Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Desa Wisata Tista
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Desa Wisata Tista
Putu Ade Wijana a,1, Luh Sri Damayanti a, 2
1ade.wiyana@gmail.com, 2lsdamayanti@yahoo.com
aPoliteknik Internasional Bali, Jln. Pantai Nyanyi, Desa Beraban, Bali 82121, Indonesia
Abstract
Rural tourism becomes a new trend in the tourism industry. There are many villages in Bali that are developing themselves to be tourism destinations. One of them is Desa Wisata Tista in Tabanan Regency, Bali. This village has become a tourism destination in Tabanan and many tourists visited this village. However, research showed that the management of Desa Wisata Tista has not been done maximally. This current research aimed at observing and analyzing the community’s participation in managing the Desa Wisata Tista. This was done as qualitative research in which the data were gained through an interview with the chief of management or in Bahasa it is called kelompok sadar wisata. The results of the interview reveal that the community participates well in the management of Desa Wisata Tista. Participation is done directly and indirectly. Direct participation is done by involving themselves in the management group, meanwhile, indirect participation is done by maintaining the cleanliness and safety of the environment which bring a big impact on the tourists’ comfort. It is suggested to improve the community’s participation by involving more in the management groups as well as become employees in the tourist attractions in Desa Wisata Tista.
Keywords : rural tourism, tourism destination, community tourism
Pariwisata mengalami perkembangan yang sangat pesat saat ini. Beragam trends muncul dan kemudian hilang seiring dengan bergantinya selera wisatawan. Salah satu trend yang saat ini berkembang di Indonesia, khususnya di Bali adalah munculnya desa wisata sebagai alternatif tempat berwisata bagi para wisatawan, baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Selain Desa Wisata Panglipuran yang telah dikenal masyarakat dunia, di Bali saat ini muncul banyak desa wisata yang telah dikunjungi para wisatawan. Konsep desa wisata ini memberikan pengalaman baru bagi wisatawan dalam berwisata yaitu dengan mengalami dan merasakan langsung kehidupan masyarakat di desa di Bali.
Salah satu desa wisata di Bali yang saat ini berkembang adalah Desa Wisata Tista yang berlokasi di Kabupaten Tabanan. Desa Wisata Tista sebenarnya memiliki kondisi yang kurang lebih sama dengan desa-desa di lain. Namun, desa ini berhasil mengemas potensi tersebut dalam paket-paket wisata yang menarik wisatawan untuk berkunjung. Potensi wisata yang dimiliki Desa Tista berupa keindahan alam, budaya, hingga kekayaan ragam kuliner.
Desa wisata dapat diartikan sebagai pengalaman pedesaan yang meliputi berbagai atraksi dan kegiatan (Irshad, 2010: 5). Sesuai dengan namanya, atraksi dan aktifitas yang disajikan berupa kegiatan-kegiatan natural yang biasanya dilakukan oleh masyarakat di suatu desa. Atraksi dan aktifitas tersebut menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk merasakan kehidupan masyarakat secara langsung. Desa
wisata didukung oleh adanya potensi-potensi, baik berupa potensi alam maupun budaya yang dapat dikemas menjadi paket wisata yang menarik. Keberhasilan suatu desa dikembangkan menjadi desa wisata ditentukan oleh beberapa faktor penting, yaitu sebagai berikut.
-
1. Memiliki potensi produk dan daya tarik wisata yang memberi nilai tambah bagi desa tersebut. Potensi tersebut dapat berupa keindahan alam, keunikan adat serta budaya, maupun kekayaan kuliner.
-
2. Memiliki dukungan sumber daya manusia atau masyarakat yang dimana setiap pengelolaan suatu desa wisata akan melibatkan peran serta masyarakat. Sehingga jika masyarakat tidak berperan aktif, maka suatu desa wisata tidak dapat dikelola dengan baik.
-
3. Motivasi yang kuat dari masyarakat untuk membangun dan memajukan desanya.
-
4. Memiliki dukungan berupa sarana dan prasarana yang memadai, baik itu dari segi akomodasi, aksesibilitas, dan transportasi.
-
5. Mempunyai fasilitas pendukung kegiatan
wisata.
