p-ISSN: 2338-8811, e-ISSN: 2548-8937

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Pembuatan website sebagai Pengenalan Wisata Budaya di Desa Giring

S. Widanarto Prijowuntatoa,1, Apri Damai Sagita Krissandib,2, Robertus Adi Nugrohoc,3

a Program Studi S1 Pendidikan Akuntansi, FKIP, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, DIY , Jl. Affandi TP 29, Mrican, Yogyakarta, DIY

  • b. Program Studi S1 PGSD, FKIP, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, DIY , Jl. Affandi TP 29, Mrican, Yogyakarta, DIY

  • c Program Studi S1 Elektro, FST, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, DIY , Paingan, Maguwoharjo, Yogyakarta, DIY

Abstract

The history of the village of giring is closely related to the history of Yogyakarta. Therefore, in the village of Giring there are various interesting cultural and historical heritage sites. Currently, few tourists are willing to visit these cultural sites. This study aims to develop a tourism website for the village of Giring. The study was carried out using the following steps: analyzing needs, gathering information, designing the web, improving the design, conducting trials, and uploading the web. This research uses a research and development approach. Data collection using tests and questionnaires. The research data were analyzed quantitatively and qualitative. The results showed that the website developed was feasible to use based on the trial results. This website is considered useful for introducing the many cultural and traditional potentials of Giring Village. The website contains various cultures and traditions as well as traditional games that develop in society. Visitors can enjoy various religious sites that contain interesting stories about Ki Ageng Giring.

Keyword: website, cultural tourism, Giring

  • I.    PENDAHULUAN

Desa Giring yang terletak di Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu desa yang menyimpan banyak potensi wisata, baik keindahan alamnya maupun budaya masyarakat setempat. Namun tidak banyak orang yang mengetahui keindahan desa wisata ini, sehingga wisatawan yang berkunjungpun kurang. Oleh karena itu, Desa Giring perlu mempromosikan potensi wisata kepada masyarakat melalui berbagai cara. Salah satu cara yang dapat ditempuh adalah dengan mengembangkan website wisata budaya.

Desa Giring sudah memiliki website Desa Giring. Namun, web tersebut belum mempromosikan kekayaan budaya yang dimiliki. Kekayaan budaya Desa Giring justru dipromosikan oleh website- website lain seperti:    https://budayajawa.id/babat-dalan-

giring/, http://www.gedangsari.com/kisahmistis-watu-dakon-situs-kali-gowang-paliyan-gunungkidul.html, https://kabarhandayani.com/watu-dakon-cerita-tempat-main-rara-lembayunghingga-tetes, https://omahantz.blogspot.com/2013/01/upa cara-adat-babatdalan-giring.html,           dan

sebagainya.

Informasi yang tersebar di banyak website kurang promotif, tidak memberikan gambaran

yang lengkap tentang potensi wisata religi budaya di Desa Giring, dan tidak berdampak ekonomi bagi warga Desa Giring. Hal ini dikarenakan peninggalan-peninggalan jaman pra sejarah sampai dengan peninggalan yang modern di Desa Giring tidak dikenal banyak oleh dunia luar

Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, pengenalan wisata budaya dapat dilakukan dengan mengembangkan website. Dengan menggunakan website, informasi dapat menjangkau wilayah yang luas dibandingkan dengan brosur/media cetak. Di samping itu, penggunaan website dapat menyertakan foto, video, musik, dan sebagainya agar dapat lebih menarik wisatawan.

Pada saat ini, berkembang desa wisata di berbagai daerah di Indonesia. Desa wisata dikembangkan utamanya bertujuan untuk meningkatkan taraf perekonomian masyarakat. Pengembangan desa wisata ini penting bagi pemercepatan pertumbuhan ekonomi, sosial, maupun budaya di masyarakat. Pengembangan suatu desa menjadi desa wisata merupakan suatu sarana untuk menggerakan dinamika masyarakat. Pada umumnya, desa wisata yang berkembang adalah desa yang menjual tempat untuk rekreasi baik rekreasi alam maupun permainan.

