p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Problematika Kewilayahan dalam Pengembangan Desa Wisata Kerta

Niken a, 1, I Nyoman Sukma Arida a, 2

  • 1    nikenzhrh25@gmail.com, 2 sukma_arida@unud.ac.id

  • a Program Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

Kerta Tourism Village is one of tourism village that located in Bali. This tourism village is still in development stage and has some problems. The problems that arise are the problem that can be solved easily to the problems that can hinder the development of tourism village itself. The common problem is that there is no standardization of tourism village so that their development is irregular and the attraction places is in inappropriate areas and can interfere the territory of the village. Base on this condition, the goal of this research is to find out the problem about the territory problematics that exist in developing Kerta Tourism Village.

The research methodology used in this research is qualitative research with qualitative methods. The method are used in-depth interview technique and observation. The technique of determination of informants used is purposive sampling technique. Data sources used are primary and secondary data sources. Primary data in this research is sourced from direct observation to the research location by means of observation and interviews. While secondary data in this research are the data obtained from the documentation or studies library to complement the primary data from the locus of the research.

The results of this research showed that the exist problems about territory problematics at Kerta Rural Village are about over function of land, ownership, problematics of garbage and about the spatial rules. Therefore, it is necessary to make rules regarding land ownership and land function, make a warning board not to litter and completing the spatial design.

Keyword: Tourism Village, Territory Problematics, Kerta

  • I.    PENDAHULUAN

Sejalan dengan dinamika, gerak perkembangan pariwisata merambah dalam berbagai terminologi seperti, sustainable tourism development, rural tourism, ecotourism merupakan pendekatan pengembangan kepariwisataan yang berupaya untuk menjamin agar wisata dapat dilaksanakan di daerah tujuan wisata bukan perkotaan (Zakaria, dkk., 2014).

Salah satu pendekatan pengembangan wisata alternatif adalah desa wisata untuk pembangunan pedesaan yang berkelanjutan dalam bidang pariwisata. Keberadaan desa wisata menjadi isu sentral sejak tahun 2000-an dengan gagasan awal konsep yang cukup dikenal yaitu community based development (CBD) yang diimplementasikan dalam ranah pariwisata sebagai community based tourism (CBT). Gagasan pemberdayaan masyarakat menjadi isu yang penting sehubungan dengan kegagalan pola pembangunan top down yang dianggap sangat jakarta sentris. Konsep pemberdayaan masyarakat menjadi jawaban atas pemecahan segala permasalahan pembangunan termasuk sektor pariwisata dengan penekanannya kepada pola pembangunan bottom up atau pertemuan antara pola bottom up dengan pola top down (Mahagangga, dkk., 2015).

Terdapat banyak desa wisata di Bali yang masih dalam pengembangan dan satu di antaranya adalah Desa Kerta. Desa Kerta merupakan desa dinas yang berada di wilayah Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Desa yang berada di daerah pegunungan ini sedang

gencar-gencarnya dalam pengembangan desa wisata yang diharapkan dapat mendatangkan banyak wisatawan ke dalamnya

Dalam mengembangkan suatu desa menjadi desa wisata tidak dapat meniru mentah-mentah desa lain, tetapi harus mengembangkan keunikan yang dimiliki oleh suatu desa, dan keunikan inilah yang akan menjadi atraksi wisata yang berbeda dengan desa wisata lainnya atau dengan kata lain pengembangan desa wisata sebaiknya menggali otensitas potensi dan keunikan sendiri dari desa wisata yang bersangkutan (Sukma Arida, 2016).

Pengembangan yang harus dilakukan oleh sebuah desa untuk menjadi desa wisata tidak selalu berjalan dengan mulus. Problematika akan selalu muncul dalam prosesnya hingga menghambat pengembangan desa wisata tersebut. Problematika yang dimaksud adalah masalah atau persoalan (John M. dan Hassan Shadily, 2000).

Persoalan dalam pengembangan desa wisata ada bermacam-macam jenisnya. Mulai dari persoalan yang dapat dengan mudah diatasi hingga persoalan yang dapat menghambat proses pengembangan desa wisata itu sendiri. Persoalan yang muncul tersebut dapat berasal dari internal maupun eksternal. Beberapa persoalan tersebut antara lain adalah failitas serta sarana dan prasarana pendukung pariwisata yang tidak terpenuhi dengan baik, kurangnya promosi wisata, aksesibilitas yang sulit untuk mencapai desa wisata dan yang lazim ditemui adalah tidak adanya standarisasi desa wisata sehingga pengembangannya tidak teratur dan menempatkan atraksi di area-area yang tidak tepat dan dapat mengganggu kewilayahan dari desa

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

tersebut (Tunjung Wulan dan Parfi Khadiyanto, 2013).

