Strategi Pengemasan Wisata Trekking Di Hutan Pinus Wonoasih, Kabupaten Banyuwangi
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937
Vol. 9 No 2, 2021
Strategi Pengemasan Wisata Trekking Di Hutan Pinus Wonoasih, Kabupaten Banyuwangi
Putri Septaria a, 1, Made Sukana a, 2
a Program Studi Pariwisata Program Sarjana, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
The tourism development in Indonesia has increase rapidly,as the statistical data shows that the number of foreign tourist visits Indonesia in June 2018 escalate 15.21 percent compared to June 2017, specifically from 1.14 million visits up to 1.32 million visits. Indonesia are improving their tourism sector, for example the Banyuwangi City. One of the tourist attractions with its natural potential is Wonoasih Pine Forest., lot of activities that can be packaged into tourism attractions.
This study used qualitative approach method, qualitative and quantitative data obtained directly by observation, interview and documentation, and data analysis techniques in this study used SWOTanalysis which is a qualitative analysis tool that is done by examining internal and external factors.By using SWOT analysis, four strategies are produced in the packaged of trekking tourism activities, specifically: (1) SO strategy which contains the design of trekking tourism products and opening up jobs, (2) WO strategy which contains institutional development and tourism human resources, (3) ST strategy which contains increased security, enchance accident insurance and regulations on maintaining natural surroundings and cleanliness, and (4) WT strategy which contains market penetration and promotion of trekking tours as well as routine socialization of destination branding.
Keyword: Packaging Strategy, Trekking, SWOT Analysis, Wonoasih Pine Forest
Perkembangan pariwisata di Indonesia terlihat cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dari data statistik menunjukan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman ke Indonesia Juni 2018 naik 15,21 persen dibanding jumlah kunjungan pada Juni 2017, yaitu dari 1,14 juta kunjungan menjadi 1,32 juta kunjungan. Jika dibandingkan dengan Mei 2018, jumlah kunjungan wisman pada Juni 2018 mengalami kenaikan sebesar 6,07 persen (Badan Pusat Statistik, 2018).
Pariwisata telah menjadi salah satu penyumbang utama bagi pertumbuhan ekonomi di negara berkembang dan negara maju. Pariwisata berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi melalui berbagai jalur termasuk pendapatan mata uang asing, menarik investasi internasional, meningkatkan pendapatan pajak dan menciptakan lapangan pekerjaan baru (Gokovali & Bahar, 2006; Jayathilake, 2013; Kadir & Karim, 2012; Chew King, 2008). Pemerintah Indonesia juga terlihat cukup peka menghadapi perkembangan pariwisata di Negara ini. Hal ini ditunjukan dengan direvisinya undang-undang kepariwisataan yang baru, yakni Undang-Undang No.10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan. Mengingat dampak positif yang dihasilkan oleh sektor pariwisata, banyak daerah di Indonesia yang sedang berbenah dalam sektor
pariwisata, contohnya saja daerah Banyuwangi, beragamnya daya tarik
wisatayangbisadikunjungiolehwisatawan,jumlah kunjungan wisatawan domestik yang datang ke Kabupaten Banyuwangi pada tahun 2016adalah sekitar 4,1jutasedangkan wisatawan mancanegara sekitar 74 ribu dan ini telah meningkat dari tahun 2010 (Mahaganggadkk,2008).Salah satu daya tarik wisata alam yang sangat indah namun belum di kembangkan adalah Hutan Pinus Wonoasih.
Dari perspektif perencanaan pariwisata, dapat dilihat bahwa sistem pengolahan kegiatan pariwisata di Hutan Pinus Wonoasih belum berjalan dengan baik, sama halnya dengan pengorganisasiannya dalam bidang pariwisata yang belum tampak berjalan baik. Selain itu pengemasan aktivitas-aktivitas kreatif warga dan aktivitas pariwisata sebagai sebuah produk wisata juga belum ada. Berbagai permasalahan tersebut dapat dilihat dari berbagai indikator. Misalnya ketika ada pengunjung yang datang belum ada suatu alur kunjungan yang sistematis dan efisien, sehingga pengunjung pun hanya mendatangi tempat-tempat wisata secara acak dan tidak terarah.