Berbagai daerah mengembangkan desa wisata dengan berbagai pendekatan. Beberapa

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan desa wisata adalah: 1) pendekatan berbasis partisipasi masyarakat (Sidiq & Resnawaty, 2017), 2) SWOT (Jayadi & Suryawan, 2020; Thalla dan Nugroho, 2019; Abidin, Suprapto, & Hartoko, 2015), 3) analysis hierarchi process (Damanik & Iskandar, 2019), 4) community based tourism (Putri, Dewanti, & Muntaha, 2017), 5) FGD (Mujanah, Ratnawati, & Andayani, 2016). Pendekatan-pendekatan tersebut dilakukan untuk mengembangkan desa wisata sesuai dengan karakteristik masing-masing desa yang akan dikembangkan.

Pengembangan desa wisata juga perlu memperhatikan kegiatan wisatawan yang datang. Berdasarkan motif wisatawan, pariwisata dibedakan menjadi enam (Kuryanti dan Indriani, 2018). Keenam jenis pariwisata tersebut adalah pariwisata untuk menikmati perjalanan, pariwisata untuk rekreasi, pariwisata untuk kebudayaan, pariwisata untuk olah raga, pariwisata untuk dagang, dan pariwisata untuk konvensi.

Pengembangan desa menjadi desa wisata budaya jarang dilakukan oleh pemerintah desa. Hal ini dikarenakan jarang desa-desa yang memiliki budaya yang dihidupi oleh generasi muda. Sangat sedikit generasi muda yang terlibat dalam budaya. Di sisi lain, pengembangan desa wisata budaya penting bagi kelestarian budaya bangsa yang beraneka ragam. Keragaman budaya mempunyai daya tarik sendiri bagi wisatawan khususnya wisatawan manca negara.

Budaya merupakan perilaku yang tertanam pada yang merupakan totalitas dari sesuatu yang dipelajari dan merupakan akumulasi dari pengalaman yang dialihkan secara sosial (Alo, 2002). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, budaya adalah pikiran, akal budi, adat istiadat, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang (beradab, maju), sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Kedua definisi tersebut menyatakan bahwa budaya merupakan hasil budi daya manusia yang diturunkan dari generasi ke generasi.

Indonesia memiliki beraneka ragam budaya yang tersebar di 34 provinsi. Hadi, Permanawiyat, Sambodo, Anindyatri, & Mas'ad, (2019) menyatakan bahwa budaya Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu warisan budaya benda dan warisan budaya tak benda. Jumlah budaya di Indonesia ada 3.573 yang terdiri dari

cagar budaya berjumlah 2319, museum berjumlah 435, tradisi dan ekspresi lisan berjumlah 102, adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan berjumlah 209, seni pertunjukan berjumlah 271, dan kemahiran dan kerajinan tradisional berjumlah 196.

Untuk melindungi kebudayaan tersebut, pemerintah menerbitkan undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Tujuan dari undang-undang tersebut adalah untuk melindungi dan melestarikan cagar budaya budaya Indonesia. Undang-undang tersebut kemudian menjadi acuan bagi pemerintah daerah untuk melindungi dan melestarikan budaya yang ada di daerah.

Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengeluarkan peraturan gubernur tentang desa/kelurahan budaya melalui Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2014. Di samping itu, pemerintah DIY mengeluarkan keputusan yaitu Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 262/Kep/2016 tentang Penetapan Desa / Kelurahan Budaya. Desa Giring merupakan salah satu desa yang ditetapkan menjadi desa budaya Provinsi DIY.

Pengembangan website desa budaya perlu dikembangkan agar desa dikenal oleh masyarakat luas, kunjungan wisatawan meningkat dan berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Pengembangan website dapat dilakukan dengan menggunakan ASP, PHP, JavaScript, maupun menggunakan aplikasi gratis yang sudah memiliki template, seperti blogspot.com, wordpress.com, webs.com dan sebagainya.

