Jurnal Destinasi Pariwisata                                          p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937

Vol. 9 No 1, 2021

Analisis Kinerja Dinas Pariwisata Dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat Dalam Pengelolaan Gua Batu Cermin

Filomena Harsiana a, 1, Dr. I Nyoman Sukma Arida a, 2, Saptono Nugroho a, 3

a Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata,Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris, Denpasar, Bali 80232 Indonesia

Abstract

West Manggarai Regency is one of the super priority tourism destinations development program from Central Government Republic of Indonesia. West Manggarai Regency is part of the East Nusa Tenggara Province with tourism potential namely natural, beach and cultural potential. Tourism development of tourism in West Manggarai provides positive expectations for the welfare of the local community. The existing condition of West Manggarai shows that tourism policy has not brought changes to the economic value of West Manggarai Regency. The purpose of this study is to align policy plans with the implementation of tourism development policies in West Manggrai Regency. This type of research is qualitative research, data collection techniques through observation, interviews and documentation. Determination of informants in this study using a purposive sampling technique. Analysis of the data used is qualitative descriptive. The results of the analysis of tourism development policies in West Manggarai, are inseparable from the four tourism pillars contained in the regional tourism development master plan (RIPPARDA) of West Manggarai Regency, namely the development of tourism destinations, the development of the tourism industry, the development of tourism marketing, and the development of tourism institutions. The implementation of policies in accordance with the directions of the RIPPARDA has not been maximally implemented in the tourism sector. Communities pursue changes in welfare through economic value, but all require time and process so that tourism planning and development can be felt by local people.

Keyword : tourism policy, torusim development, west manggarai

  • I.    PENDAHULUAN

Suatu pengelolaan pariwisata dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang dapat mengelola dan mengontrol suatu organisasi agar berjalan dengan baik (Leiper, 1990). Pengelolaan pariwisata sangat dipengaruhi oleh peran aktor-aktor pariwisata. Aktor dan institusi penopang pariwisata menentukan arah dan perkembangan pembangunan pariwisata (Mahagangga, dkk., 2018).

Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat berusaha membenahi Kepariwisataan Manggarai Barat dari segala aspek dengan tujuan mendukung pariwisata Labuan Bajo super premium dan super prioritas sehingga sektor pariwisata menjadi sumber dana strategis untuk menunjang pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat. Agar potensi kepariwisataan dapat berkembang dan dapat dijual sebagai produk andalan, harus ditangani oleh tenaga professional di bidang kepariwisataan. Dalam hal ini tenaga professional dimaksud adalah tenaga-tenaga aparatur pemerintah pengelola pariwisata yang mampu menggerakan organisasi pariwisata dan masyarakat dalam membangun sektor kepariwisataan.

Pengelolaan daya Tarik wisata oleh Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat salah satunya adalah daya Tarik wisata Gua Batu Cermin. Sebagai suatu daya tarik wisata alam sekaligus sejarah yang berada di Pusat Kota yang menawarkan salah satu produk Kesenian Budaya, Gua Batu Cermin harus memiliki suatu pengelolaan yang

tepat, sehingga nilai seni dan budaya tersebut tetap terjaga. Selain itu, atraksi yang ditawarkan di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin tidak terlepas dari berbagai persepsi wisatawan yang akan mempengaruhi eksistensi suatu produk wisata baik itu daya tarik wisata maupun atraksi wisata. Wisatawan yang menikmati suatu produk wisata yang menarik, akan memiliki persepsi tersendiri sehingga mampu memberikan dampak terhadap keberadaan produk wisata tersebut. Persepsi wisatawan juga sangat dibutuhkan dalam mengelola Gua Batu Cermin sebagai daya Tarik wisata di Kota Labuan Bajo. Dimana melalui persepsi wisatawan, dapat dilakukan pengelolaan yang tepat serta sebagai sarana promosi kepada wisatawan lainnya. Daya Tarik wisata Gua Batu Cermin sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat sejak tahun 2007 hingga tahun 2019, artinya sudah berjalan selama 12 tahun. Namun hasil observasi terdahulu menemukan bahwa Pengembangan dan Pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin yang sudah berjalan selama 12 tahun tersebut kurang maksimal, seperti ketersediaan amenitas yang kurang memadai. Salah satu contohnya adalah sejak keberadaan Gua Batu Cermin sebagai daya Tarik wisata dan belum dikelola hingga saat ini sudah dikelola oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan ketersedian Toilet sebagai salah satu fasilitas pendukung yang penting di suatu daya Tarik wisata belum ada.

Oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi terhadap kinerja dalam pengelolaan daya Tarik wisata. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

kinerja Dinas Pariwisata dan Kebudayaan dalam Pengelolaan daya tarik wisata Gua Batu Cermin. Hasil penelitian diharapkan menjadi bahan referensi dan sebagai acuan dalam pengembangan suatu daya tarik wisata.

Hasil penelitian sebelumnya oleh Mami (dkk., 2020) berjudul Respon masyarakat desa Batu Cermin dalam pengembangan daya tarik wisata Gua Batu Cermin, Labuan Bajo menghasilkan temuan bahwa masyarakat lokal belum antusias dalam pengembangan Gua Batu Cermin sebagai daya tarik wisata. Dalam arti kesadaran dan keaktifannya belum optimal meskipun secara umum menduku program kerja Dinas Pariwisata setempat (Mami, dkk., 2020).

Hasil penelitian Sugiarto, (dkk., 2020) menghasilkan temuan penelitian terdapat sejumlah kendala dalam pengembangan pariwisata di Labuan Bajo. Mulai dari kendala anggaran dana pemerintah daerah, SDM, kondisi geografis cukup sulit, tata ruang-zonasi dan mensinkronkan visi-misi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (Sugiarto, dkk., 2020).

  • II.    Metode Penelitian

Gua Batu Cermin adalah Gua atau terowongan dengan luas 19 hektar dan tingginya sekitar 75 meter. Saat disinari cahaya senter maupun cahaya matahari stalagtit dan stlagmit dalam Gua terlihat berkilau. Kilauan ini disebabkan oleh kandungan Garam yang terdapat di dinding-dinding Gua. Sinar Matahari memasuki Gua melalui dinding-dinding Gua dan cahanya dipantulkan di dinding batu sehingga merefleksikan cahaya kecil ke area lainnya dalam Gua, hal ini terlihat seperti Cermin. Sehingga masyarakat menyebut Gua ini dengan nama Gua Batu Cermin.

Teknik Pengumpulan Data yang digunakan yaitu observasi (Sugiyono, 2009), wawancara (Moleong, 2005) dan dokumentasi untuk mendapatkan data yang dibutuhkan (Sugiyono, 2015). Metode analisis Importance Performance Analysis (IPA) dan Metode Perbandingan Berpasangan digunakan sebagai rangkaian teknik analisis data secara deskriptif kuantitatif. Teknik analisis data kualitatif juga digunakan sbeagai upaya penafsiran terhadap data angka yang diperoleh (Sugiyono, 2014).

  • III.    Hasil dan Pembahasan

Pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin terbagi menjadi 6 (enam) aspek yakni aspek organisasi dan program, aspek pemasaran, aspek sumber daya manusia, aspek keuangan,

aspek produk dan operasi, aspek sistem informasi dan manajemen.