-
6. Mempunyai kelembagaan yang mengatur
pengelolaan desa wisata yang dapat berasal dari kelompok sadar wisata maupun dari perangkat desa.
-
7. Ketersediaan area/ lahan yang dapat dikembangkan menjadi tujuan wisata.
Desa wisata merupakan salah satu bentuk dari pariwisata berbasis masyarakat atau community based tourism (CBT). CBT dapat didefinisikan sebagai atraksi pariwista yang dimiliki dan dioperasikan oleh masyarakat yang
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021
dimana penglolaannya berada pada level masyarakat dan memberikan manfaat kepada perekonomian masyarakat, perlindungan
terhadap nilai-nilai sosial, serta pelestarian sumber daya alam dan budayanya (The ASEAN Secretariat, 2016: 2). Melihat definisi tersebut, maka partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sebuah desa wisata merupakan elemen penting. Dalam implementasi konsep CBT, masyarakat lokal akan senantiasa berpartisipasi aktif dalam mengelola daerahnya sehingga menjadi suatu destinasi pariwisata yang berkelanjutan. Secara tidak langsung ini membelajarkan masyarakat tentang bagaimana suatu destinasi pariwisata dibangun, tentang konsep bisnis, kerja sama dan lain sebagainya sehingga masyarakat akan memiliki pemahaman yang lebih luas tentang dunia pariwisata dan dunia lain yang terkait.
Berkaitan dengan definisi-definisi yang dijelaskan, terdapat beberapa prinsip dasar dalam implementasi CBT ini (Purbasari & Asnawi, 2014). Prinsip-prinsip dasar tersebut adalah sebagai berikut.
-
1. Melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam kepemilikan serta pengelolaan yang transparan. Dalam implementasi konsep CBT, masyarakat memiliki peran esensial untuk beperan aktif dalam kepemilikan maupun pengelolaannya.
-
2. Membangun kerja salam dengan pihak lain atau stakeholders yang sesuai, seperti penyedia tour and travel, dan lain sebagainya.
-
3. Mendapat pengakuan dari otoritas terkait yang dalam hal ini dapat berarti pengakuan dari pemerintah daerah.
-
4. Meningkatkan kesejahteraan dan
meningkatkan harkat dan martabat masyarakat.
-
5. Terdapat mekanisme pembagian keuntungan yang adil dan transparan yang dalam hal ini tidak ada salah satu pihak yang diuntungkan dari dikembangkanya suatu desa wisata.
-
6. Meningkatkan keterkaitan antara
perekonomian lokal dengan regional.
-
7. Adanya rasa hormat terhadap budaya dan tradisi yang ada di suatu desa.
-
8. Memberi kontribusi yang positif terhadap
pelestarian alam dan lingkungan
-
9. Meningkatkan kualitas pelayanan terhadap
wisatawan sehingga wisatawan mendapat pengalaman wisata yang membekas di hati mereka.
-
10. Bekerja menuju kearah kemandirian dalam finansial.
Isbandi (2007) dikutip dari Wijana (2019) mengatakan bahwa partisipasi masyarakat merupakan keikutsertaan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah dan potensi,
mengambil keputusan, melaksanakan keputusan, dan melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan. Merujuk pada definisi tersebut, partisipasi masyarakat diperlukan dalam segala tahap untuk pengembangan desa wisata. Sundaraningrum (2011) dalam Wijana (2019) menyebutkan 2 tipe partisipasi masyarakat, yaitu partisipasi langsung dan partisipasi tidak langsung.