Penelitian pengembangan website desa sudah banyak dilakukan. Fitriawan, Murdika, & Yudamson (2019) mengembangkan website desa dengan melakukan pendampingan kepada pengola website dan perangkat desa. Kuryanti & Indriani, (2018) melakukan analisis pengembangan website dengan metode deskriptif. Penelitian yang dilakukan oleh Firsty & Suryasih (2019) mengembangkan candi sebagai wisata religi dengan menggunakan metode deskripsi kualitatif.

Pengembangan website desa sebagian besar website untuk desa wisata. Pada penelitian ini, pengembangan website yang dilakukan adalah pengembangan website yang

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

dikhususkan untuk wisata budaya / wisata religi. Pengembangan website dilakukan karena di Desa Giring banyak peninggalan-peninggalan yang terkait dengan budaya baik peninggalan benda bersejarah maupun peninggalan non benda, seperti watu dakon, lumpang Jaka Tarub, Babad Alas, Goa Maria Tritis, dan sebagainya.

  • II.    METODE PENELITIAN

Penelian ini dilakukan di Desa Giring, Kecamatan Paliyan, Kabupatem Gunungkidul, Daerah Istimewa Yoygakarta dengan menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif yang digunakan mengikuti teknik penelitian dan pengembangan yang dikemukakan oleh Sugiyono (2009) yang dimodifikasi. Langkah-langkah pengembangan web adalah: 1) melakukan analisis kebutuhan; 2) mengumpulkan informasi; 3) merancang interface website; 4) menvalidasi desain; 5) memperbaiki desain; 6) menguji coba web; 7) meluncurkan website.

Sumber data dalam penelitian diperoleh dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari ketua RT, RW, Dukuh, dan sesepuh masyarakat Desa Giring dengan menggunakan teknik wawancara. Data sekunder (Sumber data wawancara, 2021) diperoleh dari dokumentasi yang dimiliki desa, buku, dan internet untuk mendapatkan data tentang situs, budaya, dan cerita rakyat yang ada di Desa Giring.

Di samping wawancara dan dokumentasi, pengumpulan data dilakukan dengan melakukan observasi (Sumber data, 2021). Observasi dilakukan untuk mengambil foto, dan video terkait dengan objek budaya yang ada di Desa Giring.

  • III.    HASIL DAN PEMBAHASAN

  • A.    Langkah Pengembangan website

    1.    Analisis Kebutuhan

Desa Giring merupakan salah satu dari tujuh desa yang terdapat di Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dilihat dari luas daerah, Desa Giring merupakan desa terluas ketiga (1014 Ha) setelah Desa Karang Duwet dan Karang Asem.

Berdasarkan wawancara dengan carik Desa Giring, pada saat ini Desa Giring sudah memiliki web desa, namun web tersebut belum

dimanfaatkan secara optimal. Beberapa menu yang ada di https://www.giring-paliyan.desa.id/first masih kosong, seperti menu produk desa, menu agenda, menu laporan desa, dan menu panduan layanan desa. Apabila menu tersebut dibuka, maka akan muncul tulisan “Maaf, belum ada data. Belum ada artikel yang dituliskan dalam produk Desa. Silakan kunjungi situs web kami dalam waktu dekat”.

Idealnya, web yang dimiliki desa dapat digunakan sebagai sarana untuk menyampaikan informasi kepaa masyarakat terkait dengan kegiatan-kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh desa. Di samping itu, web desa dapat dijadikan sebagai sarana untuk mempromosikan produk atau potensi-potensi yang dimiliki kepada para investor/wisatawan. Web desa juga dapat digunakan untuk meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat.