Hail Evaluasi Kinerja dengan Importance Performance Analysis (IPA)

Kuadran A merupakan kuadran yang memuat atribut yang dianggap penting oleh pengunjung namun kenyataannya belum sesuai dengan yang diharapkan oleh pengunjung, sehingga kinerjanya perlu diperbaiki atau ditingkatkan lagi. Atribut-yang berada di kuadran A adalah ketersedian Toliet (atribut no. 7). Hasil analisis kuadran yang ditunjukan pada gambar berikut :

1. Kuadran A

Terdapat 1 buah toilet yang ada di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin dengan kondisi toilet yang kurang bersih dan tidak terawat, sehingga toilet jarang digunakan oleh pengunjung karena terkesan jorok dan kurang memadai. Diharapkan pengelola dapat lebih memperhatikan kebersihan toilet agar pengunjung bisa menggunakan dan nyaman ketika digunakan. Selain itu ketersediaan toilet disuatu daya Tarik wisata sangat penting, sehingga harus lebih diperhatikan.

  • 2.    Kuadran B

Kuadran B merupakan kuadran yang dianggap penting oleh pengunjung serta atribut-atribut tersebut telah sesuai dengan yang diharapkan pengunjung. Atribut-atribut yang berada di kuadran B adalah atraksi wisata yaitu Pementasan Budaya (atribut no. 1), lahan parkir (atribut no. 6), papan nama tempat wisata (atribut no. 9), tempat sampah (atribut no. 10), jalur hijau (atribut no. 11), kebersihan (atribut no. 12), keamanan (atribut no. 13), kenyamanan (atribut no. 14). Atribut yang berada di dalam kuadran B kinerjanya sudah sesuai dengan yang diharapkan oleh pengunjung, atribut tersebut memiliki prioritas untuk dipertahankan. Atribut-atribut yang berada di kuadran B adalah yang berkaitan dengan fasilitas dan pelayanan umum, kebersihan, keamanan, serta kenyamanan pengunjung selama berada di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

  • 3.    Kuadran C

Kuadran C merupakan dianggap kurang penting oleh pengunjung dan kinerjanya tergolong biasa saja. Atribut-atribut yang berada di dalam kuadran C adalah kuliner (atribut no. 4), souvenir (atribut no. 5). Hal ini berarti bahwa atribut-atribut tersebut dianggap kurang penting oleh pengunjung dan kinerjanya juga biasa saja sehingga kurang memuaskan bagi pengunjung. Variasi kuliner di kawasan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin terbilang masih kurang karena pedagang yang berjualan atau warung yang tersedia hanya ada 2 buah warung. Begitupun halnya dengan souvenir. Sehingga pengunjung merasa kurang puas. Atribut-atribut yang berada di kuadran C adalah yang berkaitan dengan atraksi wisata di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin.

  • 4.    Kuadran D

Kuadran D merupakan kuadran yang dianggap tidak penting oleh pengunjung, tetapi dilaksanakan dengan sangat memuaskan oleh pengelola. Atribut-atribut yang berada di kuadran D adalah menyusuri Gua (atribut no.2), spot Foto (atribut no.3), pusat informasi wisata (atribut no.8), penataan desain fisik (atribut no.15). Hal ini berarti bahwa atribut-atribut tersebut dianggap kurang penting oleh pengunjung, tetapi telah dijalankan dengan sangat baik oleh pihak pengelola sehingga dianggap berlebihan.

Hasil Evaluasi Kinerja dengan Metode Perbandingan Berpasangan

Hasil perbandingan antara kondisi ideal dan kondisi real pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin adalah sebagai berikut:

  • 1)    Aspek    organisasi    dan    Program

mendapatkan nilai kondisi real lebih tinggi dari kondisi ideal (22,5% > 20%). Hal ini karena Pelaksanaan program oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan telah terpenuhi, berdasarkan LKIP Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat tahun 2019 capaian kinerja sasaran strategis dari total 6 program (2 program rutin dan 4 program kinerja) yang dilaksanakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan sesuai dengan Perjanjian Kinerja tahun 2019 Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat.

