Implikasi Pengembangan Kampung Wisata Jodipan Terhadap Aspek Lingkungan Di Kota Malang, Jawa Timur
on
Jurnal Destinasi Pariwisata p-issn: 2338-8811, e-issn: 2548-8937
Vol. 9 No 1, 2021
Implikasi Pengembangan Kampung Wisata Jodipan Terhadap Aspek Lingkungan Di Kota Malang, Jawa Timur
Lidyanne Chrischa Maya Vikitha Putri Liey a, 1,I Putu Anom a, 2
-
a Program Studi Sarjana Destinasi Pariwisata, Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana, Jl. Dr. R. Goris No 7, Denpasar, Bali 80232 Indonesia
Abstract
The study aims to desribe the implication of tourism villages development in Jodipan, Malang East Java. A slum village that turned into a tourist village and eventually attracted many visitors to come to visit. Foreign and domestic tourists flock to the village. The arrival of this large number of tourists has implications for the village, especially on environmental aspects.The research method used qualitative approaches with qualitative techniques to collecting data. Qualitative descriptive analysis is used to presents data in this article. The results obtained that the development of Jodipan Tourism Village is currently at the stage of involvement where the community starts to participate. This development stage has implications for the environmental conditions. The physical environment there can be seen from the slum condition of the village which is now clean. Then, biologically, people start to become aware of maintaining cleanliness and health. And finally socially the community began to participate slowly.
Keywords: Kampung Wisata, Implications, Malang City, Environmental Aspects
Melihat banyaknya wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Indonesia, dapat dikatakan bahwa pariwisata di Indonesia sedang berkembang (Rahma dkk, 2013). Bukan hanya wisatawan mancanegara, namun wisatawan domestik juga menunjukkan mobilitas pariwisata yang cukup tinggi. Bahkan angka kunjungan dari wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik naik dari angka yang ditargetkan (Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata, 2016). UU No. 10 Tahun 2009 Bab I Pasal 1 Tentang Kepariwisataan menjelaskan bahwa pariwisata merupakan kegiatan berwisata yang di support dengan bermacam fasilitas dan layanan yang memadai dari masyarakat, pengelolah dan pemerintah.
Hal tersebut diatas yang mendukung diadakannya pembangunan secara besar-besaran pada pariwisata di Indoensia. Pembangunan pariwisatanya disesuaikan dengan daya tarik masing-masing daerah dengan mempertimbangkan minat serta kebutuhan dari wisatawan. Pariwisata yang murah, mearik dan memberikan suatu pengalaman yang berbeda adalah pariwisata yang di idamkan oleh banyak wisatawan. Sehingga pariwisata kampung merupakan salah satu alternatif pariwisata saat ini.
Pariwisata kampung atau biasa disebut kampung wisata merupakan kampung yang bertema. Tema yang ada disana juga disesuaikan dengan ciri khas dan keunggulan dari masing-masing daerah tersebut. Misalnya saja desa/kampung yang memiliki daya tarik alam seperti sawah dan hutan akan mengembangkan agrowisata dan lain-lain. Konsep dasar diadakannya desa/kampung wisata adalah guna mengolah potensi yang ada sedemikian rupa
untuk menunjang kesejahteraan masyarakat setempat (Mega Mirasa, 2007).
Berbagai jenis pariwisata kampung bermunculan, seperti halnya di Kota Malang, Jawa Timur. Berawal dari kampung yang kumuh lalu dirubah dan diperbaiki sedemikian rupa menjadi kampung yang memiliki daya tarik sendiri dan akhirnya mengundang wisatawan untuk datang. Kampung-kampung tersebut memiliki tema yang berbeda-beda, seperti Kampung Topeng Malangan, Kampung Hijau, Kampung Putih dan Kampung Wisata Jodipan (KWJ).