Di sisi lain, Desa Giring memiliki banyak potensi pariwisata yang belum dikenal oleh masyarakat. Peninggalan dan warisan budaya banyak terdapat di desa ini baik warisan benda maupun non benda maupun situs-situs bersejarah seperti, kali gowang, watu dakon, sendang pitutur, tapak tilas Ki Ageng Giring, dan sebagainya. Selain itu, Desa Giring juga memiliki budaya yang bersifat religi seperti babad dalan, sedekah candi, rasulan.

Budaya warisan leluhur tersebut sampai sekarang masih dihidupi oleh masyarakat. Upacara-upacara budaya masih dilaksanakan oleh masyarakat secara rutin dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Pelestarian budaya juga dilaksanakan dengan melibatkan anak-anak usia SD. Latihan karawitan dan tarian tradisional dilaksanakan setiap hari Sabtu dan Minggu.

Kekayaan budaya merupakan potensi wisata yang perlu diperkenalkan kepada khayalak umum. Hal ini bermanfaat bagi masyarakat Desa Giring maupun bagi perkembangan budaya secara nasional. Bagi masyarakat Giring, budaya yang ada akan selalu hidup, generasi muda akan semakin mencintai budaya, dan taraf kehidupan masyarakat desa semakin baik. Bagi Indonesia, keragaman budaya akan semakin memperkaya Indonesia dan menjadi daya tarik bagi wisatawan manca negara untuk berkunjung ke Indonesia.

  • 2.    Pengumpulan Informasi

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Informasi tentang budaya dan situs-situs religi diperoleh dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Wawancara dilakukan

terhadap para tokoh masyarakat yang terdiri dari ketua RT, RW, dukuh, maupun warga masyarakat yang dituakan. Wawancara ini difoukuskan pada jenis-jenis budaya maupun peninggalan-peninggalan bersejarah yang ada di Desa Giring. Observasi khususnya dilakukan untuk melihat lokasi dan keberadaan peninggalan-peninggalan bersejarah. Di samping itu, observasi dilakukan untuk memperdalam penjelasan yang diperoleh dari wawancara dengan para tokoh masyarakat. Dokumentasi dilakukan untuk melengkapi informasi-informasi yang belum diperoleh dari wawancara dan observasi.

Berdasarkan hasil wawancara, banyak informasi yang diperoleh terkait dengan budaya dan kesenian/permainan tradisional. Permainan tradisional yang ada kebanyakan sama dengan permainan tradisional yang ada di daerah lain, seperti bentik, gobag sodor, engklek, dan sebagainya. Namun, ada satu permainan yang khas di Desa Giring yaitu permainan Amukan. Permainan ini dimainkan dengan cemeti yang dibunyikan bersaut-sautan sehingga menimbulkan bunyi dengan irama tertentu. Demikian juga untuk budaya, banyak budaya Desa Giring yang sama dengan budaya desa lain. Budaya yang khas di Desa Giring adalah Babad Dalan dan Sedekah Candi.

Observasi dilakukan di situs-situs

bersejarah seperti Kali Gowang, Watu Dakon, Sendang Pitutur, Makam Sukadono, tapak tilas Ki Ageng Giring, Vihara, makam Ki Bondan Kejawen, Goa Maria Tritis, dan Lumpang Peninggalan Jaka Tarub. Pengambilan gambar/foto dan video juga dilakukan pada saat observasi.

Informasi tentang budaya Desa Giring juga diperoleh dari berbagai situs internet. Dalam hal ini, peneliti mendapatkan banyak informasi tentang budaya giring justru dari laman-laman lain. Banyak laman yang membicarakan tentang budaya yang ada di Desa Giring seperti babad dalan diperoleh dari https://today.line.me/id/pc/article/Babad+Dala n..., https://kumparan.com/tugujogja/babad-dalan-giring.., https://www.jogjaland.net/babat-dalan-giring, dan sebagainya.

  • 3.    Perancangan Interface Website

Perancangan website dilakukan dengan menggunakan template situs yang tersedia. Dalam perancangan website ini, laman yang digunakan adalah wordpress.com. Rancangan dengan menggunakan template yang tersedia di domain wordpress akan memudahkan dalam me-maintenace website.