Hutan Pinus Wonoasih sudah memiliki potensi pariwisata, terlihat dari unsur-unsur yangmemungkinkandilakukannya pengembangan
pariwisata di kawasan tersebut seperti adanya pemandangan alam dan kegiatan masyarakat lokal yang dapat dikemas menjadi atraksi pariwisata. Konsep potensi wisata merupakan acuan untuk mengetahui potensi wisata trekking Hutan Pinus Wonoasih dengan konsep 4A, potensi wisata tersebut dapat dipilah menjadi atraksi dan aktivitas, aksesibilitas, amenitas dan ancillary atau kelembagaan (Spillane, 1994).
Meski demikian, di Hutan Pinus Wonoasih belum memiliki fasilitas pelayanan serta informasi dan promosi secara utuh. Antara lain tidak ditemukannya tourist information, homestay dan juga beberapa unsur lainnya, demikian pula dilihat dari daur hidup produk (Vernon, 1996), Hutan Pinus Wonoasih masih tergolong introduction, karena pasar wisatawannya masih kecil, yaitu masih dari kalangan para peneliti, orang yang hendak melakukan kegiatan spiritual dan kalangan pelajar yang melakukan kegiatan studi ataupun kepramukaan.
Berdasarkan uraian di atas, penelitian berfokus menemukan arahan pengembangan produk pariwisata berbasis data sesuai dengan karakteristik kawasan. Temuan penelitian diharapkan menghasilkan strategi pengemasan produk wisata di Hutan Pinus Wonoasih dalam rangka meningkatkan perekonomian masyarakat lokal.
Penelitian terdahulu mengenai strategi pengemasan wisata trekking yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini yang pertama adalah penelitian dari Fahrul dkk (2017) dengan judul “Strategi Pengemasan Wisata Trekking Di Daya Tarik Wisata Pura Mangening Dan Situs Gunung Kawi Tampaksiring, Gianyar”.Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah penelitian ini lebih mengedepankan potensi fisik dan non fisik yang terdapat di Pura Mangening Dan Situs Gunung Kawi Tampaksiring. Penelitian yang kedua dilakukan oleh I G. A. O. Mahagangga dkk (2016) dengan judul “Pemetaan Jalur “Paket Wisata Pedesaan” Di Desa Wisata Penglipuran, Kecamatan Bangli. Kabupaten Bangli”. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah penelitian ini lebih mengedepankan potensi berupa keunikan alam dan budaya yang ada di Desa Adat Penglipuran dan usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia pendukungnya dengan membuat paket wisata pedesaan. Penelitian yang ketiga dilakukan oleh
Dinov Sambadi Adistria Laksana & I Nyoman Sukma Arida (2019) dengan judul “Strategi Pengemasan Wisata Heritage di Desa Wisata Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali” Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah deskriptif kualitatif. Hasil dari penelitian tersebut adalah strategi pengemasan yang mengkombinasikan wisata heritage dengan wisata cycling.
Penelitian terdahulu memiliki kesamaan dengan fokus penelitian yang sekarang, yaitu membahas mengenai pengemasan dan mengenai wisata trekking. Sedangkan perbedaan dalam penelitian ini yaitu penelitian terdahulu lebih menekankan pada pengemasan paket wisata trekking dengan mengandalkan potensi fisik dan non fisik pada sisi budaya. Sedangkan penelitian ini lebih menekankan pada pengemasan paket wisata trekking dengan mengandalkan potensi fisik pada sisi alam, perbedaan lokasi penelitian, serta penelitian yang sekarang menggunakan strategi-strategi pengembangan yang didapatkan dengan menggunakan analisis SWOT.
Untuk menganalisis permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini, digunakanteori dan beberapa konsep antara lain teori kebutuhan menurut Abraham H. Maslow (dalam Potter dan Perry, 1997), konsep 4A menurut Spillane (1994), konsep strategi pengemasanmenurut Wisnawati, Ni Luh Sri (2006), konsep daya Tarik wisata alam menurutUndang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009, konsepwisata trekking menurut Yoeti (1998).
Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan jurnal ini adalahmenggunakan analisis SWOT dan analisis deskriptif kualitatif yaitu memaparkan situasi yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat yang didasarkan pada hasil observasi di Kawasan Hutan Pinus Wonoasih yang berupa potensi fisik dan non fisik serta upaya pengemasan wisata trekking yang dilakukan, informasi dari sumber-sumber lain melalui wawancara mendalam dengan Asisten Perhutani selaku pengelola Hutan Pinus Wonoasih ataupun masyarakat yang dianggap berkompeten atau mampu menjelaskan tentang Hutan Pinus Wonoasih.