Kampung Wisata Jodipan (KWJ) adalah kampung kumuh pertama yang berkat program Coorporate Social Responsibility (CSR) dari sekelompok mahasiswa. Kini telah menjelma menjadi kampung warna-warni yang menarik dan mengundang wisatawan datang, baik itu wisatawan lokal maupun mancanegara. KWJ sendiri juga merupakan salah satu icon pariwisata di Kota Malang selain Gunung Bromo.
Pengembangan pariwisata yang terjadi di Kampung Wisata Jodipan memberikan beberapa implikasi bagi kampung dan masyarakat setempat, terutama pada aspek lingkungannya yang terlihat membaik dari kondisi sebelumnya.
Maka dari itu perlu ditinjau lebih lanjut mengenai “Implikasi Pengembangan Kampung Wisata Jodipan Terhadap Aspek Lingkungan di Kota Malang, Jawa Timur”.
Tinjauan penelitian dilakukan untuk menghidari penelitian ganda. Tinjauan penelitian juga dilakukan untuk menunjukkan persamaan dan
Vol. 9 No 1, 2021
perbedaan penelitian yang akan diteliti dengan penelitian sebelumnya.
Ada 4 penelitian yang terkait dengan kajian implikasi KWJ terhadap lingkungan. Penelitian pertama oleh Ni Komang Permilasari, dkk. (2014) mengenai perubahan fisik dan sosial Desa Canggu akibat adanya pariwisata. Hal yang terlihat cukup signifikan adalah berkurangnya lahan subak yang ada disana akibat system irigasi yang terganggu oleh sisa bahan bangunan. Lalu dari aspek sosialnya mulai menurunnya upacara yang diadakan pada pura subak, namun di sisi lain krama subak juga meningkatkan pendapatan.
Penelitian kedua merupakan penelitian dari Agus Dipayana, dkk. (2015) yang mengkaji tentang tata guna lahan, infrastruktur dan suprastruktur yang ada di Pantai Berawa yang terkena dampak signifikan dari perkembangan pariwisata di Kuta.
Penelitian ketiga dari Josephine Wuri, dkk. (2015) yang mengkaji dampak ekonomi dan dampak sosial bagi masyarakat Kampung Wisata Sosro akibat adanya pariwisata disana. Selain itu membahas mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan pariwisata disana.
Penelitian terakhir adalah penelitian dari Amalia Rizki, dkk. (2017) yang membahas pengaruh positif dari intagram terhadap suatu citra destinasi pariwisata sehingga mampu mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung.
Beberapa konsep dalam penelitian ini yaitu yang pertama konsep implikasi. Implikasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan sebagai pengaruh yang artinya adalah daya yang timbul akibat sesuatu seperti benda atau orang. Selanjutnya Shadily (1989) dalam Permilasari (2014) mengungkapkan bahwa implikasi adalah sesuatu/daya yang terpengaruh dari masalah yang terjadi dalam masyarakat. Konsep ini menguraikan tentang dampak dari pengembangan KWJ terhadap aspek lingkungan yang dijabarkan menjadi 3 aspek lingkungan yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologis, dan lingkungan social yang mencakup segala benda mati di sekitar makhluk hidup, organisme seperti tumbuhan atau binatang serta manusia itu sendiri, uraian tersebut terdapat dalam UU No. 32 Bab I Pasal 1 ayat 1 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pengertian kampung wisata dalam Putri (2016) sebagai fokus penelitian ini yaitu mengenai Kampung Wisata Jodipan yang akan ditelaah
menggunakan konsep Tourism Area Life Cycle (TALC) (Butler dalam Suryawan, dkk., 2015). TALC diharapkan dapat menguraikan posisi
pengembangan pariwisata yang ada di KWJ. Konsep komponen pengembangan pariwisata 4A yaitu attraction, accessibilities, amenities dan ancillary digunakan untuk mengetahui apa saja komponen pengembangan yang ada di KWJ (Cooper dalam Anom dan Suryawan, 2016)
Penelitian ini dilakukan di Kampung Jodipan tepatnya di RW 02 Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang, Jawa Timur. Fokus penelitian adalah implikasi pengembangan KWJ ditinjau dari dimensi lingkungan dengan menggunakan konsep TALC (Butler, 1980 dan Butler, 2006).
Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif dan kuantitatif (Moleong, 2012). Sumber data penelitian ini adalah data primer dan data sekunder (Moleong, 2005). Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan melakukan observasi (Suryawan, dkk., 2017) dan wawancara (Sugiyono, 2014). Teknik analisis data penelitian menggunakan teknik deskriptif kualitatif (Sugiyono, 2014).
Kampung Juanda, Kecamatan Blimbing, Kota Malang diresmikan menjadi kampung kumuh pada tahun 2015. L okasinya ada di tengah kota, tepatnya berada di bantaran sungai Brantas. Karena lokasinya tersebut mulanya pemerintah akan menggusur masyarakat dan merelokasikan mereka ke rumah susun. Namun, GuysPro atau kelompok mahasiswa dari UMM mengusulkan ide CSR untuk mengubah image Jodipan yang kumuh menjadi lebih bersih dan juga mengatasi masalah sanitasi / kebersihan yang ada disana. Mereka mengusulkan untuk mengecat rumah masyarakat menjadi warna-warni. Ide mereka dapatkan dari Desa Favela, Rio De Janeiro yang ada di Brasil yang dulunya juga merupakan kampung kumuh yang sudah berubah menjadi kampung wisata. Jika dilihat dari kondisinya Rio De Janeiro merupakan kampung yang cukup sulit atau bahkan sangat sulit untuk di rubah menjadi kampung wisata, hal ini dikarenakan bukan hanya kemiskinan yang terjadi disana melainkan juga kekerasan. Namun, pada akhirnya De Janeiro bisa berubah menjadi kampung wisata yang sangat dikenal banyak orang dan mengundang banyak wisatawan untuk datang.
Vol. 9 No 1, 2021
Alasan para mahasiswa tersebut memilih Jodipan sebagai objek program CSR mereka adalah lokasinya yang menarik yaitu dapat dilihat langsung dari Jembatan Embong Brantas.
Mulanya para mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini datang ke kampung Jodipan dan mensosialisasikan gagasan mereka ke masyarakat setempat (yang pada saat itu diwakilkan oleh Bapak Ismail Marzuki) lalu setelah melalui beberapa tahapan dan perbincangan gagasan ini pun akhirnya dapat disetujui. Kelompok mahasiswa ini atau yang disebut GuysPro bekerja sama dengan salah satu perusahaan cat besar bernama PT INDANA dengan nama program “Decofresh Warnai Jodipan”. Pengecatan yang dilakukan ini sangat membutuhkan bantuan dari banyak pihak yaitu perusahaan cat Indana Paint sebagai penyedia cat, masyarakat sebagai pelaku yang melakukan pengecatan, dan juga ada Komunitas gambar Mural Turu Kene. Pengecatan rumah warga RW 02 ini menghabiskan cat warna sekitar 2 ton dengan 15 warna yang berbeda. Pengecatan dilakukan oleh 10 orang tukang cat (5 orang yang memang di perbantukan dari mahasiswa dan 5 orang yang dibayar sendiri oleh masyarakat setempat), selain itu ada juga bantuan dari masyarakat, lalu ada juga bantuan dari pihak TNI dan POLRI. Untuk mengecat tembok yang tinggi/bagian atap rumah warga dibantu oleh Paskhas TNI AU. Setelah semuanya telah di cat, temboknya pun juga mulai digambari oleh komunitas mural untuk menambah keindahan yang ada di kampung Jodipan. Setelah selesai, warga mulai melakukan penghijauan seperti memasang tanaman-tanaman di dalam pot yang mampu menambah keindahan dan kebersihan kampung. Juga menambahkan beberapa bak sampah untuk pembuangan sampah. Sehingga suasananya kini terlihat lebih asri dan bersih. Kampung yang dulunya kumuh kini telah menjadi kampung menarik wisatawan untuk datang Karenanya kampung Jodipan ini dalam waktu yang singkat pun menjadi suatu destinasi pariwisata Kota Malang yang pada akhirnya tanggal 4 September 2016 diresmikan oleh Walikota Malang yaitu Bapak Ir. H. Mochamad Anton menjadi kampung wisata dengan julukan Kampung Wisata Jodipan.