  • 2) Aspek Pemasaran mendapatkan nilai

kondisi real lebih tinggi dari kondisi ideal (22,5% > 20%). Hal ini didukung oleh

ketiga sub aspek pemasaran yang memperoleh skor sama yaitu 7,5% yang

artinya lebih tinggi dari kondisi ideal 6,66% karena dari produk yang ditawarkan di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin cukup bervariasi seperti menyususri Gua, foto selfie, kuliner dan belanja. Dari segi harga (tiket masuk) terbilang masih bisa dijangkau, dan promosi yang dilakukan sudah baik melalui media cetak dan media elektronik.

  • 3)    Aspek Sumber Daya Manusia mendapat nilai kurang dari kondisi ideal dan paling rendah diantara aspek lainnya (10% <

20%). Alasannya karena untuk pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin tenaga kerja atau pegawai lapangan masih sangat kurang yaitu hanya terdapat 1 orang pegawai lapangan yang betugas untuk menjaga loket dan menarik retribusi. Kurangnya pegawai yang kompeten dalam bidang pariwisata juga merupakan kendala yang dihadapi saat ini.

  • 4)    Aspek Keuangan mendapatkan nilai kondisi real lebih tinggi dari kondisi ideal (25% > 20%). Alasannya karena besaran retribusi daya Tarik wisata Gua Batu Cermin telah ditetapkan sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Manggarai Barat Nomor 13 Tahun 2011 tentang Retribusi tempat rekreasi dan olahraga. Pengelolaan pendapatan diserahkan kepada Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kabupaten Manggarai Barat, dengan pelaporan yang jelas dan rutin satu kali dalam satu bulan.

  • 5)    Aspek Produksi dan Operasi mendapatkan nilai kondisi real sama dengan kondisi ideal (20% = 20%). Hal ini dikarenakan Penyampaian produk terkait atraksi wisata di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin disampaikan baik oleh pengelola. Penyampaian produk terkait promosi dan informasi telah dilaksanakan dengan baik melalui media elektronik maupun media cetak.

Secara keseluruhan dari 5 aspek terdapat 1 aspek yang mendapat nilai kurang dari kondisi ideal. Sedangkan dari 12 sub aspek terdapat 5 sub aspek yang mendapat nilai kurang dari kondisi idel. Untuk mendapatkan kondisi pengelolaan secara ideal, dari pihak pengelola diharapkan mampu memperbaiki terkait 5 sub aspek yang kurang dari kondisi ideal atau belum maksimal sehingga dapat menjadikan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin lebh baik untuk kedepannya.

Sumber daya manusia secara kuantitas masih kurang dan penataan daya Tarik wisata yang masih kurang. Fakta lain yang ditemukan di kawasan daya

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Tarik wisata Gua Batu Cermin adalah terbengkelainya beberapa bangunan yang semestinya dimanfaatkan untuk masyarakat lokal sebagai sarana untuk berdagang namun karena tarif penyewaan yang terbilang cukup mahal sehingga beberapa bangunan tersebut tidak digunakan. Selain ada juga bangunan sepanjang jalan setapak menuju Gua yang tidak dimanfaatkan dan dirawat dengan baik.

Pembangunan pariwisata seperti diamanatkan dalam Undang-Undang Kepariwisataan No 10 tahun 2009 harus dikembangkan dengan pendekatan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat, pembangunan yang berorientasi pada pengembangan wilayah, dan bertumpu kepada masyarakat.

Pemerintah di daerah seperti Dinas Pariwisata harus menerapkan dengan baik fungsi manajemen dalam pengelolaan agar dapat mengoptimalkan pengembangan pariwisata. Kendala seperti tenaga ahli pariwisata yang minim sering menjadi permasalahan utama di daerah. Peran serta pemerintah daerah bersama masyarakat lokal mulai dari penyusunan perencanaan pariwisata akan menentukan perkembangan pembangunan pariwisata daerah (Casimeira dkk., 2016).