Perancangan website ini berbeda dengan perancangan website yang dilakukan oleh Hidayatullah, Wardani, & Rachmadi (2018). Mereka mengembangkan website dengan menggunakan metode Rational Unified Process (RUP). Dalam RUP, tahap-tahap yang dilakukan adalah tahap 1, observasi; tahap 2, menganalisis kebutuhan fungsional dan nonfungsional; tahap 3, perancangan program; tahap 4, implementasi dengan menggunakan bahasa pemrograman PHP dan HTML, database MYSql, XAMPP; dan tahap 5, pengujian implementasi dengan menggunakan use case testing dan basis path testing.

Kemudahan dalam pemeliharaan website perlu dipertimbangkan mengingat tidak semua orang menguasai bahasa pemrograman. Pemeliharaan website Desa Giring ditangani oleh satu orang yang juga merangkap pekerjaan lainnya. Selain kemudahan dalam pemeliharaan, waktu yang diperlukan untuk pemeliharaan relatif singkat sehingga tidak mengganggu pekerjaan yang lain.

Gambar 1. website Wisata Giring

Menu yang disajikan dalam website terdiri dari lima bagian yaitu Home, Permainan Tradisional, Wisata, Sejarah Dusun, Seni dan Budaya. Pada menu home, berisi foto-foto Ki Ageng Giring, Permainan Gejog Lesung, Terbangan, dan Sholawatan. Pada pengembangan website ini, banyak ditampilkan foto-foto yang diharapkan dapat menimbulkan minat peselancar web untuk mengetahui lebih jauh tentang isi menu.

Menu kedua adalah Permainan Tradisional. Pada menu permainan tradisional ini, terdapat

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

permainan Amukan. Permainan ini adalah permainan asli dari Desa Giring. Permainan amukan dimainkan dengan cara mengibaskan cemeti sehingga menimbulkan bunyi. Bunyi cemeti tersebut kemudian dibalas oleh cambukan cemeti dari orang lain yang lokasinya berjauhan. Dengan demikian, bunyi cambukan cemeti membentuk irama tertentu.

Menu ketiga adalah Wisata. Pada menu wisata terdapat submenu yang merupakan tempat wisata yang ada di Desa Giring. Tempat wisata tersebut adalah Watu Dakon, Kali Gowang, Sendang Pitutur, Goa Maria Tritis, Bukit Teletubies. Selain Bukit Teletubies, tempat-tempat tersebut adalah tempat yang memiliki makna bagi masyarakat Giring. Tempat tersebut merupakan tempat yang bersejarah. Tempat-tempat tersebut diceritakan secara menarik namun singkat. Hal ini untuk menghindari pembaca bosan dengan kegiatan membaca.

Menu yang keempat adalah Sejarah Dusun. Nama-nama dusun yang ada di Desa Giring adalah pemberian dari Ki Ageng Giring yang merupakan tokoh bagi masyarakat Giring. Masing-masing nama dusun memiliki cerita turun-temurun. Dusun Pulebener adalah dusun yang tertua di Desa Giring. Oleh karena itu, upacara-upacara adat di Desa Giring selalu dimulai dari dusun ini.

Menu yang kelima adalah Seni dan Budaya. Pada menu ini dijelaskan beberapa tradisi yang dilaksanakan di Desa Giring. Tradisi tersebut sampai sekarang masih dihidupi di desa ini. Tradisi yang masih dihidupi adalah sholawatan, terbangan, tradisi babad dalan, kenduri gumbrekan. Di samping itu, terdapat cerita tentang Watu Lumpang, Watu Jagong, dan petilasan Jaka Tarub.

  • 4.    Validasi Desain

Validasi desain dilakukan bersama dengan perangkat desa. Validasi dilakukan dengan menggunakan focus group discussion (FGD). Fokus FGD adalah isi dan desain dari web yang sudah dikembangkan. Dalam FGD, peneliti menerima masukan bahwa secara umum web tersebut sudah informatif (Handoyo, 2020).