Penelitian berkaitan dengan community based tourism dan desa wisata telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Penelitian pertama adalah penelitian terhadap keberhasilan pengelolaan Desa Wisata Kembangarum, Pentingsari, dan Nglaggeran (Purbasari & Asnawi, 2014). Penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk mengidentifikasi ukuran keberhasilan dari Desa Wisata Kembangarum, Pentingsari, dan Nglaggeran. Data-data dari penelitin ini diperoleh dengan menggunakan teknik purposive dan mengadopsi snowball sampling. Penelitian ini menghasilkan 3 temuan penting, yaitu (1) karakteristik keberhasilan Desa Wisata, (2) sistem elemen pariwisatan, dan (3) pengembangan community based tourism. Dilihat dari karakteristik keberhasilannya, maka ketiga desa wisata tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Desa Pentingsari dan Nglaggeran berhasil dalam memberdayakan masyarakat untuk turus berpartisipasi aktif. Sedangkan Desa Kembangarum berhasil dalam mengembangkan atraksi wisata meskipun partisipasi masyarakat kurang. Terkait dengan elemen pariwisata, ketiga desa wisata tersebut menaruh perhatian pada 3 elemen penting pariwisata, yaitu atraksi, akomodasi, dan promosi. Desa Wisata Kembangarum pengelolaannya masih berada dibawah pihak ketiga yang merancang atraksi-atraksi wisata di desa tersebut. Di DesaWisata Pentingsari, masyarakat melalui kelompok sadar wisata terlibat langsung dalam pengelolaan desa wisata. Sedangkan di Desa Wisata Nglaggeran, masyarakat belum terlibat dalam pengelolaannya, namun desa ini memiliki kelembagaan yang kuat.
Penelitian kedua adalah kajian tentang konsep community based ecotourism dan desa wisata. Penelitian tersebut dilakukan di Desa Kemiren, Banyuwangi (Indiarti & Munir, 2016). Penelitian ini dilaksanakan untuk (1) mengidentifikasi potensi pedesaan serta atraksi wisata di desa yang berbasis kebudayaan Osing di Banyuwangi, (2) menganalisis kesiapan implementasi dari community based ecotourism dan juga masyarakat, serta (3) merancang panduan strategi pengembangan wisata dengan menggunakan community based ecotourism. Data yang digunakan dalam penelitian tersebut
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021
berasal dari studi pustaka, wawancara, observasi, dan penyebaran kuisioner. Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa Desa Wisata Kemiren memiliki potensi yang besar pada atraksi wisata yang berupa keindahan alam pedesaan serta kebudayaan Osing yang terus dipelihara dan dijaga oleh masyarakat. Ini juga ditunjang oleh kesiapan masyarakat Desa Wisata Kemiren untuk mengembangkan dan mengelola wisata yang ada di Desa Kemiren. Dari hasil identifikasi terhadap potensi dan kesiapan masyarakat dalam mengelola desa wisata, maka diidentifikasi 2 strategi pengembangan Desa Wisata Kemiren yang penting untuk dilakukan, yaitu (1) faktor internal yang berupa peningkatan kemampuan sumber daya manusia atau masyarakat Desa Wisata Kemiren, dan (2) faktor eksternal yang berupa peningkatan hubungan kerja sama dengan pihak lain untuk mengembangkan Desa Wisata Kemiren.
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat dan menganalisis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Tista. Analisis partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata diperlukan untuk menentukan langkah yang ditempuh pengelola Desa Wisata Tista untuk mengembangkan Desa Wisata Tista.
Penelitian ini merupakan sebuah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk melihat suatu fenomena secara holistik serta untuk menemukan pemahaman yang lebih dalam tentang suatu fenomena (Nassaji, 2015). Data-data yang telah dikumpulkan akan dianalisis, diuraikan, dan dideskripsikan dengan jelas, sistematis, dan obyektif.
Dalam sebuah penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen kunci yang merupakan pengumpul informasi yang utama dimana peneiti kualitatif tidak bergantung pada kuisioner atau instrumen lain (Creswell, 2014). Selain itu, penelitian ini juga menggunakan metode observasi dalam mengumpulkan datanya. Observasi dilakukan dengan datang langsung ke tempat penelitian dan melihat serta mengamati pengelolaan desa wisata. Dalam melakukan observasi, peneliti akan menggunakan lembar observasi untuk memandu sehingga data yang diperoleh tetap fokus pada permasalahan yang ingin dikaji. Wawancara juga dilakukan dengan ketua pokdarwis terkait dengan pengelolaan desa wisata. Wawancara ini bertujuan untuk melihat lebih dalam bagaiman desa wisata dikelola serta permahasalahan yang dihadapi dalam pengelolaannya. Untuk mengetahui pemahaman masyarakat serta pelaku wisata di desa wisata, maka peneliti menggunakan
kuisioner untuk mendapatkan lebih banyak tanggapan dari masyarakat. Dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pengelolaan desa wisata, seperti laporan jumlah wisatawan dan yang lainnya juga menjadi instrumen dalam penelitian ini.