Masyarakat lokal melalui pemahaman Sapta Pesona, pembentukan Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan pembentukan desa wisata sebenarnya merupakan upaya logis dalam pembangunan pariwisata daerah. Mengawinkan desa dengan pariwisata yang menghasilkan keturunan bernama desa wisata merupakan upaya membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan (Widodo, 2016 dalam Mahagangga, 2018).

Kinerja organisasi merupakan upaya mewujudkan sasaran, tujuan, visi, dan misi melalui tingkat pencapaian pelaksanaan tugas dalam suatu organisasi (Bastian, 2001). Melaksanakannya memang tidak mudah, banyak kendala yang dihadapi oleh Dinas Pariwisata di daerah-daerah. Seperti, SDM, koordinasi internal dan eksternal, konsistensi fokus terhadap sasaran pembangunan pariwisata, product style dan pasar wisatawan belum disepakati. Sehingga pembangunan pariwisata suatu daerah dilihat dari implementasi strategi pengembangannya bersifat partial (Roku, 2016).

Evaluasi pengelolaan oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat sebagai penanggung jawab atau pengelola daya tarik wisata Gua Batu Cermin kedepannya harus dapat ditingkatkan dengan memperhatikan temuan-temuan penelitian di atas. Daya tarik wisata Goa Batu Cermin memiliki potensi dan peluang untuk berkembang di masa mendatang. Peran serta

masyarakat harus diperhatikan mulai dari situasi-kondisi lokal, aspirasi dan kesepakatan-kesepakatan bersama pemerintah daerah, praktisi pariwisata maupun stakeholders pariwisata lain.

  • IV.    Kesimpulan

    4.1    Simpulan

Secara keseluruhan pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan masih kurang maksimal. Hal ini karena Dinas Pariwisata dan Kebudayaan adalah satu-satunya instansi yang mengelola daya Tarik wisata Gua Batu Cermin dan daya Tarik wisata lainnya di Kabupaten Manggarai Barat. Hal ini dirasa kurang efektif dan efisien.

Hasil evaluasi kinerja pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin bahwa berdasarkan kepuasan pengunjung dan tingkat kepentingan, atribut yang perlu mendapatkan prioritas utama untuk diperbaiki adalah atribut yang berada di Kuadran A, yaitu toilet (atribut no. 7) yang artinya bahwa pengunjung merasa bahwa atribut ini sangat penting keberadaannya namun  kenyataanya

pengunjung merasa tidak puas. Sedangkan hasil penilaian terkait pengelolaan daya Tarik wisata Gua Batu Cermin dengan Paired Comparison Analysis yaitu aspek yang mendapat skor kurang dari kondisi ideal 20% yaitu aspek Sumber daya Manusia yaitu 10%.

  • 4.2    Saran

Perlu adanya program pengembangan kemitraan yakni  meningkatkan peran  serta

masyarakat yang sadar wisata. Perlu adanya

sinergitas antara stakeholders. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Manggarai Barat

secara kuantitas dapat menambah jumlah toilet di daya Tarik wisata Gua Batu Cermin dan pengadaan petugas kebersihan untuk menjaga kebersihan agar pengunjung nyaman menggunakan toilet. Untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, upaya yang dapat dilakukan anatara lain mengikuti diklat, seminar, sosialisasi dan memberikan beasiswa pariwisata untuk pegawai berprestasi untuk tujuan meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) terutama dalam hal kepariwisataan. Serta mengupayakan usulan pemenuhan Sumber Daya Manusia melalui Badan Kepegawaian Daerah (BKD).

DAFTAR PUSTAKA

Agus, Dharma. 2003. Manajemen Supervisi: Petunjuk Praktis Bagi Para Supervisor. Edisi Revisi. Cetakan Kelima. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Arikunto, S. 2010. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Assauri, Sofian. 2004. Manajemen Pemasaran. Jakarta: Rajawali Press.

Atmosudirdjo. 2005. Sitem Informasi Manajemen.