Perkembangan Kampung Wisata Jodipan ditinjau menggunakan teori Siklus Hidup Area Destinasi (Butler, 2006) saat ini dapat dilihat bahwasannya KWJ berada pada tahap keterlibatan (involvement) yang selanjutnya dijabarkan sebagai berikut.
-
a) Bapak Marzuki selaku ketua POKDARWIS atau Kelompok Sadar Wisata yang ada di KWJ menyebutkan bahwa kunjungan wisatawan terus meningkat (banyak yang datang) terutama saat weekend atau saat hari libur / tanggal merah. Namun
sayangnya, pernyataan ini belum dapat dibuktikan atau bahkan disajikan dalam tabel data kunjungan wisatawan karena belum adanya perhitungan pasti yang
dilakukan baik dari pihak pengelola maupun juga pemerintah. Indikator tahap keterlibatan ini sudah tercapai dengan baik, namun masih ada yang harus dimaksimalkan Kembali seperti data kunjungan.
-
b) Selanjutnya, masyarakat KWJ mulai berpartisipasi dengan melakukan gotong royong mengecat kampung secara berkala, serta mengganti pernak – pernik yang di pasang di seluruh area kampung. Masyarakat juga berpartisipasi dalam pengadaan fasilitas yang ada disana seperti kios makan dan minum, dan toilet. Selanjutnya masayarakat juga mulai menyambut wisatawan dengan baik, baik itu wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestic. Sedangkan
pemerintah belum banyak berpartisipasi dalam pengembangan KWJ. Dalam indikator ini tahapan involvement sudah tercapai namun juga belum secara maksimal.
-
c) Poin yang ketiga adalah dengan dilakukannya promosi atau pengenalan dalam skala kecil oleh masyarakat sendiri. Masyarakat mengusulkan ide mengganti tiket masuk dengan stiker, dengan harapan stiker ini akan menjadi perantara mereka untuk mempromosikan kampung mereka kepada masyarakat luas. Dari penjelasan tersebut dapat dilihat bahwasannya walaupun dengan keterbatasan informasi yang dimiliki masyarakat masih ikut terlibat dalam memberikan usulan, guna melakukan pengengembangan kampung wisata yang maksimal.
Atraksi dalam suatu destinasi pariwisata ditujukan untuk menarik wisatawan berkunjung ke tempat tersebut sehingga pada saat mereka berkunjung akan muncul keinginan untuk datang / berkunjung kembali. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa KWJ mempunyai satu atraksi wisata yang berupa spot foto atau area tertentu yang
Vol. 9 No 1, 2021
dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengambil gambar (foto) yang memang dengan sengaja di desain semenarik mungkin diseluruh kampung. Selain untuk tempat mengambil gambar (foto), Kampuing Wisata Jodipan belum memiliki atraksi wisata yang lain, namun pengelola yang ada disana memiliki rencana untuk melakukan pembangunan ruangan yang akan digunakan untuk menggelar acara seni atau pementasan budaya khas dari Kelurahan Jodipan seperti pencak silat dan sebagainya. Tidak hanya dapat digunakan oleh masyarakat setempat tapi juga bisa digunakan oleh masyarakat luas seperti mahasiswa atau organisasi tertentu saat mereka mengadakan suatu acara. Komponen atraksi wisata yang ada di KWJ memang sudah tercapai atau ada namun belum maksimal jika tujuannya adalah untuk pariwisata yang berkelanjutan.