Pengemasan wisata trekking membutuhkan perencanaan pariwisata yang baik agar diperoleh hasil yang optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk menyusun sebuah strategi, analisis SWOT (strength, weaknesses, opportunity, dan threat) merupakan pendekatan yang dapat digunakan untuk mengkaji kondisi dan keadaan
fisik dan serta lingkungan di Hutan Pinus Wonoasih. Strategi tersebut nantinya akan dapat dikembangkan sebagai salah satu masukan dalam kaitan pengembangan wisata trekking.
Berdasarkan latar belakang serta rumusan masalah diatas, berikut hasil dan pembahasan mengenai strategi pengemasan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih berupa gambaran umum, identifikasi potensi serta strategi pengemasan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih.
Hutan Pinus Wonoasih berada di Dusun Wonoasih, Desa Bumiharjo, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur. Hutan Pinus Wonoasih berdasarkan statusnya merupakan hutan milik negara yang dikelola oleh Perhutani KPH Banyuwangi Barat. Hutan Pinus Wonoasih ini sudah ada sejak jaman penjajahan Belanda, namun baru mulai ditanami pohon pinus oleh pihak Perhutani sejak tahun 1974, dulunya hutan ini biasa disebut hutan rimba. Selain tanaman pohon pinus, terdapat jenis pohon lain yaitu, pohon mahoni, pohon manting, bambu, sengon, cemara jati, salam dan pohon rimba lainnya serta lahan hutan juga dimanfaatkan sebagai lahan bertani oleh masyarakat desa untuk menanam tanaman talas, pepaya dan pakan ternak hewan berupa tanaman pohon kaliandra. Pemanfaatan hutan pinus oleh masyarakat tersebut diawali oleh pemberian ijin dari pihak perhutani untuk masyarakat yang ingin menggunakan hutan pinus dengan kewajiban tidak merusak hutan pinus itu sendiri. Sebagai perantara antara petani dengan pihak perhutani, dibentuk sebuah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Lembaga inilah mitra kerja perhutani yang nantinya menyampaikan aspirasi petani kepada pihak perhutani dalam pemanfaatan hutan pinus sebagai lahan bertani oleh masyarakat desa. Dalam pengelolaanya, lahan yang memiliki luas 1 Ha dikelola langsung oleh pihak LMDH, dan lebih dari 1 Ha dikelola oleh pihak perhutani. Selain berbagai tanaman dan perkebunan yang telah disebutkan, di dalam hutan juga terdapat hewan liar seperti, burung merak, burung rangkok, ular, babi hutan, harimau dan sebagainya.
Di setiap hutan yang terdapat di Desa Bumiharjo terbagi oleh 3 resort yaitu, resort Gunung Sari, Resort Sumber Manggis dan Resort Wonoasih. Di setiap resort, terdapat kepala yang bertanggung jawab atas segala kegiatan dan keamanan di hutan pinus tersebut yang disebut Kepala Resort Polisi Hutan (KRPH) dan dibantu oleh Asisten Perhutani (ASPER). Selain itu,
pihak perhutani juga bersinergi dengan Polsek, dan Koramil Kabupaten Banyuwangi untuk menjaga keamanan hutan. Tipe hutan yang ada di Desa Bumiharjo yaitu hutan Rimba yang ditanami jenis pohon pinus untuk produksi getah pinus. Luas Resort Wonoasih yaitu ±23.000 Ha.
Hutan Pinus Wonoasih ini dinanungi dan dikelola oleh Asisten perhutani (ASPER) yang merupakan bawahan dari Perhutani Pusat dan Kesatuan Pemangku Hutan (KPH). Ketua ASPER biasanya dipilih melalui rapat di Perhutani Pusat dan melewati berbagai seleksi ketat. Sedangkan untuk Kepala Resort Pemangku Hutan merupakan orang-orang yang telah direkrut oleh organisasi ASPER yang bertugas sebagai penjaga keamanan Hutan Pinus Wonoasih, lalu ada mandor yang merupakan pengawas pekerja lapangan atau orang-orang yang bekerja di Hutan Pinus Wonoasih sebagai penyadap pohon pinus. Sedangkan anggotanya adalah para penyadap hutan pinus yang merupakan warga sekitar Desa Bumiharjo. Jika ditotalkan jumlah dari anggota dari organisasi ASPER ini adalah 659 orang.