Validasi web juga dilakukan dengan menggunakan instrumen. Instrumen tersebut disebar kepada 25 pengguna internet di wilayah Yogyakarta. Instrumen tersebut terdiri dari 25 item yang menyatakan tentang isi, bahasa, penyajian di website. Secara keseluruhan, isian

pengguna internet dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1. Respon Instrumen

No

Kriteria

Jumlah responden

1

Sangat burung

0

2

Buruk

0

3

Baik

2

4

Sangat baik

24

Berdasarkan Tabel 1 di atas, mayoritas responden menjawab dengan kategori sangat baik. Ada dua responden yang menyatakan baik. Dari Respon yang diperoleh maka website yang dibuat bisa dikatakan layak untuk diluncurkan ke dunia maya.

Apabila dilihat dari tiap item dalam instrumen, maka tampak pada tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Respon Per-item

Dimensi

No

Indikator

SB

B

K

S K

Menu

1

Menu Mudah dipahami

18

7

0

0

2

Navigasi utama berfungsi

17

8

0

0

3

Menu ditampilkan cepat

19

6

0

0

Pencarian

4

Pencarian alamat cepat

19

6

0

0

5

Kemudahan akses web

22

3

0

0

6

Kemudahan mengingat alamat

11

14

0

0

Bahas a

7

Tulisan mudah dipahami

21

3

1

0

8

Ukuran huruf mudah dibaca

18

7

0

0

9

Bahasa santun

23

2

0

0

Konten

10

Konten informatif

21

4

0

0

11

Kesesuaia n konten

21

4

0

0

12

Penyajian informasi

19

6

0

0

Terhadap tanggapan item pernyataan

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

nomor 1, sebanyak 72% responden menjawab sangat setuju, sedangkan 28% menjawab 4. Jawaban tersebut menunjukkan bahwa menu yang ditampilkan mudah dipahami oleh peselancar website. demikian juga untuk itemitem lainnya. Pada item nomor tujuh, terdapat satu responden yang menjawab 2. Ini menandakan bahwa tulisan yang ada di website kurang dapat dipahami oleh pengunjung internet. Dari Tabel 2. Responden kebanyakan menjawab 4. Hal ini menunjukkan bahwa website yang dikembangkan sudah baik.

  • 5.    Pernaikan Desain

Berdasarkan masukan dari FGD (Handoyo, 2020), ada masukan yaitu bahwa kelompok sadar wisata (Pokdarwis) Desa Giring perlu dimasukkan. Kelompok sadar wisata di Desa Giring baru dibentuk pada bulan Oktober 2020. Berdasarkan masukan tersebut, maka website ditambah satu menu yaitu Pokdarwis.

Isi menu pokdarwis masih kosong, karena belum ada kegiatan yang dilakukan oleh Pokdarwis. kelompok ini diketuai oleh Bapak Sunardi, salah seorang tokoh budaya di Desa Giring. Perbaikan tersebut tampak pada Gambar 2. Berikut.

Gambar 2. Hasil Perbaikan website

https://wisatagiring.wordpress.com/

Dengan ditambahnya menu Pokdarwis, maka kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Giring dapat direkam dan dipublikasi oleh Pokdarwis. Pengunggahan menu-menu tersebut diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat umum tentang Desa Giring.

  • 6.    Peluncuran website

website Wisata Budaya dan Religi Desa

Giring     diluncurkan     dengan     nama

https://wisatagiring.wordpress.com/. website ini diharapkan dapat memperkenalkan Desa Giring, khususnya budaya dan religi yang dimiliki. Dampak lebih jauh adalah ketertarikan masyarakat untuk berkunjung ke Desa Giring dan menikmati warisan religi dan budaya yang ada.