Ditinjau dari komponen amenities nya KWJ sudah tecapai dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan adanya fasilitas pendukung wisatawan seperti toilet, kios makan dan minum, toilet, cctv, palang penunjuk arah, papan sejarah dan sebagainya.
Komponen selanjutnya adalah aksesibilitas. Aksesibilitas KWJ tergolong sangat memadai karena dapat ditempuh dengan kendaraan bermotor atau mobil karena lokasinya yang berada di tengah kota dan berada di pinggir jalan. Kekurangannya adalah lokasi parkir yang hanya memadai untuk sepeda motor dan karena lokasinya di pinggir jalan besar yang dilalui truk dan bis serta kendaraan besar lainnya membuat lokasinya yang strategis terbilang cukup berbahaya. Selanjutnya aksesibilitas yang ada di dalam KWJ pun juga sudah diperbaiki sehingga memudahkan para wisatawan yang datang untuk pergi berkeliling. Pada tangga-tangga yang tergolong curam juga telah diberikan pegangan tangan sehingga dapat membantu wisatawan untuk pergi naik dan turun tangga. Pada komponen ini juga sudah tercapai dengan baik.
Ancillary atau pelayanan tambahan belum ada secara maksimal di KWJ, seperti pusat informasi dan sebagainya. Namun sudah ada POKDARWIS atau kelompok sadar wisata yang terbentuk dan menjalankan pariwisata disana. Namun dalam pelaksanaannya belum terstruktur dengan baik
karena kurangnya informasi yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam melakukan pengembangan disana. Dalam komponen ini meskipun sudah ada namun belum berjalan dengan baik dan tetap ada beberapa hal yang seharusnya ada tetapi masih belum ada seperti information centre.
-
4.2 Implikasi Perkembangan Kampung Wisata Jodipan (KWJ) Terhadap Aspek
Lingkungan Kampung Jodipan
Pengembangan KWJ cukup
memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap kondisi lingkungan kampung terutama lingkungan fisik kampung. Penjabarannya adalah sebagai berikut.
-
1. Lingkungan fisik ( physical environment ) Secara fisik lingkungan KWJ sudah tertata dengan baik, sampah yang berserakan sudah berkurang. Dapat dilihat di wilayah kampung atau bahkan di bantaran sungai Brantas sudah tidak terlihat lagi sampah yang berserakan, semua sudah bersih dan nyaman serta enak dipandang. Ini dikarenakan masyarakat sudah mengerti pentingnya menjaga kebeersihan lingkungan, mereka mulai bergotong royong membersihkan sampah yang ada, baik di dalam kampung dan di sungai. Pembersihan sampah dilakukan juga secara rutin terutama setelah hujan masyarakat pasti langsung segera turun untuk membersihkan. Masyarakat juga tidak membuang sampah sembarangan lagi dan malah menjadi peka terhadap sampah yang berserakan langsung dibersihkan dan dibuang ke tempat sampah yang telah disediakan pengelola di setiap sudut jalan.