Sumber: Hasil wawancara dengan ASPER, diolah tahun 2017
-
1. Attraction (Atraksi)
Attraction merupakan atraksi wisata yang bisa dinikmati oleh wisatawan di suatu destinasi wisata yang mencakup alam, budaya dan buatan. Dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan, di Hutan Pinus Dusun Wonoasih terdapat beberapa potensi yang dapat dijadikan kegiatan wisata yaitu melihat berbagai macam flora dan fauna yang hidup di Hutan Pinus seperti pohon pinus, pohon mahoni, pohon manting, bambu, sengon, cemara jati, salam, bunga pohon kaliandra, buah pepaya dan lain sebagainya. Selain itu, ada kegiatan masyarakat lokal yang sedang memotong daun pohon kaliandra untuk dijadikan pakan ternak dan
juga masyarakat yang sedang menyadap pohon pinus yang dapat dijadikan atraksi wisata.
Gambar 1: Suasana hutan pinus
Sumber: Hasil Dokumentasi, 2017
-
2. Amenity (Fasilitas)
Amenity merupakan fasilitas dan pelayanan yang terdapat di suatu destinasi wisata yang biasanya terdiri dari unsur alat transportasi, kebersihan, tempat pembuangan sampah, fasilitas akomodasi, fasilitas makan dan minum dan fasilitas penunjang lainnya yang bersifat spesifik dan disesuaikan dengan kebutuhan perjalanan. Namun fasilitas yang terdapat di Dusun Wonoasih masih sangat minim, hal ini dapat dilihat dari tidak terdapat satu pun akomodasi seperti homestay yang berdiri. Padahal rumah warga sekitar
berpotensi untuk dijadikan homestay karena
keramahan penduduk terhadap orang-orang yang datang ke dusunnya. Tidak adanya alat transportasi umum menuju Dusun Wonoasih,
minimnya tempat makan dan minum padahal lingkungan sekitar sangat berpotensi untuk
didirikan usaha tempat makan dan minum, kebersihan di Dusun Wonoasih sudah lumayan terjaga dan bersih, namun pengelolaan sampah di Dusun Wonoasih ini masih buruk karena sampah yang ada di dusun di bakar langsung di lapangan yang ada di dusun oleh pemuda dusun, alasan mereka membakar sampah – sampah ini karena tempat pembuangan akhir yang jauh dari dusun. 3. Accessibility (Aksesibilitas)
Accessibility merupakan akses menuju suatu daerah atau suatu destinasi, aksesibilitas mencakup transportasi darat dan laut, udara, komunikasi, jaringan telepon, dan jaringan internet. Akses berupa jalan menuju Dusun Wonoasih ini melewati jalan yang tidak terlalu besar dan dilihat dari infrastruktur jalannya, akses jalan di Dusun Wonoasih ini banyak yang rusak, berlubang dan berbatu serta kurangnya penerang jalan. Sebagian besar warga Dusun Wonoasih menggunakan transportasi darat seperti sepeda motor. Untuk akses komunikasi, di Dusun Wonoasih memiliki jaringan untuk telepon
maupun internet yang cukup buruk hanya beberapa titik saja yang mendapat jaringan komunikasi.
-
4. Ancillary (Kelembagaan)
Ancillary merupakan hal-hal yang mendukung sebuah kepariwisataan, seperti lembaga pengelolaan, Tourist Information, Travel Agent dan stakeholder yang berperan dalam kepariwisataan. Di Dusun Wonoasih belum terdapat kelembagaan pengelolaan pariwisata karena belum adanya kesadaran dari Pemerintah Desa akan adanya potensi wisata yang ada di Dusun Wonoasih, terutama di Hutan Pinus Wonoasih. Tetapi mereka sudah memiliki beberapa organisasi pengelola hutan yaitu Kesatuan Pemangku Hutan (KPH) dan Asisten Perhutani (ASPER).