  • B.    website Wisata Budaya Desa Giring

Desa Giring diharapkan dapat menjadi salah satu desa wisata budaya. Harmonisasi kehidupan antar warga masyarakat dan masyarakat dengan alam terjadi di desa ini. Di desa Giring, terdapat lima tempat ibadah untuk lima agama yang berbeda-beda. Di wilayah kecamatan Paliyan, Desa Giring merupakan satu-satunya desa yang memiliki lima tempat ibadah dari agama yang berbeda-beda.

Harmonisasi antar warga masyarakat terbentuk sejak dulu. Masyarakat Desa Giring mengikuti jejak Ki Ageng Giring yang tidak haus kekuasaan tetapi lebih mencari kedamaian dan ketenteraman hidup. Harmonisasi antar masyrakat dengan alam terjadi di Desa Giring. Masyarakat tetap mempertahankan hutan-hutan yang ada untuk menghindari serangan hewan-hewan. Apabila hutang menjadi gundul maka hewan-hewan liar akan mengganggu pertanian penduduk untuk mencari makan.

Budaya yang ada di Desa Giring berkaitan erat dengan religi yang diyakini oleh masyarakat setempat. Religi diartikan secara luas, tidak hanya menyangkut keagamaan, namun juga tradisi masyarakat. Desa Giring memiliki 35 macam tradisi yang masih dijalankan oleh masyarakat. Potensi wisata yang banyak tersebut perlu digarap secara serius untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan website sangat penting sebagai salah satu cara untuk memperkenalkan kekayaan tradisi dan budaya ke masyarakat luas, melestarikan budaya (nguri-uri kabudayan), memberikan dampak ekonomis kepada masyarakat. Pengembangan website ini juga dibarengi dengan pengelolaan potensi budaya. Keseriusan masyarakat Giring dalam pengelolaan budaya ditunjukkan dengan terbentuknya kelompok sadar wisata dengan nama “Giring Gambar Patra”.

Pokdarwis yan dibentuk tersebut mengelola beberapa destinasi wisata yang mencakup Kali Gowang, Watu Dakon, Pusaka Ki Ageng Giring (Tombak Kyai Udan Arum, Songsong Agung

Jurnal Destinasi Pariwisata Vol. 9 No 1, 2021

Sangga Buwana, Tunggul Naga) Petilasan Jaka Tarub, Sendang Pitutur, makam Ki Ageng Sukadana, Candi Krapyak, dan Gunung Bagus.

KESIMPULAN

Berdasar pembahasan di atas, kesimpulan yang dapat ditarik adalah pengembangan website wisata budaya Desa Giring layak untuk diluncurkan. Pengembangan website wisata budaya ini bermanfaat untuk memperkenalkan potensi budaya dan tradisi Desa Giring yang cukup banyak. Dalam website tercantum berbagai budaya dan tradisi serta permainan-permainan tradisional yang berkembangan di masyarakat. Pengunjung dapat menikmati aneka situs-situs religi yang mengandung cerita-cerita menarik tentang Ki Ageng Giring.

Pengembangan website ini di samping untuk memperkenalkan budaya, juga ditujukan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan masyarakat. Kehadiran pengunjung baik lokal maupun internasional akan berdampak ekonomis bagai masyarakat. Pengembangan website ini juga ditujukan untuk melestarikan kekayaan budaya bangsa.

DAFTAR PUSTAKA/REFERENSI

Abidin, M. T., Suprapto, D., & Hartoko, A. (2015). Analisa Pengembangan Ekowisata Wilayah Konservasi Mangrove, Desa Bedono, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Diponegoro Journal of Maquares , Volume 4, (Nomor 4), 80 - 89.

Retrieved         from         http://ejournal-

s1.undip.ac.id/index.php/maquares

Alo, L. (2002). Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LKIS.

Damanik, D. H., & Iskandar, D. D. (2019, November). Strategi Pengembangan Desa Wisata (Studi Kasus Desa Wisata Ponggok). Jurnal Ilmu Ekonomi dan Pembangunan, Vol. 19(No. 2), 120 - 127.