Kewilayahan adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya (Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007). Ruang-ruang yang masuk ke dalam kewilayahan ini adalah bagian dari sebuah desa wisata yang akan menjadi tempat berbagai atraksi wisata yang ditawarkan dari desa wisata. Ruang-ruang dalam kewilayahan tersebut dibedakan menjadi tiga zona, yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan terbatas dan zona pemanfaatan (UU No. 5 tahun 1990). Berdasarkan kondisi tersebut maka fokus penelitian adalah problematika kewilayahan dalam pengembangan Desa wisata kerta.

Penelitian ini merujuk pada penelitian sebelumnya yang relevan, penelitian tersebut disusun oleh Tunjung Wulan dan Parfi Khadiyanto (2013) dengan judul ”Identifikasi Potensi dan Masalah Desa Wonosoco dalam upaya Pengembangan sebagai Desa Wisata di Kabupaten Kudus”. Penelitian ini membahas mengenai upaya pengembangan Desa Wisata Wonosobo sebagai desa wisata masih terdapat permasalahan. Permasalahan tersebut terkait dengan fasilitas serta sarana prasarana pendukung pariwisata yang dapat mempengaruhi kenyamanan wisatawan dilihat dari kualitas kondisi fisik serta ketersediaannya. Selain itu dilihat dari elemen penunjang pariwisatanya juga masih belum lengkap, masih kurang adanya promosi wisata dan sulitnya transportasi umum. Tidak kalah penting, yaitu permaslahan mengenai kehidupan sosial budaya masyarakat serta tingkat partisipasinya dalam mendukung pengembangan wisata di Desa Wonosobo. Penelitian sebelumnya memiliki fokus yang hampir sama dengan penelitian ini, yaitu membahas mengenai permasalahan yang ada dalam pengembangan Desa Wisata. Namun, penelitian ini lebih menekankan terhadap permasalahan kewilayahan dalam pengembangan Desa Wisata.

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Desa kerta, Kecamatan Payangan, Kabupaten Gianyar. Dari pusat kota Denpasar, dibutuhkan waktu lebih dari satu jam 30 menit berkendara untuk sampai ke Desa Kerta dengan jarak yang ditempuh sekitar 60km.

Penelitian menggunakan paradigma penelitian kualitatif sebagai fenomena untuk menemukan makna dan pemahamannya. Metodologi kualitatif

mengarah ke mikro dengan sasaran penelitian atau sample disebut sebagai informan. Informan dalam penelitian kualitatif lazim tidak lebih dari 10 orang atau bahkan mungkin kurang dari itu untuk mendapatkan kedalaman dan pemahaman dari data-data suatu penelitian secara emik (pandangan masyarakat lokal) maupun etik (pandangan keilmuan peneliti) (Anom, dkk., 2019).

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif yaitu bentuk data naratif, deskriptif dalam kata-kata mereka yang diteliti, dokumen pribadi laporan wawancara, catatan lapangan, artefak, dokumen resmi dan video (Moleong 2012). Sumber dari data tersebut berupa data primer yang merupakan data pokok atau utama yaitu kata-kata dan tindakan atau perilaku orang-orang yang diamati atau diwawancarai (Moleong, 2005). Sumber data selanjutnya adalah data sekunder yaitu data yang diambil dari sumber tertulis misalnya sumber dari buku, artikel ilmiah, sumber dari arsip, dokumen pribadi serta dokumen resmi (Moleong, 2005). Data primer yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data yang meliputi gambaran kewilayahan Desa Kerta dan persoalan-persoalan yang ada dalam pengembangan Desa Wisata Kerta. Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini berupa gambaran umum mengenai Desa Kerta yang meliputi letak dan kondisi wilayah.

Proses pengumpulan data dalam penelitian ini, teknik pertama yang digunakan adalah wawancara, (Setyadin, 2005), dokumentasi (Creswell, 2012), dan observasi (Sugiyono, 2014). Wawancara dalam penelitian ini dilakukan dengan Kepala Desa Kerta dan Tokoh Masyarakat Desa Kerta serta beberapa masyarakat Desa Kerta untuk mendapatkan data mengenai gambaran wilayah Desa Kerta dan persoalan kewilayahan di dalam segala ruang yang ada di Desa Kerta dan bagaimana pengembangan Desa Wisata Kerta. Teknik dokumentasi dilakukan untuk mencari data-data mengenai gambaran umum Desa Kerta. Observasi dilakukan melihat secara langsung gambaran kewilayahan Desa kerta dan juga untuk melihat persoalan kewilayahan yang ada dalam pengembangan Desa Wisata kerta.

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif yang dilakukan dengan reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman, 1992).

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

Desa Kerta merupakan desa dinas yang berada di wilayah Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Nama Desa Kerta sangat erat kaitannya dengans sebuah tempat suci yang ada di Desa Pekraman Kerta. Selain itu, nama desa ini juga sangat erat kaitannya dengan perjalanan suci seorang pendeta yang bergelar Maha Rsi dan Arsitek, yaitu Maha Rsi Markandiya.