-
1. Analisis Strategi SWOT
Berdasarkan matrik SWOT, strategi yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1
Hasil Analisis SWOT
Faktor Internal | |
STRENGTHS (S)
khusus (trekking)
Beji
makanan dan minuman di sekitar dusun yang dapat diolah |
WEAKNESSES (W)
ketersediaan toilet umum
ketersediaan usaha makanan dan minuman
usaha pariwisata
organisasi kepariwisataan
belum terbentuk
terintegrasi
penginapan bagi wisatawan
pengelolaan sampah |
Faktor eksternal
OPPORTUNITI |
STRATEGI |
STRATEGI |
ES (O) |
S-O |
W-O |
a. Tren |
a. Mengemas |
a. Pengembangan |
kunjungan |
dan |
kelembagaan |
wisata |
merancang |
dan SDM |
minat |
produk wisata |
pariwisata |
khusus |
trekking | |
(trekking) |
b. Membantu & | |
b. Memanfaatka |
menyediakan | |
b. Kerjasama |
n sumber |
sarana pokok |
dengan |
daya manusia |
dan sarana |
pelaku |
yang ada |
penunjang |
usaha |
kepariwisataan | |
c. Peran | ||
masyarakat | ||
dalam | ||
pelestarian | ||
alam | ||
THREATS (T) |
STRATEGI |
STRATEGI |
S-T |
W-T | |
a. Daya saing |
a. Peningkatan |
a. Penetrasi pasar |
pariwisata |
keamanan |
dan promosi |
wisata trekking | ||
b. Kenyamana |
b. Jaminankecela | |
n dan |
kaan bagi |
b. Sosialiasasi |
keamanan |
wisatawan |
rutin branding |
wisatawan |
destinasi | |
belum | ||
terjamin |
c. Peraturan | |
tentang | ||
c. Wisatawan |
menjaga | |
yang tidak |
kealamian | |
menjaga |
alam dan | |
kealamian |
kebersihan | |
alam dan |
sekitar | |
kebersihan | ||
sekitar |
Sumber: Hasil observasi dan penelitian, diolah tahun 2020
d. Strategi Pengemasan Wisata Trekking Di
Hutan Pinus Wonoasih
Wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih ini menyuguhkan pemandangan alam hutan pinus dan juga menyuguhkan nuansa spiritual serta kegiatan masyarakat sekitar yang tidak ada di kota-kota besar pada umumnya. Berikut strategi pengemasan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih berdasarkan matrik SWOT:
-
1. Strategi S-O (strength-opportunities)
Strategi S-O merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Adapun implementasinya berikut ini: a. Mengemas dan merancang produk wisata trekking
Strategi ini didapatkan dari
penggabungan matrik strength yaitu pemandangan keindahan alam, keberadaan pura beji dan potensi wisata minat khusus trekking serta matrik opportunities yaitu tern kunjungan wisata minat khusus trekking.
Strategi ini dapat dilakukan untuk pemetaan potensi wisata trekking secara partisipatif, bekerjasama dengan stakeholder untuk mengetahui kekayaan potensi yang terdapat di Hutan Pinus Wonoasih, khususnya yang terkait wisata trekking. Pemetaan dengan metode partisipatif merupakan proses pemetaan yang dilakukan dengan melibatkan perwakilan masyarakat dan pemerintah serta pihak lain yang berkompeten untuk berpatisipasi. Hasil dari pemetaan dapat dijadikan dasar untuk pembuatan strategi pengemasan produk wisata trekking. Kegiatan wisata trekking yang dijalankan oleh masyarakat harus mendapat dukungan dari instansi terkait, dalam hal ini Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Banyuwangi. Sinergi dengan pemerintah
dapat mempercepat kemajuan perkembangan pengelolaan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih. Segala kebutuhan masyarakat desa terkait dengan pengemasan pariwisata di Hutan Pinus Wonoasih dapat dirundingkan dengan kepala desa dan pemerintah daerah. b. Memanfaatkan sumber daya manusia yang ada
Strategi ini didapatkan dari
penggabungan matrik strength yaitu keramahtamahan masyarakat lokal dan banyaknya sumber makanan dan minuman di sekitar dusun yang dapat diolah menjadi produk wisata serta matrik opportunities yaitu Kerjasama dengan pelaku usaha dan peran masyarakat dalam pelestarian alamnya.
Wisata trekking diharapkan mampu membuka lapangan pekerjaan baru bagi generasi muda masyarakat di sekitar Hutan Pinus Wonoasih yang salah satunya menjadi guide untuk wisatawan yang hendak melakukan kegiatan trekking dimana kegiatan trekking harus di dampingi oleh masyarakat yang tahu mengenai lokasi Hutan Pinus
Wonoasih. Selain itu masyarakat lokal juga dapat membuat homestay dan membuka usaha tempat makanan jadi dan minuman, contohnya saja di dusun ini terdapat banyak pohon kelapa namun tidak ada yang menjual es kelapa, masyarakat lokal dapat menggunakan kesempatan ini untuk membuka usaha minuman es kelapa.
