan non ikan di lahan mangrove kondisi degradasi lahan yang rendah menunjukkan total nilai keseragaman tertinggi untuk jenis ikan 0,940 dan non ikan 0,968. Indeks keseragaman paling tinggi adalah spesies beronang (Siganus sp) dengan indekskeseragaman 0,205 dan kepiting (Scylla serrata) dengan indek nilai keseragaman 0,157. Di lahan mangrove kondisi degradasi lahan yang tinggi untuk hasil tangkapan ikan total indek keseragaman tertinggi 0,868 dan non ikan 0,952. Indeks keseragaman tertinggi diperoleh spesies beronang (Siganus sp) dengan nilai 0,220 dan untuk non ikan diperoleh jenis kepiting (Scylla serrata) dengan nilai 0,165.
Mengacu kepada kriteria indeks nilai keseragaman yang dikemukakan oleh Shannon dan Wienner (1968), menyatakan apabila nilai E< 0,6, maka keseragaman sedang atau komunitas labil. Di lahan mangrove Pesisir Desa Labuhan Sangoro pada lahan mangrove kondisi degradasi lahan yang rendah dan lahan mangrove kondisi degradasilahan yang tinggi dapat dinyatakan tingkat keseragaman jenis tergolong sedang dan komunitas dalam keadaan labil. Hal ini didukung oleh pendapat Budiman, (1992) dalam Pramudji (2001), yang menyatakan intraksi hutan mangrove dan lingkungannya mampu menciptakan kondisi yang sesuai bagi berlangsungnya proses biologis beberapa organisme akuatik, daerah perairan hutan mangrove memberikan tempat berlangsungnya proses biologi bagi biota laut, apabila lingkungan relatif stabil dan tidak terlalu berfluktuatif tergantung pada priode tertentu serta tersedianya makanan bagi berbagai jenis biota. Salah satu penyebab utama terjadinya penurunan kualitas lahan mangrove akibat penggunaannya sebagai daerah pembuangan limbah, Degradasi yang terus-menerus yang kemudian diikuti oleh hilangnya ikan dan kerang-kerangan atau menurunnya daya dukung dari ekosistem(carrying capacity). ( Dahuri, 2002)
Indeks dominansi hasil tangkapan ikan dan non ikan di lahan mangrove kondisidegradasi lahan yang rendah menunjukkan total indeks dominansi untuk spesies ikan 0,681 dan non ikan 0,428, indeks tertinggi diperoleh 0,090 untuk spesies beronag (Siganus sp) dan non ikan indek tertinggi diperoleh jenis spesies kepiting (Scylla serrata) dengan nilai 0,139. Di lahan mangrove yang kondisi degradasi lahan yang tinggi hasil tangkapan ikan dan non ikan menunjukkan total untuk jenis ikan 0,268 dan non ikan 0,204, indeks dominansi tertinggi diperoleh jenis beronang (Siganus sp) dengan nilai 0,221, untuk non ikan jenis kepiting (Scylla serrata) dengan nilai 0,060. Mengacu kepada kriteria indeks dominansi Simpson dalam Odum (1971), bahwa apabila nilai indeks dominansi berada pada kisaran 0-1 atau D = 0, maka tidak ada spesies yang mendominasi. Di lokasi penelitian di lahan mangrove yang berada pada kondisi degradasi lahan yang rendah total indeks
dominansi untuk jenis ikan 0,681 dan non ikan 0,428, indeks dominansi tertinggi spesies ikan beronang (Siganus sp) dengan indeks 0,90 dan non ikan dengan spesies kepiting (Scylla serrata) dengan nilai indek 0,139 dan pada daerah degradasi lahan yang tinggi total indeks dominansi untuk jenis ikan 0,268 dan non ikan 0,204, indeks tertinggi 0,221 untuk jenis ikan beronang (Siganus sp) non ikan indeks dominansi tertinggi 0,60 untuk jenis kepiting (Scylla serrata). Di lahan mangrove kondisi degradasi lahan yang rendah dan kondisi degradasi lahan yang tinggi Pesisir Desa Labuhan Sangoro dapat dinyatakan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi yang menunjukkan bahwa dominansi spesies tergolong sedang. Menurut Dahuri et al. (2001), kondisi komunitas yang labil atau kurang stabil menunjukkan adanya sebaran individu-individu antar jenis yang tidak merata atau ada jenis yang dominan. Sedangkan komunitas dalam kondisi stabil karena individu-individu antar jenis relatif merata.
-
1. Persepsi masyarakat nelayan, pemerintah dan pengusaha menunjukkan sikap yang mendukung terhadap pelestarian dan konservasi lahan mangrove. Hal ini disebabkan dampak positip yang diterima jauh lebih besar dari dampak negatif dari adanya kerusakan lahan mangrove akibat pengembangan tambak udang.
-
2. Potensi Jenis mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro terdiri dari 7 (tujuh) jenis antara lain Rhizophora mucronata, R. apiculata, R. stylosa, Ceriops tagal, Avicennia marina, Sonneratia alba dan Lumnitzera racemosa. Potensi jenis mangrove di Pesisir Desa Labuhan Sangoro terdapat 22 jenis dengan tumbuhan asosiasinya dan setelah dikonversi hanya ditemui 7 (tujuh) jenis.