Desa Kerta adalah satu dari Sembilan desa di

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar, yang berbatasan langsung dengan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Desa Kerta memiliki wilayah seluas 1442 hektar atau 14,42 km2. Luas tersebut terbagi menjadi delapan Banjar Dinas/Adat dan delapan Desa Pekraman. Di sebelah Utara berbatasan dengan Desa Banua, Desa Mangguh, dan Desa Langgahan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. Di sebelah Timur berbatasan  dengan Desa  Taro  Kecamatan

Tegalalang Kabupaten Gianyar. Di sebelah Selatan berbatasan  dengan  Desa  Puhu  Kecamatan

Payangan Kabupaten Gianyar. Di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Buahan dan Desa

Buahan Kaja Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Desa Kerta merupakan daerah pegunungan yang memiliki ketinggian 600-950 meter di atas permukaan laut, dengan topografi bergelombang landai dan berbukit-bukit). Daerah landai seluas 1.392,20 hektar, daerah aliran sungai (DAS) seluas 44,20 hektar, dan daerah perlindungan jurang (PJ) seluas 257,13 hektar.

Desa Kerta sebagai desa wisata yang masih dalam    tahap pengembangan menetapkan

standarisasi. Salah satu standarisasi yang ditetapkan  adalah  mengenai kewilayahan.

Kewilayahan Desa Kerta ditetapkan atas tiga zona yaitu zona konservasi, zona pemanfaatan terbatas dan zona pemanfaatan. Zona yang dimaksud adalah kawasan atau area yang memilki fungsi dan karakteristik lingkungan yang spesifik, maka zona ini memilki suatu identitas atau ciri yang berbeda dari area lain di sekitarnya. Penentuan zona yang ada di Desa Kerta ini ditetapkan berdasarkan aturan desa yang berpegang pada adat, budaya dan keseimbangan lingkungan. Setiap zona yang memiliki perbedaan tersebut, terdapat persoalan yang berbeda pula di setiap zonanya. Berikut adalah gambaran, persoalan di setiap wilayah dan aturan yang melindunginya.

  • a. Zona Konservasi

Zona konservasi merupakan wilayah yang dilindungi dan memiliki fungsi untuk menjaga keseimbangan ekologi, baik ekologi secara fisikal maupun ekologi yang bersifat non fisikal. Beberapa area yang masuk dalam konservasi ini adalah setra, hutan adat, dan area sekitar Pura.

Zona Konservasi yang merupakan zona yang     dilindungi     sering    terganggu

keseimbangannya akibat aktivitas manusia. Area setra, area hutan adat dan area Pura di Desa Kerta yang termasuk dalam zona konservasi ini sangat dijaga segala bentuk aktivitasnya oleh masyarakat lokal dan memiliki beberapa aturan tersendiri yang harus dipatuhi. Masyarakat lokal percaya bahwa area-area tersebut harus dilindungi dan memiliki akibat yang cukup fatal jika dilarang

aturan yang sudah ditetapkan.

Aturan memang dibuat untuk dipatuhi namun, masih terdapat banyak orang yang kurang atau bahkan tidak peduli dengan aturan-aturan tersebut, berikut adalah gambaran, aturan dan persoalan dari setiap area yang termasuk dalam zona konservasi.

  • 1.    Area Pemakaman

Tetua-tetua desa di Bali sering menyebut setra (kuburan) sebagai rumah sesungguhnya bagi setiap manusia, karena disanalah perjalanan akhir manusia setelah menjalani kehidupan di dunia.Setra sebagai tempat akhir kehidupan yang dilakukan penguburan atau pengembalian unsur panca maha buta atau ngaben bagi umat Hindu. Desa Kerta yang merupakan desa dengan mayoritas penduduk pemeluk agama Hindu tentu saja memiliki setra di dalam desa tersebut. Desa Kerta memiliki delapan setra yang tersebar di delapan banjar yang ada.

Area setra yang merupakan area pemakaman bagi pemeluk agama Hindu ini memiliki beberapa aturan yang harus dipatuhi agar tetap terjaga kesakralannya. Beberapa aturan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, di area setra dilarang mengganggu tanaman.Yang dimaksud dilarang mengganggu tanaman di sini adalah, setiap orang yang masuk ke area setra dilarang merusak baik itu dengan cara mencabut, memetik, maupun menebang tanaman yang ada di setra.

Selanjutnya, di area setra dilarang merusak fasilitas.Fasilitas di setiap area atau pun tempat pasti diharapkan terjaga dari kerusakan yang dapat merusak dan dapat mengurangi fungsi dari

fasilitas tersebut. Area setra di Desa Kerta memiliki fasilitas yang harus dihindari dari kerusakan. Seperti halnya, tidak mencoret-coret fasilitas yang ada. walaupun terlihat sebagai hal yang kecil namun hal tersebut dapat mengurangi makna dan fungsi dari fasilitas tersebut.