-
2. Strategi W-O (weaknesses-opportunities)
Strategi W-O merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, diimplementasikan sebagai berikut:
-
a. Pengembangan Kelembagaan dan SDM
Pariwisata
Strategi ini didapatkan dari penggabungan matrik weakness yaitu belum adanya standar usaha pariwisata dan belum adanya organisasi kepariwisataan serta matrik opportunities yaitu Kerjasama dengan pelaku usaha dan peran masyarakat lokal dalam pelestarian alam.
Strategi ini dilakukan dengan meningkatan kapabilitas masyarakat yang dilakukan melalui pelatihan. Dalam menjalankan dan melaksanakan program wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih, masyarakat di Dusun Wonoasih harus ikut terlibat di dalamnya dan berpartisipasi dalam kemajuan daerahnya agar seluruh komponen masyarakat dapat terlibat dengan baik, maka kemampuan (kapabilitas) masyarakat harus ditingkatkan melalui training, workshop maupun upaya-upaya lainnya untuk mewujudkan pemberian pelatihan dan peningkatan kualitas masyarakat di Dusun Wonoasih dalam bidang pariwisata, diperlukan kerjasama dengan lembaga-lembaga pelatihan pariwisata, sehingga masyarakat mendapat pembelajaran dan pelatihan dari instruktur yang ahli di bidang pariwisata, khususnya wisata trekking. Selain itu, pembekalan dasar bahasa asing terutama bahasa Inggris kepada masyarakat setempat juga sangat diperlukan, terutama untuk berkomunikasi dengan wisatawan asing nantinya.
-
b. Membantu dan Menyediakan Sarana
Pokok dan Sarana Penunjang Kepariwisataan
Strategi ini didapatkan dari penggabungan matrik weakness yaitu kurangnya ketersediaan toilet umum dan usaha makanan dan minuman, tidak adanya
penginapan bagi wisatawan serta buruknya pengelolaan sampah, lalu matrik opportunities yaitu tern kunjungan wisata minat khusus trekking.
Strategi ini berupaya untuk memberikan kepuasan dan kesan yang baik kepada wisatawan pada saat mereka berkunjung ke Hutan Pinus Wonoasih, maka pembangunan sarana pokok dan sarana penunjang kepariwisataan perlu dilakukan, seperti berkerjasama dengan provider
telekomunikasi agar tercipta jaringan telekomunikasi baik untuk telepon, sms, internet dan lain-lain, memperbaiki dan memperbanyak fasilitas toilet, penambahan tempat pembuangan sampah, menyediakan homestay, tempat peristirahatan, dan menyediakan tempat makanan dan minuman khas lokal.
-
3. Strategi S-T (strength-threats)
Merupakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, diimplementasikan sebagai berikut: a. Peningkatan Keamanan
Strategi ini didapatkan dari
penggabungan matrik strength yaitu potensi wisata minat khusus trekking serta matrik threats yaitu kenyamanan dan keamanan wisatawan yang belum terjamin dan adanya daya saing pariwisata.
Strategi ini sangat penting bagi kenyamanan wisatawan, dan juga merupakan salah satu faktor penentu keberlanjutan pariwisata di suatu daerah. Keamanan juga sangat diperlukan dalam pengembangan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih. Ancaman dapat berasal dari berbagai hal misalnya saja dari hewan buas yang ada di dalam hutan dan tumbuhan yang berpotensi membahayakan wisatawan. Kehilangan arah atau tersesat dalam jalur trekking dalam Hutan Pinus Wonoasih juga mengancam keamanan wisatawan. Langkah antisipasi yang dapat dilakukan untuk menghindari hal-hal tersebut adalah setiap wisatawan baik individu maupun kelompok harus ditemani oleh seorang pemandu yang benar-benar paham akan kondisi jalur trekking Hutan Pinus Wonoasih yang direncanakan.
-
b. Jaminan Kecelakaan bagi wisatawan
Strategi ini didapatkan dari
penggabungan matrik strength yaitu potensi wisata minat khusus trekking serta matrik threats yaitu kenyamanan dan keamanan
wisatawan yang belum terjamin dan adanya daya saing pariwisata.
Strategi ini mengharuskan pihak pengelola wisata trekking berkerja sama dengan salah satu perusahaan jasa asuransi jiwa, jadi keselamtan wisatawan benar – benar terjamin. Serta dengan adanya kerja sama dengan salah satu perusahaan jasa asuransi jiwa, masyarakat lokalpun dapat ikut mengasuransikan diri dengan mendaftarkan diri dengan perusahaan asuransi jiwa tersebut.