-
2. Lingkungan biologis (biological Environment ) Secara biologis, saat ini masyarakat yang mulai sadar akan pentingnya menjaga kebersihan untuk menjaga kesehatan. Tentunya hal ini mendukung perubahan yang terjadi pada lingkungan fisik yang ada di Kampung Wisata Jodipan. Sehingga pada point ini tujuan yang mendasari perubahan kampung kumuh ini atau tujuan utama dari program mahasiswa UMM tersebut sudah tercapai dengan sangat baik. Bukan hanya secara fisik tapi biologis dari masayarakat setempat pun mengalami perubahan yang cukup signifikan. Hal ini hanya dapat diketahui dari kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
-
3. Lingkungan sosial ( social environment ) Bukan hanya perubahan secara fisik maupun biologis namun juga perubahan sosial dimana, masyarakat mulai terbuka dengan 155
Vol. 9 No 1, 2021
adanya wisatawan yang datang berkunjung serta masyarakat mulai melakukan komunikasi dengan wisatawan yang datang. Mereka menyambut wisatawan dengan ramah, baik itu wisatawan mancanegara maupun wisatawan domestic. Masyarakat setempat memang pada awalnya saling bergotong royong namun kini rasa itu semakin kuat antar masyarakat. Disini sesuai dengan pernyataan sebelumnya dimana akhirnya masyarakat mulai ikut menjaga kebersihan kampung dengan melakukan gotong royong bersih-bersih secara rutin tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Masyarakat mulai berpartisipasi dalam pelaksanaan pengembangan atau perbaikan yang ada di KWJ meskipun dalam hal ini belum semuanya mau mengambil bagian dalam pelaksanaannya. Pada apek yang terakhir ini masyarakat yang dimaksudkan adalah beberapa anggota yang tergabung dalam POKDARWIS dan juga beberapa pemuda kampung yang ikut mengambil bagian di dalamnya.
-
V. SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan pengembangan KWJ termasuk dalam tahapan keterlibatan dimana wisatawan mulai berdatangan terutama pada hari libur/weekend. Masyarakat lokal sudah mulai turut berpartisipas di pelopori oleh Pokdarwis setempat. Promosi berskala kecil berupa pembuatan stiker sebagai pengganti tiket masuk, sudah dilakukan. Komponen pengembangan KWJ ditinjau dari 4A (attraction, accessibilities, amenities dan ancillary) masih terdapat beberapa kendala.
Tahapan pengembangan KWJ tersebut diatas mempengaruhi berbagai aspek yang ada di kampung tersebut terutama aspek lingkungan. Aspek lingkungan sendiri terbagi menjadi 3 yaitu lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik yang dulunya kumuh sudah mulai terjaga dan bersih, sudah tidak adanya masyarakat yang membuang sampah sembarangan, masyarakat juga mulai melakukan penghijauan di dalam kampung seperti dengan menanam tanaman di pot. Selanjutnya secara biologis masyarakat mulai sadar akan pentingnya kebersihan lingkungan demi menjaga Kesehatan juga namun lebih di dorong karena kondisi kampung yang sudah menjadi tempat wisata, jadi masyarakat ada rasa malu jika tidak menjaga kebersihan lingkungan kampung. Karakteristik masyarakatnya mulai berubah, mulai mau menjaga lingkungan kampung dan mulai
bergotong royong membersihkan kampung secara rutin tanpa adanya paksaan dari pihak manapun, di sisi lain juga masyarakat lebih terbuka pada wisatawan dan mulai berinteraksi baik itu dengan wisatawan mancanegara atau domestik.
Adapun saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut.
-
1. Kepada pemerintah, dalam hal ini adalah Dinas Pariwisata selaku dinas yang menanugi destinasi pariwsiata supaya lebih memaksimalkan perannya sebagai fasilitator dimana dinas memfasilitasi kebutuhan dari kampung wisata tersebut supaya bisa dijalankan secara berkelanjutan dan didukung dengan data yang memadai untuk membantu pihak kampung maupun akademisi yang akan meneliti disana.
-
2. Kepada pengelola supaya lebih aktif mengikuti berbagai pelatihan
pariwisata terutama pelatihan
pariwisata yang berbasis masyarakat. Lalu supaya pengelola mengikuti arahan dari yang ahlinya supaya bisa mengelola KWJ menjadi pariwisata yang berkelanjutan. Selanjutnya juga
diharapkan pengelola mulai
memikirkan Kembali atraksi seperti apa yang bisa diadakan disana untuk
mengundang wisatawan. Lalu
melakukan pengecekan rutin serta
pendataan untuk sarana dan prasarana yang ada di KWJ.
-
3. Kepada masyarakat supaya mengikuti pelatihan yang diadakan supaya bisa berpartisipasi lebih aktif untuk pengembangan kampung.