Dari aturan-aturan yang telah ditetapkan, pasti akan ada aturan yang dilanggar. Berdasarkan hasil wawancara selama penelitian ini berlangsung, area setra di Desa Kerta memang masih terjaga. Namun, dikhawatirkan jika nantinya Desa Wisata Kerta sudah berkembang dan banyak wisatawan yang datang ke Desa Kerta dapat melanggar aturan-aturan yang ada. Bahkan dikhawatirkan, area setra yang harusnya dijaga kesakralannya akan terusik dengan kegiatan yang muncul untuk menunjang kegiatan wisata. Misalnya saja masyarakat yang berjualan di area sekitar setra. Dari kegiatan berjualan tersebut dapat juga

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

menimbulkan permasalahan sampah. Dikhawatirkan  sampah tersebut dapat

berserakan di area setra yang harusnya dijaga dengan  baik kesakralan tempat

tersebut.

  • 2.    Area Hutan Adat

Hutan adat adalah hutan milik adat yang sudah ada sejak dahulu. Hutan adat identik dengan keramat, sehingga keberadaannya sangat dijaga dan dilestarikan oleh masyarakat adat. Desa Kerta memiliki hutan adat yang cukup luas, tersebar di delapan Desa Adat/Pekraman. Empat dari delapan desa adat yang ada, yaitu Desa Adat Margtengah, Desa Adat Seming, Desa Adat Penyabangan, dan Desa Adat Pilan. Dari keempat desa adat tersebut, Desa Adat Pilan memiliki hutan adat paling luas, yang kondisinya masih sangat alami dan lestari. Di dalam hutan tersebut terdapat tempat suci/pura yang sederhana, tetapi    sangat dikeramatkan    oleh

masyarakat setempat.

Hutan adat bukan seperti hutan pada umumnya. Hutan yang terdapat di empat banjar yang ada di Desa Kerta ini diyakini keramat dan merupakan area yang disakralkan. Maka ada aturan yang harus dipatuhi dalam area ini. Larangan yang menjadi aturan utama adalah dilarang merusak dan menebang segala tanaman yang ada. Selain karena banyak tanaman langka di dalamnya, alasan lain tanaman yang ada dilarang ditebang adalah karena hutan ini memiliki sifat sakral. Walaupun hutan pada umumnya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat tetapi tidak dengan hutan adat ini.

Hutan adat yang dianggap sakral maka dipercaya ada akibat yang cukup membahayakan yang akan diterima oleh setiap orang yang melanggar larangan tersebut.

Seperti salah satu cerita yang diceritakan oleh Kepala Desa Kerta, I Made Gunawan yaitu:

“Iya, waktu itu ada yang menebang pohon di hutan adat. Ada sekitar empat batang pohon yang besar-besar diambil. Lalu batang pohon tersebut dibawa dengan dua truk. Tidak jauh dari tempat mengambil batang pohon tersebut, truk yang membawa batang pohon tersebut tergelincir dan batang-batang pohon yang dibawa tersebut jatuh. Akhirnya batang-batang

pohon tersebut dibiarkan di pinggir jalan dekat hutan adat tersebut. Tidak hanya itu saja, pelaku penebang pohon

tersebut malamnya juga ditunggui oleh empat harimau di sekitar hutan adat tersebut.”

Dari pernyataan Kepala Desa Kerta tersebut dapat dilihat, aturan tidak selamanya ditaati. Akan selalu ada pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dikhawatirkan, selain ditebang pohon-pohon tersebut sebagian lahan dari hutan adat tersebut juga digunakan untuk kepentingan lainnya. Misalnya jika kegiatan pariwisata di Desa Kerta sudah berkembang, ada kemungkinan jika sebagian lahan dari hutan adat tersebut akan dijadikan untuk kegiatan pariwisata. jika hal tersebut benar terjadi, dapat mengurangi nilai kesakralan dari hutan adat tersebut.

Gambar 2: Hutan Adat

Sumber: Dokumentasi penelitian 2018

  • 3.    Area Pura

Pura adalah istilah tempat ibadah agama Hindu di Indonesia. Secara etimologi kata pura berasal dari akhiran bahasa Sansekerta (-pur, -puri, -puram, -pore), yang artinya adalah kota, kota berbenteng atau kota dengan menara atau istana. Pada awalnya, istilah Pura berasal dari bahasa Sansekerta, yang berarti kota atau benteng yang sekarang artinya berubah menjadi tempat pemujaan Sang Hyang Widhi. Sebelumnya, tempat suci/ tempat pemujaan disebut Kahyangan atau Hyang.

Penduduk yang mayoritas beragama Hindu, tentu saja Desa Kerta memiliki banyak Pura sebagai tampat melakukan persembahyangan mereka. Jumlah dan jenis Pura di setiap banjarnya berbeda, hanya saja di setiap banjar pasti memiliki Pura Kahyangan 3.