-
c. Peraturan tentang menjaga kealamian alam dan kebersihan sekitar
Strategi ini didapatkan dari penggabungan matrik strength yaitu pemandangan keindahan alam, potensi wisata minat khusus trekking dan keberadaan Pura Beji serta matrik threats yaitu wisatawan yang tidak menjaga kealamian alam dan kebersihan sekitar Hutan Pinus Wonoasih.
Strategi ini menjaga kealamian dan kebersihan hutan pinus adalah mutlak harus dilakukan baik oleh masyarakat maupun wisatawan, maka dari itu harus dibuat peraturan secara lisan maupun tertulis mengenai hal tersebut dan memberi sanksi berupa teguran ataupun denda bagi yang melanggar peraturan tersebut agar kealamian dan kebersihan hutan pinus akan tetap terjaga.
-
4. Strategi W-T (weaknesses-threats)
Merupakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, diimplementasikan sebagai berikut:
-
a. Penetrasi pasar dan promosi wisata
Trekking
Strategi ini didapatkan dari penggabungan matrik weaknesses yaitu pemasaran yang belum terintegrasi serta matrik threats yaitu adanya daya saing pariwasata.
Strategi ini untuk memperkenalkan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih, promosi adalah salah satu hal yang mutlak harus dilakukan. Media cetak ataupun elektronik dapat dipergunakan untuk membantu mempromosikan keberadaan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih. Menjalin kerjasama dengan jaringan wisata trekking atau biro perjalanan wisata merupakan salah satu upaya terpenting dalam membangun sebuah gerakan wisata trekking adalah dengan membangun
jaringan kerjasama seluas-luasnya, terutama dengan biro perjalanan wisata.
-
b. Sosialisasi rutin tentang branding destinasi
Strategi ini didapatkan dari penggabungan matrik weaknesses yaitu pola pikir pariwisata masyarakat belum terbentuk dan pemasaran yang belum terintegrasi serta matrik threats yaitu adanya daya saing pariwasata.
Strategi ini untuk membuat brandingmemegang peran yang sangat penting dalam pemasaran sebuah produk. Adanya branding yang baik dari sebuah produk dapat menarik wisatawan untuk membeli produk yang ditawarkan. Wisatawan akan penasaran dan tertarik untuk mencoba produk dengan branding yang unik, menarik dan tentunya dinilai memiliki manfaat bagi dirinya. Oleh sebab itu, masyarakat lokal harus mengetahui makna dibalik branding tersebut untuk mempromosikan produk wisata trekking ini.
Pada dasarnya setiap daerah memiliki potensi alam yang dapat dikembangkan menjadi daya tarik wisata. Di dusun Wonoasih terdapat Hutan Pinus Wonoasih yang merupakan hutan milik negara dan memiliki segudang potensi alam yang dapat dikemas menjadi sebuah kegiatan wisata trekking.
Analisis SWOT menghasilkan beberapa strategi dalam pengemasan kegiatan wisata trekking yaitu : (1) Strategi S-O yang berisikan pengemasan dan rancangan produk wisata trekking, pemanfaatan sumber daya manusia yang ada, dan peningkatan promosi Hutan Pinus Wonoasih dengan segala potensi dan keunikannya, (2) Strategi W-O yang berisikan pengembangan kelembagaan dan SDM Pariwisata dan membantu & menyediakan sarana pokok dan saran penunjang pariwisata (3) Strategi S-T yang berisikan peningkatan keamanan, jaminan kecelakaan bagi wisatawan dan peraturan tentang menjaga kealamian alam dan kebersihan sekitar , dan (4) Strategi W-T yang berisikan penetrasi pasar serta promosi wisata trekking dan juga sosialisasi rutin branding destinasi.
Kegiatan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih tentu saja akan melibatkan masyarakat lokal, dengan potensi yang ada di kawasan Hutan Pinus Wonoasih masyarakat lokal diharapkan dapat melihat peluang untuk berpartisipasi dalam
kegiatan pariwisata seperti menyewakan kamar kosong di rumah mereka sebagai homestay, lalu berjualan es kelapa yang dapat diambil langsung dari pohon kelapa yang bertebaran di sekitar Dusun Wonoasih, membuat produk air minum yang berasal dari sumber mata air gunung raung yang dikemas sendiri oleh masyarakat untuk dijual kepada wisatawan, berjualan makanan jadi untuk wisatawan, serta membuat kerajinan ataupun makanan dan minuman yang dapat dijadikan oleh-oleh bagi wisatawan yang melakukan kegiatan wisata trekking di Hutan Pinus Wonoasih.