-
4. Kepada akademisi supaya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pariwisata yang berbasis masyarakat karena terindikasi sadar wisata belum menyentuh segenap masyarakat KWJ.
DAFTAR PUSTAKA
Anom, I Putu dan Ida Bagus Suryawan. 2016. Perkembangan dan Pengembangan Desa Wisata. Bogor : Herya Media.
Butler, R. W. (1980). The concept of a tourist area cycle of evolution: Implications for
management of resources. The Canadian Geographer 24(1), 5–12.
Butler, R. 2006. The Conceptual Context and Evolution of the TALC, dalam Richard G. Butler 156
Vol. 9 No 1, 2021
(ed), The Tourism Area Life Cycle (Vol 1): Conceptual and Theoretical Issues. Channel View Publications, page 1-6. Jurnal Ilmiah Bisnis dan Ekonomi Asia, Vol 11 No 2.
Cahyanti, Mega Mirasa dkk. 2017. Meningkatkan Niat Berkunjung Pada Generasi Muda Melalui Citra Destinasi dan Daya Tarik Kampung Wisata.
Dipayana, Agus. 2015. Dampak Perkembangan Pariwisata Terhadap Lingkungan Fisik Di Daya Tarik Wisata Pantai Berawa Kabupaten Badung. Skripsi. Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Universitas Udayana.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya
Putri, Maria Nersiartista. 2016. Landasan Konseptual Perencanaan dan Perancangan Revitalisasi Kampung Wisata Tahunan Di Kelurahan
Umbulharjo Yogyakarta (Studi Rancang KampungWisata Berdasarkan Prinsip
Tahapan Kebudayaan). Skripsi. Program Studi Arsitektur, Universitas Atma Jaya Yogyakarta.
Permilasari, Ni Komang. 2014. Implikasi Perkembangan Pariwisata Terhadap Eksistensi Subak Canggu Di Desa Canggu Kabupaten Badung. Skripsi. Program Studi S1 Destinasi Pariwisata, Universitas Udayana.
Rizki, Maharani Amalia dkk. 2017. Pengaruh Terpaan Media Sosial Instagram Terhadap Citra Destinasi dan Dampaknya Pada Keputusan Berkunjung (Survei Pada Pengunjung Kampung Warna Warni Jodipan, Kota Malang). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB), Universitas Brawijaya.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta
Suryawan, I. B., & Mahagangga, I. G. A. O. (2017). Penelitian Lapangan 1. Denpasar: Cakra Media dan Fakultas Pariwisata Universitas Udayana.
Suryawan, Ida Bagus. 2015. Perkembangan dan Pengembangan Desa Wisata. Depok: Herya Media
Wuri, Josephine dkk. 2015. Dampak Keberadaan Kampung Wisata Terhadap Kehidupan Ekonomi dan Sosial Masyarakat (Studi Kasus Pada Kampung Wisata Sosro, Kelurahan Sosromenduran, Kecamatan Gedongtengen, Kotamadya Yogyakarta). Jurnal Penelitian, vol. 18 hlm 143-156.
Sumber internet :
Kementrian Pariwisata. 2016. Laporan Akuntabilitas Kinerja Kementrian Pariwisata Tahun 2016. www.kemenparekraf.go.id. Diakses pada tanggal 28 Februari 2021 Pukul 18.47.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH). https://jdih.esdm.go.id/. Diakses pada tanggal 28 Februari 2021 Pukul 19.12.
Undang-Undang No 10 Tahun 2009 Tentang Kepariwisataan.
https://jdih.kemenkeu.go.id/. Diakses pada tanggal 28 Februari 2021 Pukul 20.03.
Kamus Besar Bahasa Indonesia: Pengertian Implikasi. https://kbbi.web.id/. Diakses pada tanggal 28 Februari 2021 Pukul 20.46.
157
Discussion and feedback