Sama seperti dengan tempat peribadatan lainnya, Pura juga memiliki aturan untuk menjaga kesucian dari tempat peribadatannya. Aturan pertama adalah aturan mengenai pakaian yang digunakan saat memasuki Pura. Untuk memasuki Pura setidaknya setiap orang memakai baju adat ringan (baju, kamen/kain dan selendang). Hal ini dimaksudkan agar terlihat sopan karena tempat yang didatangi adalah tempat peribadatan.

Lalu, bagi wanita yang sedang menstruasi

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

juga dilarang untuk memasuki area Pura demi menjaga kesucian Pura tersebut. Dan juga dilarang untuk merusak segala hal yang ada di Pura, seperti mencoret-coret tembok yang ada. Karena hal tersebut dapat mengurangi makna suci dari tempat peribadatan bagi agama Hindu tersebut.

Sama seperti dua area yang termasuk dalam zona konservasi, area Pura yang hingga saat ini masih terjaga kesuciannya dikhawatirkan terusik oleh para pelanggar aturan yang telah ditetapkan sebelumnya. Beberapa persoalan yang dikhawatirkan jika Desa Wisata Kerta terus berkembang dan akan banyak wisatawan yang datang adalah: (1) permasalahan sampah yang dibuang sembarangan di area Pura yang harusnya dijaga dengan baik kebersihannya agar tetap terjaga kesuciannya. (2) permasalahan lain adalah wisatawan yang melewati batasan area yang boleh untuk didatangi, dikhawatirkan mereka memasuki area yang dilarang hanya untuk sekedar berfoto tanpa memperhatikan batasan yang ditentukan. Hal-hal tersebut jika terjadi dapat membuat kesucian tempat peeribadatan para pemeluk agama Hindu terusik

Gambar 1: Pura Alas Angker Sumber: Dokumentasi penelitian 2018

  • b.    Zona Pemanfaatan Terbatas

Zona pemanfaatan terbatas yang merupakan wilayah yang hanya bisa dimanfaatkan sebagai fungsi-fungsi tertentu dan harus dipertahankan agar fungsinya tidak berubah. Maka, untuk menjaga agar fungsinya tidak berubah ditetapkan beberapa aturan. Namun sayangnya aturan tersebut kadang kala tetap dilanggar oleh beberapa oknum. Berikut adalah uraian mengenai gambaran, aturan dan persoalan dari zona pemanfaatan terbatas.

  • 1.    Area Mata Air

Mata air adalah sebuah keadaan alami di mana air tanah mengalir keluar dari akuifer menuju permukaan tanah. Mata air dapat terjadi karena air permukaan meresap ke dalam tanah dan menjadi air tanah. Air tanah kemudian mengalir melalui retakan dan celah di dalam tanah yang dapat berupa celah kecil sampai gua bawah tanah. Air tersebut

pada akhirnya akan menyembur keluar dari bawah tanah menuju permukaan dalam bentuk mata air. Keluarnya air menuju permukaan tanah, dapat merupakan akibat dari akuifer terbatas, di mana permukaan air tanah berada di elevasi yang lebih tinggi dari tempat keluar air.

Sumber mata air yang ada dapat dikatakan cukup melimpah sehingga membuat Desa Kerta selain menjadi sumber air bagi masyarakatnya sendiri, namun juga sebagai sumber PDAM untuk kawasan Bali Selatan. Berikut beberapa titik area mata air yang ada di Desa Kerta.

Aturan yang terdapat di area mata air di Desa Kerta belum terlalu mendalam. Aturannya hanya sebatas menjaga kebersihan area mata air tersebut. Setiap orang yang mengambil air, harus memperhatikan segala bentuk sampah agar area mata air tidak tercemar dan sumber air dapat terjaga keberlangsungannya. Tetapi banyak yang masih acuh akan aturan tersebut. Walaupun tidak dalam jumlah banyak, namun sudah terdapat sampah yang dibuang dengan asal oleh orang-orang yang tidak menaati aturan tersebut. Hal ini jika terus dibiarkan akan mencemari area mata air yang ada di Desa Kerta dan mebuat area mata air tercemar. Jika area mata air tercemar, Desa Kerta akan memiliki nilai minus dari calon wisatawan yang akan berkunjung.

  • 2.    Sempadan Jurang

Sempadan jurang adalah batas luar pengaman yang ditetapkan dalam mendirikan bangunan dan atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan jurang. Selama perjalanan masuk ke Desa Kerta, akan ditemui jurang – jurang yang dalam dan cukup berbahaya.

Sempadan jurang merupakan area yang cukup berbahaya karena berada tepat tepi jurang yang dalam. Sempadan jurang di Desa Kerta memiliki pemandangan indah yang sangat menarik untuk dipandang. Namun sayangnya Desa Kerta belum memiliki aturan yang kuat untuk menjaga sempadan jurang tersebut.