Analisis data akan dilakukan dalam 6 tahapan, yaitu (1) menyiapakan data untuk dianalisis, (2) membaca data yang tersedia, (3) mengkategorikan data sesuai dengan rumusan masalah, (4) mendeskripsikan data yang ada, (5) menyajikan data, (6) menintepretasikan hasil analisis (Creswell, 2014).
Penelitian ini dilakukan di Desa Wisata Tista. Desa wisata ini terletak di Kecamatan Kerambitan, Kabupaten Tabanan. Desa ini merupakan salah satu desa wisata di Bali yang baru dikembangkan oleh masyarakat lokal. Desa Wisata Tista memiliki berbagai keunikan dan kekayaan yang menarik minat wisatawan untuk datang berkunjung, seperti keindahan sawah dan suasana pedesaan dan kekhasan kuliner.
Gambar 1. Peta Desa Wisata Tista
Sumber : www.desawisatatista.com
Desa wisata tista secara resmi menyandang nama desa wisata setelah surat keputusan Bupati Tabanan dikeluarkan. Surat keputusan bernomor 180/319/03/HK & HAM/2016, Tanggal 26 Oktober 2016 mengukuhkan Desa Tista sebagai salah satu desa wisata di Kabupaten Tabanan. Pengelolaan Desa Wisata Tista dilakukan oleh kelompok sadar wisata atau pokdarwis Desa Wisata Tista yang juga telah disahkan melalui surat keputusan Bupati Tabanan nomor 180/27403/HK & HAM/2016, Tanggal 19 September 2016.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pengembangan Desa Wisata Tista diinisiasi oleh mahasiswa Universitas Udayana yang melakukan kuliah kerja nyata (KKN) di desa tersebut. Kemudian saran tersebut dikembangkan oleh Sebagian masyarakat Desa Wisata Tista yang kemudian berkembang menjadi kelompok sadar wisata. Hingga sampai
Vol. 9 No 1, 2021
saat ini, desa wisata ini memperoleh banyak penghargaan serta menerima banyak kunjungan dari desa wisata lain untuk belajar dari Desa Wisata Tista.
Desa Wisata Tista memiliki berbagai potensi yang akan memberikan pengalaman baru bagi wisatawan. Potensi tersebut terbagi dalam 4 kategori besar, yaitu wisata spiritual, wisata alam, wisata kuliner, dan wisata seni dan budaya. Berikut adalah potensi yang dimiliki Desa Wisata Tista.
-
a. Wisata Spiritual
Wisata spiritual memberikan pengalaman baru para wisatawan tentang kehidupan beragama serta mengenal kepercayaan masyarakat di Desa Wisata Tista. Desa ini memiliki 3 pura yang dikemas dalam paket wisata mereka, yaitu Pura Beji, Pura Celagi, dan Batu Bolong.
-
b. Wisata Alam
Lanskap berupa persawahan yang hijau menjadi potensi alam yang dimiliki oleh Desa Wisata Tista. Keindahan persawahan ini dikemas menjadi paket wisata trekking dan cycling. Wisatawan akan diajak menyusuri persawahan dengan berjalan kaki ataupun dengan bersepeda.
Gambar 2. Wisata Trekking di Desa Wisata Tista
Sumber : www.desawisatatista.com
-
c. Wisata Kuliner
Kuliner Desa Wisata Tista sangatlah kaya. Namun saat ini, desa wisata ini sedang mengembangkan ternak lele dimana masyarakat menjadikan ini sebagai salah satu mata pencaharian. Lele hasil budi daya masyarakat ini diolah menjadi beberapa kuliner khas, seperti bakso lele tista dan nugget lele. Pengelola dan masyarakat berusaha mengolah hasil lele masyarakat sesuai dengan selera pasar.
-
d. Wisata Seni & Budaya
Kesenian yang menjadi ciri khas Desa Wisata Tista adalah Tari Andir. Tari ini berasal dari Tari Legong. Wisatawan akan disuguhkan dengan tarian ini sebagai salah satu atraksi wisata.