Badan Pusat Statistik. 2017. Data  Kunjungan

Wisatawan Mancanegara di  Kabuapten

Manggarai Barat.

Bastian, Indra. 2001. Akutansi Sektor Public Di Indonesia. Edisi pertama. Yogyakarta:BPFE.

Bungin, B. 2007. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta: PT Grafindo Persada.

Calrinto Mami, A., & Mahagangga, I. (2020). Respon Masyarakat Desa Batu Cermin Dalam Pengembangan Daya Tarik Wisata Gua Batu Cermin, Labuan Bajo. JURNAL DESTINASI PARIWISATA,          8(1),          62-65.

doi:10.24843/JDEPAR.2020.v08.i01.p08

Casimeira, A. Y., & Mahagangga, I. G. A. O. (2016). Strategi pengembangan pariwisata bumi sakti alam kerinci kabupaten kerinci, provinsi Jambi (Suatu pendekatan analitical network process). Jurnal Destinasi Pariwisata, 4(2), 4448.

Cooper, D R. And Emory, C W., 1995, Business

Research Methods, 5th Edition, Richard D. Irwin Inc.

Dinas Pariwisata dan Kebudayaan. 2019. Data Kunjungan wisatawan di Gua Batu Cermin Kabupaten Manggarai Barat.

Fahmi, Irham. 2010. Manajemen Kinerja Teori dan Aplikasi. Bandung: Alfabeta.

Jogiyanto, H M., 2005. Analisa dan Desain Sitem

Informasi: Pendekatan Terstruktur Teori dan Praktik Aplikasi Bisnis. Andi. Yogyakarta.

Kotler, Philip. 2005. Manajemen Pemasaran. Jilid 1 dan 2. Jakarta: PT Indeks Kelompok Gramedia.

Leiper, Neil. 1990. Tourism System:   An

Interdisciplinary Perspective, Department Of Management Systems, Business Studies Faculty, Messy University, Palmerston North, New Zealand.

Mahagangga, I., & Oka, G. A. Suryawan, Ida Bagus. Anom, I Putu dan Kusumanegara, I Made. 2018. Evolusi Pariwisata di Indonesia, Turismemorfosis di Kabupaten Badung, Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Luwu Timur.

Mahagangga, I Gusti Agung Oka. 2018. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) dan Desa Wisata. Conference: Pengabdian Kepada Masyarakat Prodi S3 Pariwisata Universitas Udayana, di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali 31 Agustus 2018. Researchgate link. DOI:    10.

13140/RG.2.2.28167.01443.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kaulitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Nugroho, Riant. 2011. Public Policy: Dinamika Kebijakan, Analisi Kebijakan, Manajemen Kebijakan, Edisi Ketiga. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Pasalong, Harbani. 2007. Teori Adminstrasi Publik. Bandung.Alfabeta.

Pitana, I G.,  2009. Pengantar Ilmu Pariwisata.

Yogyakarta: Penerbit Andi.

Sadili, Samsudin. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Pustaka Setia.

Sugiarto, A.,  & Mahagangga, I. (2020). Kendala

Pengembangan  Pariwisata  di Destinasi

Pariwisata Labuan Bajo Nusa Tenggara Timur. JURNAL  DESTINASI  PARIWISATA,

8(1),                                    18-25.

doi:10.24843/JDEPAR.2020.v08.i01.p03

Sugiyono. 2009.  Metode Penelitian Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2010. Metodologi Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kombinasi (mix methods). Bandung: Alfabeta.

Sunaryo, Bambang, 2013, Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata aplikasinya Indonesia, Yogyakarta, Gava Media.

Sutrisno. HMM., 2007. Manajemen Keungan. Edisi Pertama. Yogyakarta: Ekonosia.

Umar, Husein. 2005, Evaluasi Kinerja Perusahaan, Jakarta: Grafindo Persada.

Undang-Undang Republik Indonesia No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.

127