Terdapat sebuah daya tarik di Desa Kerta yang memanfaatkan sempadan jurang. Dengan memanfaatkan sempadan jurang tersebut, daya tarik tersebut memiliki pemandangan yang sangat indah dan menarik para wisatawan untuk berkunjung. Namun sebenarnya hal tersebut cukup berbahaya dan menimbulkan berbagai masalah jika tidak ada penjagaan yang baik.

Daya tarik tersebut membuat pohon di sempadan jurang ditebang agar wisatawan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

dapat menikmati pemandangan tanpa terhalang oleh pohon-pohon tersebut. Hal tersebut dapat menimbulkan bahaya tanah longsor selain itu juga mengurangi keasrian dari Desa Kerta. Selain itu, dengan adanya daya tarik di sempadan jurang juga dapat membahayakan keselamatan wisatawan. Mereka yang tidak berhati-hati dapat jatuh ke jurang yang tidak ada penjagaannya.

  • c.    Zona Pemanfaatan

Zona Pemanfaatan adalah wilayah yang dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk fungsi-fungsi yang mendukung kehidupan masyarakat sekitar dengan tetap memperhatikan daya dukung dan kelestariannya. Berikut adalah gambaran, aturan dan persoalan dari setiap area yang termasuk dalam zona konservasi.

  • 1.    Permukiman

Permukiman adalah perumahan dengan segala isi dan kegiatan yang ada di dalamnya. Berarti permukiman memiliki arti lebih luas daripada perumahan yang hanya merupakan wadah fisiknya saja, sedangkan permukiman merupakan perpaduan antara wadah (alam, lindungan, dan jaringan) dan isinya (manusia yang hidup bermasyarakat dan berbudaya di dalamnya) (Kuswartojo, 1997 ).

Desa yang terdiri dari sekitar 5000 jiwa (55% laki-laki dan 45%) ini memiliki delapan banjar yang tersebar di dalam desa. Permukiman yang asri masih terlihat di kedelapan banjar tersebut. Memiliki wilayah yang cukup luas membuat permukiman di Desa Kerta berjarak cukup jauh dari satu banjar ke banjar lainnya.

Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala Desa Kerta, dapat diketahui bahwa sekitar 40% rumah yang ada di Desa Kerta sudah bukan milik masyarakat asli Desa Kerta. Hal ini membuat mulai banyaknya rumah-rumah yang sebelumnya berbentuk rumah tradisional Bali menjadi rumah dengan gaya modern. Jika rumah trdisional Bali tersebut terus berkurang, dikhawatirkan wisatawan yang akan datang ke Desa Wisata Kerta akan mengurungkan niatnya untuk datang ke Desa Wisata Kerta.

Selain itu, banyak rumah warga yang halaman depannya dijadikan sebagai warung. Hal ini akan menurangi nilai keindahan dari permukiman desa wisata yang telah dibayangkan oleh para calon wisatawan. Seharusnya, ada wilayah-wilayah tersendiri untuk membangun warung agar nilai rumah tradisional Bali yang ada tidak berkurang agar

wisatawan tetap bisa menikmati pemandangan rumah tradisional Bali yang sesungguhnya.

  • 2.    Fasilitas Umum

Fasilitas umum adalah segala sesuatu yang dapat memudahkan dan melancarkan pelaksanaansuatu usahayang diadakan untuk kepentingan umum. Contoh dari fasilitas umum adalah seperti fasilitas pendidikan dan fasilitas kesehatan.

Dalam menunjang segala kegiatan yang ada di Desa Kerta, dibutuhkan fasilitas umum. Fasilitas umum yang terdapat di Desa Kerta dapat dibilang cukup lengkap dengan kondisi yang cukup baik.

Gambar 3: Fasilitas Kesehatan Sumber: Dokumentasi Penelitian 2018

Gambar 4: Fasilitas Pendidikan Sumber: Dokumentasi Penelitian 2018

  • 3.    Potensi Desa

Potensi adalah daya, kekuatan, kesanggupan dan kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan. Jadi Potensi desa adalah daya, kekuatan, kesanggupan dan kemampuan yang dimiliki oleh suatu desa yang mempunyai kemungkinan untuk dapat dikembangkan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Secara garis besar potensi desa dapat dibedakan menjadi dua; pertama adalah poteni fisik yang berupa tanah, air, iklim, lingkungan geografis, binatang ternak, dan sumber daya manusia. Kedua adalah potensi

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

non-fisik berupa masyarakat dengan corak dan interaksinya, lembaga-lembaga sosial, lembaga pendidikan,dan organisasi sosial desa, serta aparatur dan pamong desa.

Desa Kerta sangat kaya akan potensi desa yang dimilikinya. Potensi desa tersebut yang selanjutnya dapat dijadikan potensi wisata untuk kegiatan wisata di Desa Kerta yang akan berlangsung. . Segala bentuk potensi ini sangat erat kaitannya dengan pengembangan Desa Wisata Kerta. Walaupun sudah memiliki potensi yang melimpah, tetap saja terdapat beberapa persoalan.