Gambar 3. Tari Andir
Sumber : www.desawisatatista.com
Potensi-potensi tersebut dikemas dengan baik oleh pengelola Desa Wisata Tista menjadi paket-paket wisata yang diberikan dan ditawarkan kepada para wisatawan.
Masyarakat Desa Wisata Tista berpartisipasi dalam pengelolaan Desa Wisata Tista aktif dan dalam setiap tahapan pengelolaan desa wisata.
-
a. Partisipasi masyarakat dalam tahap perencanaan
Pengembangan Desa Tista menjadi desa wisata diinisiasi oleh mahasiswa kuliah kerja nyata dari Universitas Udayana pada tahun 2016. Selama melakukan KKN, mahasiswa dan dosen pembimbing melakukan riset atau penelitian untuk memetakan potensi Desa Tista. Melihat potensi tersebut, mahasiswa dan dosen pembimbing mengajukan ide untuk mengembangkan Desa Tista sebagai sebuah desa wisata kepada pihak desa.
Usulan dari mahasiswa dan dosen Universitas Udayana ini disambut baik oleh pihak desa dan masyarakat. Kemudian beberapa masyarakat bersama dengan mahasiswa dan dosen Universitas Udayana mengidentifikasi potensi-potensi yang dapat dikembangkan. Selain itu, masyarakat juga berperan aktif dalam mengidentifikasi permasalahan yang mungkin muncul di kemudian hari.
Dalam merencanakan pengembangan desa wisata, masyarakat juga berpartisipasi dalam bentuk urunan dana untuk biaya operasional awal desa wisata. Masyarakat yang kemudian tergabung dalam pokdarwis ini dengan sukarela memberikan uang pribadi mereka untuk mengembangkan desa wisata.
Vol. 9 No 1, 2021
-
b. Partisipasi masyarakat dalam tahap pengorganisasian
Dalam tahap pengorganisasian, masyarakat turut berpartisipasi dengan membentuk kelompok sadar wisata atau pokdarwis. Kemudian pokdarwis ini berperan besar dalam merencanakan dan melaksanakan pengelolaan desa wisata. Keseluruhan pengelolaan desa wisata menjadi tanggung jawab pokdarwis ini.
-
c. Partisipasi masyarakat dalam tahap pelaksanaan
Seluruh warga masyarakat Desa Wisata Tista dilibatkan dalam pelaksanaan kegiatan wisata. Namun partisipasi ini terdiri dari 2 bentuk, yaitu partisipasi langsung dan tidak langsung. Ini sesuai apa yang dikatakan oleh Sundaraningrum (2011) yang menyatakan bahwa partisipasi masyarakat dalam kegiatan wisata dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu langsung dan tidak langsung.
Beberapa masyarakat berpartisipasi langsung dalam kegiatan wisata di Desa Tista. Partisipasi langsung ini berbentuk terlibat aktif dalam pokdarwis serta terlibat sebagai pemandu wisata, penari, penabuh, dan juga sebagai koki untuk menyajikan makanan bagi wisatawan. Paket wisata yang ditawarkan di Desa Wisata Tista juga mengajak wisatawan untuk berkunjung ke rumah warga pande besi yang dimana wisatawan dapat melihat secara langsung proses pembuatan alat-alat yang terbuat dari logam. Beberapa lahan masyarakat juga digunakan sebagai salah satu pendukung kegiatan wisata.
Partisipasi tidak langsung masyarakat berbentuk keikutsertaan masyarakat dalam menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan. Kegiatan pembersihan lingkungan secara teratur dilakukan oleh masyarakat. Masyarakat diberikan pemahamahan bahwa kebersihan bukan hanya memberi dampak positif pada kegiatan wisata, namun juga memberikan dampak yang baik bagi Kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat senantiasa berpartisipasi aktif dalam menjaga kebersihan dan keamanan lingkungan.
-
d. Partisipasi masyarakat dalam tahap pengawasan
Pengawasan pengelolaan Desa Wisata Tista dilakukan oleh kepala desa dan jajarannya serta dari desa adat. Jajaran kepada desa dinas dan desa adat menjadi perwakilan masyarakat dalam melakukan pengawasan terhadap pengelolaan Desa Wisata Tista.