Selain itu, penyediaan lahan parkir masih harus ditata dan dibenahi, mengingat jumlah kendaraan dengan lahan parkir belum memadai dan juga pengolahan sampah harus dibenahi, pembuangan sampah haruslah ke tempat pembuangan akhir, jangan di bakar karena sangat berbahaya dan dapat merusak lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
-
A, Yoeti, Oka. 2002. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita
-
A, Yoeti, Oka. 1998. Anatomi Pariwisata. Bandung: Angkasa
Agoes, A. 2015. Pengembangan Produk Pariwisata Perdesaan Di Kampung Dago Pojok Bandungdalam Jurnal Resort & Leisure Vol 12. No.1
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara. Jakarta: BPS RI
Budayasa, I.K. 2016. Pengembangan Wisata Trekking Di Kawasan Danau Buyan,Desa Pancasari, Kabupaten Buleleng, dalam Jurnal JUMPA Vol2. No.2
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik
dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Putra Grafika
Chew Ging, L. 2008. Tourism and Economic Growth: The Case of Singapore Regional and Sectoral Economic Studies, 8, 90-98
Fahrul, Rozana DKK. 2016. Strategi Pengemasan Wisata Trekking Di Daya TarikWisata Pura Mangening Dan Situs Gunung Kawi Tampaksiring, Gianyar,Bali dalam Laporan Penelitian Lapangan II Destinasi Pariwisata.
-
G, Goble, Frank dan A. Supratiknya. 1987. Mazhab Ketiga, Psikologi Humanistik Abraham Maslow. Kanisius p. 71
Gokovali, U dan Bahar, O. 2006. Contribution of Tourism to Economic Growth: A Panel Data Approach, Anatolia, 17(2), 155-167
Kadir, N dan Karim, M. Z. A. 2012. Tourism and Economic Growth in Malaysia: Evidence from Tourist Arrivals from Asean-S Countries. Economic Research, 25(4), 1089-1100
Kotler, phillip. 1994. Marketing management: Analysis, planning, implementation,control. Ed. 8. New Jersey: prentice hall.inc
Laksana, Dinov Sambadi Adistria dan Arida, I Nyoman Sukma. 2019.Strategi Pengemasan Wisata Heritage di Desa Wisata Kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar, Bali dalam Jurnal Destinasi Pariwisata Vol 7. No. 1
Mahagangga, I Gusti Agung, Suryawan, Ida Bagus, Anom, I Putu, Kusumanegara, I Made.2008.Evolusi Priwisata di Indonesia, Turismemorfosis di KabupatenBadung, Kabupaten Banyuwangidan Kabupaten Luwu Timur. Denpasar: Cakra Media Utama
Mahagangga, I Gusti Agung, Suryawan, Ida Bagus, Nugroho, Saptono, Sudana, I. P.2016.Pemetaan Jalur “Paket Wisata Pedesaan” di Desa Wisata Penglipuran, Kecamatan Banglu,
Kabupaten Bangli dalam Jurnal Udayana Mengabdi Vol 15. No. 2
Potter & Perry. 1994. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Ed. 4. Jakarta: EGC
Redona, R. 2015. Strategi Pengembangan Produk Kawasan Wisata Gunung Tidar. Yogyakarta: Sekolah Tinggi Pariwisata AMPT
Spillane, J. 1994. Pariwisata Indonesia (Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan). Yogyakarta: Kanisius
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta
Vernon, Raymond. 1996. The Economic Of Travel And Tourism.
Australia: Longman House
Wani, A dan Ariwangsa, I.M.B. 2016. Analisis Daya Tarik Wisata Minat Khusus Di Baliwoso CampDesa Pengotan Kabupaten Bangli, dalam Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 4 No.2
Sumber lain:
http://db.lib.uidaho.edu/ereserve/courses/b/business/380_01/lif e.pdf Diakses: 15 Juni 2019
https://www.bps.go.id/publication/2019/08/28/f2e676c8c2b7ae3 346a28b88/statistik-kunjungan-wisatawan-mancanegara-2018.htmlDiakses: 6 September 2019
https://banyuwangitourism.com/Diakses: 5 Januari 2021
378
Discussion and feedback