Persoalan pertama adalah mengenai aturan tata ruang untuk penentuan letak potensi yang dapat dijadikan atraksi wisata. Desa Kerta belum memiliki aturan tata ruang dalam pengembangan desa wisatanya hingga saat ini. Selain itu juga terdapat alih fungsi lahan di potensi desa.

Selain dari persoalan di atas, dikhawatirkan akan terjadinya alih kepemilikan dari potensi desa yang melimpah tersebut. Kekhawatiran lain pada potensi desa dalam pengembangan desa wisata ini adalah permasalahan sampah yang sulit untuk dihindari.

Berdasarkan penjelasan mengenai gambaran, aturan dan juga persoalan kewilayahan yang ada dalam pengembangan Desa Wisa Kerta, maka dapat disimpulkan persoalan yang ada dalam tabel berikut:

Tabel 1

Persoalan Kewilayahan Desa Kerta

Zona

Area

Persoalan

Konservasi

Setra

Pengambilan lahan untuk berjualan

Permasalahan sampah berserakan

Hutan Adat

Pengambilan lahan untuk berjualan

Pengambilan lahan untuk kegiatan pariwisata

Permasalahan sampah yang berserakan

Pura

Permasalahan

sampah berserakan

Pemanfaatan Terbatas

Mata Air

Permasalahan sampah berserakan

Sempadan Jurang

Alih fungsi lahan

Pemanfaatan

Permukiman

Alih Kepemilikan

Alih Fungsi Lahan

Potensi Desa

Alih Kepemilikan

Alih fungsi Lahan

Permasalahan sampah berserakan

Permasalahan aruran tata ruang

Sumber : Penelitian Lapangan 2018

Persoalan-persoalan mengenai kewilayahan yang ada dalam pengembangan Desa Wisata Kerta dapat ditanggulangi maupun dicegah dengan berbagai cara. Cara-cara yang mungkin dapat dilakukan untuk melindungi Desa Kerta dari persoalan-persoalan tersesbut adalah sebagai berikut:

  • a.    Upaya Perlindungan untuk Alih kepemilikan

Alih kepemilikan adalah perubahan kekuasaan yang didukung secara sosial untuk memegang kontrol terhadap sesuatu yang dimiliki secara eksklusif dan menggunakannya untuk tujuan pribadi.

Agar terhindar dari ancaman alih kepemilikan diperlukan upaya yang dilakukan oleh pihak desa maupun dari masyarakatnya tersendiri. Dari pihak Desa, berencana akan membuat peraturan mengenai kepemilikan lahan. Selain itu juga, akan diadakannya sosialisasi kepada masyarakat pentingnya kepemilikan lahan tersebut. Membuat mindset masyarakat peduli terhadap lahan yang dimiliki dan membuat mereka tidak mudah tergiur dengan iming-iming harga lahan yang ditawarkan oleh calon pembeli lahan tersebut.

  • b.    Upaya Perlindungan untuk Alih Fungsi Lahan

Alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan dari fungsinya semula (seperti yang direncanakan) menjadi fungsi lain yang menjadi dampak negatif (masalah) terhadap lingkungan dan potensi lahan itu sendiri. Alih fungsi lahan juga dapat diartikan sebagai perubahan untuk penggunaan lain disebabkan oleh faktor-faktor yang secara garis besar meliputi keperluan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang makin bertambah jumlahnya dan meningkatnya tuntutan akan mutu kehidupan yang lebih baik.

Upaya yang akan dilakukan pihak desa untuk

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

menghindari ancaman alih fungsi lahan adalah membuat peraturan mengenai fungsi yang seharusnya dijalankan di setiap lahan yang ada di Desa Kerta. Jadi, setiap lahan memiliki posnya masing-masing. misalkan saja persawahan, digunakan hanya untuk menanam padi dan dapat juga dijadikan objek pemandanganpara wisatawan. Bukan dijadikan sebagai akomodasi atau lainnya.

  • c.    Upaya Perlindungan untuk Permaslahan Sampah

Sampah didefinisikan sebagai semua bentuk limbah berbentuk padat yang berasal dari kegiatan manusia dan hewan kemudian dibuang karena tidak bermanfaat atau keberadaannya tidak diinginkan    lagi.    (Tchobanoglus,    1993).

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, definisi sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Peraturan Pemerintah No.81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga dijelaskan lagi tentang definisi sampah rumah tangga adalah sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga yang tidak termasuk tinja dan sampah spesifik. Sampah sejenis sampah rumah tangga adalah sampah rumah tangga yang berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dan/atau fasilitas lainnya.

Permasalahan sampah masih sulit diatasi. Pihak desa akan memberikan papan peringatan di beberapa titik yang mungkin akan ramai dikunjungi wisatawan. Selain itu, akan dibentuk tim khusus kebersihan yang akan menjaga kebersihan dari Desa Wisata Kerta nantinya.