Terlepas dari pengawasan yang dilakukan oleh desa dinas dan desa adat, pokdarwis Desa Wisata Tista telah sadar akan pentingnya
administrasi yang baik. Administrasi serta pembukuan keuangan dilakukan dengan rapi oleh seluruh jajaran pengurus pokdarwis yang dibantu oleh staff administrator. Baiknya administrasi dan pembukuan yang dilakukan oleh pokdarwis memudahkan dalam melakukan perencanaan pengembangan wisata ke depannya, khususnya yang berkaitan dengan pendanaan. Selain itu, ini menunjukkan bahwa pengelolaan Desa Wisata Tista dilakukan dengan transparan dan jujur.
Dalam setiap tahap pengembangan Desa Wisata Tista, pihak pokdarwis, jajaran desa dinas, jajaran desa adat, dan masyarakat bersinergi dan berkomitmen untuk memajukan dan membawa Desa Tista lebih baik ke depannya.
Desa Wisata sendiri terdiri dari 3 bentuk desa, yaitu desa dinas, desa adat, dan desa wisata. Ketiga bentuk desa ini mendukung satu sama lainnya sesuai dengan moto yang diusung yaitu Tri Desa Eka Karya. Tri Desa Eka Karya ini memiliki makna bahwa tiga bentuk desa; desa dinas, desa adat, dan desa wisata bersinergi untuk 1 hal, yaitu kesejahteraan masyarakat Desa Tista.
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Kelompok Sadar Wisata Desa Wisata Tista, masyarakat memiliki kontribusi dan partisipasi yang tinggi dalam pengelolaan Desa Wisata Tista. Partisipasi masyarakat terlihat dalam partisipasi langsung dan tidak langsung. Selain itu, partisipasi masyarakat juga tidak hanya pada proses pelaksanaan semata, tetapi dimulai dari proses perencanaan hingga proses pengawasan.
Ini menunjukkan bahwa Desa Wisata Tista memiliki masyarakat yang sadar akan pentingnya partisipasi dan kontribusi yang mereka berikan terhadap pengelolaan dan keberlanjutan Desa Wisata Tista. Tidak hanya masyarakat, pemerintah yang diwakili oleh desa dinas juga memberi dukungan yang besar terhadap keberadaan Desa Wisata Tista.
Mengingat penelitian hanya berfokus pada partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Desa Wisata Tista, maka disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan kajian tentang motivasi masyarakat di Desa Wisata Tista dalam mengelola kegiatan wisata serta dapat melakukan kajian tentang hambatan, masalah, atau kendala yang ditemui dalam pengelolaan seluruh kegiatan wisata di Desa Wisata Tista.
Kepada pengelola Desa Wisata Tista disarankan untuk dapat mengelola dan terus meningkatkan semangat masyarakat Tista untuk senantiasa berpartisipasi aktif dalam mendukung seluruh kegiatan wisata yang ada. Selain itu, pengelola Desa Wisata Tista dapat mengadakan
Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021
pelatihan-pelatihan yang berhubungan dengan pengelolaan desa wisata. Kegiatan pelatihan ini dapat menggandengan Pemerintah Kabupaten Tabanan, NGO, atau institusi pendidikan pariwisata di Bali.
DAFTAR PUSTAKA
Creswell, J.W. (2014). Research Design 4th edition. Los Angeles: Sage Publications Inc.
Irshad, H. (2010). Rural Tourism; An Overview.
Nassaji, H. (2015). Qualitative and Descriptive Research Data: Data Type versus Data Analysis. Language Teaching Research, 19(2), 129 – 132.
Purbasari, N., & Asnawi. (2014). Keberhasilan Community Based Tourism Di Desa Wisata Kembangarum , Pentingsari Dan Nglanggeran. Jurnal Teknik PWK, 3(3), 476–485.
The ASEAN Secretariat. (2016). Asean Community Based Tourism Standard.
Wijana, P.A. (2019). Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Pura Puseh Dan Pura Desa Di Desa Batuan Sebagai Daya Tarik Wisata Di Kabupaten Gianyar, Bali. Journal of Tourismpreneurship, Culinary, Hospitality, Convention and Event Management, 2(1).
64
Discussion and feedback