Firsty, O., & Suryasih, I. A. (2019). Strategi Pengembangan Candi Muaro Jambi Sebagai Wisata Religi. Jurnal Destinasi Wisatqa, Vol. 7(No. 1),  36  -  43.

doi:https://doi.org/10.24843/JDEPAR.2019.v07.i 01.p06

Fitriawan, H., Murdika, U.,  & Yudamson, A. (2019,

November). Pengembangan website Pekon Kiluan Negeri Menuju Kawasan Wisata Berbasis TIK. Sakai Sambayan, Vol. 3(No. 3), 107 - 110.

Hadi, D. W., Permanawiyat, W., Sambodo, N., Anindyatri, A. O., & Mas'ad. (2019). Statistik Kebudayaan 2019. (S. Sofiah, Ed.) Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Handoyo, S. (2020, Juli 22). Wawancara Budaya dan Religi di Desa Giring. (A. D. Sagita, & S. W. Prijowuntato, Interviewers)

Hidayatullah, R. J., Wardani, N. H., & Rachmadi, A. (2018, November). Pengembangan website Kampung Batik Jetis Denan Metode Rational Unified Process. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Komputer, Vol. 2(No. 11), 4347 - 4356. Retrieved from http://j-ptiik.ub.ac.id

Jayadi, M. F.,  & Suryawan, I. B. (2020). Strategi

Pengembangan Potensi  Pariwisata di  Pantai

Blimbingsari Kabupaten Banyuwangi.  Jurnal

Destinasi Pariwisata, Vol. 8(No. 1), 10 - 17.

Kuryanti, S. J., & Indriani, N. (2018, April). Pembuatan website Sebagai Sarana Promosi Pariwisata. Sinkron, Volume 2(Nomor 2), 37 - 46.

Mujanah, S., Ratnawati, T., & Andayani, S. (2016, Februari). Strategi Pengembangan Desa Wisata di Kawasan Hinterland Gunung Bromo Jawa Timur. Jurnal Hasil Penelitian LPPM Untag, Vol. 1 (No. 01), 33 -52.

Putri, K. A., Dewanti, A. N., & Muntaha, M. (2017, Oktober). Penentuan Potensi Wisata Prioritas Melalui Pendekatan Community-Based Tourism di Desa WIsata Teritip Kota Balikpapan. Journal of Regional and Rural Development Planning, 1 (3), 298           -           306.           doi:DOI:

http://dx.doi.org/10.29244/jp2wd.2017.1.3.298-306

Sidiq, A. J., & Resnawaty, R. (2017). Pengembangan Desa Wisata Berbasis Partisipasi Masyarakat Lokal di Desa Wisata Linggarjati, Kuningan, Jawa Barat. Prosiding KS: Riset & PKM (pp. 38 - 44). Bandung: Universitas Padjajaran.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

Thalla, A., & Nugroho, S. (2019). Strategi Pengembangan Desa Sayan Ubud, Kabupaten Gianyar, Bali, Sebagai Desa Wisata Berbasis Wisata Alam Bija. Jurnal Destinasi Pariwisata, Vol. 7(No. 2), 364 -373.

Sumber-Sumber lain:

https://budayajawa.id/babat-dalan-giring/

http://www.gedangsari.com/kisahmistis-watu-dakon-situs-kali-gowang-paliyan-gunungkidul.html, https://kabarhandayani.com/watu-dakon-ceritatempat-main-rara-lembayunghingga-tetes, https://wisatagiring.wordpress.com/

https://omahantz.blogspot.com/2013/01/upacara-adat-babatdalan-giring.html, dan sebagainya.

Peraturan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 36 Tahun 2014.

Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 262/Kep/2016 tentang Penetapan Desa/ Kelurahan Budaya.

undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya dan Undang-undang Nomor 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.

https://www.giring-paliyan.desa.id/first

39