  • d.    Upaya Perlindungan untuk Tata Ruang

Tata ruang merupakan wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik yang direncanakan mapun tidak direncanakan. Tujuan tata ruang adalah terselenggaranya pemanfaatan ruang berwawasan lingkungan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan nasional. Sehingga kehidupan yang harmonis, lestari dan asri dapat terus berlangsung.

Perencanaan tata ruang Desa Wisata Kerta sedang berlangsung. Perancangan aturan tata ruang ini merupakan sebuah bentuk upaya agar tata ruang Desa Wisata Kerta tertata dengan rapi sesuai dengan aturan desa. Selain itu, hal ini diperlukan agar jika ada pembangunan dilakukan di tempat yang memang semestinya.

  • IV. KESIMPULAN

Berdasarkan    hasil    penelitian    mengenai

problematika kewilayahan dalam pengembangan Desa Wisata Kerta dengan membagi wilayah Desa Wisata Kerta menjadi tiga zona yaitu;

  • a.    Zona Konservasi

Dalam zona konservasi terdapat setra, hutan adat, dan Pura.

  • b.    Zona Pemanfaatan Terbatas

Dalam zona pemanfaatan terbatas terdapat area mata air dan sempadan jurang.

  • c.    Zona Pemanfaatan

Dalam    zona    pemanfaatan    terdapat

permukiman, fasilitas umum dan potensi desa.

Dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa persoalan yang dialami Desa Wisata Kerta. Problematika kewilayahan yang dialamin berupa persoalan-persoalan berikut:

  • a.   Ancaman alih kepemilikan lahan

  • b.   Alih fungsi lahan

  • c.   Permasalahan sampah

  • d.   Permasalahan aturan tata ruang

Dengan demikian, maka perlu adanya upaya -upaya agar terhindar dari problematika tersebut. Upaya yang akan dilakukan pihak Desa Wisata Kerta berupa:

  • a.    Pembuatan aturan mengenai kepemilikan lahan dan fungsi lahan.

  • b.    Desa Kerta akan menambahkan papan pengingat agar wisatawan tidak membuang sampah sembarangan

  • c.    Desa Wisata Kerta segera menyelesaikan perancangan aturan tata ruangnya.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

DAFTAR PUSTAKA

Anom, I P. dan Mahagangga, IG.A.O. (2019). Handbook Ilmu Pariwisata Karakter dan Prospek. Jakarta: Prenadamedia Group.

Arida, Nyoman Sukma. 2017. Ekowisata. Denpasar : Cakra Press

Arida, Nyoman Sukma. 2016. Dinamika Ekowisata Tri Ning Tri di Bali. Denpasar: Pustaka Larasan

Antara, Made. 2016. Panduan Tata Kelola Desa Wisata Kenderan. Gianyar: Pelawa Sari

Bungin, Burhan. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Grafindo Persada

Creswell, John W. 2012. Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Gunawan, I.M. 2016. Pengembangan Agrowisata untuk Kemandirian Ekonomi dan Pelestarian Budaya di Desa Kerta, Payangan Gianyar. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA).

Gunawan, I.M. 2016. Pengembangan Agrowisata Desa Kerta Sebagai Pariwisata Berkelanjutan di Kawasan Agropolitan Payangan Kabupaten gianyar. Tesis.Denpasar: Universitas Udayana.

John M. Echols dan hasan Shadily. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: Gramedia.

Kuswartojo. 1997. Perumahan dan Pemukiman yang Berwawasan Lingkungan. Jakarta:  Direktorat

Jenderal Pendidikan TInggi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Mahagangga, I. G. A. O., Sos, S., Anom, I. P., Par, M., & Suryasih, I. A. (2015). Kajian Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Badung. In Seminar Nasional Sains Dan Teknologi (Senastek). Retrieved from https://www.                          academia.

edu/24826896/KAJIAN_PENGEMBANGAN_DESA_W ISATA_DI_KABUPATEN_BADUNG.

Miles, B. Mathew dan Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif Buku Smber Tentang Metode-Metode baru. Jakarta: UIP.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Paturusi, Syamsul A. 2007. Pengembangan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Press UNUD

Setyadin. 2005. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi Aksara.

Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tunjung Wulan dan Parfi Khadiyanto. 2013. Identifikasi Potensi dan Masalah Desa Wonosoco dalam Upaya Pengembangan Sebagai Desa Wisata Di Kabupaten Kudus. Jurnal Ruang Volume 1 Nomor 1.

Perundang – Undangan:

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya.

Zakaria, F.,  & Suprihardjo, R. (2014). Konsep

Pengembangan Kawasan Desa Wisata di Desa Bandungan Kecamatan Pakong Kabupaten Pamekasan. Jurnal teknik ITS, 3(2), C245-C249.

136