-
3. Dampak pengembangan lahan mangrove menjadi tambak udang menyebabkan rusaknya habitat ikan dan non ikan di lahan mangrove yang diperoleh berdasarkanhasil tangkapan ikan dan non ikan di lahan mangrove pada kondisi degradasi lahan yang rendah dan kondisi degradasi lahan yang tinggi dalam jumlah individu spesiesselama dua setengah bulan, tangkapan di lahan mangrove pada kondisi degradasi lahan yang rendah dengan jumlah tangkapan ikan 2.609 ekor dan non ikan 4.678 ekor, lahan mangrove pada kondisi degradasi lahan yang tinggi jumlah tangkapan ikan 1.090 ekor dan non ikan 1.114 ekor. Hasil analisis keragaman, keseragaman dan dominansi spesies dalam kategori tingkat rendah dan sedang.
-
4. Kebijakan pengendalian degradasi lahan mangrove yang sedang berjalan selama ini belum memadai terbukti terlihat masih adanya degradasi dan deforestasi atau pengalihan fungsi hutan mangrove keperuntukan yang lain.
-
1. Perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat Pesisir Desa Labuhan Sangoro umumnya dan para pengusaha tambak udang terhadap konservasi lahan mangrove.
-
2. Perlu tindakan yang tegas dan jelas oleh pemerintah Kabupaten Sumbawa dengan pemberian sangsi yang tegas bagi masyarakat ataupun pengusaha tambak udang yang dengan sengaja melakukan kegiatan pengrusakan lahan mangrovedengan pembuatan PERDA tentang pemanfaatan lahan mangrove di Pesisir Kabupaten Sumbawa.
-
3. Perlu dilakukan pemulihan lahan mangrove dengan merehabilitasi kawasan mangrove yang mengalami kerusakan, meningkatkan luasan lahan mangrove, dan meningkatkan usaha-usaha kegiatan penangkapan ikan di lahan mangrove.
-
4. Revitalisasi supremasi hukum harus terus ditegakkan agar para pelanggar kehutanan dapat segera diadili dengan sangsi yang setimpal sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhana, 2008. “Pedoman Metode Penelitian Ekologis Sumberdaya Alam Hutan” (Buku Ajar). Bali-Indonesia: Program Magister Pascasarjana Program Pemanfaatan Lahan Kering, Universitas Udayana.
Ardhana, I.P.G., 2008. Metode dan Tehnik Degradasi Komposisi Biotik, (Buku Ajar). Bali-Indonesia: Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Universitas Udayana.
Ardhana, I.P.G., 2004. Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bali-Indonesia: Jurusan Biologi FMIPA Universitas Udayana.
Ardhana, I.P.G., 2012. Ekologi Tumbuhan. Denpasar, Indonesia. Udayana University Press.
Bengen, D.G. 2001.Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir Dan Laut. Jakarta, Indonesia: Pusat Kajian Bengkulu Utara.
BIMC, 2003. Pengelolaan Hutan Mangrove Yang Berkelanjutan. Seminar Pengelolaan Hutan Mangrove Denpasar, Bali 8 September 2003, Mangrove Information Center.
BAKOSURTANAL, 2009. Sumberdaya Alam Pesisir Teluk Saleh Pusat Survey Sumberdaya Alam Laut.
Dahuri, R, J.Rais, S.P.Ginting, M.J.Sitepu.2004. Pengelolaan SumberdayaWilayah Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta
DEPHUT,2001. Eksekutif Data Strategis Kehutanan. Departemen Kehutanan Badan Planologi Kehutanan Jakarta.
Dis.Hut, Kabupaten Sumbawa, 2012. Laporan Penyusunan Rencana Pengelolaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan 2010-2015.
DEPDAGRI, 2009. Lampiran III, Peraturan Menteri Dalam Negeri Tahun 2007 Tentang Pedoman Penyusunan Dan Pendayagunaan Data Profil Desa Dan Kelurahan, Dirjen Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa. Jakarta.
DKP, 2009.Laporan Riset Observasi Dan Kajian Pemanfaatan Kawasan Konsevasi Laut. Balai Riset Dan Observasi Kelautan Badan Riset Kelautan Dan Perikanan Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta.
Hilyana, S.2007. Jurnal Mitra Bahari Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil DKP, Jakarta Vol;1.3, Agustus-Nopember 2007. Hal : VII-X
Koentjaraningrat. 1983. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta, PT. Gramedia.
Laksmiwati, I. A. A. 1997. Perubahan Pengetahuan Sikap Dan Prilaku Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kecamatan Denpasar Barat Kota Madya Denpasar (Tesis) Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.
Nybakken, J.W.1992.Biologi Laut.Suatu Pendekatan Ekologis.Gramedia, Jakarta.Penerjemah : Eidman dkk. 459 Hal.
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara Penerbit Rosdakarya Bandung.
Odum, E. P. 1971. Fundamental of ecology W.B. Sounders. Co. Philadelphia.
Pramudji. 2000. Hutan Mangrove Di Pantai Teluk Saleh Sumbawa Nusa Tenggra Barat, BALITBANG Biologi Laut, PULIBANG Oseanologi LIPI, Jakarta. [Cited 2011 September 24] Available from : http://elib.pdii.lipi.go.id/ katalog/index.php/searchkatalog/ downloadDatabyId/2575/2576.pdf
Pertaturan Daerah Kabupaten Sumbawa No 22 Tahun 2007. Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir Dan Pulau – Pulau Kecil.
Purba. 2000. Pengelolaan Lingkungan Sosial. Yayasan Obor Indonesia. Djakarta, 156.
Restu, I. W, 2010. Modul V Ekosistem Mangrove (Mangrove Ecosystem) Jurusan Biologi MIPA Universitas Udayana.
23
Discussion and feedback